Sunday, July 21, 2019

Atribut Produk (skripsi dan tesis)

Perusahaan yang ingin memenangkan kompetisi harus dapat memberikan perhatian pada kualitas produknya. Produk-produk yang berkualitas akan memiliki keistimewaan yang mampu meningkatkan kepuasan konsumen atas penggunaan produk tersebut. Adapun kualitas mengambarkan karakteristik secara langsung dari suatu  produk sehingga manajer harus memperhatikan kualitas yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dalam pasar global ini.
Atribut merupakan gambaran karakteristik spesifik dari produk baik berujud maupun tak berujud yang menimbulkan manfaat. Produk adalah sekumpulan atribut yang nyata dan tidak nyata mencakup cita rasa, warna, harga, kemasan, merek dan pelayanan dari penjual yang diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang bisa memuaskan keinginannya (Stanton, 1991).
Kualitas suatu produk biasanya dinilai dengan karakteristik dari atribut-atribut yang menjadi perhatian konsumen. Dimensi atribut produk yang menonjol bagi konsumen dibatasi oleh persepsi dan konsepsinya, dimana atribut alamiah suatu produk tidak memiliki dimensi performa, sebaliknya dimensi atribut produk merupakan sifat pengalaman dan pemikiran manusia. Selain konsumen membuat asumsi yang implisit tentang dimensi atribut produk (Swan dan Combo, 1976). Paramita (2001) meneliti atribut-atribut yang berkaitan dengan produk dengan cara deep interview dan sumber tertulis lainnya. Atribut produk meliputi rasa, harga, merek, kerenyahan, kenampakan, tekstur daging (kekentalan), ukuran dan keamanan pangan (tidak berbahaya bagi kesehatan) untuk makanan instan (mie).

Pentingnya Pengukuran Preferensi konsumen (skripsi dan tesis)

Supranto (1997) menyatakan bahwa “pelanggan memang harus dipuaskan, sebab kalau konsumen tidak puas akan meninggalkan perusahaan dan menjadi pelanggan pesaing, hal ini akan menyebabkan penurunan penjualan dan pada gilirannya akan menurunkan laba dan bahkan kerugian”. Oleh sebab itu sebuah produk harus mengetahui preferensi konsumen agar setiap bentuk kebijakan yang ditetapkan sesuai dengan tuntutan dan keinginan konsumen. Dalam pengukuran tingkat preferensi konsumen, data yang diperoleh bersifat subyektif, sesuai dengan jawaban para responden menurut pengalaman dalam menggunakan suatu jenis produk tertentu.
Sudibyo (2002), menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan preferensi konsumen terbagi menjadi dua: yaitu bersifat ekonomis dan bersifat non ekonomis. Preferensi konsumen yang bersifat ekonomis meliputi:
(a) nilai dari pengorbanan,
(b) manfaat yang dapat diraih
Sedangkan preferensi konsumen yang bersifat non ekonomis, yaitu:
(a) kebutuhan aktualisasi diri
(b) penghargaan dari lingkungan
Sudibyo (2002), menyatakan bahwa pengukuran terhadap preferensi konsumen sangat penting karena:
(a) Sebagai dasar untuk menarik minat membeli konsumen pada suatu produk
(b) Sebagai acuan bagi perusahaan untuk menerapkan program-program pembangunan loyalitas konsumen
(c) Untuk menjaga interaksi yang terus berkelanjutan antara konsumen dan perusahaan
Pengukuran tingkat preferensi konsumen berkaitan dengan pengukuran faktor-faktor yang membentuk sebuah preferensi konsumen. Pengukuran preferensi konsumen bermanfaat bagi pimpinan bisnis yaitu: mengetahui dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses bisnis, mengetahui dimana harus melakukan perubahan dalam upaya melakukan perbaikan secara terus-menerus, terutama untuk hal-hal yang dianggap penting oleh para pelanggannya, dan menentukan apakah perubahan yang dilakukan mengarah perbaikan (improvement)

Pengertian Preferensi konsumen (skripsi dan tesis)

Preferensi konsumen adalah nilai-nilai bagi pelanggan yang diperhatikan dalam menentukan sebuah pilihan. Dalam kaitan dengan preferensi ini, maka konsumen akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian, harapan pelangganlah yang melatarbelakangi mengapa dua organisasi pada bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya. Dalam konteks preferensi konsumen, umumnya harapan merupakan perkiraaan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengertian preferensi konsumen mencakup penilaian atau keinginan terbaik dari konsumen. Preferensi konsumen menentukan pilihan konsumen jika konsumen dihadapkan pada banyak ragam pilihan produk yang sejenis.
Simamora (2003) memberikan ilustrasi tentang preferensi konsumen dengan ilustrasi sebagai berikut: “Saya lebih meyukai merek ini, “ kata Susan sambil menunjuk teh siap minum merek terkenal. Preferensi merek tercermin dari kata: I prefer this brand, sebenarnya merupakan hasil proses evaluasi. Bermula dari preferensi merek ini, tinggal selangkah lagi menuju keputusan. “Saya lebih menyukai merek ini” adalah preferensi. “Saya putuskan untuk membelinya,” inilah keputusan sebelum pembelian (pre-purchase decision). Namun, masih ada faktor situasi dan pengaruh orang lain yang memungkinkan keputusan pembelian sebenarnya (purchase decision) berbeda dari keputusan sebelumnya (pre- purchase decision).”
Sudibyo (2002), menyatakan bahwa preferensi konsumen merupakan nilai-nilai yang dianut konsumen dalam menghadapi berbagai bentuk konflik dalam lingkungannya. Konflik ini tidak harus konflik dalam bentuk fisik, namun pengertian konflik yang dimaskudkan meliputi konflik dalam arti perbedaan antara harapan dengan realisasi yang dirasakan dari permasalahan yang dihadapi.
Petamis (2004):  “Kemampuan untuk menjual produk semurah mungkin, tidak pula menjamin mampu bersaing kalau atribut dari produk itu tidak sesuai dengan preferensi konsumen (tuntutan konsumen) Oleh karena itu kemampuan bersaing ditunjukkan oleh kemampuan memasok produk sesuai dengan preferensi konsumen dan ini merupakan kondisi yang diharuskan (necessary condition). Mengetahui preferensi konsumen dari pasar yang dituju sangat mendukung dalam keunggulan kompetitif, dan preferensi konsumen ini terus berkembang dan secara fundamental mengalami perubahan.”
Pendapat tersebut lebih melihat preferensi konsumen dari perspektif tuntutan. Dalam kondisi ini, konsumen selalu dihadapkan pada pilihan untuk memnuhi keinginan atau kebutuhan yang di sandang. Preferensi konsumen  merupakan harapan atau keinginan atas sebuah produk. Dalam kajian ini, maka dapat dipahami bahwa preferensi konsumen dianggap sebagai pandangan ideal atas keberadaan sebuah produk dilihat dari perspektif keinginan dan tuntutan konsumen.

Pemasaran (skripsi dan tesis)

Pemasaran adalah proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran. Esensinya, pemasaran mengantisipasi dan mengukur pentingnya kebutuhan dan keinginan dari kelompok konsumen tertentu dan menanggapinya dengan aliran barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan. Untuk mencapai tujuan ini perusahaan perlu menargetkan pasar yang paling sesuai dengan sumber dayanya, mengembangkan produk yang memenuhi kebutuhan pasar sasaran lebih baik dari produk-produk yang kompetitif, membuat produk-produk itu tersedia dengan segera, mengembangkan kesadaran pelanggan akan kemampuan pemecahan masalah dan lini produk perusahaan, mendapatkan umpan balik dan pasar tentang keberhasilan produk dan produk perusahaan (Boyd et al., 2000).
Kegiatan pemasaran salah satunya adalah mempengaruhi konsumen agar bersedia membeli barang dan jasa perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus mempelajari dan memperhatikan perilaku konsumen, yaitu misalnya yang dibutuhkan dan juga meneliti alasan  apa yang menyebabkan konsumen memilih dan membeli produk tertentu (Dharmesta dan Irawan, 1999).
Ada lima filosofi yang dianut organisasi dalam melakukan pemasaran. Konsep berwawasan produksi beranggapan bahwa konsumen akan memilih produk yang harganya terjangkau dan mudah didapat, sehingga tugas utama menejer adalah meningkatkan efisiensi produksi dan distribusi serta menurunkan harga. Konsep berwawasan produk beranggapan bahwa konsumen akan memilih produk bermutu baik dengan harga wajar, sehingga tidak perlu banyak usaha promosi. Konsep berwawasan menjual beranggapan bahwa konsumen tidak akan memilih cukup banyak produk perusahaan, kecuali mereka merangsang dengan usaha menjual dan promosi yang gencar. Konsep berwawasan pemasaran beranggapan bahwa tugas utama perusahaan adalah menentukan kebutuhan, keinginan dan pilihan kelompok pelanggan sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan. Konsep berwawasan pemasaran bermasyarakat beranggapan bahwa tugas utama perusahaan adalah menghasilkan kepuasan pelanggan dan bahwa kesejahteraan konsumen dan masyarakat dalam jangka panjang adalah kunci mencapai tujuan dan tanggung jawab perusahaan (Kotler dan Susanto, 2000).
Dalam istilah praktisnya pemasaran dapat didefinisikan dalam tiga cara. Pertama filosofi bisnis yaitu melihat bisnis melalui mata pelanggan dan menjamin keuntungan dengan cara memberikan kepuasan nilai bagi mereka. Kedua fungsi bisnis yaitu faktor menejemen total yang mengkoordinasikan pendekatan di atas, mengantisipasi permintaan pelanggan dan mengenali serta memuaskan kepentingan mereka dengan memberikan produk yang tepat atau layanan pada waktu yang tepat, baik tempat maupun harganya. Ketiga serangkaian teknik yang memungkinkan proses itu dan terlibat dalam kelancarannya termasuk periklanan, penelitian pasar, pemberian harga, dan lain-lain (Davey dan Jacks, 2001).

Model Reasoned Action (skripsi dan tesis)


Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen dalam sebuah artikel yakni Understanding
Attitude and Predicting behavior dan teori mengenai belief, intention, and behavior (dalam Basu Swastha, 1992: 39-53). Menurut teori Reasoned Action bahwa perilaku seseorang sangat tergantung pada minat/niatnya (intention), sedangkan niat untuk berperilaku sangat tergantung pada sikap (attitude)
dan norma subyektif atas perilaku. Pada sisi lain, keyakinan terhadap akibat perilaku dan evaluasi akibat akan menentukan sikap perilaku seseorang.
Demikian pula, keyakinan normatif dan motivasi untuk mengikuti pendapat orang lain akan menentukan norma subyektifnya. Secara garis besar
dapat disimpulkan bahwa minat untuk berperilaku dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (lingkungan sosial). Faktor internal tercermin pada
sikap seseorang dan faktor eksternal tercermin pada pengaruh orang lain (norma subyektif) terhadap perilaku keputusan yang diambi

Pengertian Sikap (skripsi dan tesis)


Menururt Fishbein dan Ajzen (Engel, et al., 1992; 339) sikap adalah organisasi yang relatif menetap dari perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku terhadap orang lain, kelompok, ide, ataupun objek tertentu. Dari pengertian ini ada tiga hal penting terkandung dalam sikap yang selanjutnya disebut komponen sikap yakni: aspek afeksi (perasaan), aspek kognitif (keyakinan), dan aspek konatif atau kecenderungan berperilaku (dalam bentuk nyata atau kecenderungan). Aspek afeksi dari sikap menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap obyek sikap. Secara umum perasaan ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap suatu obyek. Contohnya adalah evaluasi terhadap merek. Evaluasi terhadap merek tertentu menunjukkan atribut-atribut merek yang dapat dirasakan komponen, dapat diukur dari penelitian yang diberikan terhadap merek tersebut mulai dari yang paling jelek atau paling disukai sampai yang paling tidak disukai. Aspek kognitif, yakni komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, opini-opini dan persepsi individu terhadap obyek. Keinginan ini diperoleh melalui pemrosesan informasi yang diterima atau melalui interaksi langsung dengan objek tersebut. Komponen kognitif dari sikap adalah keyakinan. Keyakinan komponen tentang merek adalah karakteristik (atribut) yang dianggap berasal atau memiliki merek tersebut. Aspek konatif adalah komponen yang menunjukkan kecenderunagn seseorang untuk berperilaku terhadap suatu sikap. Asumsi dasarnya adalah bahwa kepercayaan dan perasaan dipengaruhi perilaku. Artinya komponen ini menyatakan bahwa di dalam diri seseorang untuk melakukan perilaku. Kecenderungan konsumen untuk bertindak terhadap suatu obyek biasanya diukur dalam bentuk minatnya untuk melakukan pembelian. Komponen konatif dari sikap adalah kecenderungan bertindak. Istilah sikap berasal dari kata latin yang berarti “Posture” atau “posisi Phisik”. Pengertian umum bahwa sikap adalah posisi phisik dapat menunjukkan berbagai jenis tindakan, di mana seorang akan melaksanakannya. Tapi untuk saat ini, konsep sikap telah diperluas yaitu sikap mencerminkan posisi mental seseorang. Definisi klasik yang menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan yang dipelajari untuk menaggapi suatu objek atau kelas obyek secara konsisten dengan cara menyukai atau tidak menyukai (Engel et al., 1994). Dari defenisi di atas, sikap mempunyai tiga ciri yang terutama yaitu: sikap dipelajari, sikap adalah konsisten, sikap adalah kecenderungan untuk menanggapi suatu obyek. Ciri sikap yang utama yaitu sikap dapat dipelajari, artinya seorang konsumen dalam menanggapi suatu obyek apakah dia menyukai atau tidak menyukai akan dipengaruhi oleh informasi dan pengalaman-pengalaman di masa lalu. Ciri yang kedua yaitu sikap adalah konsisten berarti seseorang konsumen akan berperilaku secara tetap dan bertahan lama terhadap suatu obyek yang sama. Berdasarkan alasan ini, maka sikap amat sukar berubah. Ciri kekonsistenan inilah yang membedakan konsep sikap dengan konsep lainnya seperti: sifat, motif dan kebiasaan (Ajzen dan Fishbein, dalam Engel et al., 1994). Selanjutnya ciri yang ketiga dari sikap adalah kecenderungan untuk menanggapi suatu obyek, berarti sikap mempunyai hubungan dengan perilaku seseorang (konsumen) yang sesungguhnya. Ini berarti apabila diketahui sikap konsumen terhadap suatu merek tertentu akan membantu para pemasar untuk mengetahui bagaimana konsumen akan bertindak pada merek itu di masa yang akan dating (Wilkie, 1990). Sebagai contoh: jika si A tidak mempunyai komputer merek Acer, maka pemasaran tidak akan mengharapkan si A untuk membeli komputer tersebut. Sedangkan kata obyek dalam defenisi di atas dapat diartikan secara luas, yaitu dapat berupa: issue (issues), tindakan (actions), perilaku (behavior), praktek (practices), pribadi (persons), atau kejadian (events).
Dari uraian di atas, maka sikap tidak sama dengan perilaku, tetapi menunjukkan evaluasi penilaian baik atau buruk terhadap obyek sikap, dan sebagai suatu predisposisi atau kecenderungan sikap mempunyai ciri motivasi, sehingga dapat mendorong konsumen terhadap perilaku tertentu. Jadi komponen yang terpenting dari sikap adalah komponen affects (perasaan menyukai atau tidak menyukai; baik atau buruk dll). Oleh karena itu sikap tidak dapat diobservasi langsung, tetapi hanya dapat disimpulkan melalui kegiatan penelitian

Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dengan Kesenjangan Pendapatan (skripsi dan tesis)


            Kesenjangan merupakan masalah sosial yang dapat berdampak luas bagi kehidupan masyarakat. Masalah kesenjangan ini dapat diatasi secara efisien melalui campur tangan pemerintah melalui perumuskan kebijakan secara tepat dengan memahami secara tepat hubungan antara kesenjangan dengan pertumbuhan ekonomi (Chang, 1994). Pemahaman yang keliru terhadap hubungan tersebut dapat menimbulkan masalah baru.
Pandangan bahwa pertumbuhan ekonomi mempengaruhi kesenjangan pendapatan berkembang  setelah Kuznets (dalam Todaro dan Smith, 2006) mengembangkan hipotesis teoritis tentang hubungan antara kesenjangan dengan pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan.  Ia meneliti kesenjangan di berbagai negara secara cross-sectional dan menemukan pola U terbalik. Kuznets menyimpulkan bahwa pendapatan rata-rata perkapita pada awal perkembangan negara masih rendah, dan tingkat kesenjangan juga rendah. Ketika pendapatan rata-rata naik, maka kesenjangan juga meningkat. Kemudian ketika pendapatan rata-rata naik lebih tinggi, maka kesenjangan akan turun kembali. Dengan kata lain Kuznets berpendapat bahwa evolusi distribusi pendapatan membentuk kurve U terbalik (Hipotesis U terbalik). Pertumbuhan ekonomi berakibat kelompok yang miskin secara relatif menjadi lebih miskin pada tahap awal pembangunan suatu negara, dan relatif menjadi lebih kaya pada akhir tahap pembangunan.
            Penjelasan-penjelasan logis dan model-model teoritis terhadap fenomena Kuznets tersebut banyak dilakukan oleh para ahli, seperti Kuznets sendiri, J Cromwell, G.S. Fields, J.B. Nugent dan S.Robinson (Crowell, 2000). Disamping itu juga banyak para ahli yang mempertanyakan hipotesis tersebut. Misalnya Aswant Saith (dalam Rati Ram, 1995) mempertanyakan validitas paradigma dan kesimpulan hipotesis U terbalik Kuznets. Menurutnya hipotesis Kuznets lebih berupa rintangan dari pada bantuan dalam memahami hubungan antara pertumbuhan dan distribusi pendapatan. Tanggapan lain dari para ekonom adalah dilakukannya penelitian empiris untuk menguji kebenaran hipotesis tersebut. Peneliti–peneliti yang telah menguji Hipotesis Kuznets secara empiris seperti  Anand dan S.Kanbur, Deininger dan L. Squire. Dengan menggunakan multi country data. Hasil penelitian empiris mereka tidak mendukung Hipotesis Kuznets. Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh S. Randolph dan W.Lott, Rati.Ram dan Jha, Papanek dan Aldrich Kyn, William Cline, dan Felix Poukert mendukung Hipotesis Kuznets tersebut (Chang dan Rati Ram, 2002). Dari penelitian-penelitan di atas muncul dua pandangan tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kesenjangan. Ada yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara pertumbuhan dengan distribusi pendapatan dan ada pandangan yang menyatakan bahwa antara pertumbuhan dengan kesenjangan berhubungan negatif.
            Haslag dan Slottje (1988) menjelaskan bahwa hubungan antara pertumbuhan dengan kesenjangan dapat dijelaskan melalui Pendekatan Tabungan, Industrialisasi, perubahan Komposisi Industri dan Pendidikan.
Pendekatan Tabungan 
Dalam pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka pendapatan kelompok kaya meningkat. Peningkatan pendapatan ini akan diikuti dengan peningkatan tabungan, yang selanjutnya diikuti peningkatan investasi. Peningkatan investasi berdampak pada semakin meningkatkan pendapatan kelompok pemilik modal (kelompok kaya). Sementara itu kelompok yang berpendapatan rendah tidak dapat menabung, yang berarti tidak terjadi investasi, sehingga pendapatan rendah. Kondisi ini berakibat tingginya kesenjangan pendapatan.
Pendekatan Industrialisasi.
Dalam mengembangkan teori pengaruh pertumbuhan terhadap ketimpangan, Kuznets berasumsi bahwa aktivitas ekonomi masyarakat mengalami pergeseran dari aktivitas yang tradisional (pertanian) ke aktivitas yang lebih modern (industri), seiring dengan proses industrialisasi. Industrialisasi mendorong terjadinya urbanisasi. Kondisi ini akan menimbulkan kesenjangan yang tinggi antara kota dan desa, yang terjadi karena perbedaan upah, dengan asumsi rate return of capital lebih tinggi daripada rate return of labor.
Pendekatan Perubahan Komposisi Industri.
Melalui industrialisasi banyak bermunculan industri-industri baru. Kondisi ini akan merubah komposisi industri yang ada. Industri yang baru rate of return yang diperoleh lebih besar dari industri yang lama dengan asumsi pemodal lama tidak mudah untuk melakukan investasi baru. Negara-negara yang mengalami perubahan industri yang lebih besar, tingkat kesenjangan pendapatan keluarga lebih besar (Beeson dan Tannery, 2004). Kesenjangan ini terjadi karena upah yang berbeda secara signifikan antara sektor industri dengan sektor lainnya.
Pendekatan Pendidikan.
Dengan semakin meningkatnya pembangunan maka peluang untuk memperoleh pendidikan semakin tinggi. Pendidikan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Peningkatan produktivitas memacu pertumbuhan ekonomi, hanya saja dalam kondisi yang demikian tidak semua memiliki peluang yang sama untuk memperoleh pendidikan. Kelompok atas biasanya memiliki peluang yang lebih tinggi dalam merespon pendidikan, sebaliknya kelompok bawah lebih terbatas kemampuan untuk merespon pendidikan. Akibatnya produktivitas kelopok bawah rendah sedangkan kelompok atas produktivitasnya tinggi. Mereka yang berpendidikan tinggi akan memperoleh upah yang lebih tinggi dibanding yang berpendidikan rendah, maka terjadilah kesenjangan.