Showing posts with label konsultan skripsi jogja. Show all posts
Showing posts with label konsultan skripsi jogja. Show all posts

Thursday, November 7, 2019

Strafbaarfeit dan unsur - unsurnya (skripsi dan tesis)

 Menurut D. Simons, strafbaarfeit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja atau pun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawaban atas tindakannya dan yang oleh Undang-Undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Jadi D. Simons menyimpulkan bahwa untuk adanya suatu perbuatan pidana (criminal act) maka disana haruslah ada kesalahan (schuld) dalam arti luas yang meliputi kesengajaan (dolus) dan culpa late (alpa dan kelalaian) serta orang yang melakukan perbuatan pidana itu dapat dimintai pertanggungjawaban (criminal liability). Dengan demikian unsur-unsur strafbaarfiet
2. dapat dipertanggungjawabkan si pelaku atas perbuatannya;
 3. tindakan dari pelaku tersebut haruslah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja, dan; 
4. pelaku tersebut dapat dihukum. 
Sedangkan syarat-syarat penyertaan seperti dimaksud diatas itu merupakan syarat-syarat yang harus terpenuhi setelah tindakan seseorang itu memenuhi semua unsur yang terdapat didalam rumusan delik.
 Van Hamel (R.O Siahaan: 2009: 188) berbeda pendapat tentang hal ini dengan mengatakan bahwa perbuatan pidana itu haruslah suatu perbuatan yang bernilai atau patut dipidana karena adanya kesalahan patut dicela (en aan schuld te wijten), sehingga strafbaar feit seharusnya menjadi strafwaardig feit (perbuatan yang bernilai atau patut dipidana). Sehingga unsur-unsur strafbaar feit menurut Van Hamel mencakup: 
1. adanya perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang (pidana);
2. melawan hukum;
 3. bernilai atau patut di hukum; 
4. adanya kesengajaan, kealpaan atau kelalaian; 
5. adanya kemampuan bertanggungjawab; 
Menurut R.O Siahaan (2009: 199) merumuskan pengertian strafbaar feit itu sebagai berikut: 
1. adanya orang atau badan hukum yang melakukan suatu perbuatan atau dengan sengaja tidak berbuat atau bertindak (pembiaran);
 2. adanya perbuatan yang jenis atau kualifikasi dan cara melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan (pembiaran, nalaten) dimaksud telah dirumuskan sebelumnya sebagai hal yang dilarang Undang-Undang (actus reus – delictum), dirumuskan dalam Undang- Undang (delicts omschrijving) disebut sebagai syarat obyektif; 
3. orang yang melakukan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana (mens rea, disebut juga sebagai syarat subjektif);
 4. adanya niat atau kehendak yang salah (schuld) untuk melakukan suatu perbuatan yang dilarang, yang dilakukan dengan terencana, sengaja, lalai atau sebagai turut serta (deelneming)

Pengertian Hukum Pidana (skripsi dan tesis)

Menurut W.P.J Pompe, hukum pidana adalah semua aturan hukum yang menentukan terhadap tindakan apa yang seharusnya dijatuhkan pidana dan apa macam pidananya yang bersesuaian. Menurut Moeljatno, hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar- dasar aturan untuk:
 1. Menentukan perbuatan – perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut (Criminal act). 
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah melanggar laranganlarangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah diancamkan (Criminal Liability/ Criminal Responsibility). 
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut (Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana). Menurut Jan Remmelink, mengatakan hukum pidana mencakup hal-hal sebagai berikut: 
1. perintah dan larangan yang atas pelanggaran terhadapnya oleh organ-organ yang dinyatakan berwenang oleh undang-undang dikaitkan (ancaman) pidana, norma-norma yang harus ditaati oleh siapapun juga. 
2. ketentuan-ketentuan yang menetapkan sarana-sarana apa yang dapat di daya gunakan sebagai reaksi terhadap pelanggaran norma-norma itu, hukum penitensier atau lebih luas, hukum tentang sanski. 3. aturan-aturan yang secara temporal atau dalam jangka waktu tertentu menetapkan batas ruang lingkup kerja dari norma-norma (Jan Remmelink, 2003: 1). Rumusan hukum pidana menurut para ahli dapat dipisahkan menjadi 2 (dua) Golongan, yaitu : 
1. Pendapat yang menyatakan hukum pidana sebagai hukum sanksi dengan alasan bahwa hukum pidana sesungguhnya tidak membuat norma baru untuk mengatur sesuatu hal sebagaimana perngaturan yang diadakan dalam undang-undang tertentu, melainkan sebagai hukum yang memberi sanksi untuk menegaskan dan menguat agar aturan yang terdapat dalam perundang-undangan lain ditaati.
 2. Hukum pidana sebagai ketentuan yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan penyebutan besarnya sanksi yang akan diberikan terhadap pelaku perbuatan yang dapat di Hukum (Bambang Poernomo, 2002: 19). Mengingat hukum pidana dibagi atas Hukum pidana material dan Hukum pidana formal (hukum pidana subyektif, ius puniendi), maka definisi yang kemukakan ini adalah mengenai Hukum pidana material (obyektif, ius poenale). Dengan pengertian, kata setiap orang, didalamnya termasuk juga badan hukum. Sedang kata pidana, kadangkala diartikan sebagai hukuman seperti yang terdapat pada Pasal 10 KUHP tetapi juga meliputi hukuman atau pidana yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan lainnya diantaranya uang pengganti, hukuman penjara pengganti uang pengganti. Kata pidana umumnya dipakai dengan padanan hukuman. Namun, kata hukuman lebih luas maknanya karena dapat menjadi pengertian bidang hukum lainnya seperti dalam bidang hukum perdata, tata usaha negara, hukum internasional, dan lain-lain. 
Oleh karena itu, kata pidana akan lebih spsesifik apabila digunakan dalam hukum pidana (R.O Siahaan, 2009: 10). Kata pidana mempunyai unsur-unsur : 
1. pada hakekatnya merupakan suatu pengertian penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan; 
2. diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang); 
3. dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. (R.O Siahaan:2009:11). 
Dengan demikian untuk menggambarkan hubungan antara Hukum material dan Hukum formal yang dikutip pendapat Van Kan yang mengatakan pentingnya hukum formil atau hukum acara bergantung pada adanya serta pentingnya hukum materiil. 
Tugas hukum formil hanya menjamin hukum meteriil ditaati orang. Kata lain melindungi wewenang yang oleh hukum diberi kepada yang berhak atau memaksa pelanggar mengganti kerugian atau mengembalikan benda yang diambilnya dengan tiada persetujuan pihak lain. Hukum materiil terdiri atas kaidah-kaidah yang menentukan isi hidup manusia. Apabila hukum material tersebut dimaksudkan adalah hukum pidana material dan hukum formal adalah hukum acara pidana, maka tampak semakin jelas bagaimana hubungannya antara hukum pidana material dengan hukum acara pidana. Hukum acara pidana berfungsi mengatur cara-cara bagaimana yang harus dilakukan agar hukum pidana material yang merupakan kaidah-kaidah yang menetukan isi hidup manusia dapat diselenggarakan atau diaplikasikan apabila rumusan yang terdapat di dalamnya telah terpenuhi (R.O Siahaan: 2009)

Pengertian Tindak Pidana (skripsi dan tesis)

Tindak pidana atau dalam bahasa belanda “strafbaar feit”, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam strafwetboek atau Kitab Undangundang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di Indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing yaitu “delict”.  Secara Literlijk, kata “straf” artinya pidana, “baar” artinya dapat atau boleh, dan “feit” adalah perbuatan.  Peristiwa pidana yang juga disebut tindak pidana (delict) ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana.
Baik di Belanda maupun di Indonesia, tercantum dalam pasal 1 ayat (1) KUHP dengan rumusan; “geen feil is strafbaar dan uit kracht van eene daaraan voorafgegane wettelijke strafbepalingen” atau “suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”.15 J.E. Jonkers juga telah memberikan definisi strafbaarfeit menjadi dua pengertian : 
a. Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadian “feit” yang dapat diancam dipidana oleh undnag-undang; 
 b. Definisi panjang atau lebih mendalam memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah sutau kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa ole orang yang dapat dipertanggungjawabkan.16 Simons seperti di kutip oleh Drs. Adami Chazawi, S.H. di dalam bukunya, merumuskan strafbaar feit adalah “suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat dihukum”.
Pompe seperti yang ada di dalam buku Drs. Adami Chazawi yang merumuskan bahwa suatu strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu “tindakan yang menurut sesuatu runusan undang-undang telah diinyatakan sebagai tindakan yang dapat di hukum”.
Jadi apabila rumusan strafbaarfeit dari simons diperbandingkan dengan pompe, ditinjau dari segi biliografi dapat dikatakan bahwa simons mempunyai pandangan klassik yang tradisional, sedang pompe menganut pandangan baru yang telah berkembang. Namun dapat pula dikatakan deng simons masih mempunyai arti dalam doktrin ilmu pengetahuan hukum pidana.19 Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana. Moeljatno mendefinisikan perbuatan pidana yaitu “perbuatan yang dilarang oleh suatu  aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.” Secara singkat perbuatan pidana dapat juga didefinisikan, yaitu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana.20 Pada buku Muhammad Ainul Syamsu, pandangan serupa juga disampaikan oleh Clark, Marshall, dan lazell yang menekankan pada dilarangnya perbuatan dan diancam dengan pidana. Dikatakan bahwa tindak pidana (crime) adalah ”any act or omission prohibited by public for the protection of the public, and made punishable by state in a judicial proceeding in its own name”. Dengan kata lain, tindakan pidana meliputi seluruh perbuatan aktif ataupun pasif yang dilarang untuk melindungi masyarakat dan diancam dengan pidana oleh negara melalui proses hukum

Pengertian Hukum Pidana (skripsi dan tesis)

Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku.8 Istilah hukum pidana bermakna jamak. Menurut Hazewinkel-suringa Dalam Buku Prof. Dr. Mr. H.A. Zainal Abidin Farid S.H bahwa arti obyektif, yang juga sering disebut jus poenale meliputi : 
1) Perintah dan larangan, yang atas pelanggarannya atau pengabaianya telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh badan-badan negara yang berwenang; peraturan-peraturan yang harus ditaati dan diindahkan oleh setiap orang;
 2) Ketentuan-ketentuan yang menetapkan dengan cara apa atau alat apa dapat diadakan reaksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan itu; d.k.l.hukum penetiair atau hukum sanksi;
 3) Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya peraturanperaturan itu pada waktu dan di wilayah negara tertentu. 
 Di samping itu, hukum pidana dipakai juga dalam arti subyektif yang lazim pula disebut jus puniendi, yaitu peraturan hukum yang menetapkan tentang penyidikan lanjutan, penuntutan, penjatuhan, dan pelaksanaan pidana.9 Hukum pidana menurut Prof. Mr. L.J. Van Apeldoorn dalam Buku Bambang Poernomo S.H juga dibagi menjadi 2 (dua) dan di berikan arti, yakni : 1. Hukum pidana materiel yang menunjukkan pada perbuatan pidana dan yang oleh sebab perbuatan itu dapat dipidana, dimana perbuatan pidana (strafbare feiten) itu mempunyai dua bagian, yaitu : a. Bagian obyektif merupakan suatu perbuatan atau sikap (nalaten) yang bertentangan dengan hukum positif, sehingga bersifat melawan hukum yang menyebabkan tuntutan hukum dengan ancaman pidana atas pelanggaran b. Bagian subyektif merupak suatu kesalahan, yang menunjuk kepada si pembuat (dader) untuk dipertanggungjawabkan menurut hukum. 2. Hukum pidana formel yang mengatur cara hukum pidana materiel dapat dilaksanakan.10 Kajian skripsi ini mencakup hukum pidana materiil yang nantinya meneliti tentang tindak pidana apa yang terjadi dan hukuman yang diberikan kepada pelaku. Obyek kajian hukum pidana disini berupa :
a) Pembunuhan, pada Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, berbunyi : “barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Menurut runusan Undang-Undang di atas, yang merupakan unsur obyektif berupa akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman adalah “matinya orang lain”.
 b) Perusakan barang, Pasal 406 KUHP telah menjelaskan bahwa siapapun akan mendapatkan ancaman pidana bila dengan sengaja dan melawan hukum merusakkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain. Obyek dalam Pasal ini adalah “suatu benda” dan “merusak barang milik orang lain”.
 c) Narkotika, di dalam Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi, “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”. Perbuatan yang bertentangan dengan hukum pidana adalah “memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman

Pengertian Puskesmas (skripsi dan tesis)


Puskesmas sebagai unit pelaksana tekhnis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat yang optimal.[1]Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menyebutkan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya [2]
Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia . Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan perananonal yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok[3]



Pengertian Ketahanan Pangan (skripsi dan tesis)

Ketahanan pangan diartikan sebagai tersedianya pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari. Undang-undang No.18 tahun 2012 menyebutkan prinsip atau asas penyelenggaraan pangan di Indonesia harus berdasarkan kedaulatan, kemandirian, ketahanan, keamanan, manfaat, pemerataan, berkelanjutan, dan keadilan.
Rendahnya ketersediaan dan konsumsi pangan ditingkat rumah tangga dapat terjadi karena adanya maslah dalam distribusi dan akses ekonomi rumah tangga terhadap pangan. Setiap wilayah mempunyai kemampuan yang berbeda dalam produksi dan penyediaan pangan, termasuk dalam hal mendatangkan pangan dari luar daerah. Didaerah terisolir, kelangkaan ketersediaan pangan seringkali menjadi penyebab utama rendahnya akses rumah tangga terhadap pangan.
Menurut Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau . Konsumsi pangan yang mencukupi merupakan syarat mutlak terwujudnya ketahanan pangan rumahtangga. Ketidaktahanan pangan dapat digambarkan dari perubahan konsumsi pangan yang mengarah pada penurunan kuantitas dan kualitas termasuk perubahan frekuensi konsumsi makanan pokok . Dalam pernyataan lain disebutkan bahwa pengertian ketahanan pangan adalah menekankan adanya jaminan pada kesejahteraan keluarga, salah satunya adalah pangan sebagai alat mencapai kesejahteraan. Stabilitas pangan berarti menjaga agar tingkat konsumsi pangan rata-rata rumahtangga tidak menurun di bawah kebutuhan yang seharusnya. Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan yang merupakan salah satu faktor atau penyebab tidak langsung yang berpengaruh pada status gizi anak.[1]
Konsumsi pangan menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatiakan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. Pemerintah harus bisa mengontrol agar harga pangan masih terjangkau untuk setiap individu dalam mengaksesnya, karena kecukupan ketersediaan pangan akan dirasa percuma jika masyarakat tidak punya daya beli yang cukup untuk mengakses pangan.
Pada penelitian ini difokuskan untuk melihat pengaruh konsumsi energi dan pangsa pengeluaran pangan terhadap tingkat ketahanan pangan rumah tangga, dimana pola konsumsi merupakan salah satu alat ukur untuk melihat ketahanan pangan rumah tangga.Kriteria ketahanan pangan rumah tangga dapat diklasifikasikan sebagai berikut[2]:
Tabel 1. Kecukupan Energi Dan Pangsa Pengeluaran Pangan
Konsumsi energi per unit ekuivalen dewasa
Pangsa pengeluaran pangan
Rendah (≤60% pengeluaran total)
Tinggi (>60% pengeluaran total)
Cukup (>80% syarat kecukupan energi)
1.      Tahan pangan
2.      Rentan pangan
Kurang (≤80% syarat kecukupan energi)
3.    Kurang pangan
4.      Rawan pangan




Persyaratan Tenaga Kerja Indonesia (skripsi dan tesis)

Adanya TKI yang bekerja di luar negeri membutuhkan suatu proses perencanaan. Perencanaan tenaga kerja ialah suatu proses pengumpulan informasi secara reguler dan analisis situasi untuk masa kini dan masa depan dari permintaan dan penawaran tenaga kerja termasuk penyajian pilihan pengambilan keputusan, kebijakan dan program aksi sebagai bagian dari proses perencanan pembangunan untuk mencapai suatu tujuan.[1]
Dilihat dari prosesnya perencanaan tenaga kerja adalah usaha menemukan masalah-masalah ketenagakerjaan yang terjadi pada waktu sekarang dan mendatang serta usaha untuk merumuskan kebijaksanaa dan program yang relevan dan konsisten untuk mengatasinya.[2]
Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri bahwa setiap calon TKI yang akan mendaftarkan diri untuk bekerja di luar negeri harus memenuhi prosedur yang telah ditentukan. Perekrutan calon TKI oleh pelaksana penempatan TKI dilakukan terhadap calon TKI yang telah memenuhi persyaratan:
1)        berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi calon TKI yang akan dipekerjakan pada Pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 ( dua puluh satu) tahun;
2)        sehat jasmani dan rohani;
3)        tidak dalam keadaan hamil bagi calon tenaga kerja perempuan; dan
4)        berpendidikan sekurang-kurangnya lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau yang sederajat.
Selain persyaratan tersebut di atas, menurut Pasal 51 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, calon TKI juga wajib memiliki dokumen-dokumen, yaitu :
1)        Kartu Tanda Penduduk, Ijazah pendidikan terakhir, akte kelahiran atau surat keterangan kenal lahir;
2)        surat keterangan status perkawinan bagi yang telah menikah melampirkan copy buku nikah;
3)        surat keterangan izin suami atau istri, izin orang tua, atau izin wali;
4)        sertifikat kompetensi kerja;
5)        surat keterangan sehat berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
6)        paspor yang diterbitkan oleh Kantor Imigrasi setempat;
7)        visa kerja;
8)        perjanjian penempatan kerja;
9)        perjanjian kerja, dan
10)    KTKLN (Kartu Tenaga Kerja Luar Nigeri) adalah kartu identitas bagi
TKI yang memenuhi persyaratan dan prosedur untuk bekerja di luar negeri. Setelah calon TKI memenuhi persyaratan yang ditentukan, maka para calon TKI wajib mengikuti serangkaian prosedur sebelum nantinya ditempatkan di luar negeri. Pada masa pra penempatan kegitan calon TKI meliputi:
1)        Pengurusan SIP;
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri, pelaksana penempatan TKI swasta yang akan melakukan perekrutan wajib memilki SIP dari Menteri. Untuk mendapatkan SIP, pelaksana penempatan TKI swasta harus memiliki:
a)        Perjanjian kerjasama penempatan;
b)        Surat permintaan TKI dari pengguna;
c)        Rancangan perjanjian penempatan; dan
d)       Rancangan perjanjian kerja.
Dalam proses untuk mendapatkan SIP tersebut, surat permintaan TKI dari Pengguna perjanjian kerjasama penempatan, dan rancangan perjanjian kerja harus memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan. Selain itu Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau memindahkan SIP kepada pihak lain untuk melakukan perekrutan calon TKI.
2)        Perekrutan dan seleksi;
Proses perekrutan didahului dengan memberikan informasi kepada calon TKI sekurang-kurangnya tentang:
a)        tata cara perekrutan;
b)        dokumen yang diperlukan;
c)        hak dan kewajiban calon TKI/TKI;
d)       situasi, kondisi, dan resiko di negara tujuan; dan
e)        tata cara perlindungan bagi TKI.
Informasi disampaikan secara lengkap dan benar. Informasi wajib mendapatkan persetujuan dari instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dan disampaikan oleh pelaksana penempatan TKI swasta.
3)        Pendidikan dan pelatihan kerja;
Calon TKI wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja sesuai dengan persyaratan jabatan. Dalam hal TKI belum memiliki kompetensi kerja pelaksana penempatan TKI swasta wajib melakukan penddikan dan pelatihan sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Calon TKI berhak mendapat pendidikan dan pelatihan kerja sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Pendidikan dan pelatihan kerja bagi calon TKI dimaksudkan untuk:
a)        membekali, menempatkan dan mengembangkan kompetensi kerja calon TKI;
b)        memberi pengetahuan dan pemahaman tentang situasi, kondisi, adat istiadat, budaya agama, dan risiko bekerja di luar negeri;
c)        membekali kemampuan berkomunikasi dalam bahas negara tujuan; dan
d)       memberi pengetahuan dan pemahaman tentang hak dan kewajiban calon TKI/TKI.
Pendidikan dan pelatihan kerja dilaksanakan oleh pelaksana penempatan tenaga kerja swasta atau lembaga pelatihan kerja yang telah memenuhi persyaratan. Pendidikan dan pelatihan harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan kerja.
4)        Pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
Pemeriksaan kesehatan dan psikologi bagi calon TKI dimaksudkan untuk mengetahui dengan kesehatan dan tingkat kesiapan psikis serta kesesuaian kepribadian calon TKI dengan pekerjaan yang akan dilakukan di negara tujuan. Setiap calon TKI harus mengikuti pemeriksaan kesehatan dan psikologi yang diselenggarakan oleh sarana kesehatan dan lembaga yang menyelenggarakan pemeriksaan psikologi yang ditunjuk oleh Pemerintah.
5)        Pengurusan dokumen;
Untuk dapat ditempatkan di luar negeri, calon TKI barus memiliki dokumen yang meliputi:
a)        Kartu Tanda Penduduk, Ijazah pendidikan terakhir, akte kelahiran atau surat keterangan kenal lahir;
b)        surat keterangan status perkawinan bagi yang telah menikah melampirkan copy buku nikah;
c)        surat keterangan izin suami atau istri, izin orang tua, atau izin wali;
d)       sertifikat kompetensi kerja;
e)        surat keterangan sehat berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
f)         paspor yang diterbitkan oleh Kantor Imigrasi setempat;
g)        visa kerja;
h)        perjanjian penempatan kerja;
i)          perjanjian kerja, dan
j)          KTKLN
6)        Uji kompetensi;
7)        Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP);
Pembekalan Akhir Pemberangkatan yang disebut PAP adalah kegiatan pemberian pembekalan atau informasi kepada calon TKI yang akan berangkat bekerja ke luar negeri agar calon TKI mempunyai kesiapan mental dan pengetahuan untuk bekerja ke luar negeri, memahami hak dan kewajibannya serta dapat mengatasi masalah yang akan dihadapi. Pelaksana penempatan TKI swasta wajib mengikutsertakan TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri dalam pembekalan akhir pemberangkatan.
Tugas PAP adalah memberikan materi tentang aturan negara setempat. Perjanjian kerja (hak dan kewajiban TKI), serta pembinaan mental dan kepribadian. Adanya PAP ini diharapkan TKI sudah siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul kemudian.
Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) dimaksudkan untuk memberikan pemahaman pendalaman terhadap:
a)        peraturan perundang-undangan di negara tujuan; dan
b)        materi perjanjian kerja.
Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) menjadi tanggung jawab Pemerintah.
8)        Pemberangkatan.
Adanya persyaratan dan prosedur yang harus dipenuhi oleh calon TKI tersebut di atas, dapat diketahui bahwa dengan perencanaan tenaga kerja akan memudahkan pemerintah maupun calon TKI dalam memecahkan persoalan mengenai ketenagakerjaan termasuk perlindungan kepada calon TKI, baik waktu sekarang maupun yang akan datang. Sehingga hal itu akan memudahkan pemerintah melalui Instansi yang tekait dalam hal ini Dinsosnakertrans maupun masyarakat dalam mengambil suatu kebijaksanaan guna mengatasi masalah ketenagakerjaan tersebut sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai termasuk perlindungan calon TKI yang bekerja di luar negeri.



Hak dan Kewajiban calon TKI/TKI (skripsi dan tesis)

Setiap calon TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk:
1)        Bekerja di luar negeri;
2)        Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri;
3)        Memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri;
4)        Memperoleh kebebasan menganut aama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya.
5)        Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan.
6)        Memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan;
7)        Memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penampatan di luar negeri;
8)        Memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal;
9)        Memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli.
Setiap calon TKI/TKI mempunyai kewajiban untuk:
1)        Menaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di negara tujuan;
2)        Menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja;
3)        Membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
4)        Memberitahukan atau melaporkan kedatangan keberadaan dan kepulangan TKI kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.

Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) (skripsi dan tesis)

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Tenaga Kerja Indonesia. Menurut  pasal 1 bagian (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.
Sementara, dalam Pasal 1 Kep. Menakertrans RI No Kep 104A/Men/2002 tentang penempatan TKI keluar negeri disebutkan bahwa TKI adalah baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI. Prosedur penempatan TKI ini harus benar-benar diperhatikan oleh calon TKI yang ingin bekerja ke luar negeri tetapi tidak melalui prosedur yang benar dan sah maka TKI tersebut nantinya akan menghadapi masalah di negara tempat ia bekerja karena CTKI tersebut dikatakan TKI ilegal karena datang ke negara tujuan tidak melalui prosedur penempatan TKI yang benar.
Berdasarkan beberapa pengertian TKI tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI dengan menerima upah.

Tinjauan Tentang Lembaga BNP2TKI (skripsi dan tesis)

BNP2TKI adalah Lembaga Pemerintah non departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Visi dari BNP2TKI yaitu [1]:
1.    “Terwujudnya TKI yang berkualitas, bermartabat dan kompetitif” serta menciptakan kesempatan kerja di luar negeri seluas-luasnya.
2.    Meningkatkan keterampilan / kualitas dan pelayanan penempatan TKI.
3.    Meningkatkan pengamanan, perlindungan dan pemberdayaan TKI.
4.    Meningkatkan kapasitas Lembaga Penempatan dan Perlindungan TKI.
5.    Meningkatkan kapasitas Lembaga Pendukung Sarana Prasarana Lembaga Pendidikan dan Kesehatan.
BNP2TKI ini beranggotakan wakil-wakil instansi Pemerintah terkait mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi. Wakil-wakil instansi pemerintah terkait sebagaimana dimaksud di atas mempunyai kewenangan dari dan selalu berkoordinasi dengan instansi induk masing-masing dalam pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.[2]
Tugas BNP2TKI dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud di atas adalah :
1.        Melakukan memiliki misi yaitu melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan Pemerintah negara pengguna Tenaga Kerja Indonesia atau Pengguna berbadan hukum di Negara tujuan penempatan.
2.        Memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai :
a.    Dokumen;
b.    Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP);
b.    Penyelesaian masalah;
c.    Sumber-sumber pembiayaan;
d.   Pemberangkatan sampai pemulangan;
e.    Informasi;
f.     Kualitas pelaksanaan penempatanTenaga Kerja Indonesia; dan peningkatan kesejahteraan Tenaga Kerja Indonesia dan keluarganya;
Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya tersebut di atas, BNP2TKI dikoordinasikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan



Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Indonesia (skripsi dan tesis)

Perlindungan buruh migran/TKI menyangkut pemenuhan hak-hak dasar buruh (jaminan untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang layak, kebebasan berorganisasi, hak menentukan upah, hak atas jaminan kesehatan, hak untuk memperoleh penyelesaian perselisihan yang adil dan demokratis, hak perlindungan atas fungsi reproduksi) belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Taty Krisnawati yang menyatakan bahwa hak-hak buruh migran/TKI harus dimasukkan dalam sebuah UU yang mengatur dijaminnya hak-hak sipil dan politik, ekonomi, sosial dan budaya, dipenuhinya hak untuk memperoleh informasi, jaminan keselamatn kerja nulai pada saat perekrutan, penempatan dan pemulangan.17 Sehingga harus dibedakan antara perlindungan buruh yang bekerja di dalam negeri dan di luar negeri.
Di dalam RUU Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya Pasal 2 ayat (2) dinyatakan bahwa pemerintah wajib melindungi buruh migrant Indonesia dan anggota keluarganya dengan cara :
a.    menempatkan atase perburuhan Republik Indonesia.
b.    mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi buruh migrant Indonesia dan anggota keluarganya.
c.    membuat dan menandatangani perjanjian bilateral atau multilateral dengan negara-negara dimana buruh migran Indonesia bekerja.
d.   meratifikasi Konvensi Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1990 tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarganya serta konvensi-konvensi internasional lainnya yang relevan.
Tujuan dari perlindungan buruh migran Indonesia dan anggota keluarganya adalah :
a.    menjamin hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, serta hak-hak reproduksi buruh migran Indonesia dan anggota keluarganya
b.    mewujudkan kesejahteraan buruh migran Indonesia dan anggota keluarganya.
Di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-104 A/MEN/2002 tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar Negeri Pasal 1 ayat (8) dinyatakan “Lembaga Perlindungan TKI di luar negeri yang selanjutnya disebut Perlindungan TKI adalah lembaga perlindungan dan pembelaan terhadap hak serta kepentingan TKI yang wajib dipenuhi oleh PJTKI melalui kerjasama dengan Konsultan Hukum dan atau Lembaga Asuransi di luar negeri”. Dalam Kepmenakertrans ini melihat perlindungan sebagai tanggung jawab secara kelembagaan tetapi beban tanggung jawab tersebut hanya wajib dilaksanakan oleh PJTKI saja.
Definisi perlindungan yang lain terdapat dalam Keputusan Dirjen Penempatan Tenaga Kerja Ke Luar Negeri Nomor KEP-312A/D.P2TKLN/2002 tentang Petunjuk Teknis Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri Pasal 1 ayat (1) menyebutkan “ Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri yang selanjutnya disebut Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi hak dan kepentingan TKI sebelum, selama dan sesudah bekerja di luar negeri”. Dalam RUU Perlindungan Buruh Migran Indonesia dan Anggota Keluarganya Pasal 1 ayat (13) menyatakan bahwa “Perlindungan adalah keseluruhan upaya untuk mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-hak buruh migran Indonesia dan anggota keluarganya”[1].
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perlindungan buruh migran/TKI melekat pada buruh migran/TKI baik pada saat sebelum berangkat sampai sesudah buruh migran/TKI bekerja di luar negeri. Lalu Husni menyatakan bahwa usaha perlindungan buruh migran/TKI terbagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu[2] :
a.         Perlindungan buruh migran/TKI pra penempatan, meliputi antara lain :
1)        Calon TKI betul-betul memahami informasi lowongan pekerjaan dan jabatan.
2)        Calon TKI dijamin kepastian untuk bekerja di luar negeri ditinjau dari segi keterampilan dan kesiapan mental.
3)        Calon TKI harus mengerti dan memahami isi perjanjian kerja yang telah ditandatangani pengguna jasa.
4)        Calon TKI menandatangani perjanjian kerja.
5)        TKI wajib dipertanggungkan oleh PJTKI ke dalam Program Jamsostek.
b.        Perlindungan buruh migran/TKI selama masa penempatan, meliputi antara lain :
1) Penanganan masalah perselisihan antara TKI dengan pengguna jasa.
2) Penanganan masalah TKI akibat kecelakaan, sakit atau meninggal dunia.
3) Perpanjangan perjanjian kerja.
4) Penanganan proses TKI cuti.
c.         c. Perlindungan buruh migran/TKI purna penempatan, meliputi antara lain :
1) Kepulangan TKI setelah melaksanakan perjanjian kerja.
2) Kepulangan TKI karena suatu kasus.
3) Kepulangan TKI karena alasan khusus.
Di dalam Keputusan Dirjen Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri Nomor KEP-312A/D.P2TKLN/2002 tentang Petunjuk Teknis Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri Pasal 2 disebutkan bahwa perlindungan TKI dilaksanakan melalui pembuatan perjanjian kerjasama penempatan, pembuatan perjanjian penempatan, pembuatan perjanjian kerja, pertanggungan asuransi TKI/Jaminan Sosial, pengaturan biaya penempatan dan pemberian bantuan hukum.