Sunday, March 1, 2020

Perbedaan jumlah dewan direksi antara perusahaan yang mengalami financial distress dan non financial distress (skripsi dan tesis)

 Jensen (1993) mencatat bahwa ukuran dewan direksi yang banyak dapat memonitor proses pelaporan keuangan dengan lebih efektif dibandingkan ukuran dewan direksi yang sedikit. Lebih lanjut Jensen (1993) menyatakan bahwa dari rata-rata ukuran dewan direksi untuk   perusahaan yang tetap sehat, memang lebih besar dibandingkan ukuran dewan direksi dari perusahaan yang mengalami financial distress. Wardhani (2007) dalam penelitiannya tentang pengaruh ukuran direksi terhadap financial distress menyatakan bahwa semakin besar jumlah direksinya maka semakin tinggi kemungkinan perusahaan mengalami kondisi tekanan keuangan. Hal ini di karenakanresources dependence dan banyaknya direksi tersebut justru akan memperparah kinerja perusahaan karena dengan banyaknya direksi masalah koordinasi dan komunikasi akan semakin membesar sehingga perusahaan tidak dapat mengambil keputusan untuk data menyelamatkan perusahaan dengan cepat.
Penelitian yang dilakukan oleh Sastriana dan Fuad (2013) tentang pengaruh corporate governancedan firm size terhadap perusahaan yang mengalami kesuiltan keuangan (financial distress). Struktur corporate governance yang berpengaruh terhadap financial distress adalah variabel jumlah dewan direksi dan jumlah komite audit pada suatu perusahaan. Sedangkan variabel proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan (firm size) terbukti tidak berpengaruh terhadap kondisi financial dstress. Penelitian tersebut juga membandingkan statistik deskriptif perusahaan financial distress dan non financial distress, variabel jumlah anggota dewan direksi pada perusahaan non financial distress memiliki nilai rata-rata lebih besar dibandingkan perusahaan financial distress. 
 Variabel komite audit ada perusahaan non financial distress memiliki nilai rata-rata lebih besar dibandingkan perusahaan financial distress. Sedangkan untuk perusahaan non financial distress pada variabel kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional dan firm size memiliki nilai rata-rata lebih kecil dibandingkan perusahaan financial distress. Penelitian yang dilakukan oleh Hanifah dan Purwanto (2013) tentang pengaruh struktur corporate governance dan financial indicators terhadap kondisifinancial distress, hasil dari faktor-faktor yang berpengaruh dalam struktur coporate governance pada perusahaan yang mengalami financial distress adalah ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial, kepemilikan intitusional. Penelitian tersebut juga membandingkan statistik deskriptif perusahaan financial distress dan non financial distress, ukuran dewan direksi pada perusahaan yang mengalami financial distress lebih kecil dari ukuran dewan direksi pada perusahaan non financial distress

Perbedaan proporsi dewan komisaris independen antara perusahaan yang mengalami financial distress dan non financial distress (skripsi dan tesis)


Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen Muchsin et al,.(2014). Wardhani (2006) melakukan penelitian tentang mekanisme corporate governance dalam perusahaan yang mengalami permasalahan keuangan (financially distressed firms). Hasil dari penelitian nya menyatakan bahwa komisaris independen justru tidak signifikan baik pada peursahaan financial distress maupun non financial distress. Penelitian tersebut juga membandingkan statistik deskriptif perusahaan financial distress dan non financial distress, variabel proporsi komisaris independen pada perusahaan non financial distress memiliki nilai rata-rata lebih besar dibandingkan perusahaan financial distress. 
Parulian(2007) dalam penelitian nya menyatakan kemungkinan terjadinya financial distress akan lebih besar justru apabila perusahaan memiliki lebih banyak komisaris independen. Kriteria independen hanya  dilihat dari kepemilikan saham, padahal sangat mungkin komisaris yang dianggap independen justru memiliki hubungan yang sangat independen. Misalnya, walaupun tidak memiliki saham perusahaan, namun komisaris independen tersebut memiliki hubungan sanak saudara dan lainnya dengan pengelola perusahaan. Fadhilah dan Syafrudin(2013) juga melakukan penelitian tentang pengaruh dewan komisaris independen terhadap financial distress, dari hasil penelitian yang dilakukannya itu dinyatakan bahwa semakin besar proporsi komisaris independen dalam perusahaan maka, kemungkinan terjadinya financial distress semakin menurun. Independensi dewan komisaris merupakan faktor yang mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pengawasan yang dilakukan olehnya, sehingga jumlah komisaris yang independen dalam struktur dewan komisaris menentukan kekuatan independensi pengawasan yang dilakukan terhadap manajemen. Secara umum, apabila suatu perusahaan memiliki proporsi komisaris independen yang tinggi dalam struktur dewan komisaris yang tinggi, mekanisme pengawasan akan berjalan lebih independen dan bebas dari benturan kepentingan manajer, dari hasil yang berbeda-beda tersebut dapat dikatakan bahwa pengaruh banyaknya proporsi dewan komisaris independen terhadap financial distress tergantung pada tingkat pengawasan yang dilakukan dari banyaknya komisaris independen itu sendiri. 34 Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Chariri dan Ariesta (2013) tentang analisis pengaruh struktur dewan komisaris, struktur kepemilikan saham dan komite audit terhadap financial distress. Faktorfaktor yang berpengaruh positif terhadap perusahaan mengalami financial distress adalah variabel proporsi komisaris independen sementara variabel independensi komite audit berpengaruh negatif terhadap perusahaan yang mengalami financial distress. Penelitian tersebut juga membandingkan statistik deskriptif perusahaan financial distress dan non financial distress, variabel proporsi dewan komisaris independen pada perusahaan non financial distress memiliki nilai rata-rata lebih kecil dibandingkan perusahaan financial distress.

Perbedaan kepemilikan institusional antara perusahaan yang mengalami financial distress dan non financial distress (Skripsi dan tesis)


Schleifer dan Vishny (1986) dalam Wardhani(2007) menyatakan bahwa tingginya kepemilikan investor institusional akan mendorong aktivitas monitoring karena besarnya kekuatan voting mereka yang akan mempengaruhi kebijakan manajemen. Parulian (2007) dalam penelitiannya menyatakan kepemilikan saham oleh investor institusional akan dapat mengawasi manajemen dalam melaksanakan operasi sehingga lebih terhindar dari kondisi financial distress. 30 Widyasaputri(2012) menguji pengaruh kepemilikan institusional terhadap kondisi financial distress dengan sampel perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010 yang menunjukkan bahwa seberapapun besarnya persentase kepemilikan institusional dapat membuktikan adanya kondisifinancial distress. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka keadaan kondisi keuangan perusahaan semakin terpuruk, karena intitusi perusahaan kurang memiliki kemampuan dalam mengontrol kinerja manajerdan hasil dari penelitian Widyasaputri(2012) tersebut juga menjelaskan bahwa tidak terdapat pengaruh kepemilikan institusional terhadap kondisifinancial distress. Penelitian yang dilakukan oleh Bodroastuti (2009) tentang pengaruh struktur corporate governanceterhadap financial distress. Struktur corporate governance yang berpengaruh positif secara siginifikan terhadap financial distress adalah variabel jumlah dewan direksi, dewan komisaris pada suatu perusahaan. Sedangkan variabel jumlah direksi yang keluar, kepemilikan institusional, kepemilikan oleh direksi dan komisaris terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi financial distress. Penelitian tersebut juga membandingkan statistik deskriptif perusahaan financial distress dan non financial distress, variabel jumlah dewan direksi, persentase kepemilikan dan persentase saham yang dimiliki direksi dan komisaris pada perusahaan yang mengalami financial distress memiliki nilai rata-rata lebih kecil dibandingkan perusahaan non financial  distress. Sedangkan variabel jumlah dewan komisaris, jumlah direksi keluar, serta persentase kepemilikan institusipada perusahaan yang mengalami financial distress memiliki nilai rata-rata lebih besar dibandingkan perusahaan non financial distress. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Deviacita dan achmad (2013) tentang analisis pengaruh mekanisme corporate governanceterhadap financial distress dan karakteristikcorporate governance yang berpengaruh positif terhadap financial distress adalah variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan insitiusional dan keahlian komite audit pada suatu perusahaan. Sedangkan variabel ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen dan aktivitas dewan komisaris terbukti tidak berpengaruh terhadap kondisi financial dstress. Penelitian tersebut juga membandingkan statistik deskriptif perusahaan financial distress dan non financial distress, variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan keahlian komite audit pada perusahaan non financial distress memiliki nilai rata-rata lebih besar dibandingkan perusahaan yang mengalami financial distress. Sedangkan variabel ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen dan aktivitas dewan komisaris pada perusahaan non financial distress memiliki nilai rata-rata lebih kecil dibandingkan perusahaan financial distress. 

Jumlah Dewan Direksi (skripsi dan tesis)

Direksi adalah organ perusahaan pemegang perusahaan kekuasaan eksekutif diperusahaan. Direksi mengendalikan operasi perusahaan sehari-hari dalam batas yang ditetapkan oleh UUPT, anggaran dasar,  dan RUPS serta di bawah pengawasan dewan komisaris. Tugas dan fungsi utama dewan direksi adalah menjalankan roda manajemen perseroan secara menyeluruh, selain itu mengupayakan perusahaan dapat melaksanakan tanggungjawab sosialnya dan juga harus memperhatikan kepentingan stakeholders, serta mendorong penerapan good corporate governance yang dilaksanakan dengan konsisten. Tunggal (2013) dalam Okkyrianto(2014). Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun jangka panjang Wardhani (2007). Pentingnya porsi dewan dalam sebuah perusahaan dapat mengindikasikan dua hal, apakah perusahaan yang memiliki dewan dengan jumlah besar dapat meminimalisasi permasalahan agensi antara pemegang saham dengan direksi atau justru sebaliknya.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Darmawati (2004) dalam Bodroastuti(2009) menyatakan bahwa kemungkinan jumlah direksi yang kecil tidak mampu menjalankan perusahaan dengan optimal sedangkan jumlah dewan direksi yang besar memberikan manfaat yang besar bagi perusahaan karena terciptanya network dengan pihak luar dalam menjamin ketersediaan sumber daya. Sehingga dengan adanya jumlah dewan direksi yang besar akan dapat membantu perusahaan dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang efektif serta dapat meningkatkan kinerja dan nilai tambah bagi perusahaan. 29 Namun hal tersebut tidak sependapat dengan penelitian yang dilakukan Widyasaputri(2012) yang menyatakan bahwa banyaknya jumlah dewan dapat mempengaruhi kondisi keuangan karena setiap hasil keputusan yang dijalankan perusahan berasal dari hasil keputusan dewan, banyaknya dewan direksi dalam perusahaan mengindikasikan terjadinya kolusi dalam perushaan dan perusahaan yang mengalami tekanan keuangan yang besar biasanya membutuhkan pertimbangan keadaan keuangan perusahaan dari para direktur.Direksi bertugas dan bertanggung jawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya Hadi (2014)

Proporsi Dewan Komisaris Independen (skripsi dan tesis)

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen Muchsin et al,.(2014). Teori keagenan menilai bahwa komisaris independen dibutuhkan pada dewan komisaris untuk mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan direksi, sehubungan dengan perilaku oportunistik mereka Jensen dan Meckling(1976). Salah satu permasalahan dalam penerapan corporate governance adalah adanya CEO yang memilikikekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris, Padahal fungsi daridewan komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja dari dewan direksi yang dipimpin oleh CEO tersebut, Efektivitas dewan komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan CEOtersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat indepedensi dari dewan komisaris tersebut Lorsch et al,.(1989)dalam Wardhani(2006). 
Daily dan Dalton(1994) dalam Febrianto(2010)juga menyatakan bahwa apabila ada resistensi dari CEO untuk menerapkan strategi yang agresif untuk mengatasi kinerja  perusahaan yang terus menurun, maka adanya dewan dari luar akan mendorong pengambilan keputusan untuk melakukan perubahan. Sastriana dan Fuad (2013) menyatakan bahwa adanya fungsi dari komisaris independen dalam mengawasi kinerja dewan direksi dalam hal mengontorol mengenai masalah keuangan agar tidak terjadi suatu tindakan yang dapat merugikan perusahaan, dapat membuat komisaris independen berperan penting supaya perusahaan dapat terhindar dari krisis keuangan (financial distress). Komisaris independen merupakan mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi masalah dalam teori agency yang disebut agency problem, karena dengan adanya komisaris independen ini, dapat menghindari Assymetric Informationantara kedua belah pihak yang dapat menimbulkan kemungkinan kondisi kesulitan keuangan Hanifah dan Purwanto(2013). Semakin berfungsinya komisaris independen dalam mengawasi manajer, pengawasanterhadap direksi dalam kebijakan finansial atau penggunaan dana yang merugikan perusahaan dandapat mengarahkan perusahaan ke dalam kesulitan keaungan (financial distress) dapatdiminimalkanChariri dan Ariesta, (2013).

Kepemilikan Institusional (skripsi dan tesis)


Kepemilikan Institusional merupakan persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh badan hukum atau institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, reksadana, bank, dan institusiintitusi lainnya Brigham dan Houston(2006) dalam Ayuningtyas(2013). Kepemilikan institusional akan membuat manajer memfokuskan perhatian pada kinerja perusahaan, sehingga dapat mengurangi tindakan manajer perusahaan yang mementingkan diri sendiri Cornet et, al.(2006) dalam Merkusiwati (2014). Kepemilikan institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Hal ini disebabkan karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen sehingga dengan kepemilikan institusional biaya agensi dapat diminimalkan Bodroastuti (2009). Sehingga kepemilikan tersebut akan mengurangi masalah keagenan karena pemegang saham institusional akan mengawasi  perusahaan sehingga manajemen tidak akan merugikan pemegang saham. 
Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam memonitor kinerja manajemen, karena semakin besar kepemilikan institusional mengakibatkan adanya efisiensi dalam penggunaan aktiva perusahaan, sehingga dapat mengurangi pemborosan yang dilakukan oleh manajer dalam menjalankan perusahaan yang bersangkutan Faizal(2004) dalam Syafruddin(2012), maka atas hal tersebut juga mengindikasikan bahwa kepemilikan institusional dengan jumlah yang besar dalam perusahaan akan mendorong semakin kecilnya potensi kesulitan keuangan Sastriana dan Fuad (2013). Kepemilikan institusional merupakansalah satu faktor yang dapat mempengaruhikinerja perusahaan. Dengan adanyakepemilikan oleh investor institusionaldapat mendorong peningkatan pengawasanyang lebih optimal terhadap kinerjamanajemen, karena kepemilikan sahammewakili suatu sumber kekuasaan yangdapat digunakan untuk mendukung ataumalah memperburuk kinerja manajemenMuchsin et,al. (2013). Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoringyang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investorinstitusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percayaterhadap tindakan manipulasi laba Hadi (2014:5)

Karakteristik Corporate Governance (skripsi dan tesis)

 Karakteristik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa karakeristik merupakan suatu ciri atau sifat yang melekat dan menjadi bagian pada suatu hal tertenu. Corporate governance didefinisikan sebagai cara untuk mengatur, mengawasi dan menjaga tata kelola perusahaan. Corporate governance muncul sebagai suatu fenomena ekonomi untuk memberikan pandangan kepada shareholder atas apa yang harus dilakukan perusahaan dan apa saja yang seharusnya tidak dilakukan Wiley (2009). Berdasarkan definisi mengenai karakterisik dan corporate governance di atas, maka karakterisik corporate governance merupakan suatu ciri yang melekat dalam suatu tata kelola perusahaan dan menjadi bagian dalam melakukan tata kelola perusahaan yang baik. Ada beberapa karakteristik corporate governance yang sering digunakan, Dalam penelitian ini karakteristik corporate governance yang digunakan untuk mengetahui perbedaan perusahaan yang   mengalami financial distress dan non financial distress adalah Kepemilikan Institusional, Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Jumlah Dewan Direksi.