Wednesday, December 25, 2019

Maqashid Syariah (skripsi dan tesis)

 Maqashid syariah secara bahasa terdiri dari dua kata, yaitu maqashid dan al-syariah. Maqashid berarti tujuan, sedangkan al-syariah adalah jalan menuju sumber air. Sehingga dapat disimpulkan bahwa maqashid syariah adalah tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia baik di dunia dan di akhirat. Tetapi ulama klasik sebelum al Syatibi  mendefinisikan lebih kepada padanan makna bahasa saja, sedangkan alGhazali, al-Amidi, dan Ibn al-Hajib mendefinisikan berupa mendatangkan manfaat dan menolak bahaya atau kerugian. Ada tiga tokoh ulama yang menjadi pengembang bahasan tentang maqashid syariah, yaitu Imam alHaramayn Abu al-Ma’ali Abd Allah al-Juwayni (w. 478 H), Abu Ishaq alSyathibi (w. 790 H) dan Muhammad al-Thahir ibn Asyur (w. 1379 H/1973 M). Munculnya tiga tokoh ini tidak mengesampingkan peran Abu Bakr alQaffal al-Shashi, al-Amiri, al-Ghazali, dan ulama lainnya yang memiliki peran besar dalam pengonsepan maqashid syariah (Mawardi, 2010: 190). Secara umum ketiga tokoh utama ini membagi maqashid syariah dalam tiga tingkatan, yaitu dharuriyat (kebutuhan primer), hajiyat (kebutuhan sekunder), dan tahsiniyah (kebutuhan tersier). Selanjutnya dalam kitab Al-Muwafaqat Imam al-Syatibi juga membagi ada lima elemen yang harus dipenuhi dalam maqashid syariah, yaitu al-aql (pikiran), addien (agama), nafs (jiwa), nasl (keturunan) dan maal (harta) (Capra, 2001). 
Pengertian syariah dan fungsinya bagi manusia menurut al-Syatibi tertuang dalam kitabnya al-Muwwafaqat sebagai berikut:
 هذه الشريعة وضعت لتحقيق مقاصد الشارع في قيام مصالحهم في الدين والدنيا معا
 “Sesungguhnya syariat itu ditetapkan bertujuan untuk tegaknya (mewujudkan) kemashlahatan manusia di dunia dan Akhirat” 
Pada bagian lain beliau juga menyebutkan bahwa: 
االحكام مشروعة لمصالح العباد 
 “Hukum-hukum diundangkan untuk kemashlahatan hamba”.
 Kemudian dalam merumuskan kinerja perusahaan dalam konteks maqashid al-daruriyyat dan perspektif maqashid syariah disini kami menggunakan pendapat al-Syatibi ada lima elemen pokok yang harus dipenuhi, yaitu agama (al-din), jiwa (al-nafs), keturunan (al-nasl), harta (al-mal) dan akal (al-‘aql) 1 . Dari kelima elemen tersebut lalu dituangkan dalam suatu tabel kriteria kinerja perusahaan dalam perspektif maqashid syariah yang disertai indikator yang diformulasi oleh Mohammed, Razak, Omar dan Taib (2015) dalam bentuk indeks maqashid syariah.

Structural Capital (skripsi dan tesis)

Structural capital merupakan kemampuan organisasi dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan (Wijayanti, 2013). Bentuk structural capital contohnya seperti sistem operasional kerja, proses produksi, infrastruktur kerja, dan seluruh kekayaan intelektual yang dimiliki perusahaan. Lebih lanjut Bontis (2000) mendefiniskan structural capital termasuk seluruh simpanan bukan pengetahuan manusia dalam organisasi yang termasuk database, bagan organisasi, proses manual, strategi, rutinitas dan apapun yang nilainya besar bagi perusahaan daripada nilai material. Structural capital berasal dari proses dan nilai organisasi, mencerminkan fokus eksternal dan internal perusahaan, ditambah pembaharuan dan pengembangan nilai masa depan.

Capital Employed (skripsi dan tesis)


Capital employed adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan dengan memanfaat nilai aset yang dimiliki. Nilai aset ini berasal dari aset fisik dan aset keuangan yang dimiliki dan dikelola oleh perusahaan. Modal intelektual tidak dapat menciptakan nilainya sendiri (Pulic, 2004), sehingga disini capital employed berperan sebagai informasi atas efisiensi penggunaan modal fisik dan keuangan perusahaan. Capital employed dalam sebuah perusahaan juga berfungsi untuk menciptakan nilai perusahaan. Hal ini disebabkan capital employed lebih kepada bagaimana perusahaan menciptakan nilai pasar dengan memanfaatkan potensi-potensi intelektual

Intellectual Capital (skripsi dan tesis)

 Sebuah perusahaan, dalam arti luas, terdiri dari modal manusia dan modal struktural (Bontis, 1996). Modal manusia adalah karyawan- 12 dependent, seperti kompetensi karyawan, komitmen, motivasi loyalitas, dan lain-lain. Meskipun modal manusia diakui sebagai jantung penciptaaan modal intelektual, ciri khas dari modal manusia adalah bahwa hal itu mungkin hilang dengan keluarnya karyawan (Bontis, 1999). Sebaliknya, modal struktural milik perusahaan, termasuk modal inovatif, modal relasional, dan infrastruktur organisasi, dan lain-lain (Chen. et al, 2005) Intellectual capital merupakan sumber daya berupa pengetahuan yang tersedia pada perusahan yang pada akhirnya akan mendatangkan keuntungan di masa depan bagi perusahaan. Pengetahuan tersebut akan menjadi modal intelektual bila diciptakan, dipelihara dan ditransformasi serta diatur dengan baik (Widiyaningrum, 2004). Lebih lanjut Stahle et al (2011; 531) menjelaskan bahwa intellectual capital adalah kajian penelitian yang baru dan mendapat perhatian cukup besar dari para ahli diberbagai disiplin ilmu seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang berbasis pengetahuan. Brooking (1996) mendefinisikan intellectual capital adalah kombinasi dari aset tak berwujud, kekayaan intelektual, karyawan, dan infrastruktur yang tersedia untuk mendukung usaha perusahaan. Dalam standar keuangan aset tidak berwujud ditujukan untuk mengakui aset dan dimasukkan ke dalam neraca (Ting dan Lean, 2009).
Kekayaan intelektual dapat didefinisikan sebagai aset tidak berwujud, seperti hak paten, merek dagang dan hak cipta, yang dapat dimasukkan dalam laporan keuangan tradisional. Intellectual capital dapat dikatakan sebagai hasil dari proses  transformasi ilmu pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang bertransformasi menjadi kekayaan intelektual (Ting dan Lean, 2009). Selanjutnya Bontis et al (2002) membagi intellectual capital menjadi tiga komponen, yaitu human capital, structural capital dan relational capital. Pendapat tersebut sejalan dengan Sawarjuwono (2003) yang mendefinisikan intellectual capital sebagai kesatuan dari tiga elemen pokok, yaitu human capital, structural capital, dan customer capital. Dari ketiga elemen pokok tersebut berkaitan dengan ilmu pengetahuan serta teknologi yang memberikan nilai tambah perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi (Sawarjuwono, 2003). Menurut Ulrich (1998) intellectual capital merupakan kompetensi karyawan serta komitmen mereka dalam bekerja. Memiliki karyawan yang berkompetensi tinggi serta berkomitmen penuh pada perusahaan akan membangun nilai tambah intellectual capital yang baik. Secara umum International Federation of Accountants (IFAC) mengklasifikasi intellectual capital menjadi tiga bagian utama, yaitu human capital, customer (relational) capital, dan organizational (structural) capital. 

Isomorfisma Institusional (skripsi dan tesis)

 Isomorfisma institusional merupakan pengembangan dari konsep isomorphism, dimana organisasi melakukan managemen strategis untuk menyesuaikan kondisi lingkungan. Hawley (1968) berpendapat bahwa isomorphism adalah proses dimana satu organisasi dipaksa untuk menyerupai satu organisasi lain dalam menghadapi lingkungan yang sama. Kemudian Meyer dan Rowan (1977) pertamakali mengaplikasi hubungan isomorphism pada lembaga. Lebih lanjut DiMaggio dan Powell (1983) mengelaborasi konsep isomorphism lembaga ini di bidang organisasi dalam karyanya "The iron cage revisited" institutional isomorphism and collective rationality in organizational fields". Dijelaskan isomorfisma institusional merupakan upaya untuk mencapai rasionalitas dengan ketidakpastian dan kendala yang 11 mengarah pada homogenitas struktur (DiMaggio dan Powell,1983). Namun hal lain dari isomorfisma institusional yaitu organisasi bersaing tidak hanya untuk sumberdaya dan pelanggan, tapi juga untuk kekuasaan politik dan legitimasi institusional, serta untuk kesesuaian ekonomi sosial (DiMaggio & Powell,1983). Isomorfisma institusional merupakan alat yang berguna untuk memahami politik dan tata cara yang meliputi kehidupan organisasi yang lebih modern, khususnya di lingkungan organisasi pemerintahan (Sofyani & Akbar, 2013). DiMaggio dan Powell (1983) membagi tiga mekanisme perubahan yang dilakukan untuk menyesuaikan organisasi dengan lingkungan. Pertama, isomorfisma koersif yaitu tekanan dari organisasi lain dimana mereka saling bergantung dan didalamnya ada fungsi organisasi. Kedua, isomorfisma mimetic (meniru-niru) yaitu akibat ketidakpastian, sehingga mendorong pada sikap imitasi atau meniru. Hal ini bisa terjadi akibat perubahan karyawan atau perubahan konsultan (DiMaggio & Powell, 1983). Ketiga, ismorfisma normatif yaitu tekanan yang timbul akibat profesi atau sikap profesionalisme (DiMaggio & Powell, 1983). Dari tiga mekanisme ini memungkinkan perusahaan saling beriteraksi, sehingga memudahkan dalam membangun legitimasi antar perusahaan (DiMaggio & Powell, 1983).

Resource Based Theory (RBT) (skrispi dan tesis)

Resource Based Theory adalah teori yang menggambarkan bahwa perusahaan dapat meningkatkan keunggulan bersaing dengan mengembangkan sumberdaya sehingga mampu mengarahkan perusahaan untuk bertahan secara jangka panjang. Kunci dari pendekatan RBT adalah pada strategi memahami hubungan antara sumber daya, kapabilitas, keunggulan bersaing, dan profitabilitas khususnya dapat memahami mekanisme dengan mempertahankan keunggulan bersaing dari waktu ke waktu. Model seperti ini membutuhkan pemanfaatan efek karakteristik unik pada perusahaan. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Wernerfelt (1984) dalam karyanya yang berjudul “A Resource-based view of the firm”. Tetapi penelitian yang banyak menjadi rujukan adalah artikel karya Barney (1991) “Firm Resource and Sustained Competitive Advantage”. Dijelaskan firm resource membantu perusahaan meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan. Selanjutnya yaitu keunggulan kompetitif bersaing dapat dipahami dengan menanamkan pemahaman bahwa perusahaan terdiri dari elemen yang heterogen dan tak bergerak. Langkah untuk memaksimalkan keunggulan kompetitif bersaing, perusahaan harus memenuhi empat kriteria, yaitu valuable, rareness, inimitability dan non-substitutability. 10 Sementara itu menurut Yunita (2012) mengatakan bahwa Resource Based Theory (RBT) adalah sumber daya perusahaan bersifat heterogen sehingga memungkinkan untuk menciptakan competitive advantage bagi perusahaan. Lebih lanjut Nothnagel (2008) berasusmsi bahwa ada dua kriteria Resource Based Theory, yaitu resource heterogeneity dan resource immobility. Resource heterogeneity menjelaskan tentang persamaan kapabilitas yang juga dimiliki pesaing, sehingga hal tersebut tidak dapat disebut sebagai keunggulan bersaing. Resource immobility menjelaskan kapabilitas yang tidak dimiliki pesaing atau pesaing dapat memilikinya tetapi membutuhkan biaya yang besar

Teori Resource Based View (skripsi dan tesis)


Resource based view (RBV) menjelaskan sumber internal dari sustained competitive advantage (SCA). Proposisi utama teori RBV adalah bahwa agar perusahaan dapat mencapai SCA, maka perusahaan harus memperoleh dan mengendalikan sumber daya dan kemampuan yang berharga, langka, tak dapat ditiru dan tidak dapat disubstitusi (valuable, rare, inimitable and nonsubstitutable / VRIN), ditambah perusahaan harus memiliki organisasi (O) yang dapat menyerap dan menerapkannya (Barney dalam Khotimah, 2014). Proposisi ini dibahas lebih lanjut oleh beberapa analisis terkait seperti pembahasan kompetensi inti (Hamel & Prahalad, 1994), kemampuan dinamis (Teece, Pisano, & Shuen, 1997), dan pandangan berbasis pengetahuan (Grant, 1996b). Kosnep inti RBV menarik, mudah dipahami, dan mudah disampaikan. Namun RBV juga telah banyak dikritik karena banyak kelemahan. Kritik sangat berharga untuk memajukan RBV, karena mengeksplorasi keterbatasannya menyiratkan di mana perbaikan mungkin dapat dilakukan.
Menurut Barney (dalam Khotimah, 2014), perusahaan memperoleh keunggulan kompetitif berkelanjutan (SCA) dengan menerapkan strategi yang mengeksploitasi kekuatan internal mereka, melalui menanggapi peluang lingkungan sekaligus menetralkan ancaman eksternal dan menghindari kelemahan internal. Sebagian besar penelitian tentang sumber keunggulan kompetitif yang berkelanjutan telah berfokus pada mengisolasi peluang dan ancaman perusahaan, menggambarkan kekuatan dan kelemahannya, atau menganalisis bagaimana hal-hal ini dapat dicocokkan untuk memilih strategi.
Meskipun kedua analisis internal terhadap kekuatan dan kelemahan organisasi serta analisis eksternal terhadap peluang dan ancaman telah sering dibahas dalam kajian literatur manajemen, penellitian berikutnya cenderung berfokus pada analisis terhadap peluang dan ancaman perusahaan dalam lingkungan kompetitifnya (Barney dalam Khotimah, 2014). Seperti yang dicontohkan oleh penelitian oleh Porter dan rekan-rekannya yang berusaha menggambarkan kondisi lingkungan yang dapat mendukung tingkat kinerja perusahaan. Model five force dari Porter (dalam Riki dan Mustamu, 2014), misalnya, menggambarkan atribut industri yang menarik dan dengan demikian menunjukkan bahwa peluang akan lebih besar, serta lebih sedikit ancaman, dalam jenis industri tersebut.
Sumber daya perusahaan menurut Barney (dalam Khotimah, 2014) mencakup semua aset, kemampuan, proses organisasi, atribut perusahaan, informasi, pengetahuan, dan lain-lain yang dikendalikan oleh perusahaan sehingga memungkinkan perusahaan untuk memahami dan menerapkan strategi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya. Atau dalam bahasa analisis strategis tradisional, sumber daya perusahaan adalah kekuatan yang harus dipahami dan diterapkan oleh perusahaan dalam menerapkan strategi mereka.
Lebih lanjut menurut Barney (dalam Khotimah, 2014), suatu perusahaan dikatakan memiliki keunggulan kompetitif ketika menerapkan strategi penciptaan nilai yang tidak secara bersamaan diimplementasikan oleh pesaing saat ini atau pesaing yang potensial di masa yang akan datang. Suatu perusahaan dikatakan memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan ketika menerapkan strategi penciptaan nilai yang tidak secara bersamaan diimplementasikan oleh pesaing saat ini atau yang potensial di masa yang datang akan dan ketika perusahaan-perusahaan lain tidak dapat menduplikasi ata meniru manfaat dari strategi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa teori RBV memandang perusahaan sebagai kumpulan sumber daya dan kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan. RBV difokuskan pada kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kombinasi sumber daya yang tidak dapat dimiliki atau dibangun dengan cara yang sama oleh pesaing. Perbedaan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan perusahaan pesaing akan memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan. Asumsi RBV yaitu bagaimana perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya, sesuai dengan kemampuan perusahaan.
Hubungan antara heterogenitas sumber daya dan imobilitas; nilai, kelangkaan, kemampuan meniru, dan kemampuan substitusi; dan keunggulan kompetitif berkelanjutan dirangkum dalam Gambar 2.1. Kerangka kerja ini dapat diterapkan dalam menganalisis potensi berbagai sumber daya perusahaan untuk menjadi sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan. Analisis ini tidak hanya menentukan kondisi teoritis di mana keunggulan kompetitif berkelanjutan mungkin ada, kerangka ini juga dapat menjawab secara empiris serta spesifik masalah yang perlu ditangani agar hubungan antara sumber daya perusahaan tertentu dan keunggulan kompetitif berkelanjutan dapat diintegrasikan.

Di sisi lain teori sumber daya manusia merupakan aspek dari pandangan berbasis sumber daya yang memfokuskan perhatian pada pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki individu, baik pengusaha dan karyawan, berkontribusi untuk keunggulan kompetitif (Barney & Clark , 2007). Dengan demikian, RBV memandang pada dua karakteristik yang berbeda namun saling berhubungan antara individu dan factor organisasi untuk mencapai sumber keunggulan kompetitif (Welsh, dkk, 2011).
Sumber daya dan kemampuan perusahaan merupakan hal yang penting dalam strategi tingkat bisnis. Sementara dalam tingkat korporasi juga memperhatikan bagaimana aset strategis mempengaruhi kinerja perusahaan. Pengaruhnya tidak hanya berdasarkan pada karakteristik sumber daya, tetapi juga pada mekanisme komunikasi dan koordinasi perusahaan. Faktor-faktor ini memungkinkan perusahaan mengembangkan aset strategis hingga pada kegiatan usahanya. Kinerja suatu perusahaan bergantung pada konsistensi internal diantara ketiga elemen “strategi segitiga korporasi” yaitu sumber daya, usaha, dan mekanisme organisasi, dimana didalamnya termasuk struktur, sistem dan proses organisasi. Kajian tentang penerapan strategi telah berlangsung lama sebagai bidang yang independent, dan tampaknya cara terbaik untuk membicarakan masalah strategi yang merupakan area penelitian independent adalah untuk mengembangkan teoriteori yang dapat memprediksi perilaku perusahaan yang berbeda dari yang diperkirakan pada model lain. Dengan hanya menerapkan pada strategi itu sendiri pada masing-masing perusahaan (Montgomery, et.all, dalam Khotimah, 2014).
RBV memberi perhatian terhadap dinamika organisasi dan penyesuaian terhadap perubahan lingkungan. RBV menganggap variasi, pemilihan, retensi dan kompetisi sebagai proses yang penting, serta pentingnya rutinitas dan peranan aspirasi dalam mencapai perubahan. RBV memberi perhatian terhadap dinamika organisasi dan penyesuaian terhadap perubahan lingkungan