Tuesday, April 2, 2024

Keadilan Organisasi


Menurut Faturochman (2012: 20) keadilan pada dasarnya merupakan
bagian moralitas, tetapi pada sisi lain keadilan telah dirumuskan dalam aturanaturan yang baku dan harus dilakukan dengan ketat. Moralitas sendiri merupakan
adat istiadat, sedangkan yang dimaksud keadilan disini adalah keadilan prosedural
dan keadilan ditributif. Ketika keadilan disuatu organisasi/perusahaan tersebut
tidak sesuai dengan aturan atau adat istiadat yang telah ditetapkan di
organisasi/perusahaan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa keadilan di
organisasi/perusahaan tersebut tidak bermoral. Robbins and Judge (2009: 249)
keadilan organisasi didefinisikan sebagai persepsi keseluruhan dari apa yang adil
di tempat kerja. Karyawan menganggap organisasi mereka adil ketika mereka
yakin bahwa hasil-hasil yang mereka terima dan cara diterimanya hasil-hasil
tersebut adalah adil. Keadilan yang berkembang dalam psikologi, yaitu keadilan
prosedural, keadilan distributif dan keadilan interaksional. Menurut Faturochman
(2012: 22) keadilan interaksional diuraikan paling akhir karena keadilan ini
berkembang setelah keadilan prosedural dan keadilan distributif dan keadilan ini
belum banyak dibahas dalam literatur dan belum banyak mendapat sorotan. 

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

 


Selain definisi dan aspek tentang komitmen organisasi, juga terdapat
beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi karyawan.
Menurut Luthans (2006: 249) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi
komitmen organisasi, yaitu:
a. Variabel orang
Variabel orang meliputi usia, kedudukan dalam organisasi dan disposisi
seperti efektifitas positif atau negatif atau atribusi kontrol internal atau
eksternal. Variabel orang disini bisa berasal dari individu sendiri ataupun dari
orang lain. Usia disini berkaitan dengan faktor individu, ketika faktor usia
menjadi faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi adalah saat
usia yang belum memenuhi syarat dan usia yang sudah semakin tua untuk
melakukan pekerjaan di organisasi/perusahaan tersebut. Selain itu, kedudukan
atau jabatan yang diperoleh tidak sesuai dengan kemampuannya atau dengan
kemampuan yang dimiliki tidak sesuai dengan jabatannya sekarang. Hal ini
juga dapat berpengaruh terhadap komitmen organisasi.
b. Variabel organisasi
Variabel organisasi meliputi desain pekerjaan, nilai, dukungan dan gaya
kepemimpinan penyelia. Ketika suatu organisasi memiliki rancangan
pekerjaan dan ketentuan yang tidak sesuai dengan aturan yang ada di
organisasi tersebut, hal ini dapat berpengaruh terhadap komitmen organisasi
karyawannya. Selain itu, seorang pemimpin juga memiliki pengaruh terhadap
komitmen organisasi pada karyawan, ketika seorang pemimpin tidak mampu
bersikap adil dan tidak bisa memberikan kenyamanan dalam bekerja bagi
seluruh karyawan, ini juga dapat memberikan dampak pada komitmen
organisasi.
c. Varibel non-organisasi
Variabel non-organisasi yaitu adanya alternatif lain setelah memutuskan
untuk bergabung dengan organisasi akan mempengaruhi komitmen
selanjutnya. Hal ini berkaitan dengan adanya alternatif pekerjaan lain yang
ditawarkan lebih baik dibandingkan pekerjaan sekarang. Ketika terdapat
pekerjaan yang mampu memberikan penawaran lebih baik dan pekerjaan
tersebut mampu mengembangkan karirnya, hal ini akan menjadi salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi.
Sedangkan menurut Steers & Porter (dalam Buhali & Margaretha, 2013:
16) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi yaitu, sebagai berikut:
a. Karakteristik personal meliputi, pendidikan, dorongan berprestasi, nilai-nilai
individu, keluarga, usia, masa kerja,sikap terhadap kerja, bakat dan
keterampilan. Ketika semua hal tersebut tidak ada pada diri seorang individu
maka akan dapat berpengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan dalam
bekerja. Ketika pendidikan tidak mendukung, tidak adanya semangat
berprestasi, bakat dan keterampilan yang dimiliki kurang dan tidak adanya
dukungan dari keluarga akan sangat berpengaruh terhadap komitmennya di
organisasi tersebut.
b. Karakteristik kerjadi dalamnya terdapat tantangan kerja, umpan balik, stres
kerja, identifikasi tugas, kejelasanperan, pengembangan diri, karir dan
tanggung jawab. Ketika seorang karyawan tidak mampu menghadapi
tantangan dari pekerjaannya, tidak mendapatkan imbalan yang sesuai dengan
pekerjaannya, tidak memahami pekerjaan yang harus dilakukan dan
mengalami stres dalam melakukan pekerjaannya tersebut akan berpengaruh
terhadap komitmen organisasi. Selain itu, ketika pekerjaan tersebut
menghambat karyawan untuk mengembangkan pengetahuan dan
mengembangkan karirnya juga dapat berpengaruh terhadap komitmen
organisasi.
c. Karakteristik organisasi meliputi, desentralisasi dan tingkat partisipasi dalam
pengambilankeputusan, serta sifat dan kualitas pekerjaan. Karakteristik
organisasi juga memiliki pengaruh yang besar, ketika aturan yang digunakan
organisasi/perusahaan tidak sesuai ketentuan dan tidak adanya kebebasan
karyawan untuk menyalurkan kritik dan saran dalam pengambilan keputusan
serta pekerjaan yang diberikan kepada karyawan kurang sesuai dengan
kemampuannya, maka hal tersebut dapat berpengaruh terhadap komitmen
organisasi.

Aspek-Aspek Komitmen Organisasi

 


Menurut Luthans(2006: 249) dikarenakan komitmen organisasi bersifat
multidimensi, maka terdapat perkembangan dukungan untuk tiga dimensi model
komponen yang diajukan oleh Mayer dan Allen, ketiga dimensi tersebut adalah:
a. Komitmen afektif adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan
keterlibatan dalam organisasi.
b. Komitmen kelanjutan adalah komitmen berdasarkan kerugian yang
berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin
karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit.
c. Komitmen normatif adalah perasaan wajib untuk tetap berada dalam
organisasi karena memang harus begitu, tindakan tersebut merupakan hal
benar yang harus dilakukan.
Aspek yang telah dijelaskan di atas serupa dengan penjelasan oleh Mayer
& Allen dalam jurnal yang berjudul “Career Stage Effect on Organizational
Commitment: Empirical Evidence from Indian Banking Industry” yaitu penelitian
oleh Kaur & Shandu yang terdapat tiga dimensi dalam komitmen organisasi.
Dimensi pertama disebut sebagai komitmen afektif, dimensi kedua yaitu
komitmen kelanjutan yang didefinisikan sebagai sejauh mana karyawan merasa
berkomitmen untuk organisasi berdasarkan biaya. Kemudian untuk dimensi yang
ketiga dijelaskan oleh Weiner (dalam Kaur & Shandu, 2010: 142) yaitu komitmen
normatif didefinisikan sebagai perasaan karyawan tentang kewajiban untuk tetap
berada dalam organisasi.

Pengertian Komitmen Organisasi

 Memasuki dunia kerja seorang karyawan yang memiliki komitmen

terhadap organisasi tempat mereka bekerja menjadi salah satu unsur sikap kerja
yang amat penting, ini dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kekuatan
para karyawan dalam memberikan kontribusi pada organisasi. Menurut Newstrom
(2007: 207) komitmen organisasi atau loyalitas karyawan, adalah sejauh mana
seorang karyawan mengidentifikasi organisasi dan keinginan karyawanuntuk
melanjutkan partisipasi di dalamnya. Komitmen organisasi digambarkan seperti
gaya magnet yang dapat menarik satu objek metalik yang lain, itu adalah ukuran
dari kesediaan karyawan untuk tetap berada pada perusahaan.
Sedangkan menurut Robbins & Judge (2009: 100) mendefinisikan
komitmen organisasi sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak
organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan
keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Luthans(2006: 249) sebagai sikap,
komitmen organisasi didefinisikan sebagai keinginan kuat untuk tetap sebagai
anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan
organisasi dan keyakinan tertentu dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Definisi di atas menjelaskan bahwa, komitmen organisasi merupakan sikap yang
merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan
dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan
keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.
Komitmen organisasi menurut Curry,et al.,(dalam Bakhshi,et al., 2009:
147) mengidentifikasi sejauh mana seseorang karyawan terlibat dengan sebuah
organisasi. Menurut Mowday, et al., (1979: 226) komitmen merupakan sesuatu
yang melampaui loyalitas yang pasif, ini melibatkan hubungan yang aktif dengan
organisasi sehingga individu bersedia memberikan sesuatu dari diri mereka
sendiri dalam rangka memberikan kontribusi kepada organisasi untuk
kesejahteraan. Oleh karena itu komitmen dapat disimpulkan tidak hanya dari
keyakinan individu dan opini tetapi juga dari tindakan.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Karyawan Dalam Kegiatan Pengembangan

 


Menurut penelitian Dubin, Farr dan Middlebrooks, menekankan bahwa
motivasi dan karakteristik lingkungan kerja adalah penentu utama minat dan
tingkat partisipasi dalam kegiatan pengembangan. Dalam penelitian menunjukkan
bahwa pengaruh persepsi karyawan mengenai lingkungan kerja dan self-efficacy
pada kegiatan pengembangan yang dimediasi oleh persepsi karyawan tentang
kebutuhan pengembangan, sikap belajar, dan manfaat yang dirasakan dari
keikutsertaan dalam kegiatan pengembangan. Selain itu, karakteristik individu
seperti posisi atau jabatan dan masa kerja memiliki pengaruh langsung pada
kesempatan karyawan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan (Noe &
Wilk, 1993).
Dalam penelitian Farr dan Middlebrooks menyatakan bahwa karakteristik
individu yang meliputi Posisi atau jabatan dan masa kerja memiliki hubungan
yang signifikan terhadap kepartisiapasian kegiatan pengembangan. Self-efficacy
merupakan keyakinan karyawan bahwa mereka dapat mengatasi situasi yang
menantang. Menurut Penelitian Bandura menyatakan bahwa Individu yang
mempunyai efikasi diri tinggi akan cenderung untuk berpartisipasi dalam kegiatan
pengembangan. Menurut Leibowitz, Farren, & Kaye, karakteristik lingkungan
kerja yang meliputi dukungan sosial dan kendala situasional mempengaruhi pada
sikap belajar karyawan, persepsi mereka mengenai manfaat yang dapat diperoleh
dari partisipasi dalam kegiatan pengembangan. Dukungan sosial antara lain
dukungan pemimpin dan rekan kerja. Kendala situasional meliputi kurangnya
waktu untuk menyelesaikan tugas, anggaran yang tidak memadai, dan kurangnya
fasilitas (Noe & Wilk, 1993).

Manfaat Pelatihan Dan Motivasi Untuk Mengikuti Pelatihan.

 


Peneliti pelatihan menyarankan bahwa harapan untuk memperoleh manfaat
dari pelatihan merupakan prediktor penting dari partisipasi pelatihan. Manfaat
pelatihan yang dirasakan merupakan imbalan ekstrinsik atau intrinsik yang akan
mempengaruhi motivasi karyawan untuk terlibat dalam kegiatan pelatihan.
Harapan manfaat atau nilai pelatihan memiliki pengaruh pada pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh peserta selama pelatihan. Maka kemungkinan bahwa
semakin banyak pekerjaan, karir, dan manfaat terkait pribadi yang karyawan
rasakan dari manfaat pelatihan yang mereka ikuti, semakin besar tingkat motivasi
mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan (Kang, 2007). Ada dua tipe
motivasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

  1. Motivasi intrinsik, adalah motivasi yang ditimbulkan dari diri seseorang.
    Motivasi ini biasanya timbul karena adanya harapan, tujuan dan keinginan
    seseorang terhadap sesuatu sehingga dia memiliki semangat untuk mencapai
    itu.
  2. Motivasi ekstrinsik, adalah sesuatu yang diharapkan akan diperoleh dari luar
    diri seseorang. Motivasi ini biasanya dalam bentuk nilai dari suatu materi,
    misalnya imbalan dalam bentuk uang atau intensif lainnya yang diperoleh
    atas suatu upaya yang telah dilakukan (Sadirman, 2018)

Dimensi Keadilan Organisasi dan Motivasi dalam mengikuti pelatihan

 


Karyawan yang merasa diperlakukan secara adil akan lebih termotivasi untuk
berpartisipasi dalam pelatihan. Artinya, pengalaman keadilan distributif,
prosedural, dan interaksional membuat karyawan berharap bahwa mereka akan
diperlakukan secara adil dalam jangka panjang, yang akan menimbulkan
penghargaan positif bagi organisasi dan pemimpinnya. Hal tersebut akan
meningkatkan motivasi karyawan untuk berpartisipasi dalam pelatihan. Hal ini
konsisten dengan penelitian lain yang telah menunjukkan peran keadilan
organisasi dalam memprediksi hasil positif dalam meningkatkan kepercayaan dan
loyalitas karyawan (Barrett-Howard & Tyler, 1986) .