Tuesday, February 28, 2023

Definisi Latar Belakang Sosial Ekonomi

 Sosial ekonomi berkaitan dengan kesehjateraan yang dimiliki oleh suatu wilayah tertentu dimana tingkat kesejahteraan umumnya dikaitkan dengan tingkat pendapatan (Gohong, 1993). Oleh karenanya faktor sosial ekonomi suatu wilayah sangat berbeda satu dengan yang lainnya karena kondisi lingkungan sosial ekonomi di suatu wilayah berkaitan erat dengan  kemampuan penduduk di wilayah tersebut dalam melaksanakan kegiatan  untuk mendapatkan pendapatan.

Sedangkan menurut ( Ismawan, 2003) maka pengertian faktor sosial ekonomi merupakan upaya masyarakat dalam memenuhi kecukupan diri (self-sufficiency) di bidang ekonomi, tetapi juga meliputi faktor manusia secara pribadi, yang di dalamnya mengandung unsur penemuan diri (self-discovery) berdasarkan kepercayaan diri (selfconfidence).

Pengukuran Partisipasi

 

Pengukuran partisipasi anggota berkaitan dengan peran ganda anggota sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan. Dalam kedudukannya sebagai pemilik, (a) para anggota memberikan kontribusinya terhadap pembentukan dan pertumbuhan perusahaan koperasi dalam bentuk kontribusi keuangan (penyerahan simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, atau dana-dana pribadi yang diinvestasikan pada koperasi), dan (2) mengambil bagian dalam penetapan tujuan, pembuatan keputusan dan proses pengawasan terhadap jalannya perusahaan koperasi. Partisipasi semacam ini disebut partisipasi kontributif. Dalam kedudukannya sebagai pelanggan/pemakai, para anggota memanfaatkan berbagai potensi pelayanan yang disediakan oleh perusahaan koperasi dalam menunjang kepentingannya. Partisipasi semacam ini disebut partisipasi insentif. (Darmawan, 2008)

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan tentang indikator untuk mengukur partisipasi anggota, yaitu:

  1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan dalam rapat anggota (kehadiran, keaktifan, dan penyampaian/ mengemukakan pendapat /saran/ide/ gagasan/kritik bagi koperasi).
  2. Partisipasi dalam kontribusi modal (dalam berbagai jenis simpanan, simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, jumlah dan frekuensi menyimpan simpanan, penyertaan modal).
  3. Partisipasi dalam pemanfaatan pelayanan (dalam berbagai jenis unit usaha, jumlah dan frekuensi pemanfaatan layanan dari setiap unit usaha koperasi, besaran transaksi berdasarkan waktu dan unit usaha yang dimanfaatkan, besaran pembelian atau penjualan barang maupun jasa yang dimanfaatkan, cara pembayaran atau cara pengambilan, bentuk transaksi, waktu layanan).
  4. Partisipasi dalam pengawasan koperasi (dalam menyampaikan kritik, tata cara penyampaian kritik, ikut serta melakukan pengawasan jalannya organisasi dan usaha koperasi)

Pengertian Partisipasi

 Partisipasi adalah keikutsertaan, peranserta tau keterlibatan yang berkitan dengan keadaaan lahiriahnya (Sastropoetro;1995). Participation becomes, then, people's involvement in reflection and action, a process of empowerment and active involvement in decision making throughout a programme, and access and control over resources and institutions (Cristóvão, 1990).

Verrhangen (1979) dalam Mardikanto (2003) menyatakan bahwa, partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Theodorson dalam Mardikanto (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagi keikutsertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill (PTO PNPM PPK, 2007).

Aspek Kompetensi Sosial

 Menurut Argyle (1994) kompetensi sosial memiliki beberapa aspek, yaitu:

  1. Model ketrampilan sosial; dalam setiap keadaan, individu mencari tujuan yang jelas, membuat respon dan menerima umpan balik. Semua tergantung dari proses belajar melalui modelling yang melibatkan tujuan yang ingin dicapai oleh individu, tingkah laku utama dari orang lain yang ada di lingkungan individu, dan siapa yang menjadi model belajar serta pengaruhnya terhadap individu.
  2. Pemberian reward; reward merupakan kunci menuju pertemanan dan ketertarikan, individu lebih memilih untuk dapat diterima dalam kelompok ketika menunjukkan tingkah laku yang positif, memiliki sifat sosial positif, dan tidak bertindak agresif (Newcomb dkk dalam Argyle, 1994). Reward yang dimaksud bisa berupa verbal, seperti pujian, kalimat menyetujui, simpati dan non verbal seperti senyuman, anggukan dan sentuhan, tidak selalu berupa hadiah.
  3. Empati; berada pada peran orang lain dan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Melibatkan kognitif untuk melihat dan menganalisis apa yang ditunjukkan oleh orang lain, emosi untuk berbagi dan mengutarakan perasaan serta kegiatan kooperatif, yakni membantu orang lain mencapai tujuannya dan mengendalikan tingkah laku.
  4. Kecerdasan sosial dan pemecahan masalah; perilaku yang ditampilkan memiliki aspek penting berupa pengetahuan dan pemikiran, dimana individu yang kurang berpengalaman tidak mengerti untuk apa sebuah pertemuan dilakukan atau tidak dapat memperkirakan apa yang akan terjadi saat wawancara kerja. Beberapa individu tidak dapat memahami persahabatan, cinta, tidak menyadari pentingnya loyalitas dan komitmen.
  5. . Asertivitas; pada setiap hubungan yang terjadi membutuhkan tingkat asertivitas tertentu karena asertivitas membuat individu mampu mengontrol apa yang terjadi dalam kondisi sosial yang dihadapi agar sesuai dengan tujuannya, mempengaruhi orang lain tanpa tindakan agresi dan tanpa merusak hubungan.
  6. Komunikasi non verbal; dibutuhkan dalam pemberian respon sebagai reinforcement, ucapan akan lebih berarti jika didukung oleh mimik muka dan tingkah laku yang mendukung.
  7. Komunikasi verbal; dalam beberapa hubungan, komunikasi verbal merupakan hal pokok karena ada beberapa individu yang tidak dapat memberikan komunikasi non verbal dengan baik.
  8. Persepsi pribadi; berpengaruh pada proses penerimaan informasi dari tanda-tanda sosial yang diberikan orang lain dan bagaimana mengartikan serta memilih perilaku yang sesuai untuk respon dari kondisi yang dihadapi.

Gullotta dkk (1999), secara spesifik menyebutkan aspek-aspek kompetensi sosial terdiri dari :

  1. Kapasitas kognitif meliputi :

1) Harga diri yang positif; adalah penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri, dan penghargaan dari orang lain. Individu yakin bahwa dirinya berharga, mampu mengatasi segala tantangan dalam hidupnya, serta memperoleh penghargaan atas apa yang dilakukannya. Harga diri yang positif memberikan kepercayaan diri untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan lingkungan sosialnya.

2) Kemampuan memandang sesuatu dari sudut pandang sosial; merupakan kemampuan untuk memahami lingkungan dan menjadi lebih peka terhadap orang lain.

3) Keterampilan memecahkan masalah interpersonal; adalah sebuah proses perilaku yang menyediakan sejumlah respon alternatif yang potensial bagi pemecahan masalah yang dihadapi, serta meningkatkan kemungkinan pemilihan respon yang paling efektif dari bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi.

  1. Keseimbangan antara kebutuhan bersosialisasi dan kebutuhan akan privacy, meliputi :

1) Kebutuhan bersosialisasi, merupakan kebutuhan individu untuk terlibat dalam sebuah kelompok dan menjalin hubungan dengan orang lain.

2) Kebutuhan akan privacy, adalah keinginan untuk menjadi individu yang unik, berbeda, dan bebas melakukan tindakan tanpa pengaruh orang lain.

  1. Keterampilan sosial dengan teman sebaya adalah kecakapan individu dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya sehingga tidak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kelompok dan dapat terlibat dalam kegiatan kelompok.

Pengertian Kompetensi Sosial

 Chaplin (2001) menyatakan bahwa kompetensi adalah kelayakan kemampuan atau pelatihan untuk melakukan satu tugas, sedangkan Kartono (1990) memberi pengertian bahwa kompetensi adalah kemampuan atau segala daya, kesanggupan, kekuatan, kecakapan dan keterampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari kesanggupan anggota biasa.

Spitzberg dan Cupach (De Vito, 1996) menyatakan bahwa kompetensi interpersonal adalah kemampuan seorang individu untuk berkomunikasi secara efektif dengan satu individu lain. Kompetensi interpersonal lebih pada kemampuan untuk melakukan komunikasi antara dua individu, sedangkan kompetensi sosial adalah kemampuan untuk melakukan komunikasi dengan beberapa individu dalam konteks lingkungan dan budaya tertentu. Hughes (Topping dkk, 2000) menyatakan bahwa kompetensi sosial meliputi seperangkat kemampuan pokok, sikap, kepandaian dan perasaan yang diberi arti secara fungsional oleh konteks budaya, lingkungan dan situasi.

Asher dan Parker (dalam Durkin, 1995) mendefinisikan kompetensi sosial sebagai komponen lengkap dari suatu hubungan, kompetensi sosial dibutuhkan pada pertemuan awal untuk membuat hubungan dan berfungsi untuk memudahkan dan mengembangkan ke arah pertemanan. Individu dengan kompetensi sosial diharapkan dapat berkomunikasi secara efektif, dapat memahami diri mereka sendiri dan orang lain, memperoleh peran gender yang tepat, mengamati tugas moral dalam kelompok yang dihadapi, mengatur emosi, menyesuaikan tingkah laku mereka dalam memberi respon sesuai tingkat usia dan norma yang ada.

Koefisien Determinasi

  

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari seluruh variabel bebas dan besarnya pengaruh yang disebabkan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan (Gujarati, 2003). Jika nilai R² yang diperoleh dari hasil perhitungan semakin besar (mendekati satu), maka dapat dikatakan bahwa sumbangan dari variabel bebas terhadap variabel terikat semakin besar. Sebaliknya apabila hasilnya semakin kecil (mendekati nol) maka sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat semakin kecil.

Pengujian Hipotesis

  

  • Uji Hipotesis pengaruh secara parsial

Untuk menguji pengaruh secara parsial variabel independen terhadap variabel dependen digunakan uji t (Supranto, 2007)

Dengan tingkat kepercayaan 95 % (a = 0,05) maka :

Ho  diterima jika p value > α (0,05) atau tidak ada pengaruh variabel X secara parsial terhadap Y

Ho  ditolak jika p value £  α (0,05) atau terdapat pengaruh variabel X secara parsial terhadap Y

  • Uji pengaruh secara bersama-sama

Untuk menguji pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen digunakan uji F.  (Supranto, 2007)

Dengan tingkat kepercayaan 95 % (a = 0,05) maka :

Ho  diterima jika p value > α atau tidak ada pengaruh variabel X secara bersama-sama terhadap Y

Ho  ditolak jika p value £  α atau terdapat pengaruh variabel X secara bersama-sama terhadap Y