Sunday, March 31, 2024

Aspek-Aspek Keadilan Distributif

 


Aspek-aspek yang digunakan untuk mengukuran keadilan distributif
menggunakan item pengukuran yang dikembangkan oleh Colquitt (2001: 389),
aspek-aspek keadilan distributif yaitu sebagai berikut.
a. Persamaan, menunjukkan bahwa imbalan yang didapatkan mencerminkan
usaha yang diberikan untuk pekerjaan.
b. Kelayakan, menunjukkan bahwa kelayakan imbalan yang didapatkan telah
sesuai dengan penyelesaian pekerjaan.
c. Kontribusi, menunjukkan bahwa imbalan yang didapatkan sudah
mencerminkan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
d. Kinerja, menunjukkan bahwa imbalan yang didapatkan telah sesuai dengan
kinerja yang dihasilkan.

Pengertian Keadilan Distributif

 


Menurut Baron and Byrne (2005: 201) keadilan distributif yaitu mengacu
pada penilaian individual mengenai apakah mereka menerima bagian yang adil
dari hasil akhir yang proporsional dengan kontribusi mereka pada kelompok atau
pada hubungan sosial manapun. Kemudian Robbins and Judge (2009: 249)
keadilan distributif adalah keadilan tentang jumlah dan pemberian penghargaan
diantara individu-individu. Menurut Noe et al., (dalam Kristanto, 2013: 21)
menyebutkan keadilan distributif sebagai penilaian yang dibuat orang terkait
imbalan yang diterimanya dibanding imbalan yang diterima orang lain yang
menjadi acuannya. Gibson, et al., (2012: 148) mendefinisikan keadilan distributif
adalah persepsi keadilan sumber daya dan imbalan dalam sebuah organisasi.
Sedangkan menurut Yamagishi (dalam Faturochman, 2012: 34)keadilan
distributif dalam psikologi meliputi segala bentuk distribusi diantara anggota
kelompok dan pertukaran antarpasangan. Dijelaskan juga bahwa keadilan
distributif yang dimaksudkan tidak hanya berasosiasi dengan pemberian, tetapi
juga meliputi pembagian, penyaluran, penempatan, dan pertukaran.Tujuan dari
adanya distributif adalah kesejahteraan sehingga didistribusikan biasanya
berhubungan dengan sumber daya, ganjaran atau keuntungan.Kesejahteraan yang
dimaksudkan meliputi aspek-aspek fisik, psikologis, ekonomi dan sosial.

Model-Model Keadilan Prosedural

 


Ada dua model keadilan prosedural, model pertama dikenal dengan
dengan model keadilan pribadi (self interest model) menurut Thibaut & Walker
(dalam Faturochman, 2012: 25). Sedangkan model kedua adalah model nilai-nilai
kelompok (group value model) yang dikemukakan oleh Lind & Tyler (dalam
Faturochman, 2012: 25). Berikut pembahasan dari model kepentingan pribadi dan
model kepentingan kelompok .
a. Model Kepentingan Pribadi
Pembahasan tentang keadilan prosedural dalam psikologi sosial, antara lain
muncul karena konflik. Pengambilan Keputusan yang melibatkan lebih dari
satu orang sering buntu karena tidak ada kesepakatan. Tiap-tiap pihak tidak
mau mengalah karena tidak ingin kehilangan peluang untuk mendapatkan
sesuatu yang diinginkan. Lebih dari itu, orang lebih sering berupaya untuk
tidak sekedar mendapatkan keinginannya, tetapi juga berusaha untuk
mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dalam melakukan interaksi
atau transaksi. Sifat egosentris seperti ini merupakan gejala yang banyak
ditemukan diberbagai tempat dan diberbagai kesempatan. Untuk
mendapatkan itu semua, orang yang terlibat dalam proses sosial berusaha
untuk mengontrolnya. Keadilan prosedural berkaitan dengan kecilnya tingkat
konflik dan ketidakharmonisan dalam kelompok, organisasi atau institusi
sosial. Hal ini merupakan pandangan dari sisi keadilan prosedural objektif.
Secara subjektif, prosedur dikatakan adil bila dapat mengakomodasikan
kepentingan individu.
b. Model Nilai-Nilai Kelompok
Berbeda dengan asumsi model kepentingan pribadi, model kedua ini
menganggap bahwa individu tidak dapat lepas dari kelompoknya. Di dalam
kelompok, individu pada dasarnya lebih mengutamakan kebersamaan dari
pada mementingkan dirinya sendiri. Prinsip-prinsip partisipasi, kooperasi dan
altruisme akan lebih menonjol dibandingkan dengan egoisme individu
meskipun egoisme ini tidak bisa hilang sama sekali. Model ini juga
menganggap bahwa prosedur merupakan norma-norma yang mengatur
perlakuan, struktur dan proses sosial. Keadilan prosedural menurut model ini
pada prinsipnya adalah kesesuaian antara nilai-nilai kelompok dengan
prosedur kelompok. Bila keadaan ini telah tercipta di dalam keadilan
prosedural tercakup juga unsur kepatuhan terhadap prosedur. Oleh karena itu,
dari sisi anggota kelompok, keadilan ini berpengaruh pada penilaian terhadap
pimpinan dan lembaga. Pada sisi lain, pemimpin atau penguasa juga akan
menekankan pentingnya kepatuhan terhadap prosedur bagi anggota
kelompok. Dengan demikian, terdapat hubungan yang searah antara penilaian
terhadap keadilan dengan penilaian terhadap kelompok itu. Kenyataan ini
menjadi salah satu aspek penting dalam kajian keadilan prosedural menurut
model ini. Model ini juga berasumsi bahwa individu akan memikirkan
hubungan dirinya dengan kelompok, terutama dengan pemimpin atau
pemegang kekuasaan, yang akan terjadi dalam jangka waktu lama.

Aspek-Aspek Keadilan Prosedural

 


Bila setiap aturan dalam suatu organisasi dapat dipenuhi, maka dapat
dikatakan suatu prosedur tersebut dikatakan adil. Dalam kaitannya ini menurut
Laventhal (dalam Colquitt dkk., 2001; dalam Lind & Tyler, 1988; dalam
Faturochman, 2012: 23) mengidentifikasi enam aturan pokok dalam keadilan
prosedural. Enam aturan tersebut yang adalah sebagai berikut.
a. Konsistensi. Prosedur yang adil harus konsisten baik dari orang satu kepada
orang yang lain maupun dari waktu ke waktu. Setiap orang memiliki hak dan
diperlakukan sama dalam satu prosedur yang sama.
b. Minimalisasi bias. Ada dua sumber bias yang sering muncul, yaitu
kepentingan individu dan doktrin yang memihak. Oleh karenanya dalam
upaya minimalisasi bias ini, baik kepentingan individu maupun pemihakpemihak harus dihindarkan.
c. Informasi yang akurat. Informasi yang dibutuhkan untuk menentukan agar
penilaian keadilan akurat harus mendasarkan pada fakta. Kalau opini sebagai
dasar, hal itu harus disampaikan oleh orang yang benar-benar mengetahui
permasalahan dan informasi yang disampaikan lengkap.
d. Dapat diperbaiki. Upaya untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan merupakan
salah satu tujuan penting perlu ditegakkan keadilan. Oleh karena itu, prosedur
yang adil juga mendukung aturan yang bertujuan untuk memperbaiki
kesalahan yang ada ataupun kesalahan yang akan muncul.
e. Representatif. Prosedur dikatakan adil bila sejak awal ada upaya untuk
melibatkan semua pihak yang bersangkutan.
f. Etis. Prosedur yang adil harus berdasarkan pada standar etika dan moral.
Dengan demikian, meskipun berbagai hal di atas terpenuhi, bila substansinya
tidak memenuhi standar etika dan moral tidak bisa dikatakan adil.
Aspek-aspek keadilan prosedural yang telah dijelaskan di atas selaras
dengan aspek-aspek keadilan prosedural yang dijelaskan oleh Laventhal, et al.,
(dalam Hazzi, 2012: 165) dalam jurnal yang berjudul “organizational justice: the
sound investment in organizations” yaitu konsistensi, bebas dari bias, akurat,
diperbaiki, keterwakilan (representatif) dan etika

Pengertian Keadilan Prosedural

 


Menurut Baron and Byrne (2005: 201) keadilan prosedural adalah
keadilan dari prosedur yang digunakan untuk mendistribusikan hasil-hasil akhir
yang ada diantara anggota kelompok. Kemudian Robbins and Judge (2009: 250)
mendefinisikan keadilan prosedural yaitu keadilan yang dirasa dari proses yang
digunakan untuk menentukan distribusi penghargaan. Dua elemen penting dari
keadilan prosedural adalah pengendalian proses dan penjelasan. Pengendalian
proses adalah peluang untuk mengemukakan pandangan seseorang tentang hasilhasil yang diinginkan kepada para pembuat keputusan. Penjelasan adalah alasanalasan secara jelas yang diberikan kepada seseorang oleh manajemen atas hasil.
Gibson, et al., (2012: 148) mendefinisikan keadilan prosedural yaitu
mengacu pada kewajaran proses dan prosedur organisasi yang digunakan untuk
menentukan sumber daya dan alokasi keputusan. Menurut Nabatachi, et al.,
(dalam Al-Zu’bi, 2010: 103) keadilan prosedural mengacu pada persepsi
karyawan tentang keadilan aturan dan prosedur yang mengatur suatu proses.
Kemudian menurut Greenberg (dalam Nasurdin & Ahmad, 2001: 32) keadilan
prosedural merupakan penilaian orang tentang keadilan dari proses pembuatan
alokasi hasil keputusan.

Keadilan Organisasi

 


Menurut Faturochman (2012: 20) keadilan pada dasarnya merupakan
bagian moralitas, tetapi pada sisi lain keadilan telah dirumuskan dalam aturanaturan yang baku dan harus dilakukan dengan ketat. Moralitas sendiri merupakan
adat istiadat, sedangkan yang dimaksud keadilan disini adalah keadilan prosedural
dan keadilan ditributif. Ketika keadilan disuatu organisasi/perusahaan tersebut
tidak sesuai dengan aturan atau adat istiadat yang telah ditetapkan di
organisasi/perusahaan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa keadilan di
organisasi/perusahaan tersebut tidak bermoral. Robbins and Judge (2009: 249)
keadilan organisasi didefinisikan sebagai persepsi keseluruhan dari apa yang adil
di tempat kerja. Karyawan menganggap organisasi mereka adil ketika mereka
yakin bahwa hasil-hasil yang mereka terima dan cara diterimanya hasil-hasil
tersebut adalah adil. Keadilan yang berkembang dalam psikologi, yaitu keadilan
prosedural, keadilan distributif dan keadilan interaksional. Menurut Faturochman
(2012: 22) keadilan interaksional diuraikan paling akhir karena keadilan ini
berkembang setelah keadilan prosedural dan keadilan distributif dan keadilan ini
belum banyak dibahas dalam literatur dan belum banyak mendapat sorotan.
Berikut penjelasan mengenai keadilan prosedural dan keadilan distributif.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

 


Selain definisi dan aspek tentang komitmen organisasi, juga terdapat
beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi karyawan.
Menurut Luthans (2006: 249) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi
komitmen organisasi, yaitu:
a. Variabel orang
Variabel orang meliputi usia, kedudukan dalam organisasi dan disposisi
seperti efektifitas positif atau negatif atau atribusi kontrol internal atau
eksternal. Variabel orang disini bisa berasal dari individu sendiri ataupun dari
orang lain. Usia disini berkaitan dengan faktor individu, ketika faktor usia
menjadi faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi adalah saat
usia yang belum memenuhi syarat dan usia yang sudah semakin tua untuk
melakukan pekerjaan di organisasi/perusahaan tersebut. Selain itu, kedudukan
atau jabatan yang diperoleh tidak sesuai dengan kemampuannya atau dengan
kemampuan yang dimiliki tidak sesuai dengan jabatannya sekarang. Hal ini
juga dapat berpengaruh terhadap komitmen organisasi.
b. Variabel organisasi
Variabel organisasi meliputi desain pekerjaan, nilai, dukungan dan gaya
kepemimpinan penyelia. Ketika suatu organisasi memiliki rancangan
pekerjaan dan ketentuan yang tidak sesuai dengan aturan yang ada di
organisasi tersebut, hal ini dapat berpengaruh terhadap komitmen organisasi
karyawannya. Selain itu, seorang pemimpin juga memiliki pengaruh terhadap
komitmen organisasi pada karyawan, ketika seorang pemimpin tidak mampu
bersikap adil dan tidak bisa memberikan kenyamanan dalam bekerja bagi
seluruh karyawan, ini juga dapat memberikan dampak pada komitmen
organisasi.
c. Varibel non-organisasi
Variabel non-organisasi yaitu adanya alternatif lain setelah memutuskan
untuk bergabung dengan organisasi akan mempengaruhi komitmen
selanjutnya. Hal ini berkaitan dengan adanya alternatif pekerjaan lain yang
ditawarkan lebih baik dibandingkan pekerjaan sekarang. Ketika terdapat
pekerjaan yang mampu memberikan penawaran lebih baik dan pekerjaan
tersebut mampu mengembangkan karirnya, hal ini akan menjadi salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi.