Saturday, May 9, 2020

Hubungan antara Utilitarian Value dengan Attitude Toward Online Purchasing (skripsi dan tesis)

Nilai belanja utilitarian didasarkan atas alasan rasional dalam belanja. Zanjani et al. (2018) menyatakan bahwa umumnya konsumen yang lebih berumur lebih dimotivasi oleh tujuan utilitarian, sedangkan konsumen yang lebih muda dimotivasi oleh tujuan hedonis. Nilai belanja utilitarian cenderung lebih kuat berkaitan dengan preferensi konsumen untuk retailer online (e-retailers) dan pembelian online daripada nilai belanja hedonis. Rahman et al. (2018) berpendapat bahwa motivasi belanja utilitarian konsumen cenderung meningkat pembelian online mereka. Konsumen dengan nilai belanja utilitarian merasa bahwa lebih mudah dan tidak menyusahkan untuk berbelanja secara online. Ketika konsumen berbelanja online mereka akan mencari kenyamanan, kegunaan dan kemudahan penggunaan, sehingga mereka cenderung memiliki gaya belanja yang dilandaskan atas nilai utilitarian. Penelitian Rahman et al. (2018) menyatakan bahwa utilitarian value ditemukan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap attitude toward online purchasing

Online Purchase Intention (skripsi dan tesis)

 Niat beli terjadi karena adanya suatu dorongan yang di pikirkan oleh seorang pelanggan di dalam pikirannya sehingga menjadi suatu keinginan. Tidak ada dorongan dalam diri yang menjadi kenyataan jika tidak melalui suatu proses. Dengan adanya proses maka motivasi yang dimiliki oleh konsumen akan menjadi kenyataan. Suatu kemauan seseorang yang kuat di dalam benaknya pada akhirnya akan dipenuhi (Arista dan Astuti, 2011). Niat pembelian secara online saat ini dipengaruhi oleh perubahan teknologi. Dimana, sekarang seseorang dapat memenuhi kebutuhannya dengan sangat mudah. Dengan teknologi, seseorang perlu repot-repot keluar rumah, melainkan dengan berdiam di dalam rumah seseorang sudah bisa melakukan pembelian secara online (Haekal & Widjajanta, 2016). Niat dapat diartikan sebagai suatu kemauan untuk melakukan sesuatu yang ingin dilakukan atau sesuatu yang disukainya. Niat pembelian secara online adalah pembelian yang dilakukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhannya (Haekal dan Widjajanta, 2016: 186). Niat membeli adalah suatu rencana yang dibuat oleh seseorang untuk membeli barang atau jasa di masa mendatang. Dengan kata lain, bahwa seseorang dapat merefleksikan pembeliannya terhadap bebrapa produk atau jasa yang sudah direncanakan dengan memakai merek tertentu. Perilaku konsumen dapat diprediksi oleh perusahaan dengan cara melalui intensi pembelian konsumen (Barata, 2007: 67). Adapun indikator dari niat membeli online adalah (Ling, Chai, & Piew, 2010): 
1. Keinginan untuk melakukan transaksi dalam waktu dekat 
2. Keinginan melakukan transaksi 
3. Niat melakukan transaksi di masa datang.

Trust (skripsi dan tesis)

Kepercayaan konsumen menurut Mowen (2012) adalah semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat oleh konsumen tentang objek, atribut dan manfaatnya. Maksud dari objek disini adalah berupa produk, orang, perusahaan dan segala sesuatu dimana seseorang memiliki kepercayaan dan sikap. Kepercayaan bisa diciptakan jika suatu batang sudah memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan, dimana mereka merasakan puas terhadap produk tersebut. Kepercayaan dapat muncul jika pelanggan telah merasakan kepuasan karena telah mengkonsumsi atau menggunakan produk dengan merek tertentu. Pelanggan yang sudah nyaman dan sudah percaya pada suatu produk, tidak akan mudah meninggalkan atau mengganti produk tersebut dengan produk merek lain. Maka dari itu merek juga memiliki peran penting untuk menjadi identitas suatu produk tersebut. Kepercayaan pada suatu merek dapat didapat jika pelanggan sudah percaya bahwa merek tersebut benar-benar dapat dipercaya. Dengan diciptakan sebuah kepercayaan oleh suatu perusahaan, maka calon pelanggan merasa yakin jika produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Menurut Kim et al. (2013) Aspek yang membangun kepercayaan seseorang terhadap yang lain ada tiga yaitu kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence), dan integritas (integrity). Ketiga apek itu akan dijelaskan sebagai berikut: 
1. Kemampuan (Ability). 
Kemampuan mengacu pada kompetensi dan karakteristik penjual/organisasi dalam mempengaruhi dan mengotorisasi wilayah yang spesifik. Dalam hal ini, bagaimana penjual mampu menyediakan, melayani, sampai mengamankan transaksi dari gangguan pihak lain. Artinya bahwa konsumen memperoleh jaminan kepuasan dan keamanan dari penjual dalam melakukan transaksi. Ability meliputi kompetensi, pengalaman, pengesahan institusional dan kemampuam dalam ilmu pengetahuan. 
2. Kebaikan hati (Benevolence). 
Kebaikan hati merupakan kemauan penjual dalam memberikan kepuasan yang saling menguntungkan antara dirinya dengan konsumen. Profit yang diperoleh penjual dapat dimaksimumkan, tetapi kepuasan konsumen juga tinggi. Penjual bukan semata-mata mengejar profit maksimum semata, melainkan juga memiliki perhatian yang besar dalam mewujudkan kepuasan konsumen. Benevolence meliputi perhatian, empati, keyakinan, dan daya terima.
 3. Integritas (Integrity). 
Integritas berkaitan dengan bagaimana perilaku atau kebiasaan penjual dalam menjalankan bisnisnya. Informasi yang diberikan kepada konsumen apakah benar sesuai dengan fakta atau tidak. Kualitas produk yang dijual apakah dapat dipercaya atau tidak. Integrity dapat dilihat dari sudut kewajaran (fairness), pemenuhan (fulfillment), kesetiaan (loyalty), keterus-terangan (honestly), keterkaitan (dependability), dan kehandalan (reliabilty)

Privacy Dalam Transaksi Online (skripsi dan tesis)

Privasi merupakan faktor utama dalam menimbulkan keinginan konsumen untuk melakukaan pembelian secara elektronik (Ahmad and Al Zu’bi, 2011). Secara garis besar dapat diartikan bahwa bentuk kemampuan pribadi dalam mengontrol dan menggunakan manfaat informasi pribadinya (Flavia’n dan 13 Guinalı’u, 2006). Oleh karena itu dalam hal internet, privasi berkaitan dengan aspek seperti distribusi, seperti memperoleh atau menggunakan informasi pribadi. Selain itu persepsi privasi berhubungan dengan kemampuan untuk mengontrol penyebaran informasi selama transaksi atau perilaku konsumsi konsumen tersebut dari orang lain (Eid, 2011). Menurut Roca et al. (2009) persepsi privasi adalah satu kesempatan bahwa perusahaan online menenggabungkan dan memakai data pelanggan secara tidak bertanggung jawab. Maka dari itu pelanggan tidak mau untuk memberikan informasi pribadi mereka ketika situs meminta informasi tersebut, karena mereka khawatir tentang penyalahgunaan informasi yang dikirim melalui internet dan cara data mereka akan digunakan. Akibatnya adalah pelanggan online ragu untuk memberikan informasi pribadinya atau keuangannya kepada perusahaan, sebab mereka merasa jika perusahaan bisa melakukan penggunaan yang tidak sah atau membocorkan ke organisasi lainnya. Pengertian yang lebih positif disampaikan oleh Armesh et al. (2010). Menurut Armesh et al. (2010), privasi dalam e-commerce diartikan sebagai kemauan untuk membagikan informasi melalui internet yang dapat membuat terjadinya pembelian. Karena itu fitur yang perlu dievaluasi dalam atribut privasi adalah: 1. Penggunaan pernyataan untuk privasi. 2. Kebijakan perusahaan dalam penjualan informasi pelanggan kepada pihak ketiga. 3. Penggunaan pelacak untuk mengumpulkan informasi pribadi. Sementara itu menurut Kassim and Abdullah (2010), mengatakan jika pengontrolan privasi perlu memperhatikan perlindungan berbagai jenis data yang dikumpulkan (dengan atau tanpa pengetahuan konsumen) selama berhubungan antara pengguna dengan sistem online.

Friday, May 8, 2020

Hedonic Value (skripsi dan tesis)

Hedonic dalam bahasa Yunani yaitu hedone yang berarti kegembiraan ataupun kenikmatan (Yistiani, 2012). Hedonic value diartikan bentuk dari seluruh evaluasi konsumen yang didasarkan untuk memenuhi kebahagiaan. Hedonik merupakan kegiatan yang memilih kualitas tempat berbelanja yang nyaman (enjoyment), dan menimbulkan ketertarikan melalui visualisasi (visual appeal) dan kepuasan (escapism) (Subagio, 2011). Arnold dan Reynolds, dalam Kim (2006), mengatakan enam dimensi untuk mengukur tingkat hedonis seorang konsumen, yaitu: adventure, social, gratification, idea, role, dan value:
1. Adventure shopping. Konsumen berbelanja berdasarkan pengalamannya dan kegiatan belanja membuat seseorang merasa dalam dunianya sendiri. Menurut Kim (2006) indikator yang dapat digunakan dalam mengukur dimensi adventure shopping, yaitu:
a. Bagi konsumen, berbelanja merupakan hal yang sifatnya petualangan.
b. Konsumen merasakan bahwa kegiatan berbelanja merupakan hal yang menstimulasi.
c. Kegiatan belanja membuat konsumen merasakan bahwa dirinya dalam dunia mereka sendiri.
2. Social shopping. Argumen mengenai kepuasan soal melakukan kegiatan belanja timbul saat seseorang meluangkan waktu bersama dengan keluarga atau temannya. Belanja merupakan kegiatan sosialisai antara suatu konsumen dengan konsumen lainnya dan juga dengan pegawai penjaga toko. Pendapat konsumen bahwa dengan berbelanja Bersama keluarga atau teman banyak pengetahuan yang diperoleh mengenai suatu produk. Menurut Kim (2006) indikator yang dapat digunakan dalam mengukur dimensi social shopping, yaitu: a. Konsumen berbelanja untuk bersosialisasi. b. Konsumen menikmati bersosialisasi dengan konsumen lainnya ketika berbelanja. c. Kegiatan belanja dengan orang lain merupakan pengalaman yang dapat membentuk rasa keterikatan yang kuat. 3. Gratification shopping. Berbelanja merupakan kegiatan untuk mengurangi beban pikiran, mengurangi masalah.. Menurut Kim (2006) indikator yang dapat digunakan dalam mengukur dimensi gratification shopping, yaitu:
a. Ketika konsumen dalam kondisi situasi hati yang buruk, konsumen melakukan kegiatan belanja untuk membuat mereka merasa lebih baik.
b. Konsumen berbelanja ketika ingin memperlakukan dirinya secara spesial.
c. Bagi konsumen, kegiatan belanja merupakan cara untuk menghilangkan stres.
4. Idea shopping. Kegiatan belanja biasanya dilakukan seseorang untuk mengikuti perkembangan produk terbaru baik fashion maupun lainnya. Biasanya karena melihat iklan yang ditawarkan melalui media massa. Menurut Kim (2006) indikator yang dapat digunakan dalam mengukur dimensi idea shopping, yaitu:
a. Konsumen berbelanja untuk mengikuti trend.
b. Konsumen berbelanja untuk mengikuti trend mode baru.
c. Konsumen berbelanja untuk melihat apakah produk baru tersedia
.5. Role shopping. Sifat berbelanja yang mengutamakan orang lain dibanding belanja untuk diri sendiri dan timbulnya perasaan bahagia saat berbelanja untuk orang lain. Menurut Kim (2006) indikator yang dapat digunakan dalam mengukur dimensi role shopping, yaitu:
a. Konsumen suka berbelanja bagi orang lain ketika orang lain merasa senang, maka konsumen juga ikut senang.
b. Konsumen menikmati belanja dengan teman dan keluarga.
c. Konsumen menikmati berbelanja untuk menemukan hadiah yang tepat untuk seseorang.
6. Value shopping. Konsumen berpendapat bahwa kegiatan belanja merupakan permainan ketika sedang melakukan penawaran terhadap suatu harga, bisa juga saat konsumen mencari lokasi belanja yang memberikan diskon, obralan, ataupun lokasi belanja yang memiliki harga yang murah. Menurut Kim (2006) indikator yang dapat digunakan dalam mengukur dimensi value shopping, yaitu:
a. Untuk sebagian besar, konsumen berbelanja ketika ada potongan harga.
b. Konsumen menikmati pencarian diskon ketika berbelanja.
c. Konsumen menikmati pencarian barang-barang yang memperoleh potongan harga ketika berbelanja. Pada penjelasan diatas dapat disimpulkan jika hedonic value merupakan dorongan pada diri seseorang untuk berbelanja suatu barang berdasarkan dengan nilai pengalaman, kebersamaan, kegembiraan, tren, menyenangkan orang lain, dan permainan

Utilitarian Value (skripsi dan tesis)

Sifat pembeli yang menuju pada utilitarian value akan membeli barang sesuai kebutuhan berdasarkan pada alasan yang logis (Holbrook dan Hirschman dalam Anderson et al., 2012). Menurut Blythe (2005:45) utilitarian value adalah pendapat seseorang tentang manfaat sebuah produk. alasan lain diutarakan Subagio (2011) yang menuliskan jika utilitarian value yaitu hasrat pada masing-masing individu untuk memberikan penilaian dalam memperoleh barang ataupun jasa dengan kualitas tinggi, dan menghemat waktu dan tenaga. Menurut Kim (2006) Ada dua dimensi dari utilitarian value, yaitu efisiensi (efficiency) dan prestasi (achievement): 1. Efisiensi, yaitu penghematan waktu yang dilakukan seseorang (time) dan sumber dana (resources). Menurut Kim (2006) indikator yang dapat digunakan dalam mengukur dimensi efisiensi, sebagai berikut: a. Merupakan hal penting untuk mencapai apa yang direncanakan ketika berbelanja. b. Pada kegiatan berbelanja, sangat penting untuk menemukan apa yang dicari konsumen. c. Konsumen merasakan nyaman apabila mengetahui bahwa kegiatan belanjanya berhasil. d. Konsumen suka untuk merasakan kecermatan ketika mereka berbelanja. 10 2. Pencapaian, adalah menemukan sebuah barang yang telah dipikirkan sebelumnya yang dicapai saat berbelanja. Menurut Kim (2006) indikator yang dapat digunakan dalam mengukur dimensi prestasi, sebagai berikut: a. Konsumen akan merasakan kekecawaan ketika harus pergi ke beberapa toko untuk menyelesaikan kegiatan belanjanya. b. Konsumen menganggap bahwa kunjungan ke toko yang tepat apabila mereka dapat dengan cepat menyelesaikan kegiatan belanjanya

Hubungan Antara Gaya Belanja dengan Pembelian Impulsif (skripsi dan tesis)

 Gaya Belanja mengacu pada pola konsumsi yang mencerminkan pilihan seseorang tentang bagaimana cara menghabiskan waktu dan uang Semakin tinggi gaya berbelanja seseorang maka tingkat pembelian impulsif pada media online juga akan semakin besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Japriyanto dan Sugiharto (2011) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif Gaya Belanja terhadap Pembelian Impulsif.