Tuesday, August 27, 2019

Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Turnover Intentions (skripsi dan tesis)


Penelitian terhadap perilaku organisasional menyimpulkan bahwa setidaknya ada
2 (dua) sumber komitmen organisiasional yang berbeda, yaitu komitmen afektif dan
komitmen berkelanjutan. Dimensi berganda komitmen organisasional menurut Meyer
dan Allen (1991), mempunyai hubungan yang berbeda terhadap maksud turnover dan
perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan lainnya. Hasil penelitian Ketchand dan
Strawser (1997) menunjukkan bahwa dimensi-dimensi komitmen organisasional
mempunyai efek pembeda dengan konsekuensi organisasional, yaitu kepuasan kerja dan
turnover intentions.
Bukti riset yang dilakukan Hom, Katerberg dan Hulin, 1979 (dalam Ardiansah,
Anis & Sutapa, 2003) menunjukkan hubungan negatif antara komitmen organisasional
baik dengan kemangkiran maupun tingkat keluarnya karyawan. Komitmen
organisasional agaknya merupakan peramal yang lebih baik karena merupakan respon
yang lebih global dan bertahan terhadap organisasi secara keseluruhan daripada
kepuasan kerja (Porter et al., 1974). Mathieu dan Zaiac (1990) menyimpulkan terdapat
hubungan positif antara komitmen organisasional dan berbagai hasil seperti tingginya
kinerja, rendahnya tingkat keluarnya karyawan, dan rendahnya tingkat kemangkiran
karyawan.
Dunham et al., (1994) dan Heckett et al., (1994) menemukan hubungan yang
lebih kuat antara komitmen afektif dan turnover intentions karyawan daripada hubungan
antara komitmen berkelanjutan dengan turnover intentions karyawan. Meyer et al.,
(1993) menunjukkan hubungan negatif antara komitmen afektif dan komitmen
berkelanjutan dengan turnover intentions karyawan. Diperkuat oleh Jenkins et al.,
(1992) yang menunjukkan bahwa komitmen afektif berhubungan dengan penurunan
turnover intentions, sedangkan komitmen berkelanjutan berhubungan negatif dengan
turnover intentions karyawan.
Penelitian lainnya, hasil penelitian Bedian dan Achilles (1981); Netemeyer et al.,
(1990); Sager (1994); Johnson et al., (1990) yang digunakan Grant et al,. (2001) sebagai
dukungan penelitian, menunjukkan bahwa semakin tinggi kepuasan kerja dan komitmen
organisasional diharapkan akan menurunkan maksud dan tujuan karyawan untuk
meninggalkan organisasi. Lebih lanjut, karyawan yang tidak puas dengan aspek-aspek
pekerjaannya dan tidak memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih mencari
pekerjaan di organisasi yang lain. Dengan demikian, Grant et al., (2001) menemukan
hubungan yang negatif antara komitmen organisasi dan turnover intentions. Turnover
intentions adalah kecenderungan atau tingkat dimana seorang karyawan memiliki
kemungkinan untuk meninggalkan organisasi

Model Dalam TUrnover Intention (skripsi dan tesis)

Model konseptual mengenai turnover ditawarkan oleh Mobley (1997), intention
to leave mungkin menunjukkan langkah logis berikutnya setelah seseorang mengalami
ketidakpuasan dalam proses penarikan diri (withdrawal). Proses keputusan penarikan
diri (withdrawal) menunjukkan bahwa thingking of quiting merupakan logis berikutnya
setelah mengalami ketidakpuasan dan bahwa intention to leave diikuti oleh beberapa
langkah lainnya, yang menjadi langkah-langkah akhir sebelum actual quiting.
Ada 2 (dua) macam model penarikan diri dari organisasi (organizational
withdrawal) yang mencerminkan rencana individu untuk meninggalkan organisasi baik
secara temporer maupun permanen, yaitu :
1. Penarikan diri dari pekerjaan (work withdrawl), biasa disebut mengurangi jangka
waktu dalam bekerja atau melakukan penarikan diri secara sementara. Hanisch dan
Hulin, 1985 (dalam Mueller, 2003) menyebutkan bahwa karyawan yang merasa
tidak puas dalam pekerjaan akan melakukan beberapa kombinasi perilaku seperti
tidak menghadiri rapat, tidak masuk kerja, menampilkan kinerja yang rendah dan
mengurangi keterlibatannya secara psikologis dari pekerjaan yang dihadapi.
2. Alternatif mencari pekerjaan baru (seearch for alternatives), biasanya karyawan
benar-benar ingin meninggalkan pekerjaannya secara permanen. Dapat dilakukan
dengan proses pencarian kerja baru, sebagai variabel antara pemikiran untuk
berhenti bekerja atau keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan (Hom &
Griffeth, dalam Mueller, 2003).

Intensi Keluar (Turnover Intensions) (skripsi dan tesis)


Intensi adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan
sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya atau penarikan diri seseorang karyawan
dari tempat bekerja. Dengan demikian, turnover intentions (intensi keluar) adalah
kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya (Zeffane,
1994).
Intensi keluar (turnover intensions) juga dapat diartikan sebagai pergerakan
tenaga kerja keluar dari organisasi. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang
dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada
periode tertentu, sedangkan keinginan karyawan untuk berpindah mengacu pada hasil
evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungan dengan organisasi yang belum
diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi. Turnover dapat berupa
pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau kematian
anggota organisasi.
Robbins (1996), menjelaskan bahwa penarikan diri seseorang keluar dari suatu
organisasi (turnover) dapat diputuskan secara sukarela (voluntary turnover) maupun
secara tidak sukarela (involuntary turnover). Voluntary turnover atau quit merupakan
keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi secara sukarela yang disebabkan
oleh faktor seberapa menarik pekerjaan yang ada saat ini, dan tersedianya alternatif
pekerjaan lain. Sebaliknya, involuntary turnover atau pemecatan menggambarkan
keputusan pemberi kerja (employer) untuk menghentikan hubungan kerja dan bersifat
uncontrollable bagi karyawan yang mengalaminya (Shaw et al., 1998).
Tingkat turnover adalah kriteria yang cukup baik untuk mengukur stabilitas
yang terjadi di organisasi/ perusahaan tersebut, dan juga bisa mencerminkan kinerja dari
organisasi. Tinggi rendahnya turnover karyawan pada organisasi mengakibatkan tinggi
rendahnya biaya perekrutan, seleksi dan pelatihan yang harus ditanggung organisasi
(Woods dan Macaulay, 1989).
Banyak penelitian yang menjelaskan bahwa keinginan untuk mengakhiri tugas
atau meninggalkan organisasi berhubungan dengan rasa puas atau tidak puas individu
terhadap pekerjaannya. Turnover menggambarkan pikiran individu untuk keluar,
mencari pekerjaan di tempat lain, serta keinginan meninggalkan organisasi. Hal tersebut
juga diungkapkan oleh Lum et al., (1998) bahwa keinginan seseorang untuk keluar
organisasi, yaitu evaluasi mengenai posisi seseorang saat ini berkenaan dengan
ketidakpuasan dapat memicu seseorang untuk keluar dan mencari pekerjaan lain.
Zeffane (1994) mengungkapkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya turnover, diantaranya adalah faktor eksternal, yakni pasar tenaga kerja; dan
faktor institusi (internal), yakni kondisi ruang kerja, upah, keterampilan kerja, dan
supervisi, karakteristik personal dari karyawan seperti intelegensi, sikap, masa lalu,
jenis kelamin, minat, umur dan lama bekerja serta reaksi individu terhadap
pekerjaannya.
Dalam penelitiannya, Andini (2006) mengumpulkan beberapa studi yang telah
mengevaluasi peranan turnover intentions, yaitu :
1. Fishbein & Ajzein, (1975), dan Ancok (1985), menjelaskan bahwa masalah turnover
itu sendiri sebagai wujud nyata dari turnover intentions yaitu niat seseorang untuk
melakukan suatu perilaku tertentu yang dapat mengganggu efektivitas jalannya
organisasi.
2. Fishbein (1967) dan Newman (1974) menjelaskan bahwa turnover intentions
menunjukkan perilaku niat untuk tetap (stay) atau meninggalkan (leave) organisasi
secara konsisten berhubungan dengan perpindahan pekerjaan (turnover).
3. Mobley, horner dan Hollingsworth (1978), turnover intentions (niat berpindah)
diantara para pegawai mempunyai korelasi yang kuat dengan intention to quit (niat
untuk keluar), job search (pencarian pekerjaan) dan thinking of quit (memikirkan
keluar).
4. Pasewark & Strawser (1996) menjelaskan bahwa turnover intentions mengacu pada
niat seseorang untuk mencari alternatif pekerjaan lain dan belum terwujud dalam
bentuk perilaku nyata.
5. Mobley, Griffeth, Hand dan Meglino (1979) berpendapat bahwa turnover intentions
(niat berpindah) seseorang dapat memberikan penjelasan tentang pandangan dan
evaluasi pekerjaan seseorang.

Indikasi Intensi Turnover (skripsi dan tesis)

Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intentions karyawan dalam sebuah perusahaan.
 a. Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
 b. Mulai malas bekerja
 Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.
 c. Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
 d. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan atau kebutuhan karyawan.
 e. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover

Intensi Turnover (skripsi dan tesis)


Keinginan berpindah mencerminkan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain. Dalam studi yang dilakukan, variabel ini digunakan dalam cakupan luas meliputi keseluruhan tindakan penarikan diri (withdrawal cognitions) yang dilakukan karyawan. Tindakan penarikan diri terdiri atas beberapa komponen yang secara simultan muncul dalam individu berupa adanya pikiran untuk keluar, keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain, mengevaluasi kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang layak di tempat lain, dan adanya keinginan untuk meninggalkan organisasi.
Menurut Harninda dalam Nasution (2009:5): Turnover intentions pada dasarnya adalah sama dengan keinginan berpindah karyawan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa turnover intentions adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Harnoto (2005:2) menyatakan: turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Handoko (2007:322) menyatakan: perputaran (turnover) merupakan tantangan khusus bagi pengembangan sumber daya manusia, karena kejadiankejadian tersebut tidak dapat diperkirakan, kegiatan-kegiatan pengembangan harus mempersiapkan setiap saat pengganti karyawan yang keluar. Pergantian karyawan adalah perbedaan dalam tingkat karyawan meninggalkan perusahaan dan karyawan baru mengisi posisi mereka. Saat ini, hal ini menjadi masalah besar di antara sebagian besar perusahaan, terutama dalam pekerjaan membayar rendah.
Ada banyak aspek yang memainkan peranan penting dalam tingkat turnover karyawan sebuah perusahaan tertentu. aspek tersebut dapat berasal dari kedua perusahaan maupun karyawan. Perusahaan umumnya memberikan lebih penting dengan tingkat turnover karyawan, karena merupakan aspek yang sangat mahal dari bisnis. Ketika karyawan meninggalkan perusahaan, majikan harus dikenakan sejumlah besar biaya langsung dan tidak langsung. Biaya ini biasanya meliputi biaya periklanan, pengayauan biaya, biaya manajemen sumber daya, hilangnya waktu dan produktivitas, ketidakseimbangan kerja, dan biaya pelatihan karyawan dan pengembangan untuk joiner baru. Perusahaan triwulanan dapat menghitung tingkat turnover karyawan untuk menyalurkan air faktor yang  menyebabkan perputaran. Jika perusahaan menentukan penyebab paling umum perputaran karyawan, itu pasti akan dapat mengambil langkahlangkah yang diperlukan untuk merekrut dan mempertahankan personil yang berkualitas baik. Pergantian karyawan atau keluar masuknya karyawan dari organisasi adalah suatu fenomena penting dalam kehidupan organisasi. Ada kalanya pergantian karyawan memiliki dampak positif. Namun sebagian besar pergantian karyawan membawa pengaruh yang kurang baik terhadap organisasi, baik dari segi biaya maupun dari segi hilangnya waktu dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang
Dalam arti luas, “turnover diartikan sebagai aliran para karyawan yang masuk dan keluar perusahaan” (Ranupandojo dan Husnan, 2005: 34). Menurut Harnoto (2005:2): “Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya

Dimensi Dalam Komitmen Organisasi (skripsi dan tesis)

Adapun definisi dan penjelasan dari setiap komponen komitmen organisasi adalah sebagai berikut.
a. Komitmen afektif
mengarah pada the employee's emotional attachment to, identification with, and involvement in the organization. Ini berarti, komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi karyawan pada, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin (want to) melakukan hal tersebut
. b. Komitmen kontinuans
 berkaitan dengan an awareness of the costs associated with leaving the organization. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans sejalan dengan pendapat Becker yaitu bahwa komitmen kontinuans adalah kesadaran akan ketidakmungkinan memilih identitas sosial lain ataupun alternatif tingkah laku lain karena adanya ancaman kerugian besar. Karyawan yang terutama bekerja berdasarkan komitmen ini bertahan dalam organisasi karena butuh (need to) melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain.
c. Komitmen normatif
merefleksikan a feeling of obligation to continue employment. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan   perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib (ought to) bertahan dalam organisasi. Komponen komitmen organisasional ini sebagai tekanan normatif yang terinternalisasi secara keseluruhan untuk bertingkah laku tertentu sehingga memenuhi tujuan dan minat organisasi. Oleh karena itu, tingkah laku karyawan didasari pada adanya keyakinan tentang “apa yang benar” serta berkaitan dengan masalah moral (Seniati, 2006: 90)

Komitmen Organisasi (skripsi dan tesis)


Komitmen seseorang pada organisasi atau perusahaan dalam dunia kerja seringkali menjadi isu yang sangat penting. Beberapa organisasi memasukan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan atau posisi tertentu dalam kualifikasi lowongan pekerjaan. Hanya saja banyak pengusaha maupun karyawan yang masih belum memahami arti komitmen yang sebenarnya. Padahal pemahaman tersebut 18 sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Komitmen organisasi (organizational commitment) merupakan salah satu tingkah laku dalam organisasi yang banyak dibicarakan dan diteliti, baik sebagai variabel terikat, variabel bebas, maupun variabel mediator. Hal ini antara lain dikarenakan organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi agar organisasi dapat terus bertahan serta meningkatkan jasa dan produk yang dihasilkannya. Commitment of employees can be an important instrument for improving the performance of the organizations. In most of the organizations the high rate of stress leads to lower satisfaction and in turn produces very low organizational commitment (Khan, et al, 2010 : 293). Komitmen organisasi memiiki arti lebih dari sekedar loyalitas yang pasif, tetapi melibatkan hubungan aktif dan keinginan karyawan untuk memberikan kontribusi yang berarti pada organisasinya (Seniati, 2006: 89)