Showing posts with label ilmu pemerintahan. Show all posts
Showing posts with label ilmu pemerintahan. Show all posts

Friday, March 24, 2023

Jenis dan Ruang Lingkup Kekerasan Rumah Tangga

 Mengacu kepada pasal 5 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud:

  1. kekerasan psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang;
  2. kekerasan seksual yaitu yaang meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut dan/atau pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup. rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu;
  3. penelantaran rumah tangga yaitu setiap orang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Dalam hal ini juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Menurut (Harianto 2001) rumah tangga sendiri sendiri memiliki perbedaan pada ruang lingkupnya namun secara umum yang dimaksud dengan lingkup rumah tangga meliputi yaitu :

  1. suami, isteri, dan anak;
  2. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang suami, istri, dan anak karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
  3. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Validitas

 Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut (Ghozali, 2016). Pada uji validitas ini menggunakan analisis corrected item-total correlation. Analisis ini dilakukan dengan cara mengorelasikan masing-masing skor item dengan skor total dan melakukan koreksi terhadap nilai koefisien korelasi yang overestimasi. Hal itu dikarenakan agar tidak terjadi koefisien item yang overestimasi (estimasi nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya).

Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut :

  1. Jika r hitung > r tabel (uji dua dengan signifikansi 0,05) maka instrumen atau item-item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
  2. . Jika r hitung < r tabel (uji dua dengan signifikansi 0,05) maka instrumen atau item-item pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).

Reabilitas

 Uji reliabilitas adalah suatu tingkatan yang mengukur konsistensi hasil jika dilakukan pengukuran berulang pada suatu karakteristik.9 Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut hilang. Metode Alpha sangat cocok digunakan pada skor berbentuk skala (missal 1-4, 1- 5) atau skor rentangan (missal 0-20,0-50).1

Pertimbangannya adalah karena data diambil dari instrumen dalam bentuk skala dengan beberapa pilihan seperti: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) ragu-ragu, (4) setuju, dan 5) sangat setuju. Dengan rumus sebagai berikut:

Uji signifikansi dilakukan pada taraf signifikansi 0,05, artinya instrument dapat dikatakan reliabel bila nilai alpha lebih besar dari r kritis product moment,   bisa menggunakan batasan tertentu seperti 0,6. Reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik (Duwi, 2019).

Analisis Deskriptif

 Setelah dilakukan skoring dan tabulasi data, langkah selanjutnya adalah penganalisaan data yang dilakukan secara deskriptif. Analisis deskriptif merupakan hasil tanggapan responden berdasarkan instrumen penelitian (isian pada angket) setelah dilakukan tabulasi, proses penskoran yang kemudian dideskripsikan dalam bentuk prosentase setiap item instrumen. Selanjutnya dicari rata-rata dari setiap jawaban responden dengan membuat interval, dimana banyaknya kelas interval adalah 5, dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Sudjana (2011) sebagai berikut.

Dimana :

Rentang = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah

Banyaknya kelas interval = 5

Sehingga panjang interval adalah =

Maka kriteria penilaian adalah sebagai berikut

Tabel 3.2  Interval Penilaian Jawaban Responden

Interval

Kinerja

1,00 – 1,79

1,80 – 2,59

2,60 – 3,39

3,40 – 4,19

4,20 – 5,00

Sangat Tidak Baik

Kurang Baik

Cukup Baik

Baik

Sangat Baik

Heterokedastisitas

 

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual pada satu pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.Metode yang digunakan dalam uji heteroskedastisitas ini adalah dengan korelasi Spearman's rho yaitu mengorelasikan variabel independen dengan ilai unstandardized residual. Pengujian menggunakan tingkat signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi. Jika korelasi antara variabel independen dengan residual didapat signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas (Ghozali, 2016).

Definisi Operasional Pengawasan

   adalah kegiatan yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan serta hasil yang dihekendaki serta pengambilan tindakan perbaikan bila diperlukan. Tindakan perbaikan diartikan tindakan yang diambil untuk menyeseuaikan hasil pekerjaan dengan standar pelaksanaan kegiatan 

  1. Dalam penelitian ini akan menggunakan pengukuran yang di dasarkan pada menetapkan alat pengukur (standar), menilai (evaluasi) dan mengadakan tindakan perbaikan (corrective action)

Definisi Operasional Disiplin Kerja

 

  1.  adalah tindakan yang dilakukan karyawan dengan sikap tanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan, menekankan timbulnya masalah sekecil mungkin, dan mencegah berkembangnya kesalahan yang mungkin terjadi.

Dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan beberapa aspek yaitu kehadiran, ketaatan pada peraturan kerja, ketaatan pada standar kerja, dan tingkat kewaspadaan tinggi, serta bekerja etis.

Aspek Disiplin Kerja

 Ukuran disiplin kerja bagi karyawan menurut Rivai (2015) memiliki beberapa aspek yaitu:

  1. Kehadiran, hal ini mencakup kedatangan karyawan untuk bekerja, ketepatan waktu karyawan dating ketempat kerja setiap harinya, dan durasi kerja penuh sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
  2. Ketaatan pada peraturan kerja, hal ini mengenai pemahaman karyawan terhadap peraturan kerja serta mengikuti pedoman kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.
  3. Ketaatan pada standar kerja, hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan yang diamanahkan kepadanya, dan karyawan yang bekerja sesuai dengan fungsi serta tugasnya.
  4. Tingkat kewaspadaan tinggi, karyawan yang memiliki tingkat kewaspadaan tinggi akan selalu berhati-hati, penuh perhitungan dan ketelitian dalam bekerja, serta selalu menggunakan sesuatu secara efektif dan efisien.
  5. Bekerja etis, yaitu menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dalam bekerja, kesopanan dan kejujuran karyawan serta saling menghargai antar sesame karyawan

 Indikator disiplin kerja karyawan menurut Dharma (2013) adalah:

  1. Kehadiran karyawan setiap hari: karyawan wajib hadir di perusahaannya sebelum jam kerja, dan pada biasanya digunakan saran kartu kehadiran pada mesin absensi.
  2. Ketepatan jam kerja: penetapan hari kerja dan jam kerja diatur atau ditentukan oleh perusahaan. Karyawan diwajibkan untuk mengikuti aturan jam kerja, tidak melakukan pelanggaran jam isitirahat dan jadwal kerja lain, keterlambatan masuk kerja, dan wajib mengikuti aturan jam kerja per hari.
  3. Mengenakan pakaian kerja dan tanda pengenal: seluruh karyawan wajib memakai pakaian yang rapi dan sopan, dan mengenakan tanda pengenal selama menjalankan tugas kedinasan. Bagi sebagian besar perusahaan biasanya menyediakan pakaian seragam yang sama untuk semua karyawannya sebagai bentuk simbol dari kebersamaan dan keakraban di sebuah perusahaan.
  4. Ketaatan karyawan terhadap peraturan: adakalanya karyawan secara terangterangan menunjukkan ketidakpatuhan, seperti menolak melaksanakan tugas yang seharusnya dilakukan. Jika tingkah laku karyawan menimbulkan dampak atas kinerjanya, para pemimpin harus siap melakukan tindakan pendisiplinan.

Beberapa aspek yang dijabarkan di atas, maka peneliti memilih untuk menggunakan aspek-aspek menurut Rivai (2005), sebagai acuan yang digunakan untuk mengukur disiplin kerja yaitu kehadiran, ketaatan pada peraturan kerja, ketaatan pada standar kerja, dan tingkat kewaspadaan tinggi, serta bekerja etis. Aspek dalam Rivai (2005) lebih sesuai dengan kondisi penelitian dan sesuai dengan aturan yang berlaku di tempat penelitian

Pengertian Disiplin Kerja

 Kata disiplin berasal dari bahasa latin "disciple" yang berarti pengikut, atau pelajar dari pemimpin yang berpendidikan. Istilah disiplin berarti juga dikaitkan dengan intruksi sistematik yang diberikan kepada murid untuk melatih mereka sebagai pelajar dalam bidang perdagangan dan kerajinan atau untuk mengikuti suatu kode etik atau aturan tertentu (Wukir, 2013). Dalam pemahaman lain disebutkan bahwa disiplin merupakan tindakan manajer untuk mendorong anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Dengan kata lain, pendisiplinan karyawan adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusah bekerja secara kooperatif dengan para karyawan lain serta meningkatkan prestasi kerjanya ( Siagian, 2018)

Menurut Rivai (2015) bahwa disiplin kerja merupakan suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kedisiplinan adalah fungsi operatif keenam dari manajemen sumber daya manusia. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

Menurut Hasibuan (2019), kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin adalah sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok, atau masyarakat, yang berupa ketaatan (obedience) terhadap peraturan yang ditetapkan pemerintah atau etik, norma, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat untuk tujuan tertentu. Disiplin dapat pula diartikan sebagai pengendalian diri agar tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan falsafah suatu bangsa/Negara (Sulistyanti, 2011). Definisi kerja menurut Supriyadi (2013) adalah beban, kewajiban, sumber penghasilan, kesenangan, gengsi, aktualisasi diri, dan lain lain. Pendapat lain dari Brown (dalam Anoraga, 2018) mengatakan bahwa kerja merupakan penggunaan proses mental dan fisik dalam mencapai beberapa tujuan yang produktif. 

Pengertian lain juga mengenai disiplin kerja menurut Sinambela (2012) menyatakan bahwa disiplin kerja adalah kemampuan kerja seseorang untuk secara teratur, tekun terus menerus dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan berlaku dan tidak melanggar aturan yang sudah ditetapkan. Kemudian menurut Nitisemito (dalam Darmawan, 2013) bahwa disiplin kerja diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai peraturan dari organisasi dalam bentuk tertulis maupun tidak.

Berdasarkan perdapat-pendapat tersebut dapat disimpukan bahwa disiplin kerja adalah bilamana karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaan dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Pada hakikatnya, pendisplinan merupakan tindakan yang dilakukan karyawan dengan sikap tanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan, menekankan timbulnya masalah sekecil mungkin, dan mencegah berkembangnya kesalahan yang mungkin terjadi.

Thursday, March 23, 2023

Fungsi Pengawasan

 Menurut (Griffin, 2003) menjelaskan bahwa terdapat empat tujuan dari fungsi pengawasan antara lain :

  1. Adaptasi Lingkungan

Tujuan utama dari fungsi pengawasan adalah agar perusahaan dapat terus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan yang bersifat internal maupun lingkungan eksternal sehingga fungsi pengawasan tidak saja di lakukan untuk memastikan agar kegiatan perusahaan berjalan sebagaimana rencana yang telah ditetapkan, akan tetapi juga agar yang dijalankan sesuai dengan perubahan lingkungan, karena sangat memungkinkan perusahaan juga mengubah rencana perusahaan yang disebabkan terjadinya berbagai perubahan dilingkungan yang dihadapi perusahaan.

  1. Meminimalkan Kegagalan

 Tujuan ini dapat dilihat ketika melakukan kegiatan produksi misalnya, perusahaan tetap berharap agar kegagalan yang terjadi seminimal mungkin. Sehingga fungsi pengawasan agar kegagalan-kegagalan tersebut dapat diminimumkan.

  1. Meminimumkan Biaya

 Fungsi pengawasan melalui penetapan standar tertentu dapat diminimumkan biaya dalam melakukan produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan, begitu juga dengan pengawasan yang dilakukan terhadap tenaga kerja yaitu adanya kasus korupsi. Korupsi disini dapat berupa korupsi jam kerja, penggunaan fasilitas yang bukan untuk kepentingan perusahaan dan penggelapan uang.

  1. Mengantisipasi Kompleksitas dari Organisasi

Fungsi pengawasan dapat juga mengantisipasi berbagai kegiatan organisasi yang kompleks, kompleksitas tersebut dari mulai pengelolaan terhadap produk, tenaga kerja, hingga berbagai prosedur yang terkait dengan manajemen organisasi.

Aspek Pengasawan

 Menurut Handoko (2018) indikator - indikator dari pengawasan adalah sebagai berikut :

  1. Penetapan standar pelaksanaan atau perencanaan

Dalam pengawasan adalah menetapkan standar pelaksanaan, standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian hasil - hasil.

  1. Pengukuran kerja

Pelaksanaan kegiatan penetapan standar akan sia - sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Ada beberapa cara untuk melakukan pengukuran kerja adalah

  1. Pengamatan
  2. Laporan - laporan hasil lisan atau tertulis
  3. Metode - metode otomatis
  4. Pengujian atau dengan pengambilan sample
  1. Penilaian kinerja

Penilaian kinerja tentunya tak lepas dari motivasi karyawan sebagai penunjang kepuasan dalam melaksanakan tugas sehingga mampu menciptakan kinerja yang baik sehingga menguntungkan bagi perusahaan.

  1. Tindakan koreksi

Pengembalian tindakan koreksi yang diperlukan bila pelaksanaan menyimpang dari standar yang dilakukan oleh pegawasan.

Adapun dalam pernyataan lain disebutkan bahwa pengawasan  empat macam fungsi pengawasan yangdari diuraikan langkah-langkah dari proses pengawasan sehingga berkaitan antara apa yang dikerjakan oleh perusahaan dengan fungsi pengawasan akan lebih dipahami (Griffin, 2013)

  1. Menetapkan Alat Pengukur (Standar)

Idealnya tujuan yang ingin dicapai organisasi bisnis maupun perusahaan sebaiknya ditetapkan dengan jelas dan lengkap pada saat perencanaan. Terdapat tiga alasan mengapa tujuan harus ditetapkan dengan jelas dan memuat standar pencapaian tujuan. Pertama adalah bahwa sering kali tujuan bersifat umum sehingga sulit untuk dinilai pada saat implementasi. Kedua, sebaiknya tujuan yang ditetapkan memuat standar yang lebih jelas dinyatakan. Dan yang ketiga adanya kejelasan dan kelengkapan tujuan memudahkan manajemen dalam melakukan komunikasi dalam organisasi termaksud juga dalam menentukan metode yang akan digunakan dalam mengevaluasi standart yang telah ditetapkan. Maka penetapan standar kerja mengandung arti sebagai satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian dari hasil-hasil, tujuan, sasaran dan target pelaksanaan. Adapun penetapan stndart kerja dapat berupa perusahaan yang memiliki gambaran tugas yang jelas, rencana kerja yang jelas, serta adanya proses/usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari perusahaan tersebut.

  1. Menilai (Evaluasi)

Penilaian kerja adalah upaya untuk membandingkan kinerja yang dicapai dengan tujuan dan standart yang telah ditetapkan semula. Penilaian kerja merupakan proses yang berkelanjutan atau terus-menerus. Terdapat beberapa kegiatan yang hanya dapat dilihat kualitas pengerjaannya pada akhir kegiatan tersebut. Pada tahap ini focus pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan lebih kepada penentuan dengan cara bagaimana atau bentuk penilaian akan dilakukan, waktu yang diberikan untuk menilai pekerjaan memang tidak ditentukan berapa lama namun biasanya yang terjadi di lapangan jangka waktu penilaian yang dilakukan tentunya pada saat itu juga artinya penilaian pekerjaan dilakukan setiap harinya, serta hal-hal yang dinilai pun merupakan salah satu bagian dari pengawasan yang dilakukan oleh seorang pimpinan.

  1. Mengadakan Tindakan Perbaikan (Corrective action)

Melalui perbandingan kinerja dengan standar, kita mendapat informasi dari proses pengawasan yang kita lakukan bahwa kinerja berada diatas standar, sama dengan standar, atau dibawah standar. Oleh karena itu perusahaan harus melakukan pengendalian, yaitu dengan mencari jawaban mengapa masalah itu dapat terjadi yaitu ketika kinerja karyawan berada dibawah standar, kemudian perusahaan melakukan tindakan koreksi terhadap masalah tersebut. Tindakan koreksi dapat berupa tindakan membandingkan hasil dengan standar kerja, kemudian melakukan koreksi terhadap pekerjaan, serta menentukan strategi / langkah apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi maslah yang ada didalam perusahaan.

Pengertian Pengawasan

 Pengawasan merupakan suatu fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Dimana memiliki arti suatu proses mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan organisasi. Suatu pengawasan dikatakan penting karena tanpa ada pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan ,baik bagi organisasinya sendiri maupun bagi para pekerjanya. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan sangat diperlukan di setiap organisasi. Dengan adanya pengawasan diharapkan dapat meningkatkan hal - hal yang diawasi. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Siagian (2017 )   bahwa Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa berbagai kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya”. Sedangkan menurut Harold Koontz (2019) “Pengawasan adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana - rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan - tujuan perusahaan dapat terselenggara”.

Pendapat ahli lain menurut menjelaskan bahwa Pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan - tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standart yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan pengukur penyimpangan - penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan – tujuan perusahaan (Handoko, 2018 )

Suatu sistem pengawasan yang baik sangat penting dan berpengaruh dalam proses pelaksanaan kegiatan organisasi. Karena pengawasan bertujuan untuk mengamati apa yang sebenarnya terjadi dan membandingkan dengan apa yang seharusnya terjadi dengan maksud untuk secepatnya melaporkan penyimpangan atau hambatan kepada pimpinan yang bersangkutan agar diambil tindakan korektif yang perlu. Pengawasan adalahkegiatan penilaian terhadap organisasi/kegiatan dengan tujuan agar organisasi/kegiatan tersebut melaksanakan fungsinya dengan baik dan dapat memenuhi tujuannya yang telah ditetapkan (Hadibroto,2014).

Definisi Operasional Kinerja

 adalah kemampuan karyawan dalam mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan, dimana suatu target kerja dapat diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas waktu yang disediakan sehingga tujuannya akan sesuai dengan moral maupun etika perusahaan. Dalam penelitian ini akan menggunakan aspek sesuai dengan pernyataan Lazer (2017) yang meliputi Kemampuan teknis, Kemampuan konseptual serta Kemampuan hubungan interpersonal  

Definisi Operasional Literasi Digital

 

  1.  adalah perpaduan dan keterampilan teknologi informasi dan komunikasi, berfikir kritis, keterampilan bekerja sama (kolaborasi) dan kesadaran social dengan kata lain, literasi digital bertautan dengan keterampilanketerampilan fungsional yang bertautan dengan pengetahuan dan penggunaan teknologi digital secara efektif kemampuan menganalisis, dan mengevaluasi informasi digital, mengetahui bagaimana bertindak secara aman dan tepat di ruang maya. Dalam penelitian ini akan menggunakan aspek sesuai dengan pernyataan Paul Gilster (dalam Bella, 2018) yaitu meliputi aspek Pandu Arah Hypertext, Evaluasi Konten Informasi dan Penyusunan Pengetahuan

Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

 

Mangkuprawira dan Hubeis (2017) menguraikan faktor-faktor tersebut sebagai berikut :

  1. Faktor Personal, faktor personal pegawai meliputi unsur pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu,
  2. Faktor Kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan dan team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan kerja kepada karyawan,
  3. Faktor Tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu team, kepercayaan terhadap sesama anggota team, kekompakan, dan keeratan anggota team,
  1. d) Faktor Sistem, meliputi system kerja, fasilitas kerja dan infrakstruktur yang diberikan oleh organisasi, kompensasi dan proses organisasi dan kultur kinerja    dalam organisasi,
    1. Faktor Kontekstual, meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

Aspek Kinerja

 Menurut Sutrisno (2009), pengukuran kinerja diarahkan pada enam aspek yaitu:

  • Hasil kerja: tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana pengawasan dilakukan.
  • Pengetahuan pekerjaan: tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang ajan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja,
  • Inisiatif: tingkat inisiatif selama menjalankan tugas pekerjaan khususnya dalam hal penanganan masalahmasalah yang timbul
  • Kecakapan mental: tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima insturksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang ada.
  • Sikap: tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan.
  • Disiplin waktu dan absensi: tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran.

Komponen indikator kinerja karyawan menurut Lazer (2017):

  •   Kemampuan teknis
  1. a) Ilmu pengetahuan yang dimiliki karyawan.
  2. b) Kemampuan menggunakan metode.
  3. c) Teknik kerja yang di gunakan karyawan.
  4. d) Peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas.
  5. e) Pengalaman yang pernah dialami karyawan dengan pekerjaan yang sejenis
  6. f) Pelatihan yang diperoleh karyawan.
  •  Kemampuan konseptual
    1. Kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan.
    2. Penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh.
    3. Tanggung jawab sebagai seorang karyawan.
  • Kemampuan hubungan interpersonal
  1. kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain.
  2. memotivasi karyawan
  3. melakukan negosiasi.

Pengertian Kinerja Karyawan

 Kinerja karyawan perlu adanya penilaian dengan maksud untuk memberikan satu peluang yang baik kepada karyawan atas rencana karier mereka dilihat dari kekuatan dan kelemahan, sehingga perusahaan dapat menetapkan pemberian gaji, memberikan promosi, dan dapat melihat perilaku karyawan. Penilaian kinerja dikenal dengan istilah “performance rating” atau “performance appraisal”. Menurut Munandar (2008:287), penilaian kinerja adalah proses penilaian ciri-ciri kepribadian, perilaku kerja, dan hasil kerja seseorang tenaga kerja atau karyawan (pekerja dan manajer), yang dianggap menunjang unjuk kerjanya, yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan tentang tindakan-tindakan terhadap bidang ketenagakerjaan.

Menurut Simamora dikutip dan diterjemahkan oleh Nurhayati (2018) Kinerja karyawan adalah tingkat dimana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Menurut Hasibuan (2016: ) menjelaskan bahwa Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu”. Menurut Prawirosentono (2018)  bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Ukuran kinerja dapat dilihat dari sisi jumlah dan mutu tertentu sesuai dengan standart yang telah ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan bentuknya dapat bersifat tangible (dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya) atau intangible (tak dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya), tergantung pada bentuk dan proses pelaksanaan pekerjaan itu. Kinerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam suatu perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor dan kondisi yang baik itu yang berasal dari dalam diri pegawai ataupun yang berasal dari luar individu pegawai (Mangkuprawira dan Hubeis, 2017).

Langkah-Langkah Literasi Digital

 Langkah-langkah Literasi Digital Literasi yang dirubah secara fundamental untuk mencerdaskan masyarakat perlu juga membuat kebijakan akselerasi literasi dengan beberapa tahapan yaitu:

  1. Literasi tidak sebatas membaca dari bahan bacaan berupa buku melainkan harus lebih jauh yaitu berupa bahan digital. Literasi tidak melulu sebuah aktivitas baca dan tulis, tetapi juga keahlian berasumsi memakai bahan-bahan pengetahuan berjenis buku cetak, bahan digital dan auditori. Pemahaman pola literasi ini perlu diberikan kepada masyarakat.
  2. Memberikan penelusuran internet diseluruh daerah. Walaupun saat ini adalah eranya ”dunia maya” tetapi tidak sedikit daerah di nusantara ini yang tidak dapat menelusuri melalui piranti komputer dan internet, sehingga literasi akan semakin gampang.
  3. Membangkitkan cinta dan rasa memiliki terhadap fakta, kebeneran, dan ilmu pengetahuan. Hal tersebut wajib 14 terlaksana dalam aktivitas baca tulis yang diselaraskan dengan verifikasi, baik membaca bahan digital atau pun manual. 4. Masyarakat wajib memperbaharui pola kehidupannya yang dimulai dari kebiasaan tutur kata menjadi kebiasaan membaca. Banyak dari masyarakat tidak memiliki budaya baca disebabkan alasan sibuk mencari harta, tidak gemar membaca dan belum menemukan bahan dibaca. Bahkan mereka belum mengetahui bahan bacaan yang bermutu itu seperti apa. (Mustofa, 2019 )

 

Komponen Literasi Digital

 Komponen utama literasi digital adalah berkenaan dengan keahlian apa saja yang wajib dimiliki dalam menggunnakan komunikasi dan teknologi informasi. Ada delapan komponen utama dalam dunia literasi digital, yaitu :

  1. Social networking, muncul berbagai macam media social merupakan salah satu gambaran yang terdapat pada social networking atau sering disebut juga fenomena social online. saat ini setiap manusia yang bersinggungan dalam kehidupan maya akan selalu bertemu dengan fasilitas tersebut. Gadget yang dimiliki oleh seseorang bisa dipastikan mempunyai berbagai macam akun social media, misalnya :google, instagram, path, linkedin, twitter, facebook. Menggunakan fasilitas social media diharapakan memiliki sifat selektif dan berhati-hati. Literasi digital menunjukan bagaimana cara untuk menggunakan media social dengan baik. 2. Tramsliteracy. Trasliterasy dimaknai sebagai keahlian menggunakan semua yang berlainan terutama untuk menciptakan konten, menghimpun, menyebarluaskan sampai membicarakan lewat beberapa media social, kelompok diskusi, gadget, dan semua fasilitas online yang ada.
  2. Maintaning, privacy. Hal utama dari literasi digital yaitu tentang menjaga diri dalam kehidupan online. Mempelajari dari semua cubercrime seperti kejahatan didunia maya melalui ATM, kartu kredit, memahami karakteristik situs yang tidak nyata (palsu) kejahatan melalui email dan lain sebagainya.
  3. Managing digital identity, ini berhubungan dengan bagaimana prosedur memakai tanda pengenal yang sesuai dibeberapa situs media social.
  4. Organizing and sharing content, yaitu mengelolah dan mendistribusikan isi berita supaya lebih gampang dibagikan.
  5. Reusing/repurposing content, mampu bagaimana menciptakan isi dari berbagai jenis informasi yang tersedia sehingga memproduksi konten baru dan bisa dipakai kembali untuk beberapa kebutuhan.
  6. Filtering and selecting content, keahlian menelusuri, memilah dan menyaring berita secara pas sesuai dengan hal-hal yang diinginkan dan dibutuhkan, seperti melalui berapa situs di URL disitus internet.
  7. Selfbroadcasting, ini mempunyai tujuan untuk mendistribusikan gagasan-gagasan yang baru atau ide personal dan isi multimedia, seperti lewat wkis, forum atau blog. Hal tersebut merupakan jenis partisipasi di dunia maya. (Mustofa, 2019).

Paul Gilster (dalam Bella, 2018) mengelompokkannya ke dalam empat kompetensi inti yang perlu dimiliki seseorang, sehingga dapat dikatakan berliterasi digital antara lain:  a) Pencarian di Internet (Internet Searching) Kompetensi sebagai suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan internet dan melakukan berbagai aktivitas di dalamnya. Kompetensi ini mencakup beberapa komponen yakni kemampuan untuk melakukan pencarian informasi diinternet dengan menggunakan search engine, serta melakukan berbagai aktivitas di dalamnya.

  1. Pandu Arah Hypertext (Hypertextual Navigation)

Kompetensi ini sebagai suatu keterampilan untuk membaca serta pemahaman secara dinamis terhadap lingkungan hypertext. Jadi seseorang dituntut untuk memahami navigasi (pandu arah) suatu hypertext dalam web browser yang tentunya sangat berbeda dengan teks yang dijumpai dalam buku teks. Kompetensi ini mencakup beberapa komponen anatara lain: pengetahuan tentang hypertext dan hyperlink beserta cara kerjanya, pengetahuan tentang perbedaan antara membaca buku teks dengan melakukan browsing via internet, pengetahuan tentang cara kerja web meliputi pengetahuan tentang bandwidth, http, html, dan url, serta kemampuan memahami karakteristik halaman web.

  1. Evaluasi Konten Informasi (Content Evaluation)

Kompetensi ini merupakan kemampuan seseorang untuk berpikir kritis dan memberikan penilaian terhadap apa yang ditemukan secara online disertai dengan kemampuan untuk mengidentifikasi keabsahan dan kelengkapan informasi yang direferensikan oleh link hypertext. Kompetensi ini mencakup beberapa komponen antara lain: kemampuan membedakan antara tampilan dengan konten informasi yakni persepsi pengguna dalam memahami tampilan suatu halaman web yang dikunjungi, kemampuan menganalisa latar belakang informasi yang ada di internet yakni kesadaran untuk menelusuri lebih jauh mengenai sumber dan pembuat informasi, kemampuan mengevaluasi suatu alamat web dengan cara  memahami macam-macam domain untuk setiap lembaga ataupun negara tertentu, kemampuan menganalisa suatu halaman web, serta pengetahuan tentang FAQ dalam suatu newsgroup/group diskusi.

 

  1. Penyusunan Pengetahuan (Knowledge Assembly)

Kompetensi ini sebagai suatu kemampuan untuk menyusun pengetahuan, membangun suatu kumpulan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber dengan kemampuan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi fakta dan opini dengan baik serta tanpa prasangka. Hal ini dilakukan untuk kepentingan tertentu baik pendidikan maupun pekerjaan. Kompetensi ini mencakup beberapa komponen yaitu: kemampuan untuk melakukan pencarian informasi melalui internet, kemampuan untuk membuat suatu personal newsfeed atau pemberitahuan berita terbaru yang akan didapatkan dengan cara bergabung dan berlangganan berita dalam suatu newsgroup, mailing list maupun grup diskusi lainnya yang mendiskusikan atau membahas suatu topik tertentu sesuai dengan kebutuhan atau topik permasalahan tertentu, kemampuan untuk melakukan crosscheck atau memeriksa ulang terhadap informasi yang diperoleh, kemampuan untuk menggunakan semua jenis media untuk membuktikan kebenaran informasi, serta kemampuan untuk menyusun sumber informasi yang diperoleh di internet dengan kehidupan nyata yang tidak terhubung dengan jaringan

Pengertian Literasi Digital  

 Konsep literasi digital sendiri pertama kali dikenalkan oleh Paul Gilster. Paul Gilster pertama kali mengemukakan istilah literasi digital (digital literacy) di bukunya yang berjudul sama (Gilster, 1997 dalam Riel, et. al. 2012: 3). Ia mengemukakan literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari piranti digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks seperti akademik, karir dan kehidupan sehari-hari (Riel, et. al. 2012: 3). Pendapat Gilster tersebut seolah-olah menyederhanakan media digital yang sebenarnya terdiri dari berbagai bentuk informasi sekaligus seperti suara, tulisan dan gambar. Eshet (2004) menekankan bahwa literasi digital seharusnya lebih dari sekedar kemampuan menggunakan berbagai sumber digital secara efektif. Literasi digital juga merupakan sebentuk cara berpikir tertentu. Literasi komputer berkembang pada dekade 1980an ketika komputer mikro semakin luas dipergunakan tidak saja di lingkungan bisnis namun juga masyarakat. Sedangkan literasi informasi menyebarluas pada dekade 1990an manakala informasi semakin mudah disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi berjejaring. Kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat menjadikan adanya kesenjangan pemahaman dan pemanfaatan literasi digital itu sendiri.Salah satu kesenjangan digital adalah kesenjangan antara mereka yang memiliki akses dan dapat memiliki kemampuan untuk menggunakan TIK dengan mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk menggunakannya (Hargittai, 2003; Dewan dkk, 2005).

Dalam kesenjangan digital, terdapat tiga aspek utama yang saling berhubungan dan merupakan fokus yang perlu diperhatikan, sebagai berikut (Camacho, 2005):

  1. Akses/ infrastruktur (access/ infrastructure)

Perbedaan kemampuan antar individu dalam perolehan akses atau infrastruktur TIK yang menyebabkan perbedaan distribusi informasi.

  1. Kemampuan (skill & training)

 Perbedaan kemampuan antar individu dalam memanfaatkan atau menggunakan akses dan infrastruktur yang telah diperoleh. Selanjutnya adalah perbedaan antar individu dalam upaya pencapaian kemampuan TIK yang dibutuhkan untuk dapat memanfaatkan akses dan infrastruktur TIK.

  1. Isi informasi (content/ resource)

Perbedaan antar individu dalam memanfaatkan informasi yang tersedia setelah seseorang dapat mengakses dan menggunakan teknologi tersebut sesuai dengan kebutuhannya