Tuesday, February 23, 2021

Perbedaan Gaya Kepemimpinan Terhadap Tingkat Stres Kerja (skripsi dan tesis)

 

Secara sederhana pada dasarnya kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi, mengarahkan, mengajak, mendorong serta memotivasi kegiatan individu atau kelompok yang didasari atas kemampuan pribadi dalam situasi tertentu agar individu atau kelompok tersebut bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara optimal. Sementara pengertian untuk gaya kepemimpinan sendiri adalah cara seorang pemimpin melakukan kegiatannya dalam membimbing, mengarahkan, mempengaruhi, memotivasi dan mendorong para pengikutnya atau bawahannya kepada suatu komitmen serta tujuan tertentu yang telah disepakati bersama. Stres kerja umumnya merupakan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psychologis, dan perilaku yang disebabkan oleh stressor kerja yang dominan berasal dari lingkungan eksternal individu dan yang dihasilkan dari  tekanan atau ketidakenakan karena individu tidak merasa mampu mengatasinya. Berdasarkan definisi stres kerja yang telah disebutkan diatas dapat diketahui bahwa ada beberapa faktor yang mcnyebabkan terjadinya stres kerja, yakni faktor eksternal dan factor internal. Stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan (sebagai salah satu contoh faktor eksternal) dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda misalnya dipengaruhi oleh intelegensi, pola pikir dan pengalaman individu (faktor internal). Sebuah tuntutan dapat menyebabkan suatu stres bagi seorang individu tetapi belum tentu pada individu yang lain. Tuntutan lingkungan kerja termasuk gaya kepemimpinan atasan merupakan salah satu faktor eksternal individu. Banyak peneliti mcnyebutkan bahwasanya kepemimpinan atau gaya kepemimpinan seorang pemimpin atau manager dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya stres kerja. Memang bukan sebagai faktor utama tetapi kontribusi dari gaya kepemimpinan itu sendiri terhadap stres kerja karyawan patut untuk diperhitungkan. Menurut Minner (dalam Margiati, 1999) banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan  peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan stres. Sementara menurut Davis dan Newstrom (1999), stres kerja dapat disebabkan antara lain oleh supervisor yang kurang pandai. Seorang karyawan dapat menjalankan tugas sehari-harinya biasanya di bawah bimbingan sekaligus mempertanggung jawabkan kepada supervisor. Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar. Tetapi jika tidak, dapat dibayangkan bagaimana kerja dari karyawan itu sendiri. Selain itu karyawan yang kurang mendapat tanggungjawab yang memadai dari atasan juga dapat menjadi salah satu faktor pendukung terjadinya stres kerja. Faktor ini herkaitan dengan hak dan kewajihan karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti kewenangan atau hak yang memadai. Sehingga, jika harus mengambll keputusan harus berkonsultasi, atau bahkan harus menyerahkan sepenuhnya pada atasan. Jelas bahwasanya kepemimpinan atau gaya kepemimpinan seorang pemimpin atau atasan akan sangat berpengaruh terhadap keria bawahannya. Apabila karyawan atau bawahan mengalami stres kerja bukan sesuatu yang mustahil jika pemimpin atau atasan turut andil di dalamnya. Sudah dapat dipastikan bahwa gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi terhadap tingkat  stress kerja karyawan tetapi seberapa besar pengaruh yang disumbangkan oleh masing-masing tipe gaya kepemimpinan yang berbeda terhadap terjadinya stres kerja karyawan perlu diteliti lebih dalam lagi

Gaya Kepemimpinan Laissez Faire, Bebas Kendali atau Liberal (skripsi dan tesis)


Gaya kepemimpinan Laissez Faire, bebas atau liberal adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. Gaya kepemimpinan Laissez Faire, bebas atau liberal dimana pemimpin mendelegasikan sebuah wewenang kepada bawahannya. Para manager yang memberikan kebebasan, menyampaikan sasaran-sasaran pada karyawan atau bawahan akan tetapi mengizinkan para karyawan memilih  cara untuk menyelesaikan sasaran-sasaran tersebut (Madura, 2001). Lewis B.Sappington dan C.G.Brown (dalam Sutarto, 1991) gaya kepemimpinan Laissez Faire, bebas kendali atau liberal ditunjukkan dengan gambar sebagai berikut: Gambar 1.3 Gaya Kepemimpinan Laissez Faire/Bebas = pemimpin = bawahan = arah hubungan Ciri gaya kepemimpinan Laissez Faire antara lain: 1. Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan 2. Keputusan dan kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan. 3. Pemimpin hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya 4. Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan yang dilakukan para bawahan 5. Prakarsa datang dari bawahan 6. Hampir tidak ada pengarahan dari pemimpin 7. Peranan pemimpin sangat sedikit dalam kegiatan kelompok 8. Kepentingan pribadi lebih utama daripada kepentingan kelompok 9. Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang 38 Siagian (2002) megemukakan ciri-ciri yang menonjol dari tipe laissez faire sebagai berikut: 1. Gaya santai 2. Tidak senang mengambil resiko 3. Gemar melimpahkan wewenang kepada bawahan 4. Enggan mengenakan sanksi 5. Memperlakukan bawahan sebagai rekan 6. Keserasian dalam interaksi organisasional dipandang sebagai etos yang perlu dipertahankan.

Gaya Kepemimpinan Demokratis (skripsi dan tesis)


Gaya kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan demokratis memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan dari semua bawahan atau karyawan dengan penekanan rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik (Kartono, 1983). Gaya kepemimpinan dimana para pemimpin memperoleh beberapa masukan dari bawahan tapi umumnya menggunakan wewenangnya untuk mengambil keputusan. Gaya ini memerlukan komunikasi yang sering kali diadakan antara para manajer dan karyawan. Gaya kepemimpinan ini mengizinkan para karyawan untuk menyatakan pendapat mereka akan tetapi tidak mewajibkan para karyawan untuk membuat keputusan yang besar (Madura, 2001).   Hasibuan (2002) berpendapat ”kepemimpinan demokratis adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerjasama yang serasi., menimbulkan loyalitas dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi agar merasa ikut memiliki perusahaan. Pemimpin akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar nantinya”. Heidjracman dan Husnan (1995) mengemukakan pendapatnya tentang kepemimpinan demokratis (participative leader) sebagai berikut, apabila seseorang pemimpin menggunakan gaya partsipatif ia menjalankan kepemimpinannya dengan konsultasi dan ia tidak mendelegasikan wewenangnya untuk membuat keputusan akhir dan untuk memberikan pengarahan tertentu kepada bawahannya, tetapi ia mencari berbagai pendapat dan pemikiran dari para bawahan mengenai keputusan yang akan diambil. Gaya kepemimpinan demokratik adalah gaya kepemimpinan dimana pengambilan keputusan untuk kepentingan organisasi, seorang pemimpin mengikutsertakan atau bersama-sama dengan para bawahannya (Mohyi, 1999). Gaya kepemimpinan demokratik ini lebih menekankan pada partisipasi anggotanya daripada bertindak dan menetukannya sendiri. Peranannya selaku pimpinan dalam organisasional adalah sebagai koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu totalitas, dan terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan dengan penekanan pada rasa tanggung 34 jawab pada diri sendiri dan pekerjaan yang tinggi serta kerja sama yang baik. Lewis B.Sappington dan C.G.Brown (dalam Sutarto, 1991) gaya kepemimpinan demokratis ditunjukkan dengan gambar sebagai berikut: Gambar 1.2 Gaya Kepemimpinan Demokratis = pemimpin = bawahan = arah hubungan Ciri gaya kepemimpinan demokratis antara lain: 1. Wewenang pemimpin tidak mutlak 2. Pemimpin bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan 3. Keputusan dan kebijaksanaan dibuat bersama antara pemimpin dan bawahan 4. Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara pemimpin dan bawahan maupun antara sesama bawahan 5. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar 6. Prakarsa dapat datang dari pemimpin maupun bawahan 35 7. Banyak kesempatan bagi bawahan untnk menyampaikan saran, pcrtimbangan atau pendapat 8. Tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif 9. Pujian dan kritik seimbang 10. Pemimpin mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas kemampuan yang seimbang 11. Terdapat suasana saling percaya, saling hormat dan saling menghargai 12. Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pemimpin dan bawahan Siagian (2002) mengemukakan ciri-ciri tipe kepemimpinan demokratis sebagai berikut: 1. Mengakui harkat dan martabat manusia 2. Menerima pendapat yang mengatakan bahwa sumber daya manusia merupakan unsur yang paling strategik dalam organisasi meskipun sumber daya dan lainnya tetap diakui sebagai sumber daya yang penting, seperti uang, mesin, materi, metode kerja, waktu dan informasi yang kesemuanya hanya bermakna apabila diolah dan digunakan uleh manusia. 3. Para bawahan adalah insan dengan jati diri yang khas dan karena itu harus diperlakukan dengan mempertimbangkan kekhasan itu. 4. Tangguh membaca situasi yang dihadapi dan dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan situasi tersebut. 36 5. Rela dan mau melimpahkan wewenang pengambilan keputusan kepada para bawahannya sedemikian rupa tanpa kehilangan kendali organisasional dan tetap bertanggnng jawab atas tindakan para bawahannya itu. 6. Mendorong para bawahan mengembangkan krealifitasnya untuk diterapkan secara inovatif dalam pelaksanaan berkarya berupa ide, teknik dan cara baru serta didorong agar tidak puas bekerja secara rutinistik atau mekanistik 7. Tidak ragu-ragu membiarkan para bawahan mengambil resiko dengan catatan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh telah diperhitungkan dengan matang 8. Bersifat mendidik dan membina, dalam hal bawahan berbuat kesalahan dan tidak serta merta bersifat menghukum atau mengambil tindakan punitive

Gaya Kepemimpinan Otoriter, Otokratis, Diktator (skripsi dan tesis)

 

Gaya kepemimpinan otoriter, otokratis, diktator adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang dilakukan diputuskan oleh pimpinan semata-mata (Sutarto, 1991). Gaya kepemimpinan dimana pemimpin memiliki kekuasaan penuh untuk mengambil keputusan. F.S. Haiman (dalam Jarmanto, 1983) mempunyai pandangan bahwa tradisi otoritarisme berupa suatu proses sosial yang memberikan tempat kepada seorang yang dianggap lebih mengetahui daripada yang lain (pemimpin) untuk membuat keputusankeputusan yang dimiliki oleh kelompoknya. Faktor yang memberikan ciri khas otoritarisme adalah bahwa pemimpin memegang ”kunci” dalam pembuatan keputusan atau kebijakan sedangkan bawahan hanya menerima siapa saja tanpa bertanya. Beehr (1978) mengemukakan ”gaya otoriter menganggap kepemimpinannya merupakan hak pribadinya dan berpendapat bahwa ia dapat menentukan apa saja dalam organisasinya, tanpa mengadakan konsultasi dengan bawahan-bawahannya yang melaksanakan”. Menurut Hasibuan (2002), berpendapat tentang gaya kepemimpinan otoriter sebagai berikut, kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pemimpin atau kalau pemimpin 30 itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan ini mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpin seperti ini selalu ingin berperan sebagai seorang pemain tunggal, egoismenya sangat besar dan cenderung mengandung nilai-nilai organisasional yang berkisar pembenaran segala cara yang ditempuh untuk mencapai tujuannya. Karena sifat egoismenya sangat besar, pemimpin seperti ini cenderung memperlakukan karyawan/bawahan sama dengan alat-alat lainnya dalam organisasi dan kurang menghargai harkat dan martabat manusia, lebih berorientasi pada pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa memperhatikan kepentingan dan kebutuhan para karyawannya. Lewis B. Sappington dan C.G. Brown (dalam Sutarto, 1991) menunjukkan gaya kepemimpinan otoriter dengan gambar sebagai berikut: Gambar 1.1 Gaya Kepemimpinan Otoriter = pemimpin = bawahan = arah hubungan 31 Ciri gaya kepemimpinan otoriter, antara lain: 1. Wewenang mutlak terpusat pada pemimpin 2. Keputusan dan kebijaksanaan selalu dibuat oleh pemimpin 3. Komunikasi berlangsung satu arah dari pemimpin kepada bawahan 4. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya dilakukan secara ketat 5. Prakarsa harus selalu datang dari pemimpin 6. Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat 7. Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif 8. Lebih banyak kritik daripada pujian 9. Pemimpin menuntut prestasi sempurna dan kesetiaan mutlak dari bawahan tanpa syarat 10. Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman 11. Kasar dalam bertindak serta kaku dalam bersikap 12. Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pemimpin Siagian (2002) berpendapat tentang gaya kepemimpinan otoriter sebagai berikut, seorang pemimpin yang tergolong sebagai orang yang otoriter memiliki ciri-ciri yang umumnya negatif. Ciri-ciri yang menonjol adalah: 1. Penonjolan diri yang berlebihan sebagai simbol keberadaan organisasi 2. Kegemaran menonjolkan diri sebagai penguasa tunggal 3. Biasanya dihinggapi penyakit megalomaniac, dalam arti gila hormat 32 4. Tujuan pribadinya identik dengan tujuan organisasi 5. Loyalitas para bawahan merupakan tuntutan yang sangat kuat. Demikian kuatnya sehingga mengalahkan kinerja, kejujuran, serta penerapan norma-norma moral dan etika 6. Menerapkan disiplin organisasi yang kuat 7. Menerapkan pengendalian dan pengawasan yang ketat

Gaya Kepemimpinan (skripsi dan tesis)


Seorang pemimpin tentulah mempunyai sifat, kebiasaan, watak dan kepribadian yang unik sehingga tingkah laku dan gayanya yang membedakan dirinya dengan orang lain. Perbedaan itu akan berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan dalam memimpin perusahaan atau organisasi. Effendy (1989) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin melakukan kegiatannya dalam membimbing, mengarahkan, memperngaruhi para pengikutnya atau bawahannya kepada suatu tujuan tertentu. Disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin melakukan kegiatannya dalam membimbing, mengarahkan, mempengaruhi, memotivasi dan mendorong para pengikutnya atau bawahannya kepada suatu komitmen serta tujuan tertentu yang telah disepakati bersama. Banyak tipe atau gaya kepemimpinan yang disebutkan oleh para ahli atau ilmuwan, beberapa diantaranya adalah menurut Lewin, dkk ada tiga gaya kepemimpinan adalah otokratis, partisipatif atau demokratik, dan  kendali bebas atau laissez faire. Menurut Stogdill ada dua gaya kepemimpinan yaitu participative dan directive. Menurut kelompok sarjana-sarjana (dalam Kartono, 1983) tipe atau gaya kepemimpinan ada delapan yaitu gaya kharismatik, gaya paternalistik dan maternalistik, gaya militeristik, gaya otokratis, gaya laissez faire atau bebas. Menurut Davis dan Newstrom (1999), membedakan gaya kepemimpinan menjadi tiga jenis: (1) Pemimpin autokratik, (2) Partisipatif, (3) Bebas kendali. Merujuk kepada tiga pendekatan kepemimpinan yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu pendekatan sifat, pendekatan perilaku dan pendekatan kontingensi mungkin pendekatan perilaku relatif lebih mudah untuk diteliti. Hal ini disebabkan salah satunya karena perilaku individu lebih mudah terlihat dan lebih mudah untuk diamati daripada sifat ataupun situasi. Pendekatan perilaku berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan. Pada pendekatan ini diuraikan beberapa pendapat yang menyebutkan tentang macam gaya kepemimpinan. Salah satunya adalah studi kepemimpinan Universitas Lowa dengan tokohnya Ronald Lippit dan Ralph K. White (Sutarto, 1991). Ronald Lippit dan Ralph K. White (dalam Sutarto, 1991) berpendapat bahwa ada tiga gaya kepemimpinan, yaitu: a. Authoritarian (otoriter); autokratic (otokratis); dictatorial (diktator) b. Democratic (demokratis) 29 c. Laissez faire (kebebasan); free-rein (bebas kendali); libertarian (kebebasan)

Pendekatan Dan Teori Kepemimpinan (skripsi dan tesis)


 Banyak tokoh memberikan pendapatnya tentang pendekatan serta teori kepemimpinan. Salah satunya adalah Stephen J. Carrol dan Henry L.Tosi membedakan pendekatan kepemimpinan menjadi tiga, yaitu pendekatan sifat, pendekatan perilaku dan pendekatan kontingensi. (Sutarto, 1991). Awalnya timbul suatu pemikiran bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Pemikiran ini disebut pemikiran ”hereditary” atau turun temurun. Pendekatan turun temurun menyatakan bahwa pemimpin dilahirkan bukan dibuat; bahwa pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan untuk memimpin, tetapi mewarisinya. Pada masa berikutnya muncul sebuah teori baru yang dinamakan ”physical characteristic theory” atau teori ciri fisik yang dikemukakan oleh W.H. Sheldon. Kemudian muncullah pendapat bahwa pemimpin itu dapat diciptakan melalui latihan. Dengan demikian menurut pendapat ini setiap orang dapat dilatih menjadi pemimpin atau dengan perkataan lain setiap orang berpotensi menjadi pemimpin. Potensi tersebut dapat menjadi kenyataan apabila yang bersangkutan telah memperoleh latihan kepemimpinan dan berusaha untuk mempraktekannya. Banyak karangan yang menyebutkan sifat-sifat yang diperlukan oleh seorang pemimpin. Pandangan semacam ini dinamakan pendekatan sifat (Sutarto, 1991). 

Pendekatan perilaku berlandasakan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan. Dalam pendekatan perilaku ini diuraikan beberapa pendapat yang menyebutkan tentang macam gaya kepemimpinan, antara lain : a. Studi kepemimpinan Universitas Lowa b. Studi kepemimpinan Universitas Ohio c. Studi kepemimpinan Universitas Michigan d. Manajerial Grid e. Empat sistem manajemen f. Teori X dan teori Y Situasi yang berbeda harus dihadapi dengan perilaku kepemimpinan yang berbeda pula. Oleh karena itu muncul pendekatan yang disebut ”contingency approach”, pendekatan ini disebut juga ”situasional approach” atau pendekatan situasional. Pendekatan ini mencoba mengerti antar hubungan di dalam subsistem-subsistem sebaik antara organisasi dengan lingkungannya dan menegaskan pola-pola atau bentuk-bentuk variabel. Macam pendekatan kontingensi, antara lain: a. Model kepemimpinan Kontingensi dari Fiedler b. Model tiga kepemimpinan dari Reddin c. Model kontinum kepemimpinan dan Tannenbaum dan Schmidt 27 d. Model kontinum kepemimpinan berdasarkan banyaknya peran serta bawahan dalam pembuatan keputusan dari Vroom-Yetton e. Model kontingensi lima faktor dari Farris f. Model kepemimpinan ”path-goa” dari Evans dan House g. Model kepemimpinan ”vertical dyad linkage” dari Green h. Model kepemimpinan sistem dari Bass i. Model kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard.

Pengertian Kepemimpinan (skripsi dan tesis)


Peran manusia atau individu dalam organisasi salah satunya adalah menjalankan kepemimpinan. Kepemimpinan memerankan peranan yang dominan sebagai penentu keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan. Sikap, gaya serta perilaku pemimpin sangat besar pengaruhnya terhadap organisasi yang dipimpinnya. Menurut G.L Freeman dan E.K Taylor (dalam Sutarto, 1991) ”leadership is the ability 23 create group action towardon organizational objective with maximum effevtiveness and cooperation from each individual”. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan kegiatan kelompok mencapai tujuan organisasi dengan efektifitas maksimum dan kerjasama dari tiap-tiap individu. Ralp M. Stogdil (dalam Sutarto, 1991) mendefinisikan ”Leadership is a procces of influencing the activities of an organized group in its task of goal setting and goal achievement”. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang teroganisir dalam usaha mereka menetapkan tujuan dan mencapai tujuan. R.D Agarwal (dalam Sutarto, 1991) mendefinisikan : ”Leadership is art of the influencing others to direct their will, abilities and efforts to the achievement of leader’s goals. In the context of organization, leadhership lies influencing individual and group effort toward the optimum achievement of organizational objevtives”. Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain unutk mengarahkan kemauan mereka, kemampuan dan usaha untuk mencapai tujuan pemimpin. Dalam hubungan dengan organisasi, kepemimpinan terletak pada mempengaruhi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan organisasi secara optimal. Paul Harsey dan Kenneth H. Blanchard (dalam Sutarto, 1991) mendefinisikan, ”Leadership is the process of influencing the activities of an individual or a group in efforte toward goal achievement in a given situation”. 24 Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Madura (2001) kepemimpinan adalah proses unutuk mempengaruhi kebiasaan orang lain demi pencapaian sasaran bersama. Menurut Kimball Young (dalam Kartono, 1983) kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu, berdasarkan akseptansi atau penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus. Kepemimpinan adalah proses memberi inspirasi kepada semua karyawan agar bekerja sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang diharapkan. Richard Smidt (dalam Jarmanto, 1983) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah suatu hubungan antara seseorang dengan suatu kelompok yang terbentuk disekitar kepentingan yang sama dan bersikap menurut cara yang telah ditentukan dan diarahkan olehnya. Dari beberapa definisi tersebut dapat diuraikan bahwa pada dasarnya kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi, mengarahkan, mengajak, mendorong serta memotivasi kegiatan individu atau kelompok yang didasari atas kemampuan pribadi dalam situasi tertentu agar individu atau kelompok tersebut bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara optimal. Hal terpenting untuk diingat adalah macam pribadi pemimpin dan gaya kepemimpinannya yang bagaimanakah yang paling cocok bagi 25 kepentingan kelompok dalam kondisi serta situasi tertentu. Semua kualitas kepemimpinan harus memenuhi persyaratan dan tuntutan yang diajukan dan dibutuhkan oleh situasinya, jadi kaitannya dengan ”totalitas situasi” dari ”pemimpin dalam kelompoknya”