Pada dasarnya rukun murabahah yaitu:
1) Ijab kabul (shighat)
2) Penjual dan pembeli (al-muta’aqidain)
3) Objek akad.
Sebagai bagian dari jual beli, maka pada dasarnya rukun dan syarat
jual beli murabahah juga sama dengan rukun dan syarat jual beli secara
umum. Rukun jual beli menurut mazhab Hanafi adalah ijab dan qabul
yang menunjukkan adanya pertukaran atau kegiatan saling memberi yang
menempati kedudukan ijab dan qobul itu. Sedangkan menurut jumhur
ulama ada empat rukun dalam jual beli itu, yaitu penjual, pembeli, sighat,
serta barang atau sesuatu yang diakadkan. Adapun untuk rukun jual beli
murabahah itu sendiri antara lain 1) Penjual (Ba’i)
Adalah pihak bank atau BMT yang membiayai pembelian
barang yang diperlukan oleh nasabah pemohon pembiayaan dengan
sistem pembayaran yang ditangguhkan. Biasanya di dalam teknis
aplikasinya bank atau BMT membeli barang yang diperlukan nasabah
atas nama bank atau BMT itu sendiri. Walaupun terkadang bank atau
BMT menggunakan media akad wakalah dalam pembelian barang, di
mana si nasabah sendiri yang mebeli barang yang diinginkan atas
nama bank.
2) Pembeli (Musytari)
Pembeli dalam pembiayaan murabahah adalah nasabah yang
mengajukan permohonan pembiayaan ke bank atau BMT.
3) Objek jual beli (Mabi’)
Yang sering dilakukan dalam permohonan pembiayaan
murabahah oleh sebagian besar nasabah adalah terhadap barangbarang yang bersifat konsumtif untuk pemenuhan kebutuhan produksi,
seperti rumah, tanah, mobil, motor dan sebagainya. 35
Walaupun demikian, ada rambu-rambu yang harus diperhatikan
juga, bahwa benda atau barang yeng menjadi obyek akad mempunyai
syarat-syarat yang harus dipenuhi menurut hukum Islam, antara lain:
a) Suci, maka tidak sah penjualan terhadap benda-benda najis seperti
anjing, babi, dan sebagainya yang termasuk dalam kategori najis. b) Manfaat menurut syara’, dari ketentuan ini, maka tidak boleh jualbeli yang tidak diambil manfaatnya menurut syara’.
c) Jangan ditaklikan, dalam hal apabila dikaitkan atau digantungkan
kepada hal-hal lain, seperti: “Jika Bapakku pergi, Ku jual
kendaraan ini kepadamu”.
d) Tidak dibatasi waktu, dalam hal perkataan, ”saya jual kendaraan ini
kepada Tuan selama satu tahun”. Maka penjualan tersebut tidak
sah, sebab jual beli adalah salah satu sebab pemilikan secara penuh
yang tidak dibatasi ketentuan syara’.
e) Dapat dipindahtangankan/diserahkan, karena memang dalam jualbeli, barang akad harus beralih kepemilikannya dari penjual ke
pembeli. Cepat atau pun lambatnya penyerahan, itu tergantung
pada jarak atau tempat diserahkannya barang tersebut.
f) Milik sendiri, tidak dihalalkan menjual barang milik orang lain
dengan tidak seizin dari pemilik barang tersebut. Sama halnya juga
terhadap barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.
g) Diketahui (dilihat), barang yang menjadi obyek jual beli harus
diketahui spesifikasinya seperti banyaknya (kuantitas), ukurannya,
modelnya, warnanya dan hal-hal lain yang terkait.36
4) Harga (Tsaman)
Harga dalam pembiayaan murabahah dianalogikan dengan
pricing atau plafond pembiayaan. 5) Ijab qobul
Dalam perbankan syari’ah ataupun Lembaga Keuangan
Syari’ah (BMT), di mana segala operasionalnya mengacu pada hukum
Islam, maka akad yang dilakukannya juga memilki konsekuensi
duniawi dan ukhrawi. Dalam akad biasanya memuat tentang
spesifikasi barang yang diinginkan nasabah, kesediaan pihak bank
syari’ah atau BMT dalam pengadaan barang, juga pihak bank syari’ah
atau BMT harus memberitahukan harga pokok pembelian dan jumlah
keuntungan yang ditawarkan kepada nasabah (terjadi penawaran),
kemudian penentuan lama angsuran apabila terdapat kesepakatan
murabahah.
Murabahah bukan merupakan jasa pada perbankan syari’ah,
namun merupakan transaksi perdagangan. Sesuai dengan standar akuntansi
keuangan, ketentuan-ketentuan pembiayaan dalam transaksi murabahah
harus dilakukan dengan cara:
1) Memberitahukan harga pertama (harga pembelian)
Pembeli kedua hendaknya mengetahui harga pembelian karena
hal itu syarat sahnya transaksi jual beli. Syarat ini meliputi semua
transaksi yang terkait dengan murabahah, seperti pelimpahan
wewenang (tauliyah), kerjasama (isyarak) dan kerugian (wadhi’ah),
karena semua transaksi ini berdasar pada harga pertama yang
merupakan modal 2) Mengetahui besarnya keuntungan
Mengetahui jumlah keuntungan adalah keharusan, karena ia
merupakan bagian dari harga (tsaman), sedangkan mengetahui harga
adalah syarat sahnya jual beli.
3) Modal hendaklah berupa komoditas yang memiliki kesamaan dan
sejenis, seperti benda-benda yang ditakar, ditimbang, dan dihitung.
4) Sistem murabahah dalam harta riba hendaknya tidak menisbatkan riba
tersebut terhadap harga pertama, seperti membeli barang yang ditakar
atau ditimbang dengan harga sejenis dan takaran yang sama, maka
tidak boleh menjualnya dengan sistem murabahah.
5) Transaksi pertama haruslah sah secara syara’. Jika transaksi pertama
tidak sah, maka tidak boleh dilakukan jual beli secara murabahah,
karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai
tambahan keuntungan dan hak milik jual beli yang tidak sah ditetapkan
dengan nilai barang atau dengan barang yang semisal bukan dengan
harga, karena tidak benarnya penamaan.
6) Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual kepada
nasabah (pembeli).
7) Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang
nasabah, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.
8) Pada saat perolehan aktiva yang diperoleh dengan tujuan untuk dijual
kembali dalam murabahah diakui sebagai aktiva murabahah sebesar
biaya perolehan.
9) Dalam murabahah pesanan mengikat, pembeli tidak dapat
membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang telah dibeli oleh
penjual, dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan
nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai terebut
menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.
10) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
11) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam.
12) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang
telah disepakati kualifikasinya.
13) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
14) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepkati.
15) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
16)Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang
dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah
barang secara prinsip menjadi milik bank.