Friday, January 21, 2022

Tata Cara Pemungutan Pajak (skripsi dan tesis)

 


Tata cara Pemunugutan Pajak Menurut Mardiasmo (2016:8):
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel:
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata) sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai
kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak
yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru
dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah
pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir
tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan
pada keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada
pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya
jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak
yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari
dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam
negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c. Asas kebangsaan
d. Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
 Wajib Pajak bersifat pasif.
 Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assessment System
Adalah suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak
untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak sendiri.
 Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
 Fiskus tidak ikut campur dan banyak mengawasi.
c. Withholding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
memotong atau memungut pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
 wewenang memotong atau memungut pajak yang tentang ada pada pihak
ketiga, yaitu pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

Pengertian Pajak (skripsi dan tesis)

 


Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. dalam Mardiasno (2016:1) mendefinisikan bahwa pajak
merupakan “… iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Waluyo (2011:2) menjelaskan bahwa pajak adalah “… prestasi yang dipaksakan sepihak
oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum)
tanpa adanya kontraprestasi da semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaranpengeluaran.”
M.J.H Smeets dalam Sukrino Agoes (2014:6) mengemukakan bahwa pajak adalah “…
prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dipaksakan,
tanpa adanya kontraprestasi yang ditunjukan secara individual; maksudnya untuk membiayai
pengeluaran pemerintah.”
Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata cara Perpajakan (UU KUP) mendefinisikan pajak sebagai “… kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, denga tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarya kemakmuran rakyat.”

Manfaat Hubungan Politik (skripsi dan tesis)

 


Faccio (2006) dalam Sriayu (2018) menemukan bahwa perusahaan yang memiliki
hubungan politik memiliki tiga sumber potensi manfaat yaitu :
1. Akses istimewa ke kredit,
2. Diskon pajak,
3. Kekuatan pasar.

Pengertian Hubungan Politik (skripsi dan tesis)

 


Purwoto (2011:7) mengemukakan bahwa “… perusahaan berkoneksi politik ialah
perusahaan yang dengan cara-cara tertentu mempunyai ikatan secara politik atau mengusahakan
adanya kedekatan dengan politisi atau pemerintah.”
Faccio (2006:369) dalam Andriana dan Yeterina (2016) Menjelaskan bahwa
“…Perusahaan dapat dikatakan memiliki hubungan politik apabila paling tidak salah satu dari
pimpinan perusahaan, pemegang saham utama (orang yang memiliki setidaknya 10 persen hak
suara berdasarkan jumlah saham yang dimiliki), atau kerabat mereka pernah atau sedang
menjabat sebagai pejabat tinggi negara, anggota parlemen, atau pengurus partai yang menjadi
perwakilan di parlemen.”
Adhikari (2006:538) juga menjelaskan bahwa “… hubungan politik suatu perusahaan
dapat dilihat dari ada atau tidaknya kepemilikan langsung oleh pemerintah pada perusahaan.”

Pengertian Politik (skripsi dan tesis)

 


Secara etimologis politik berasal dari bahasa Yunani yaitu “Polis” yang artinya sama
dengan kota atau negara kota. Diambil dari kata polis tersebut timbul istilah lain yaitu polite
yang berarti warga negara dan Politicos yang berarti kewarganegaraan, dan selanjutnya orangorang Romawi mengambil isitilah tersebut serta menamakan pengetahuan tentang negara sebagai
kemahiran tentang masalah-masalah kenegaraan.
Politik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pengetahuan mengenai
ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tata sistem pemerintahan, dasar pemerintahan). Berikut
pengertian politik menurut beberapa ahli yaitu:
Menurut Ramlan Surbakti (1999:1) bahwa definisi politik adalah “… interaksi antara
pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang
nengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.”
Menurut F. Isjwara, (1995:42) poliitk adalah “… suatu perjuangan untuk memperoleh
kekuasaan atau sebagai teknik menjalankan kekuasaan.”
Menurut Kartini Kartono (1986:64) bahwa politik dapat diartikan “… sebagai aktivitas
perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan
keputusan-keputusan yang berlaku di tengah masyarakat.

Pengertian Hubungan (skripsi dan tesis)

 


Hubungan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kontak atau ikatan
atau pertalian (keluarga, persahabatan, dan sebagainya). Dalam bahasa Inggris hubungan disebut
connection atau dalam bahasa Indonesia disebut koneksi. Koneksi menurut KBBI adalah
hubungan yang dapat memudahkan (melancarkan) segala urusan (kegiatan).
Menurut Tams Jayakusuma (2001:25), hubungan adalah “… suatu kegiatan tertentu yang
membawa akibat kepada kegiatan yang lain. Selain itu arti kata hubungan dapat juga dikatakan
sebagai proses, cara atau arahan yang menetukan atau menggambarkan suatu obyek tertentu
yang membawa dampak atau pengaruh terhadap obyek lainnya”.

Pengkuran Kepemilikan Keluarga (skripsi dan tesis)

 


Kepemilikan keluarga didefinisikam sebagai “…presentase kepemilikan saham
perusahaan oleh anggota keluarga, dimana kepentingan keluarga teradap perusahaan akan
semakin besar seiring dengan peningkatan jumlah presentase saham tersebut.” Dalam penelitian
Adiarti (2015), kepemilikan keluarga diukur dengan cara menghitung presentase pengendali
akhir dan mengaitkan hubungan kekerabatan pada pengendali akhir.
Dalam penelitian Stanley (2016), perusahaan dianggap memiliki kepemilikan keluarga
apabila “…keseluruhan individu dan perusahaan yang kepemilikannya tercatat (kepemilikan 5%
ke atas yang wajib dicatat), kecuali perusahaan asing, perusahaan publik, negara, institusi
keuangan (seperti asuransi, dana pensiun, lembaga investasi, reksa dana) dan masyarakat yang
kepemilikan individu kurang dari 5% (tidak wajib dicatat).”
Chaney et al. (2011) dalam Adirati (2015) mendefinisikan perusahaan yang dimiliki
oleh keluarga sebagai suatu perusahaan yang “…kepemlikan terbesarnya adalah keluarga atau
terdapat kepemilikan dari seorang individu sebesar 20%.” Harijono (2013) dalam Sri Rezeki
(2015) menjelaskan kepemilikan keluarga dapat diukur dengan diukur dengan “…besarnya
jumlah saham individu ditambah jumlah saham perusahaan selain perusahaan publik,
pemerintah, manajemen, institusi lembaga keuangan dan kepemilikan asing.”