Tuesday, January 3, 2023

Indikator Tingkat Penyesuaian Diri (skripsi, tesis, disertasi)

 


Dalam mengukur variabel tingkat penyesuaian diri skala yang digunakan
adalah skala yang dikembangkan oleh peneliti yang mengacu pada aspek tingkat
penyesuaian diri secara positif. Menurut Moh. Surya dalam Susanto (2015: 128)
mengemukakan penyesuaian diri yang baik adalah penyesuaian diri yang ditandai
dengan indikator-indikator berikut ini:
1) Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional.
2) Tidak menunjukkan adanya mekanisme psikologis.
3) Tidak menunjukkan adanya frustrasi pribadi.
4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
5) Mampu dalam belajar.
6) Menghargai pengalamannya.
7) Bersifat realistis dan objektif.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tingkat penyesuaian diri yang baik
memiliki sifat emosional, penyesuaian diri yang didasarkan dari kemampuan
dalam mengendalikan diri, tidak mempunyai ketegangan, tidak frustrasi, dan
memiliki sikap realistis dan objektif.

Dimensi Tingkat Penyesuaian Diri (skripsi, tesis, disertasi)

 


Tingkat penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup responrespon terhadap lingkungan tempat individu berada, baik suatu kemampuan
mengarahkan diri, kemampuan untuk belajar, kemampuan memanfaatkan
pengalaman masa lalu, dan sikap realistis dan objektif. Menurut Baker dan Siryk
dalam Otlu (2010: 16-17) mengemukakan bahwa tingkat penyesuaian diri
memiliki empat dimensi, antara lain:
1) Penyesuaian akademik (academic adjustment)
Penyesuaian akademik mencakup:
a. Motivasi (sikap terhadap tujuan akademik, motivasi dalam
melakukan hal yang berkaitan dengan akademik);
b. Aplikasi (tingkat motivasi terhadap karya akademik dan
memenuhi persyaratan akademik);
c. Kinerja (keberhasilan dan efektivitas dalam fungsi akademik);
d. Lingkungan akademik (kepuasan terhadap lingkungan
akademik).
2) Penyesuaian sosial (social adjustment)
Penyesuaian sosial meliputi:
a. Secara umum (keterampilan mengenai kegiatan sosial dan
fungsi seseorang secara umum dalam masyarakat);
b. Orang lain (hubungan dengan orang lain);
c. Nostalgia (berkaitan dengan relokasi sosial), dan
d. Lingkungan sosial (kepuasan terhadap lingkungan sosial
akademik).
3) Penyesuaian pribadi-emosional (personal-emotional adjustment).
Penyesuaian pribadi-emosional ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Secara psikologis (mampu merasakan kesejahteraan psikologis)
dan
b. Secara fisik (mampu merasakan kesejahteraan fisik).
4) Pencapaian tujuan institusional (goal commitment-institutional)
Pencapaian tujuan institusional dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Secara umum (memiliki perasaan dan kepuasan berada di
instansi terkait) dan
b. Institusi (merasakan kepuasan terhadap institusi dimana peserta
didik terdaftar).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dimensi tingkat
penyesuaian diri terdiri dari empat dimensi yaitu penyesuaian akademik,
penyesuaian sosial, penyesuaian pribadi-emosional, dan terakhir pencapaian
tujuan institusional.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Penyesuaian Diri (skripsi, tesis, disertasi)

 


Dalam tingkat penyesuaian diri banyak faktor yang dapat mempengaruhi.
Seperti yang dikemukakan oleh Scheneider dalam Susanto (2018: 84) menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penyesuaian diri di antaranya
sebagai berikut:
1) Keadaan fisik
Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik
merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik.
Adanya cacat fisik dan penyakit kronis akan melatarbelakangi adanya
hambatan pada individu dalam melaksanakan penyesuaian diri.
2) Perkembangan dan kematangan
Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap
perkembangan. Hal tersebut bukan karena proses pembelajaran
semata, melainkan karena individu menjadi lebih tenang. Kematangan
individu dalam segi intelektual, sosial, moral, dan emosi memengaruhi
bagaimana individu melakukan penyesuaian diri.
3) Keadaan psikologis
Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi terciptanya
penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dilakukan bahwa adanya
frustrasi, kecemasan, dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi
adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik
akan mendorong individu untuk memberikan respons yang selaras
dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Variabel
yang termasuk dalam keadaan psikologis di antaranya pengalaman,
Pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri.
4) Keadaan lingkungan
Keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, aman, penuh
penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan
kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan
memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu
tinggal di lingkungan yang tidak tenteram, tidak damai, dan tidak
aman, maka individu tersebut akan mengalami gangguan dalam
melakukan proses penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang
dimaksud meliputi sekolah, keluarga, dan masyarakat.
5) Tingkat religiusitas dan kebudayaan
Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis
yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustrasi dan
ketegangan psikis lain. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan
sehingga individu memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang
diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi
dalam hidupnya. Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu
faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk
menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang
sulit menyesuaikan diri.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat penyesuaian diri adalah keadaan fisik, perkembangan dan
kematangan. keadaan psikologis, keadaan lingkungan dan tingkat religiusitas dan
kebudayaan.

Pengertian Tingkat Penyesuaian Diri (skripsi, tesis, disertasi)

 


Dalam istilah psikologi, tingkat penyesuaian diri disebut dengan istilah
adjustment. Istilah penyesuaian itu sendiri menurut Chaplin dalam Susanto (2018:
79) antara lain: 1) variasi dalam kegiatan organisme untuk mengatasi suatu
hambatan dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan; dan 2) menegakkan hubungan
yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial.
Sedangkan menurut Davidoff dalam Saguni dan Amin (2014: 205)
Adjustment merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri
dan tuntutan lingkungan. Sehingga, manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan alam di sekitarnya. Tingkat
penyesuaian diri dalam kehidupan yang di alami individu akan muncul secara
alamiah. Oleh karena itu, tingkat penyesuaian diri merupakan suatu proses
alamiah dan dinamis yang bertujuan untuk mengubah suatu perilaku individu
sehingga dapat menimbulkan hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi
lingkungan tempat individu berada.
Sementara itu penyesuaian diri menurut Lestari (2016: 78) adalah
mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah
lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan diri. Hal ini dikemukakan oleh
Aniyah (2017: 96) bahwa teori Bandura yang menjelaskan tentang perilaku
manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara
kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu
sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Teori belajar ini juga
dikembangkan agar mampu menjelaskan bagaimana individu dapat belajar dalam
keadaan di lingkungan secara nyata.
Menurut Bandura dalam Hutami dkk (2017: 24) mengemukakan bahwa
tingkah laku, lingkungan dan kejadian-kejadian internal pada pelajar yang
mempengaruhi persepsi dan aksi merupakan hubungan yang saling
mempengaruhi.
Berkaitan dengan teori di atas, Schneiders dalam Rahmani (2019: 762)
mengatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang melibatkan
respon-respon mental serta tingkah laku dalam upaya mengatasi dan menguasai
kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustrasi, dan
konflik-konflik dengan memperhatikan norma atau tuntutan lingkungan tempat
individu tinggal.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tingkat penyesuaian diri merupakan
proses yang dilakukan oleh individu secara aktif dan dilakukan secara terusmenerus sepanjang hayat untuk mengatasi berbagai macam tekanan, konflik dan
frustrasi yang diakibatkan oleh terhambatnya kebutuhan yang ada pada diri
individu tersebut, maka individu tersebut bisa menentukan sikap dan tindakan
yang akan diambilnya dalam lingkungan, sehingga akan menimbulkan suatu
hubungan yang sesuai atau selaras.

Indikator Self-Regulated Learning (skripsi, tesis, disertasi)

 


Self-regulated learning mempunyai indikator tertentu yang mampu
menandakan bahwa kemampuan meregulasi diri peserta didik dapat terlaksana
dengan baik. Terdapat beberapa para ahli yang menjelaskan indikator self-regulated
learning. Pertama pendapat dari Lestari dan Yudhanegara (2018: 94) mengemukakan
bahwa self-regulated learning atau kemandirian belajar adalah kemampuan
memonitor, meregulasi, mengontrol aspek kognisi, memotivasi dan perilaku diri
sendiri dalam belajar. Adapun indikator self-regulated learning, sebagai berikut:
1) Inisiatif belajar;
2) Memiliki kemampuan menentukan nasib sendiri;
3) Mendiagnosis kebutuhan belajar;
4) Kreatif dan insentif dalam memanfaatkan sumber belajar dan memilih
strategi belajar;
5) Memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar;
6) Mampu menahan diri;
7) Membuat keputusan-keputusan sendiri;
8) Mampu mengatasi masalah.
Selanjutnya pendapat lain yang dikemukakan oleh Sumarmo dalam
Nurfadilah dan Hakim (2019: 1218) mengemukakan beberapa indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur kemandirian belajar atau self-regulated learning yaitu:
1) Inisiatif belajar,
2) Mendiagnosa kebutuhan belajar,
3) Menetapkan target dan tujuan belajar,
4) Memonitor, Mengatur dan mengontrol kemajuan belajar,
5) Memandang kesulitan sebagai tantangan,
6) Memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan,
7) Memilih dan menerapkan strategi belajar,
8) Mengevaluasi proses dan hasil belajar, dan
9) Memilih self-concept atau konsep diri.
Indikator-indikator self-regulated learning sangat penting untuk diukur,
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat self-regulated learning yang
dimiliki oleh peserta didik yang terkandung didalam dirinya. Jadi, dari indikator-
indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa indikator self-regulated learning terdiri
dari berbagai macam indikator seperti yang telah disebutkan di atas

Manfaat Self-Regulated Learning (skripsi, tesis, disertasi)

 


Dalam proses pembelajaran, self-regulated learning berperan sangat
penting. Self-regulated learning ini menjadi suatu hal yang penting karena memiliki
berbagai manfaat yang mampu dirasakan oleh peserta didik. Menurut Zimmerman &
Risemberg dalam Ormrod (2009: 41) mengemukakan bahwa ketika anak-anak dan
orang dewasa menjadi pembelajar yang mengatur diri, mereka menetapkan tujuantujuan yang lebih ambisius bagi diri mereka sendiri, belajar lebih efektif, dan meraih
prestasi yang lebih tinggi di kelas.
Manfaat lain yang didapatkan dari self-regulated learning menurut
Zimmerman & Kitsantas dalam Noviawati dkk (2016: 182) menyatakan bahwa
sebagai komponen esenssial dalam keberhasilan belajar, regulasi diri dalam belajar
mendorong dan memotivasi peserta didik untuk mengembangkan kebiasaan belajar
yang lebih baik, memonitor dan mengevaluasi prestasi akademik yang mereka
peroleh, menerapkan berbagai strategi belajar yang diperlukan untuk mencapai
keberhasilan dalam belajar, serta mendorong pencapaian prestasi yang lebih baik.
Self-regulated learning mampu meningkatkan prestasi belajar peserta didik,
karena peserta didik akan menjadi lebih mandiri dalam meregulasi dirinya dalam
pembelajaran, dan individu yang memiliki regulasi diri diasumsikan akan mengerti
terhadap pengaruh lingkungan dari perilaku mereka, sehingga mampu mengetahui

bagaimana dalam menggunakan berbagai macam strategis untuk meningkatkan
lingkungannya sehingga sesuai apa yang diharapkan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Regulated Learning (skripsi, tesis, disertasi)

 


Regulasi diri dalam belajar adalah kemampuan peserta didik yang perlu
dilatih dalam kebiasaannya sehari-hari. Kebiasaan peserta didik dalam belajar bisa
meliputi belajar mandiri di rumah, di sekolah bersama guru sebagai fasilitator
maupun teman sebaya. Kemampuan regulasi diri peserta didik dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Menurut Zimmerman dalam Ghufron dan Suminta (2017: 47)
sesuai dengan teori kognitif-sosial, ada tiga hal yang mempengaruhi pengelolaan diri,
yaitu:
(a) Individu (diri).
Faktor individu ini meliputi: pengetahuan individu, semakin banyak dan
beragam pengetahuan yang dimiliki individu akan semakin membantu
individu dalam melakukan pengelolaan, tingkat kemampuan metakognisi
yang dimiliki individu semakin tinggi akan membantu pelaksanaan
pengelolaan diri dalam diri individu dan tujuan yang ingin dicapai,
semakin banyak dan kompleks tujuan yang ingin diraih, semakin besar
kemungkinan individu melakukan pengelolaan diri;
(b) Perilaku.
Perilaku mengacu kepada upaya individu menggunakan kemampuan
yang dimiliki. Semakin besar dan optimal upaya yang dikerahkan
individu dalam mengatur dan mengorganisasikan suatu aktivitas akan
meningkatkan pengelolaan pada diri individu; dan
(c) Lingkungan.
Sosial kognitif teori mencurahkan perhatian khusus pada pengaruh sosial
dan pengalaman pada fungsi manusia. Hal ini bergantung pada
bagaimana lingkungan itu mendukung atau tidak mendukung.
Adapun pendapat lain yang dikemukakan oleh Stone, Schunk & Swartz
dalam Fasikhah dan Fatimah (2013: 148) mengemukakan self-regulated learning,
dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:
(a) Keyakinan diri (self-efficacy)
Self-efficacy mengacu pada kepercayaan seseorang tentang kemampuan
dirinya untuk belajar atau melakukan keterampilan pada tingkat tertentu.
(b) Motivasi
Motivasi merupakan sesuatu yang menggerakkan individu pada tujuan,
dengan harapan akan mendapatkan hasil dari tindakannya itu dan adanya
keyakinan diri untuk melakukannya.
(c) Tujuan
Tujuan merupakan kriteria yang digunakan individu untuk memonitor
kemajuan belajarnya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi self-regulated learning yaitu individu (diri), perilaku, lingkungan,
keyakinan diri (self-efficacy), motivasi, dan tujuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
faktor-faktor tersebut saling memiliki keterkaitan yang sangat erat antara satu dengan
yang lainnya