Friday, April 9, 2021

teori kepuasan kerja (skripsi dan tesis)

 Hughes et al. dalam Leadership (2012) menyatakan bahwa teori tentang kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam teori, yaitu: 1) Teori afektivitas Afektivitas mengacu pada kecendrungan seseorang untuk bereaksi terhadap rangasangan dalam sikap emosi yang konsisten. Orang-orang dengan kecenderungan negatif secara konsisten bereaksi terhadap perubahan, peristiwa dalam sikap negatif sehingga tidak bahagia. Sedangkan afektivitas positif secara konsisten bereaksi terhadap perubahan dengan sikap positif. 2) Equity theory (teori keseimbangan) Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Adam (1963). Prinsip teori ini adalah orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi, diperoleh dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain  3) Two factor theory (teori dua faktor) Teori ini menyatakan ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam bekerja. Kedua faktor tersebut adalah : (a) Sesuatu yang dapat memotivasi (motivator), Faktor ini antara lain faktor prestasi, pengakuan atau penghargaan, faktor tanggung jawab, faktor memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khususnya promosi, atau faktor pekerjaan itu sendiri. (b) Kebutuhan kesehatan lingkungan kerja (hygiene factors). Faktor ini dapat berbentuk upah/gaji, hubungan antara pekerja, kondisi kerja, kebijaksanaan dan proses administrasi dalam perusahaan

Kepuasan Kerja (skripsi dan tesis)

 

Menurut Luthans (2006:243), kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Menurut Mathis dan Jackson (2006:121), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. 21 Ricahard et al. (2012:312,337) menegaskan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan perasaan atau sikap seseorang mengenai pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi atau pendidikan, pengawasan, rekan kerja, beban kerja dan lain-lain. Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap seeorang mengenai kerja, dan ada beberapa alasan praktis yang membuat kepuasan kerja merupakan konsep yang penting bagi pemimpin. Pekerja yang puas lebih cenderung bertahan bekerja untuk organisasi. Pekerja yang puas juga cenderung terlibat dalam perilaku organisasi yang melampaui deskripsi tugas dan peran mereka, serta membantu mengurangi beban kerja dan tingkat stres anggota dalam organisasi. Pekerja yang tidak puas cenderung bersikap menentang dalam hubungannya dengan kepemimpinan dan terlibat dalam berbagai perilaku yang kontraproduktif. Wilson (2012 ; 327) menyatakan bahwa dengan kepuasan kerja seorang pegawai dapat merasakan pekerjaannya apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk dikerjakan. Wilson Bangun mengutip pendapat Wexley dan Yukl (2003) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan generalisasi sika-sikap terhadap pekerjaannya. Bermacam-macam sikap seseorang terhadap pekerjaannya mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam pekerjaannya, serta harapan-harapan terhadap pengalaman masa depan. Pekerjaan itu memberi kepuasan bagi pemangkunya. Kejadian sebaliknya, ketidakpuasan akan diperoleh bila suatu pekerjaan tidak menyengkan untuk dikerjakan. Kepuasan kerja menurut Dadang (2013:15) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaan, kepuasan kerja  mencerminkan perasaan seeorang terhadap terhadap pekerjaannya. Edy Sutrisno (2014 : 75) juga mengutip pendapat Handoko (1992), mengemukakan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seeorang terhadap pekerjaannya. Menurut Siagian (2013 : 295) kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang baik yang positif maupun negatif tentang pekerjaannya

indikator untuk mengukur stres kerja (skripsi dan tesis)

 Adapun beberapa indikator untuk mengukur stres kerja oleh beberapa ahli yaitu sebagai berikut: 1) Indikator stres kerja menurut Yozgart et al. (2013) yaitu : (a) Beban Kerja. Kondisi pekerjaan meliputi beban kerja berlebihan dan jadwal kerja (b) Tekanan. Tuntutan peran yang dihadapi (c) Konflik. Tampilan rumah pekerjaan yang meliputi masalah pekerjaan dengan masalah pribadi seperti kurangnya dukungan dari pasangan hidup   2) Menurut Robbins (2008), indikator stres kerja terdiri dari beberapa bagian yaitu : (a) Tuntutan tugas, merupakan faktor terkait dengan pekerjaan seseorang yang meliputi desain pekerjaan. (b) Tuntutan peran, berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi peran dalam suatuperusahaan meliputi konflik peran dan beban peran yang berlebihan. (c) Tuntutan antar pribadi, merupakan tekanan dari karyawan lain dalam suatu perusahaan. (d) Struktur organisasi, menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan, peraturan dan pengambilan keputusan. (e) Kepemimpian organisasi, menggambarkan gaya manajerial eksekutif senior dari organisasi. (f) Tingkat hidup organisasi, dimana organisasi berjalan melalui siklus yaitu pada siklus empat tahap ini menciptakan masalah dan tekanan yang berbeda bagi para karyawan. 3) Menurut Patterson dalam Nikos Kakkos (2010:218), terdapat empat hal yang menjadi indikator stres kerja yaitu: (a) Demands Demands berpacu pada beban kerja yang diterima oleh pegawai, meliputi beban kerja itu sendiri, corak pekerjaan yang diterima oleh pegawai dan lingkungan pekerjaan yang harus dijalankan oleh pegawai atau individu.  (b) Control Merupakan hak-hak yang didapat oleh pegawai dalam mengatur halhal yang dapat membantu pekerjaan mereka. Hak-hak tersebut lebih bersifat wewenang pegawai dalam menjalankan pekerjaan mereka. (c) Support Support atau dukungan meliputi dorongan secara spiritual, sumber daya yang disediakan oleh perusahaan, supervisor atau rekan kerja. (d) Inter-relationships Tindakan-tindakan yang harus dilakukan guna meminimalisasi konflik yang mungkin terjadi antara pegawai meliputi norma, rasa pengertian, empati dan sebagainya. (e) Role Bagaimana perusahaan dapat memperjelas peran pegawai dalam perusahaan baik peran yang tidak bertabrakan dengan pegawai lain ataupun memastikan pegawai mengerti akan peran yang mereka pegang.

faktor penyebab stres (skripsi dan tesis)

 Menurut Robbins (2012) terdapat tiga faktor penyebab stres, yaitu: 

1) Faktor lingkungan

 Faktor lingkungan seperti ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain dari struktur suatu organisasi, ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres di kalangan para karyawan. (a) Ketidakpastian ekonomi Ketidakpastian harga barang yang cenderung terus naik sedangkan kenaikan gaji karyawan tidak terlalu signifikan dengan kenaikan harga barang dan bahkan gaji karyawan cenderung tetap hal inilah yang akan membuat karyawan menjadi stres karena kebutuhan pokoknya tidak tercukupi. (b) Ketidakpastian politis Batasan birokrasi menjadi salah satu sumber stres yang berpengaruh dengan pekerjaan. Karyawan akan merasa tertekan atau stres apabila karyawan merasa ada ancaman terhadap perubahan politik. (c) Ketidakpastian teknologis Inovasi-inovasi baru dapat membuat ketrampilan dan pengalaman seorang karyawan usang dalam waktu yang sangat pendek oleh karena itu ketidakpastian teknologi merupakan tipe ketiga yang dapat menyebabkan stres, komputer, robotika, otomatisasi dan ragam-ragam lain dari inovasi teknologis merupakan ancaman bagi banyak organisasi yang  menyebabkan stres.

 2) Faktor organisasi

 Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, seorang atasan yang menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan merupakan beberapa contoh. (a) Tuntutan tugas Tuntutan tugas merupakan faktor yang dikaitkan pada pekerjaan seorang. Faktor ini mencakup desain pekerjaan individu, kondisi kerja, dan tata letak kerja fisik. (b) Tuntutan peran Tuntutan peran berpengaruh dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan hampir tidak bisa dirujukkan atau dipuaskan. (c) Tuntutan antar pribadi Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain kurangnya dukungan sosial, rekan-rekan dan pengaruh pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, teristimewa diantara para karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi. (d) Struktur Organisasi Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi,  tingkat aturan dan peraturan, serta di mana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada seorang karyawan merupakan suatu contoh dari variabel struktural yang dapat merupakan sumber potensial dari stres. (e) Kepemimpinan organisasi Menggambarkan gaya manajerial dari eksekutif senior organisasi beberapa pejabat eksekutif keputusan menciptakan suatu budaya yang dicirikan oleh ketegangan, rasa takut dan kecemasan karyawan membangun tekanan yang tidak realistis untuk berprestasi dalam jangka pendek, memaksakan pengawasan yang berlebihan ketatnya dan secara rutin memecat karyawan yang tidak dapat mengikutinya. (f) Tahap hidup organisasi Organisasi berjalan melalui suatu siklus, didirikan, tumbuh dan menjadi dewasa dan akhirnya merosot. Suatu, tahap kehidupan organisasi yaitu di mana dia ada dalam daur empat tahap ini, menciptakan masalah dan tekanan yang berbeda untuk para karyawan. Tahap pendirian dan kemerosotan sangat menimbulkan stres.

 3) Faktor Individual 

Faktor individual bisa mencakup faktor-faktor dalam kehidupan pribadi karyawan, terutama sekali faktor-faktor ini adalah isu keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian yang intern. (a) Masalah keluarga Keluarga secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap   hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya suatu hubungan dan kesulitan disiplin pada anakanak merupakan contoh dari masalah hubungan yang menciptakan stres bagi para karyawan dan terbawa ke tempat kerja. (b) Masalah ekonomi Masalah ekonomi diciptakan oleh individu yang terlalu merentangkan. Sumber daya keraguan karyawan merupakan suatu perangkat kesulitan pribadi lain yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu perhatian karyawan terhadap kerja. (c) Kepribadian Suatu faktor individual penting yang mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar dari seseorang, artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya mungkin berasal dalam kepribadian orang itu.

Stres Kerja (skripsi dan tesis)


Menurut Handoko (2011:200) stres kerja adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Gejala-gejala ini menyangkut baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Orang-orang yang mengalami stres bisa menjadi nerveous dan merasakan kekhawatiran kronis. Mereka sering menjadi mudah marah dan agresif, tidak dapat relaks, atau menunjukkan sikap yang tidak kooperatif. Mereka biasanya sering melarikan diri dengan minum alkohol atau merokok secara berlebihan. Di samping itu, mereka bahkan bisa terkena berbagai penyakit fisik, seperti masalah pencernaan atau tekanan darah tinggi, serta sulit tidur. Kondisi-kondisi tersebut meskipun dapat  juga terjadi karena penyebab-penyebab lain, tetapi pada umumnya hal itu merupakan gejala-gejala stres

Indikator pengukuran work-family conflict (WFC) (skripsi dan tesis)

 Adapun beberapa indikator pengukuran work-family conflict (WFC) menurut Greenhaus dan Beutell (1985) dalam Triaryati (2003) yaitu sebagai berikut: 1) Time-based conflict. Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga) 2) Strain-based conflict. Terjadi saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja peran lainnya 3) Behavior-based conflict. Berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga).

faktor work-family conflict (skripsi dan tesis)

 Michel et al. (2011) mengungkapkan beberapa faktor yang melatarbelakangi work-family conflict, yaitu : 

1) Faktor Pekerjaan Faktor pekerjaan menunjukkan bagaimana masing-masing karyawan memiliki peran yang berbeda tergantung pada pekerjaannya, peran pekerjaan tertanam dalam suatu keadaan atau kondisi yang sudah melekat pada pekerjaan tersebut. (a) Stresor peran (role stressors) Stresor pada pekerjaan dan keluarga merupakan hasil daripada tekanan yang dimiliki peran pada masing-masing domain. Konflik peran, ambiguitas peran, peran yang berlebihan dan komitmen waktu kerja secara umum dipandang sebagai sumber utama stres dalam kerangka stresor (Kahn et al., 1964). Banyak individu yang akhirnya menyerah pada tekanan yang ada dalam usahanya untuk memenuhi beragam ekspektasi dari masing-masing peran. Salah satu penyebabnya adalah ketika tekanan peran yang ada dalam kerangka stressor (konflik peran, ambiguitas peran, kelebihan peran dan tuntutan waktu) dihadapi, tenaga individu akan lebih banyak terkuras. Manusia memiliki energy serta waktu yang terbatas, sehingga ketika stressor peran pada salah satu domain mengalami peningkatan akan menghasilkan konflik yang lebih besar.  (b) Keterlibatan peran (role involvement) Keterlibatan kerja dan keluarga mengacu pada tingkat keterikatan psikologis atau kaitan terhadap peran di pekerjaan dan keluarga (Frone, 2003). Individu yang memiliki keterikatan peran tinggi memiliki ketertarikan kognitif terhadap peran tertentu. Ketertarikan peran yang tinggi membuat sesorang melihat peran tersebut sebagai hal terpenting dan pusat dari kehidupannya. Tingginya keterlibatan psikologis terhadap suatu peran tertentu dapat membuat sulit untuk terikat dalam kegiatan peran saingannya, misalnya keterlibatan pada pekerjaan dapat membuat keterikatan pada perannya di keluarga berkurang. Teori peran menjelaskan bahwa individu dapat terlibat secara psikologis dengan perannya di pekerjaan dan di rumah sebagai usaha untuk memenuhi ekspektasi dari masing-masing peran. Seandainya ketidakpuasan ditemui dalam salah satu peran, individu dapat menyesuaikan waktu, perhatian dan energi yang dimiliki. Teori kompensasi menjelaskan bahwa terdapat hubungan terbalik antara domain pekerjaan dan keluarga, di mana ketidakpuasan pada satu domain akan diimbangi melalui kepuasan atau keterlibatan yang lebih besar dalam domain lain (Edwards & Rothbard, 2000 dalam Michel, 2011). (c) Dukungan sosial (social support) Dukungan sosial merujuk pada bantuan peran, kekhawatiran emosional, informasi dan penilaian fungsi lain yang berfungsi untuk meningkatkan perasaan penting dalam diri seseorang (Carlson & Perrewe,   1999). Dukungan sosial dari domain pekerjaan dapat datang dari beberapa sumber seperti rekan kerja, supervisor dan organisasi itu sendiri. Dukungan sosial untuk domain keluarga dapat datang dari pasangan atau seluruh keluarga. Seperti yang dikemukankan oleh Stoner, dkk (2011) yaitu dukungan dari keluarga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya workfamily conflict yang dialami oleh seseorang. Dukungan sosial yang didapatkan dari salah satu domain dapat memimpin kepada berkurangnya waktu, perhatian dan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan peran tersebut. (d) Karakteristik kerja (work characteristic) Karakteristik kerja terdiri dari beberapa hal dalam domain yang dapat mempengaruhi pelaksanaan peran (Morgenson & Campion, 2003). Beberapa hal tersebut antara lain durasi peran (pekerjaan dan kepemilikan organisasi), karakteristik peran (tipe pekerjaan, autonomi pekerjaan, variansi tugas, dan gaji), serta pengaruh organisasional terhadap peran tersebut (alternatif jadwal kerja dan seberapa jauh organisasi tersebut responsive terhadap keluarga). Tingginya status dalam pekerjaan serta gaji yang semakin tinggi mengindikasikan tanggung jawab yang lebih besar, stress yang lebih besar sehingga menyulitkan untuk menjaga keseimbangan dalam kedua peran yang dimiliki baik di rumah ataupun pekerjaan. Karakter yang dimiliki oleh pekerjaan dan organisasi mempengaruhi bagaimana individu dapat menjalankan perannya dan seberapa besar tanggung jawab dan waktu yang dibutuhkan. Karakteristik  pekerjaan yang menuntut tanggung jawab serta perhatian yang besar dapat mempengaruhi bagaimana individu menjalankan perannya di rumah. 2) Faktor Individu Faktor individu yang dimaksudkan mempengaruhi work-family conflict adalah kepribadian seseorang. Kepribadian menurut Allport dalam Schultz & Schultz (2013) merujuk pada dinamika struktur mental dan proses mental yang terkoordinasi yang menentukan penyesuaian emosional dan perilaku individu terhadap lingkungannya. Salah satu bagian dari kepribadian yang berpengaruh terhadap work family conflict adalah internal locus of control dan efektifitas negatif serta neurotisme. Internal locus of control secara umum didefinsikan sebagai sejauh mana seseorang melihat hasil yang ada disebabkan oleh dirinya sendiri (internal) dan bukan semata-mata karena kesempatan (eksternal) (Rotter, 1966). Efektifitas negatif dan neurotisme secara umum didefinsikan sebagai tingkatan stres yang lebih tinggi yang didasarkan pada sifat psikologis, kecemasan, dan ketidakpuasan secara umum (Costa & McCrae, 1992). Kemampuan dari dalam diri individu sendiri merupakan salah satu cara untuk menyeimbangkan kedua peran yang dimiliki, dan aspek-aspek dalam kerpibadian mempengaruhi individu dalam menghadapi tekanan yang didapat dari kedua peran yang akan mempengaruhi kemungkinan munculnya konflik antara kedua peran