Showing posts with label Analisa Data. Show all posts
Showing posts with label Analisa Data. Show all posts

Monday, March 23, 2020

Model Seasonal ARIMA (Autoregressive integrated moving average)


Pemodelan ARIMA merupakan metode yang fleksibel untuk
berbagai macam data deret waktu, termasuk untuk menghadapi
fluktuasi data musiman. Secara umum, model seasonal ARIMA
dituliskan dengan notasi ARIMA (p,d,q)(P,D,Q) s
, yaitu dengan (p,d,q) bagian tidak musiman dari model, (P,D,Q) bagian musiman
dari model dan s merupakan jumlah periode per musim.
Penerapan metode ARIMA adalah dengan menggunakan
pendekatan metode Box-Jenkins, yaitu tahapan-tahapan yang
diperlukan dalam menentukan parameter ARIMA serta pengujiannya
sebelum akhirnya digunakan sebagai model prakiraan selama
beberapa waktu ke depan. Tahapan dalam pnegolahan diuraikan sebagai berikut:
  1. Tahap Identifikasi
    Tahap identifikasi merupakan suatu tahapan yang digunakan
    untuk mencari atau menentukan nilai p,d dan q dengan bantuan
    autocorrelation function (ACF) atau fungsi autokorelasi dan partial
    autocorrelation function (PACF) atau fungsi autokorelai parsial.
    2. Tahap Estimasi
    Tahap berikutnya setelah p dan q ditentukan adalah dengan
    mengestimasi parameter AR dan MA yang ada pada model. Estimasi ini
    bisa menggunakan teknik kuadrat terkecil sederhana maupun dengan
    metode estimasi tidak linier. Pada tahap estimasi ini, teknik perhitungan
    secara matematis relatif kompleks, sehingga pada umumnya para peneliti
    menggunakan bantuan software yang menyediakan fasilitas
    perhitungannya seperti Minitab, SPSS dan EViews .
    3. Tahap Tes Diagnostik
    Model yang telah melewati uji signifikasi parameter dalam tahapn
    estimasi, kemudian akan dilakukan uji diagnostik untuk meyakinkan
    apakah spesifikasi modelnya telah benar. Jika residualnya ternyata white
    noise , maka modelnya sudah baik. Bila residualnya tidak white noise
    maka modelnya dapat dikatakan tidak tepat dan perlu dicari spesifikasi
    yang lebih baik. Untuk melakukan uji diagnostik, tahapannya adalah:
    a. Estimasi model ARIMA (p,d,q)
    b. Hitung residual dari model tersebut
    c. Hitung ACF dan PACF dari residual
    d. Uji apakah ACF dan PACF signifikan. Bila ACF dan PACF tidak
    signifikan, ini merupakan indikasi bahwa residual merupakam white
    noise yang artinya model telah cocok.
    4. Tahap Prakiraan
    Tahap prakiraan ini dilakukan setelah modelnya lolos tes
    diagnostik. Prakiraan ini sesungguhnya merupakan penjabaran dari
    persamaan berdasarkan koefisien-koefisien yang didapat, sehingga kita
    dapat menentukan kondisi di masa yang akan datang.

Autoregressive integrated moving average (ARIMA) (skripsi dan tesis)


ARIMA sering juga disebut metode runtun waktu Box-Jenkins.
ARIMA sangat baik ketepatannya untuk prakiraan jangka pendek,
sedangkan untuk prakiraan jangka panjang ketepatan prakiraannya
kurang baik. Biasanya akan cenderung mendatar/konstan untuk
periode yang cukup panjang. ARIMA dapat diartikan sebagai
gabungan dari dua model, yaitu model autoregressive (AR) yang di
integrasikan dengan model Moving Average (MA). Model ARIMA
umumnya dituliskan dengan notasi ARIMA (p,d,q). P adalah derajat
proses AR, d adalah orde pembedaan dan q adalah derajat proses
MA (Nachrowi, 2006).
Model ARIMA adalah model yang secara penuh mengabaikan
independen variabel dalam membuat prakiraan. ARIMA
menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel dependen
untuk menghasilkan prakiraan jangka pendek yang akurat. ARIMA
cocok jika observasi deret waktu (time series) secara statistik
berhubungan satu sama lain (dependent).

Auto Corelation Function (ACF) dan Partial Auto Corelation Function (PACF) (skripsi dan tesis)


Identifikasi model untuk pemodelan data deret waktu memerlukan
perhitungan perhitungan dan penggambaran dari hasil fungsi autokorelasi
(ACF) dan fungsi autokorelasi parsial (PACF). Hasil perhitungan ini
diperlukan untuk menentukan model ARIMA yang sesuai, apakah ARIMA
(p,0,0) atau AR (p), ARIMA (0,0,q) atau MA (q), ARIMA (p,0,q) atau
ARMA (p,q), ARIMA (p,d,q). Sedangkan untuk menentukan ada atau
tidaknya nilai d dari suatu model, ditentukan oleh data itu sendiri. Jika
bentuk datanya stasioner, d bernilai 0, sedangkan jika bentuk datanya tidak
stasioner, nilai d tidak sama dengan 0 (d > 0).
Korelasi merupakan hubungan antara satu variabel dengan variabel
lainnya. Nilai korelasi dinyatakan oleh koefisien yang nilainya bervariasi
antara +1 hingga -1. Nilai koefisien tersebut menyatakan apa yang akan
terjadi pada suatu variabel jika terjadi perubahan pada variabel lainnya.
Nilai koefisien yang bernilai positif menunjukkan hubungan antar variabel
yang bersifat positif, yakni jika satu variabel meningkat nilainya, variabel
lainnya juga akan meningkat nilainya. Sedangkan nilai koefisien yang
bernilai negatif menunjukkan hubungan antar variabel yang bersifat
negatif, yakni jika satu variabel meningkat nilainya, variabel lainnya akan
menurun nilainya, dan sebaliknya. Bila suatu koefisien bernilai nol, berarti
antar variabel-variabel tersebut tidak memiliki hubungan, yakni jika terjadi
peningkatan/penurunan terhadap suatu variabel, variabel lainnya tidak
akan terpengaruh oleh perubahan nilai tersebut.
Koefisien autokorelasi memiliki makna yang hampir sama dengan
koefisien korelasi, yakni hubungan antara dua/lebih variabel. Pada
korelasi, hubungan tersebut merupakan dua variabel yang berbeda pada
waktu yang sama, sedangkan pada autokorelasi, hubungan tersebut
merupakan dua variabel yang sama dalam rentang waktu yang berbeda.
Autokorelasi dapat dihitung menggunakan fungsi autokorelasi (Auto
Correlation Function). Fungsi autokorelasi digunakan untuk melihat
apakah ada Moving Average (MA) dari suatu deret waktu, yang dalam
persamaan ARIMA direpresentasikan oleh besaran q. Besar nilai q
dinyatakan sebagai banyaknya nilai ACF sejak lag 1 hingga lag ke-k
secara berurut yang terletak di luar kepercayaan Z. Jika terdapat sifat MA,
q pada umumnya bernilai 1 atau 2, sangat jarang ditemui suatu model
dengan nilai q lebih dari 2.
Nilai d, sebagai derajat pembeda (differencing) untuk menentukan
stasioner atau tidaknya suatu deret waktu, juga ditentukan dari nilai ACF.
Bila ada nilai-nilai ACF setelah time lag ke-k untuk menentukan nilai q
berada di luar selang kepercayaan Z, maka deret tersebut tidak stasioner,
sehingga nilai d tidak sama dengan nol (d > 0), biasanya antara 1 dan 2,
sedangkan bila nilai-nilai ACF tersebut berada dalam selang kepercayaan
Z, maka deret tersebut dapat dibilang stasioner, sehingga nilai d sama
dengan 0 (d = 0).
Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur derajat asosiasi antara
Yt dan Yt-k ketika efek dari rentang/jangka waktu (time lag) dihilangkan.
Seperti ACF, nilai PACF juga berkisar antara +1 dan -1. PACF pada
umumnya digunakan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya sifat AR
(autoregressive), yang dinotasikan dengan besaran p. Jika terdapat sifat
AR, pada umumnya nilai PACF bernilai 1 atau 2, jarang ditemukan sifat
AR dengan nilai p lebih besar dari 2. Untuk menentukan besar nilai p yang
menyatakan derajat AR, diperlukan perbandingan nilai PACF pada selang
kepercayaan Z. Nilai p dinyatakan dengan banyaknya nilai PACF sejak lag
1 hingga lag ke-k yang terletak di luar selang kepercayaan secara berturutturut.

Moving Average (MA) (skripsi dan tesis)


Model lain dari model ARIMA adalah moving average yang
dinotasikan dalam MA (q) atau ARIMA (0,0,q) yang ditulis dalam
persamaan berikut :
Ž t = at – θ1 at-1 - θ2 at-2 - - ... - θq at-q
Sumber: Box-Jenkins, 2008
Keterangan:
θq = parameter Moving Average
et = White noise / error atau unit residual
e t-1 - e t-2 - e t-3 - ... - e t-q = selisih nilai aktual dengan nilai prakiraan
Persamaan diatas menunjukkan bahwa nilai Žt tergantung nilai
error sebelumnya dari pada nilai variabel itu sendiri. Untuk melakukan
pendekatan antara proses autoregressive dan moving average diperlukan
pengukuran autokorelasi antara nilai berturut-turut dari Žt sedangkan model
moving average mengukur autokorelasi antara nilai error atau residual.
Contoh untuk model moving average apabila nilai q= 2, θ 1 = 0.5 dan θ 2 =
-0.25, model prakiraan q = 2 atau MA untuk Žt adalah Žt = 0.5e t-1 – 0.25 at-2
dimana at adalah nilai acak yang tidak dapat diprediksi oleh model.

Autoregressive Model (AR) (skripsi dan tesis)


Model autoregressive dengan ordo AR (p) atau model ARIMA (p,0,0)
dinyatakan sebagai berikut :
Ž t = Ø1 Ž t-1 + Ø2 Ž t-2 + ... + Øp Ž t-p +at
Keterangan:
Øp = parameter autoregressive ke-p
at = White Noise nilai kesalahan pada saat t
Ž t-p = independen variabel
Sumber: Box-Jenkins, 2008
Variabel independen merupakan deretan nilai dari variabel yang sejenis
dalam beberapa periode t terakhir. Sedangkan at adalah eror atau unit
residual yang menggambarkan gangguan acak yang tidak dapat dijelaskan
oleh model. Perhitungan autoregressive dapat dilakukan dalam proses
sebagai berikut:
1. Menentukan model yang sesuai dengan deret waktu.
2. Menentukan nilai orde p (menentukan panjangnya persamaan yang
terbentuk)
3. Mengestimasikan nilai koefiensi autoregressive Ø1, Ø2, Ø3, ..... , Øk
Setelah mendapatkan model yang sesuai, maka model dapat
digunakan untuk memprediksi nilai ramal di masa mendatang. Sebagai
contoh bila didapatkan nilai p= 2 dan Ø1 = 0.6, Ø2 = 0.35, Ø3 = -0.26,
maka model autorgressive adalah sebagai berikut.
Ž t = 0.6 X t-1 + 0.35X t-2 – 0.26X t-3 + at
Model tersebut digunakan sebagai persamaan matematis untuk
menentukan nilai Ž t prediksi yang akan datang

Istilah Dalam Analisis Deret Waktu (skripsi dan tesis)

Ada beberapa istilah yang sering ditemui dalam analisis deret waktu atau
time series analysis :
1. Stasioneritas, berarti tidak ada kenaikan atau penurunan data, yang
merupakan asumsi yang sangat penting dalam suatu analisa deret
waktu. Bila tidak terdapat perubahan pada tren deret waktu maka dapat
disebut stasioner. Maksudnya, rata-rata deret pengamatan di sepanjang
waktu selalu konstan. Apabila suatu data tidak stasioner maka
diperlukan differensiasi pada data tersebut. Yang dimaksud
Differensiasi disini adalah menghitung perubahan atau selisih nilai data
yang diobservasi. Bila data masih belum stasioner maka perlu
didifferensiasi lagi hingga stasioner.
2. Autocerrelation Function (ACF), merupakan korelasi antar deret
pengamatan suatu deret waktuyang disusun dalam plot setiap lag.
3. Partial Autocerrelation Function (PACF), merupakan korelasi antar
deret pengamantan dalam lag-lag pengamatan yang mengukur keeratan
antar pengamatan suatu deret waktu.
4. Cross corelation, untuk mengukur korelasi antart deret waktu, tetapi
korelasi yang diukur adalah korelasi dari dua deret waktu.
5. Proses white noise, merupakan proses stasioner suatu data deret waktu
yang didefinisikan sebagai deret variabel acak yang independen, tidak
berkorelasi, identik, dan terdistribusi.
6. Analisis trend, analisis ini digunakan untuk menaksir model trend
suatu data deret waktu. Ada beberapa model analisis tren, antara lain
model linier, kuadratik, eksponensial, pertumbuhan atau penurunan,
dan model kurva S. Analisis tren digunakan apabila deret waktu tidak
ada komponen musiman.

Model Time Series Analysis (skripsi dan tesis)


Model time series adalah pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan
nilai masa lalu dari suatu variable atau kesalahan masa lalu. Tujuan model
time series seperti itu adalah menemukan pola dalam deret data historis dan
mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan. (Makridakis, 1995)
Ketika sebuah deret waktu digambarkan atau diplot, akan terlihat suatu
pola-pola tertentu. Pola-pola tersebut dapat dijelaskan oleh banyaknya
kemungkinan hubungan sebab-akibat. Beberapa pola dari data deret waktu
adalah sebagai berikut:
1. Pola acak (random) atau pola horizontal, dihasilkan oleh banyak
pengaruh independen yang menghasilkan pola non-sistematik dan tidak
berulang dari beberapa nilai rataan. Pola acak terjadi karena data yang
diambil tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor khusus sehingga pola
menjadi tidak menentu dan tidak dapat diperkirakan secara biasa.
2. Pola tren (trend), peningkatan atau penurunan secara umum dari deret
waktu yang terjadi selama beberapa periode tertentu. Trend disebabkan
oleh perubahan jangka panjang yang terjadi disekitar faktor-faktor yang
mempengaruhi data deret waktu. Pola perkembangan data ini membentuk
karakteristik yang mendekati garis linier. Gradien yang naik atau turun
menunjukkan peningkatan atau pengurangan nilai data sesuai dengan
waktu.
3. Pola musiman (seasonal), dihasilkan oleh kejadian yang terjadi secara
musiman atau periodik (contoh: iklim, liburan, kebiasaan manusia).
Suatu periode musim dapat terjadi tahunan, bulanan, harian dan untuk
beberapa aktivitas bahkan setiap jam. Pola ini terbentuk karena adanya
pola kebiasaan dari data dalam suatu periode kecil sehingga grafik yang
dihasilkan akan serupa jangka waktu tertentu berulang-ulang.
4. Pola siklis, biasanya dihasilkan oleh pengaruh ekspansi ekonomi dan
bisnis dan kontraksi (resesi dan depresi). Pengaruh siklis ini sulit
diprakirakan karena pengaruhnya berulang tetapi tidak periodik. Pola ini
masih terus dikembangkan dan diteliti lebih lanjut pemodelannya
sehingga dapat diperoleh hasil yang tepat.
5. Pola autokorelasi, nilai dari sebuah deret pada satu periode waktu
berhubungan dengan nilai itu sendiri dari periode sebelumnya. Dengan
autokorelasi, ada suatu korelasi otomatis antar pengamatan dalam sebuah
deret. Autokorelasi merupakan hasil dari pengaruh luar dalam skala besar
dan pengaruh sistematik lainnya seperti trend dan musiman.

Jenis data (skripsi dan tesis)


Data merupakan hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta ataupun angka
(S. Arikunto, 2006). Ada beberapa jenis pembagian data menurut J. Supranto,
diantaranya:
1. Menurut Sifatnya
a. Data kualitatif, ialah data yang tidak berbentuk angka. Misalnya penjualan
merosot, produksi meningkat (tanpa menunjukkan angkanya), para
karyawan suatu perusahaan resah, pasaran tekstil sepi, dia orang kaya,
harga daging mahal, rakyat suatu negara makmur, keamanan mantap,
tertib, harga stabil, dan lain sebagainya.
b. Data kuantitatif, ialah data yang berbentuk angka. Misalnya produksi beras
30 juta ton, produksi minyak naik 10%, karyawan yang resah hanya 5%,
kekayaan orang tersebut bernilai Rp 850.000.000,00 , harga daging per kg
Rp 2000, pendapatan per kapita penduduk suatu negara US $6000 per
tahun, penjualan mencapai 500 juta, dan sebagainya.
2. Menurut sumber data
a. Data internal, ialah data yang menggambarkan keadaan dalam suatu
organisasi (misalnya : suatu perusahaan, departemen, negara). Data
internal suatu perusahaan meliputi data tenaga kerja, data keuangan, data
peralatan/mesin, data kebutuhan bahan mentah, data produksi, data hasil
penjualan ; suatu departemen antara lain meliputi : data kepegawaian data
peralatan, data keuangan dan lain sebagainya; suatu negara meliputi data
penduduk, data pendapatan nasional, data keuangan negara, data
konsumsi, data eksport dan import, data investasi dan lain sebagainya.
Pada dasarnya data internal meliputi data input dan output suatu
organisasi, sebab suatu organisasi yang dibentuk pasti bertujuan untuk
menghasilkan produksi dan jasa (output). Pimpinan atau kepala suatu
organisasi harus mengelola input secara efisien dan efektif untuk
mencapai output yang optimum.
b. Data eksternal, ialah data yang menggambarkan keadaan di luar suatu
organisasi. Kehidupan suatu perusahaan misalnya dipengaruhi oleh faktorfaktor yang berasal baik dari dalam maupun dari luar perusahaan tersebut.
Data menggambarkan faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi
kehidupan perusahaan antara lain daya beli masyarakat, selera masyarakat,
konsumsi listrik masyarakat, saingan dari barang sejenis baik dari impor
maupun produksi domestik, perkembangan harga, dan keadaan
perekonomian pada umumnya. Juga kehidupan suatu negara dipengaruhi
oleh kejadian-kejadian yang terjadi di luar negara tersebut seperti krisis
moneter, krisis energi, perang teluk, dan sebagainya.
3. Menurut cara memperolehnya
a. Data primer, ialah data yang dikumpulkan langsung dari obyeknya dan
diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan. Misalnya data
konsumsi listrik oleh PLN, suatu perusahaan mendatangi para ibu rumah
tangga menanyakan tentang banyaknya permintaan sabun, tapal gigi, dan
lain sebagainya. Departemen perdagangan mengumpulkan harga langsung
dari pasar, biro pusat statistik mengumpulkan data industri langsung
mendatangi perusahaan kemudian mengolahnya.
b. Data sekunder, ialah data yang diperoleh oleh suatu organisasi atau
perusahaan dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi. Suatu
departemen atau perusahaan memperoleh data penduduk, pendapatan
nasional, indeks harga konsumen dari biro pusat statistik dan data
perbangkan dari Bank Indonesia.
4. Menurut waktu pengumpulannya
a. Data cross section, ialah data yang dikumpulkan pada suatu waktu
tertentu untuk menggambarkan keadaan pada waktu tersebut. Misalnya
pendapatan nasionl tahun 1991 menggambarkan keadaan pendapatan
tingkat nasional pada tahun 1991, produksi dan penjualan suatu
perusahaan tahun 1992 menggambarkan keadaan produksi dan penjualan
tahun 1992, data beban listrik area Semarang 2014 yang menyatakan
konsumsi listrik secara total di daerah Semarang pada tahun 2014 dan
lain sebagainya.
b. Data berkala (time series), ialah data yang dikumpulkan dari waktu ke
waktu untuk menggambarkan perkembangan/pertumbuhan. Data
produksi semen Cibinong dari tahun 1974 s/d 1992 , data pemakaian
listrik dari tahun 2010 s/d 2014 menggambarkan perkembangan tingkat
konsumsi listrik selama 4 tahun.

Friday, March 20, 2020

Konsep Input dan Output Dalam Pengukuran Efisiensi Perbankan (skripsi dan tesis)


Hadad et.al (2003) dalam P. Prapanca (2012) menyebutkan bahwa
konsep-konsep yang digunakan dalam mendefinisikan hubuungan input
dan output dalam tingkah laku institusi keuangan pada metode
parametrik dan non-parametrik adalah (i) pendekatan produksi (the
production approach), (ii) pendekatan intermediasi (the intermediation
approach) dan (iii) pendekatan aset (the assets approach).
Pendekatan produksi (the production approach) melihat institusi
keuangan sebagai produser dari akun deposit dan kredit pinjaman,
mendefinisikan output sebagai jumlah dari akun-akun tersebut atau dari
transaksi-transaksi yang terkait. Pendekatan intermediasi (the
intermediation approach) memandang sebuah institusi keuangan sebagai
intermediator, yaitu merubah dan mentransfer aset-aset finansial dari
unit-unit surplus ke unit-unit defisit. Pendekatan aset (the assets
approach) memperlihatkan fungsi primer sebuah institusi keuangan
sebagai pencipta kredit pinjaman (loans) dimana output benar-benar
mendefinisikan dalam bentuk aset-aset. Pendekatan aset mengukur
kemampuan perbankan dalam menanamkan dana dalam bentuk kredit,
surat-surat berharga dan alternatif aset lainnya sebagai output. Sedangkan
input diukur dari harga tenaga kerja, harga dana dan harga fisik modal.
Menurut Berger & Humphrey (1997) dalam F. Maharani (2012)
terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk menghitung efisiensi oleh
sebuah institusi keuangan, yaitu: (i) production approach (ii)
intermediation approach. Production approach merupakan suatu
pendekatan dengan aktivitas utama suatu institusi keuangan adalah
menghasilkan dan memproduksi jasa-jasa bagi para nasabahnya.Kinerka
institusi keuangan tersebut bagi pada nasabahnya adalah melakukan
transaksi dan memproses dokumen-dokumen seperti aplikasi kredit,
laporan kredit, cek atau instrumen pembayaran lainnya. Inilah yang
diukur sebagai input. Sedangkan output dalam pendekatan ini diukur dari
jumlah dan tipe transksi serta dokumen yang di proses pada periode
tertentu. Intermediation approach diartikan sebagai aktivitas utama suatu
intitusi keuangan, yaitu sebagai intermediator antara investor dengan
savers.
Menurut Wahab, Hosen dan Muhari (2014) konsep pengukuran
efisiensi dapat dilihat baik dengan fokus pada sisi input (input oriented)
maupun fokus pada sisi output (output oriented). Kedua pendekatan ini
analog dengan konsep primal dan dual dalam teknik operations research,
sehingga keduapendekatan ini secara konsisten akan menghasilkan
kesimpulan yang samatentang efisiensi relatif sebuah perusahaan
terhadap sekawannya. Berikut iniadalah ikhtisar tentang kedua
pendekatan ukuran efisiensi tersebut (Abidin dan Endri, 2009):
1. Pendekatan Input
Pendekatan sisi input menunjukkan berapa banyak kuantitas input bias
dikurangi secara proporsional untuk memproduksi kuantitas output yang
sama. Untuk pendekatan sisi input diasumsikan sebuah perusahaan
menggunakan dua jenis input, yaitu x1 dan x2, untuk memproduksi satu
jenis output (y) dengan asumsi constant returns to scale (CRS). Asumsi
constant returns to scale (CRS) maksudnya adalah jika kedua jenis input,
x1 dan x2, ditambah dengan jumlah persentase tertentu maka output juga
akan meningkat dengan persentase yang sama
2. Pendekatan Output
Pendekatan sisi output berlawanan dengan pendekatan sisi input,
pendekatan sisi output menunjukkan berapa banyak kuantitas output
dapat ditingkatkan secara proporsional dengan kuantitas input yang sama.
Asumsikan sebuah perusahaan dengan 2 jenis output (y1 dan y2) dan 1
jenis input (x) dengan asumsi constant returns to scale (CRS).

Model DEA (skripsi dan tesis)


a. Model CCR (Charnes, Cooper, and Rhodes)
Menurut Casu & Molyneux (2003) dalam P. Prapanca (2012) model
ini digunakan jika berasumsi bahwan perbandingan terhadap input
maupun output suatu perusahaan tidak mempengaruhi produktivitas
yang mungkin dicapai, yaitu Constant Return to Scala (CRS). Model
ini terdiri dari fungsi tujuan yang berupa maksimisasi jumlah output
dari unit yang akan diukur produktivitas relatifnya dan selisih dari
jumlah output dan input dari semua unit yang akan diukur
produktivitas relatifnya. Sedangkan Purwanto & Ferdian (2006)
dalam F. Maharani (2012) menyatakan bahwa model ini relatif lebih
tepat digunakan dalam menganalisis kinerja pada perusahaan
manufaktur
b. Model BCC (Banker, Charnes, and Cooper)
Model ini digunakan jika kita berasumsi bahwa perbandingan terhadap input maupun output suatu perusahaan akan mempengaruhi produktivitas yang mungkin dicapai, yaitu VRS (Variable Returns to Scale). Pendekatan ini relatif lebih tepatdigunakan dalam menganalisis efisiensi kinerja pada perusahaan jasa termasuk bank

Definisi DEA (skripsi dan tesis)


Menurut Kanungo (2004) pada Haqiqi (2015) DEA merupakan
metode berdasarkan program linier yang digunakan untuk
membandingkan efisiensi dari beberapa unit. Adapun menurut Avkiran
(1999), dalam F. Maharani (2012) dengan mendefinisikan DEA sebagai
teknik untuk mengukur efisiensi yang mampu untuk mengungkap
hubungan yang tepat antara input dan output yang beragam, yang
sebelumnya tidak dapat diakomodasi melalui analisis rasio secara
tradisional.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa metode
DEA merupakan metode program linear yang digunakan untuk
mengukur efisiensi yang mampu mengungkap hubungan secara tepat
antara input dan output yang beragam.
Metode DEA adalah sebuah metode frontier non parametric yang
menggunakan model program linier untuk menghitung perbandingan
rasio outputdan input untuk semua unit yang dibandingkan dalam sebuah
populasi. Tujuan dari metode DEA adalah untuk mengukur tingkat
efisiensi dari decision-making unit (DMU) atau banyak disebut juga
sebagai unit kegiatan ekonomi (UKE) relatif terhadap bank yang sejenis
ketika semua unit-unit ini berada pada atau dibawah “kurva” efisien
frontier-nya. Jadi metode ini digunakan untuk mengevaluasi efisiensi
relatif dari beberapa objek (benchmarking kinerja).Pendekatan DEA
lebih menekankan kepada melakukan evaluasi terhadap kinerja
DMU.Analisis yang dilakukan berdasarkan kepada evaluasi terhadap
efisiensi relatif dari DMU yang sebanding. Selanjutnya DMU-DMU yang
efisien tersebut akan membentuk garis frontier. Jika DMU berada pada
garis frontier,maka DMU tersebut dapat dikatakan relatif efisien
dibandingkan dengan DMU yang lain dalam peer groupnya. Selain
menghasilkan nilai efisiensi masing-masing DMU, DEA juga
menunjukkan unit-unit yang menjadi referensi bagi unit-unit yang tidak
efisien
Terdapat tiga manfaat yang diperoleh dari pengukuran efisiensi
dengan DEA (Insukindro et al., 2000 dalam B. Zahroh, 2015):
1. Sebagai tolak ukur untuk memperoleh efisiensi relatif yang berguna
untuk mempermudah perbandingan antar unit ekonomi yang sama.
2. Mengukur berbagai variasi efisiensi antar unit ekonomi untuk
mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya.
3. Menentukan implikasi kebijakan sehingga dapat meningkatkan
tingkat efisiensinya.
Keuntungan lainnya adalah bahwa DEA dapat melihat sumber
ketidakefisienan dengan ukuranpeningkatan potensial (potential
improvement) dari masing-masing input (Hadad et al. 2003 dalam A.
Noor Pratiwi 2013). DEA menghitung efisiensi teknis untuk seluruh
unit. Skor efisiensi untuk setiap unit adalah relatif, tergantung pada
tingkat efisiensi dari unit-unit lainnya di dalam sampel.Setiap unit
dalam sampel dianggap memiliki tingkat efisiensi yang tidak negatif
dan nilainya antara 0 hingga 1, dimana satu menunjukkan efisiensi
yang sempurna (Hadad et al., 2003).

Konsep Efisiensi (skripsi dan tesis)


Menurut (Hadad et.al 2003) dalam Ruddy Trisantoso (2010) Efisiensi
merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoriti merupakan salah
satu ukuran kinerja yang mendasari seluruh kinerja organisasi. Kemampuan
menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada, adalah
merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Efisiensi dalam dunia
perbankan merupakan salah satu parameter kinerja yang cukup populer
sehingga lazin digunakan karena dapat memberikan jawaban atas berbagai
kesulitan dalam menghitung berbagai ukuran kinerja sebagaimana
disebutkan diatas.
Adapun konsep dalam mendefinisikan hubungan input-output pada A.
Noor Pratiwi (2014) dan juga seperti pada Hadad et al. (2003), menjelaskan
bahwa perilaku lembaga keuangan dapat melalui beberapa pendekatan,
antara lain:
a. Pendekatan produksi (Production Approach), yaitu dengan melihat
bahwa institusi keuangan sebagai produsen simpanan (deposit
account) dan juga pinjaman kredit (loans). Pendekatan ini
mendefinisikan output adalah penjumlahan dari keduanya dari
berbagai transaksi-transaksi terkait, sedangkan input-inputnya adalah
biaya tenaga kerja, pengeluaran modal untuk aset-aset tetap (fixed
assets), serta pengeluaran-pengeluaran lainnya yang bersifat material.
b. Pendekatan intermediasi (Intermediation Approach), yaitu
memperlakukan institusi keuangan sebagai lembaga yang
menjalankan fungsi intermediasi, dengan mengubah dan mentransfer
berbagai aset finansial dari unit-unit surplus menjadi unit-unit defisit.
Dalam pendekatan ini, biaya tenaga kerja, pengeluaran modal, dan
pembayaran bunga simpanan dikategorikan sebagai input-input,
sedangkan pinjaman kredit dan investasi pada instrumen keuangan
(financial investment) sebagai output-outputnya.
c. Pendekatan aset (Asset Approach), pendekatan ini hampir sama
dengan pendekatan intermediasi, namun dengan lebih memperlakukan
institusi keuangan adalah lembaga yang menjalankan fungsi utama
sebagai pencipta pinjaman kredit (loans).
Menurut Hadad et al (2003) dalam Prapanca (2012) menyatakan
bahwa pengukuran efisiensi bank dapat dilakukan dengan menggunakan dua
pendekatan. Pertama, menggunakan pendekatan parametrik seperti
Stochastic Frontier Approach (SFA) dan Distribution Free Approach
(DFA) Pendekatan kedua, menggunakan pendekatan non-parametrik yaitu
Data Envelopment Analysis (DEA).
Efisiensi menjadi salah satu ukuran yang sangat penting dalam
menilai kinerja suatu perusahaan. Menurut Berger dan Mester (1997) pada
F. Maharani (2012) efisiensi industri perbankan dapat ditinjau dari sudut
pandang mikro maupun makro.Dari perspektif mikro, dalam suasana
3
persaingan yang semakin ketat sebuah bank agar bisa bertahan dan
berkembang harus efisien dalam kegiatan operasinya. Bank-bank yangtidak
efisien, besar kemungkinan akan exit dari pasar karena tidak mampu
bersaing dengan kompetitornya, baik dari segi harga (pricing) maupun
dalam hal kualitas produk dan pelayanan. Bank yang tidak efisien akan
kesulitan dalam mempertahankan kesetiaan nasabahnya dan juga tidak
diminati oleh calon nasabah dalam rangka untuk memperbesar customerbasenya.
Sementara dari perspektif makro, industri perbankan yang efisien
dapat mempengaruhi biaya intermediasi keuangan dan secara keseluruhan
stabilitas sistem keuangan.Hal ini disebabkan peran yang sangat strategis
dari industri perbankan sebagai intermediator dan produsen jasa-jasa
keuangan.
Dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi, kinerja perbankan akan
semakin lebih baik dalam mengalokasikan sumber daya keuangan dan pada
akhirnya dapat meningkatkan kegiatan investasi dan pertumbuhan ekonomi

Thursday, March 19, 2020

Tahapan Umum Menggunakan SEM (skripsi dan tesis)

Tahapan dalam menggunakan SEM secara garis besar, adalah sebagai berikut (Jogiyanto, 2011): 1. Spesifikasi model, yaitu membangun model yang sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian dengan landasan teori yang kuat. 2. Estimasi parameter bebas, yaitu komparasi matrik kovarian yang merepresentasi hubungan antar variabel dengan mengestimasinya ke dalam model yang paling sesuai. Parameter untuk mengukur kesesuaian model adalah maximum likelihood, weighted least squares atau asymptotically distribution-free methods. 3. Assessment of fit, yaitu eksekusi estimasi kesesuaian model dengan menggunakan parameter anatara lain : Chi-Square (ukuran dasar kesesuaian model yang secara konseptual merupakan fungsi dari ukuran sampel dan perbedaan antara matrik kovarian yang diobservasi dengan matrik kovarian model), Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA), Standarized Root Mean Residual (SRMR), and Comparative Fit Index (CFI). 4. Modifikasi model, yaitu mengembangkan model yang diuji di awal untuk meningkatkan goodness-of-fit (GOF) model. Peluang untuk mengembangkan model tergantung besarnya degree of freedom dari model. Namun, pengembangan model harus mempertimbangkan dasar teori, tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan alasan/argument statistis. 5. Interpretasi dan komunikasi, yaitu interpretasi hasil pengujian statistika dan pengakuan bahwa konstruk yang dibangun berdasarkan model yang paling sesuai. Namun, hasil tersebut dapat dicapai ketika desain riset dibangun secara cermat sehingga dapat membedakan hipotesis rival. 6. Replikasi dan validasi ulang, yaitu kemampuan model yang dimodifikasi untuk dapat direplikasi dan divalidasi ulang sebelum hasil penelitian diinterpretasi dan dikomunikasikan

Pemodelan SEM-PLS (skripsi dan tesis)

Diagram lintasan (path diagram) dalam SEM digunakan untuk menggambarkan model SEM agar lebih jelas dan mudah dimengerti. Notasi dan simbol dalam SEM serta variabel-variabel yang berkaitan perlu diketahui untuk dapat menggambarkan diagram jalur sebuah persamaan, kemudian hubungan diantara model-model tersebut dimasukkan ke dalam model persamaan struktural dan model pengukuran.
\Evaluasi model PLS dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan mengevaluasi outer model dan inner model. Outer model merupakan model pengukuran untuk menilai validitas dan reliabilitas model. Inner model merupakan model struktural untuk memprediksi hubungan antar variabel laten

Wednesday, March 18, 2020

Metode SEM-PLS (skripsi dan tesis)

SEM (Structural Equation Modeling) adalah suatu teknik statistika untuk menguji dan mengestimasi hubungan kausal dengan mengintegrasikan analisis faktor dan analisis jalur (Wright dalam Jogiyanto, 2011). SEM dapat berbasis varian dan kovarian. SEM berbasis varian adalah SEM yang menggunakan varian dalam proses iterasi atau blok varian antar indikator atau parameter yang diestimasi dalam satu variabel laten tanpa mengkorelasikannya dengan indikator-indikatornya yang ada divariabel laten lain dalam satu model penelitian (Jogiyanto, 2011). Salah satu SEM berbasis varian yang mulai banyak digunakan adalah PLS. Analisis Partial Least Square (PLS) adalah teknik statistika multivariat yang melakukan pembandingan antara variabel dependen berganda dan variabel independen berganda (Jogiyanto, 2011). PLS adalah salah satu metoda statistika SEM berbasis varian yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda ketika terjadi permasalahan spesifik pada data, seperti ukuran sampel penelitian kecil, adanya data yang hilang (missing values), dan multikolinearitas (Field dalam Jogiyanto, 2011). SEM-PLS mampu menganalisis variabel yang tidak dapat diukur langsung. Variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dalam SEM-PLS disebut variabel laten atau konstruk yang harus diukur dengan indikator. SEM-PLS bertujuan untuk menguji hubungan prediktif antar konstruk dengan melihat, apakah ada hubungan atau pengaruh antar konstruk tersebut (Dwipradnyana dkk, 2017). SEM–PLS dapat digunakan untuk ukuran sampel lebih besar dari 250 sampel dan tidak mensyaratkan asumsi data berdistribusi normal (Sholihin dan Ratmono, 2013).

Partial Least Square (PLS) (skripsi dan tesis)

Pendekatan PLS dikembangkan pertama kali oleh seorang ahli ekonomi dan statistika bernama Herman Ole Andreas Wold. Pada tahun 1974, Wold memperkenalkan PLS secara umum dengan menggunakan algorithm NIPALS (nonlinear iterative partial least squares) yang berfokus untuk maximize variabel eksogen (X) untuk menjelaskan variance variabel endogen (Y) dan menjadi metoda alternatif untuk OLS regresi. Menurut Wold dibandingkan dengan 16 pendekatan lain dan khususnya metoda estimasi Maximum Likelihood, NIPALS lebih umum oleh karena bekerja dengan sejumlah kecil asumsi zero intercorrelation antara residual dan variabel. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan Fornell dan Bookstein (1982) bahwa PLS menghindarkan dua masalah serius yang ditimbulkan oleh SEM berbasis covariance yaitu improper solutions dan factor indeterminacy. Partial Least Squares merupakan metoda analisis yang powerfull dan sering disebut juga sebagai soft modeling karena meniadakan asumsi-asumsi OLS (Ordinary Least Squares) regresi, seperti data harus berdistribusi normal secara multivariate dan tidak adanya problem multikolonieritas antar variabel eksogen (Wold, 1985). Pada dasarnya Wold mengembangkan PLS untuk menguji teori yang lemah dan data yang lemah seperti jumlah sampel yang kecil atau adanya masalah normalitas data (Wold, 1985). Walaupun PLS digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten (prediction), PLS dapat juga digunakan untuk mengkonfirmasi teori (Chin, 1998). Sebagai teknik prediksi, PLS mengasumsikan bahwa semua ukuran varian adalah varian yang berguna untuk dijelaskan sehingga pendekatan estimasi variabel laten dianggap sebagai kombinasi linear dari indikator dan menghindarkan masalah factor indeterminacy. PLS menggunakan iterasi algorithm yang terdiri dari seri OLS (Ordinary Least Squares) maka persoalan identifikasi model tidak menjadi masalah untuk model recursive (model yang mempunyai satu arah kausalitas) dan menghindarkan masalah untuk model yang bersifat non-recursive (model yang bersifat timbal-balik atau reciprocal antar variabel) yang dapat diselesaikan oleh SEM berbasis covariance. Sebagai alternatif analisis covariance based SEM, pendekatan variance based dengan PLS mengubah orientasi analisis dari menguji model kausalitas (model yang dikembangkan berdasarkan teori) ke model prediksi komponen (Chin, 1998). CB-SEM lebih berfokus pada building models yang dimaksudkan untuk menjelaskan covariances dari semua indikator konstruk, sedangkan tujuan dari PLS adalah prediksi. Oleh karena PLS lebih menitikberatkan pada data dan dengan prosedur estimasi yang terbatas, persoalan misspecification model tidak terlalu berpengaruh terhadap estimasi parameter. Algoritma dalam PLS adalah untuk mendapatkan the best weight 17 estimate untuk setiap blok indikator dari setiap variabel laten. Setiap variabel laten menghasilkan komponen skor yang didasarkan pada estimated indicator weight yang memaksimumkan variance explained untuk variabel dependen (laten, observed atau keduanya) (Yamin dan Kurniawan, 2011). Kelebihan dalam PLS antara lain (1) algoritma PLS tidak terbatas hanya untuk hubungan antara indikator dengan variabel latennya yang bersifat refleksif namun juga bisa dipakai untuk hubungan formatif, (2) PLS dapat digunakan untuk ukuran sampel yang relatif kecil, (3) dapat digunakan untuk model yang sangat kompleks, (4) dapat digunakan ketika distribusi skew (Yamin dan Kurniawan, 2011). PLS dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan indikator formatif, hal ini tidak mungkin dijalankan dalam CB-SEM karena akan terjadi unidentified model. Oleh karena algorithm dalam PLS menggunakan analisis series ordinary least square, maka identifikasi model bukan masalah dalam model rekursif dan juga tidak mengasumsikan bentuk distribusi tertentu dari pengukuran variabel. Lebih jauh algorithm dalam PLS mampu mengestimasi model yang besar dan komplek dengan ratusan variabel laten dan ribuan indikator. Namun, metode PLS juga memiliki kekurangan yakni distribusi data tidak diketahui sehingga tidak bisa menilai signifikansi statistik. Kelemahan pada metode partial least square ini bisa diatasi dengan menggunakan metode resampling atau bootstrap (Ghozali, 2011).

Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis/CFA) (skripsi dan tesis)

Analisis faktor konfirmatori atau CFA adalah salah satu diantara metode statistik multivariat yang digunakan untuk menguji dimensionalitas suatu konstruk atau mengkonfirmasi apakah model yang dibangun sesuai dengan yang dihipotesiskan oleh peneliti. Model yang dihipotesiskan terdiri dari satu atau lebih variabel laten yang diukur oleh indikator-indikatornya. Dalam CFA, variabel laten dianggap sebagai variabel penyebab (variabel bebas) yang mendasari variabelvariabel indikator (Ghozali, 2011). Variabel-variabel dalam CFA terdiri dari variabel yang dapat diamati atau diukur langsung disebut variabel manifes (manifest variable) dan variabel-variabel yang tidak dapat diukur secara langsung disebut dengan variabel laten (latent variable), yang dapat dibentuk dan dibangun dengan variabel-variabel yang dapat diukur (variabel indikator). Dalam CFA biasanya tidak mengasumsikan arah hubungan, tapi menyatakan hubungan korelatif atau hubungan kausal antar variabel. Sehingga dapat dikatakan bahwa CFA digunakan untuk mengevaluasi pola-pola hubungan antar variabel, apakah suatu indikator mampu mencerminkan variabel laten, melalui ukuran-ukuran statistik.

Analisis Jalur (Path Analysis) (skripsi dan tesis)

Analisis jalur (path analysis) merupakan suatu teknik statistika yang bertujuan untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang terjadi pada model regresi berganda jika variabel prediktornya mempengaruhi variabel respon tidak secara langsung tetapi juga secara tidak langsung. Analisis jalur digunakan untuk mengetahui apakah data yang digunakan telah mendukung teori, yang sebelumnya atau  telah dihipotesiskan oleh peneliti mencakup kaitan struktural hubungan kausal antar variabel terukur. Subyek utama dalam analisis jalur adalah variabel-variabel yang saling berkorelasi. Dengan analisis jalur, semua pengaruh baik langsung (direct effect) maupun tak langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total couse effect) pada suatu faktor dapat diketahui. Dalam perkembangannya, analisis jalur ini dilakukan dalam kerangka pemodelan SEM

Istilah dan Notasi dalam SEM (skripsi dan tesis)


Terdapat beberapa istilah dan notasi yang sering digunakan pada SEM, berikut ini merupakan penjelasan singkat mengenai istilah-istilah dalam SEM (Ghozali, 2011): 
a. Variabel laten atau construct atau unobserved variables merupakan variabel yang tidak dapat diukur melalui observasi secara langsung namun memerlukan beberapa indikator untuk dapat mengukurnya. 
b. Variabel indikator atau manifest variables atau observed variable adalah variabel yang dapat diukur dan diamati secara langsung, variabel indikator/manifes digunakan untuk mengukur sebuah variabel laten. 
c. Variabel eksogen adalah variabel yang tidak dipengaruhi variabel lain, ditunjukkan dengan tidak ada tanda panah yang mengarah pada variabel tersebut. Variabel eksogen dinotasikan dengan simbol  (ksi) yang merupakan penduga atau penyebab untuk variabel lainnya dalam suatu model persamaan struktural. Jika terdapat dua variabel eksogen yang saling berkorelasi, ditunjukkan dengan gambar tanda panah dua arah (nonrecursive) yang menghubungkan kedua variabel tersebut. 
d. Variabel endogen, dinotasikan dengan simbol  (eta) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya (independent variable) dalam suatu model penelitian. Variabel endogen ditunjukkan dengan adanya tanda panah yang mengarah pada variabel tersebut. 
e. Variabel antara yang ditunjukkan dengan adanya tanda panah yang mengarah dan meninggalkan suatu variabel, sedangkan variabel terikat hanya memiliki tanda panah yang mengarah ke variabel tersebut. f. Model struktural atau disebut juga dengan inner model adalah model yang menggambarkan hubungan-hubungan antara variabel laten. Sebuah hubungan diantara variabel laten serupa dengan sebuah persamaan regresi linier diantara variabel laten tersebut. 
g. Model pengukuran (measurement model) atau outer model adalah model yang menghubungkan variabel indikator dengan variabel laten. 
 h. Loading factor dinotasikan dengan simbol  (lambda) adalah nilai yang menyatakan hubungan-hubungan antara variabel laten dengan indikatornya. Faktor loading memiliki nilai diantara -1 sampai dengan 1 seperti korelasi. i. Indikator reflektif adalah indikator yang menjelaskan bahwa variabel laten merupakan pencerminan dari indikator-indikatornya. Pada indikator reflektif, kesalahan pengukuran (error) adalah pada tingkat indikator dan disimbolkan dengan  (epsilon) atau  (delta). j. Indikator formatif adalah indikator yang menjelaskan bahwa variabel laten dibentuk atau disusun oleh indikatornya. Sehingga seolah-olah variabel laten dipengaruhi oleh indikator-indikatornya. Pada indikator formatif kesalahan pengukuran berada pada tingkat variabel laten dan dinotasikan oleh  (zeta)

Jenis kesalahan dalam SEM (skripsi dan tesis)

Jenis kesalahan dalam SEM ada dua, yaitu: a. Kesalahan struktural (structural error) yaitu kesalahan pada model struktural dan disebut dengan error atau noise. b. Kesalahan pengukuran (measurement error) yaitu kesalahan pada model pengukuran.