Saturday, July 29, 2023

Citra Merek (Brand Image)

 


Kadangkala seseorang tidak dapat membedakan secara jelas antara identitas dan citra.
Untuk membedakannya, maka akan dilihat pengertian masing- masing menurut Kotler dan
Keller (2008) Identitas adalah berbagai cara yang di arahkan perusahaan untuk
mengidentifikasikan dirinya atau memposisikan produknya. Sedangkan citra/image yaitu,
Citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Maka jelas jika brand
image atau citra merek adalah bagaimana suatu merek mempengaruhi persepsi, pandangan
masyarakat atau konsumen terhadap perusahaan atau produknya.
Pengertian brand image (Kotler dan Keller, 2008) bahwa :
1. Anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan
konsumen.
2. Cara orang berpikir tentang sebuah merek secara abstrak dalam pemikiran mereka,
sekalipun pada saat mereka memikirkannya, mereka tidak berhadapan langsung dengan
produk.
Membangun brand image yang positif dapat dicapai dengan program marketing yang
kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang
membedakannya dengan produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen–elemen yang
mendukung (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya) dapat menciptakan brand image yang
kuat bagi konsumen. Faktor- faktor pendukung terbentuknya brand image dalam
keterkaitannya dengan asosiasi merek (Kotler dan Keller, 2008) yaitu :
1. Favorability of brand association / keunggulan asosiasi merek.
Salah satu faktor pembentuk brand image adalah keunggulan produk, dimana produk tersebut
unggul dalam persaingan. Karena keunggulan kualitas (model dan kenyamanan) dan ciri khas
itulah yang menyebabkan suatu produk mempunyai daya tarik tersendiri bagi konsumen.
2. Strength of brand association/familiarity of brand association/kekuatan asosiasi
merek.
Contoh membangun kepopuleran merek dengan strategi komunikasi melalui periklanan.
Setiap merek yang berharga mempunyai jiwa, suatu kepribadian khusus adalah kewajiban
mendasar bagi pemilik merek untuk dapat mengungkapkan, mensosialisasikan
jiwa/kepribadian tersebut dalam satu bentuk iklan, ataupun bentuk kegiatan promosi dan
pemasaran lainnya. Hal itulah yang akan terus menerus menjadi penghubung antara
produk/merek dengan konsumen. Dengan demikian merek tersebut akan cepat dikenal dan
akan tetap terjaga ditengah-tengah maraknya persaingan. Membangun popularitas sebuah
merek yang terkenal tidaklah mudah. Nasmun demikian popularitas adalah salah satu kunci
yang dapat membentuk brand image.
3. Uniquesness of brand association / keunikan asosiasi merek.
Merupakan keunikan-keunikan yang dimiliki oleh produk tersebut. Beberapa keuntungan
dengan terciptanya brand image yang kuat adalah:
a. Peluang bagi produk/merek untuk terus mengembangkan diri dan memiliki prospek
bisnis yang bagus.
b. Memimpin produk untuk semakin memiliki sistem keuangan yang bagus.
c. Menciptakan loyalitas konsumen.
d. Membantu dalam efisiensi marketing, karena merek telah berhasil dikenal dan diingat
oleh konsumen.
e. Membantu dalam menciptakan perbedaan dengan pesaing. Semakin merek dikenal
oleh masyarakat, maka perbedaan/keunikan baru yang diciptakan perusahaan akan mudah
dikenali konsumen.
f. Mempermudah dalam perekrutan tenaga kerja bagi perusahaan.
g. Meminimumkan kehancuran/kepailitan perusahaan.
h. Mempermudah mendapatkan investor baru guna mengembangkan produk

Kualitas Pelayanan (Service Quality)

 


Pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan satu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
apapun (Laksana, 2008). Dalam perspektif TQM (Total Quality Management) kualitas
dipandang secara lebih luas, yaitu tidak hanya aspek hasil yang ditekankan, tetapi juga
meliputi proses, lingkungan dan manusia. Tjiptono dan Chandra (2005) menyatakan bahwa
Goetsch & Davis (1994) mendefinisikan kualitas sebagai suatu kondisi dinamis yang
berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan. Menurut Tjiptono dan Chandra (2005), Lewis & Booms mendefinisikan
kualitas jasa sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai
dengan ekspektasi pelanggan. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu
perusahaan adalah kemampuan perusahaan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
konsumen. Kualitas pelayanan (Service Quality) dibangun atas adanya perbandingan dua
faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived
service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (Tjiptono dan Chandra, 2005).
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006), Parasuraman dkk (1998) mendefinisikan
kualitas jasa sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas
layanan yang mereka terima. Terdapat lima indikator dalam kualitas pelayanan yang
dikemukakan oleh Parasuraman dkk (1998) yaitu :
1. Berwujud (tangible)
Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak
eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat
diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari layanan yang
diberikan oleh para pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh : gedung, gudang dan
lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi) serta penampilan
pegawainya.
2. Keandalan (reliability)
Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan sesuai dengan dijanjikan secara
akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan
waktu, layanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan
dengan akurasi yang tinggi.
3. Ketanggapan (responsiveness)
Yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan layanan yang cepat (responsive) dan
tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen
menunggu, persepsi yang negatif dalam kualitas layanan.
4. Jaminan dan kepastian (assurance)
Yaitu pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk
menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa
komponen anatara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan
(security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).
5. Empati (empathy)
Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan
kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu
perusahaan diharapkan memilki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami
kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi
pelanggan.
Indikator kualitas jasa tersebut harus diramu dengan baik, bila tidak hal tersebut dapat
menimbulkan kesenjangan antara perusahaan dan pelanggan karena perbedaan persepsi
mereka tentang wujud pelayanan (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006). Lima kesenjangan (gap)
yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas jasa menurut Lupiyoadi
dan Hamdani (2006) adalah sebagai berikut :
1. Kesenjangan persepsi manajemen
Yaitu adanya perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi
manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini terjadi karena kurangnya
orientasi penelitian pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai atas semua temuan peneliti,
kurangnya interaksi antara pihak manajemen dengan pelanggan, komunikasi dari bawah ke
atas yang kurang memadai, serta terlalu banyaknya tingkatan manajemen.
2. Kesenjangan spesifikasi kualitas
Yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dan
spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen
manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya
standarisasi tugas, dan tidak adanya penyusunan tujuan.
3. Kesenjangan penyampaian jasa
Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Kesenjangan antara
spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh
faktor-faktor :
(1) ambiguitas peran, yaitu sejauh mana karyawan dapat melakukan tugas sesuai dengan
harapan manajer tetapi memuaskan pelanggan; (2) konflik peran, yaitu sejauh mana
karyawan meyakini bahwa mereka tidak memuaskan semua pihak; (3) kesesuain karyawan
dengan tugas yang harus dikerjakannya; (4) kesesuaian teknologi yang digunakan oleh
karyawan; (5) sistem pengendalian dari atasan, yaitu tidak memadaianya sistem penilaian dan
sistem imbalan; (6) kontrol yang diterima, yaitu sejauh mana karyawan merasakan kebebasan
atau flesibilitas untuk mementukan cara pelayanan; (7) kerja tim, yaitu sejauh mana
karyawan dan manajemen merumuskan tujuan bersama di dalam memuaskan pelanggan
secara bersama-sama dan terpadu.
4. Kesenjangan komunikasi pemasaran
Yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan pelanggan
mengenai kualitas jasa dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh perusahaan melalui
komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi karena (1) tidak memadainya komunikasi
horizontal, dan (2) adanya kecenderungan memberikan janji yang berlebihan. Dalam hal ini
komunikasi eksternal telah mendistorsi harapan pelanggan.
5. Kesenjangan dalam pelayanan yang dirasakan
Yaitu perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh pelanggan.
Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif.
Namun bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan
menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.

Kualitas Produk(Product Quality)

 


Di dalam menjalankan suatu bisnis, produk maupun jasa yang dijual harus memiliki
kualitas yang baik atau sesuai dengan harga yang ditawarkan. Agar suatu usaha atau
perusahaan dapat bertahan dalam menghadapi persaingan, terutama persaingan dari segi
kualitas, perusahaan perlu terus meningkatkan kualitas produk atau jasanya. Karena
peningkatan kualitas prosuk dapat membuat konsumen merasa puas terhadap produk atau
jasa yang mereka beli, dan akan mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian
ulang.Menurut Kotler (2007), pengertian produk dalam arti yang lebih luas untuk mencakup
segala sesuatu yang diberikan kepada seseorang guna memuaskan suatu kebutuhan atau
keinginan. Konsep produk berpendapat bahwa para konsumen akan menyukai produk-produk
yang memberikan kualitas, penampilan dan ciri-ciri yang terbaik. Manajemen dalam
organisasi yang berorientasi pada produk demikian memusatkan energi mereka untuk
membuat produk yang baik dan terus-menerus meningkatkan mutu produk tersebut.Persepsi
konsumen terhadap kualitas produk, dapat dipengaruhi oleh harga produk. Konsumen
memiliki persepsi, apabila semakin tinggi harga suatu produk maka semakin tinggi pula
kualitas dari produk tersebut. Konsumen dapat mempunyai persepsi seperti itu ketika mereka
tidak memiliki petunjuk atau acuan lain dari kualitas produk, selain harga produk. Namun
sebenarnya persepsi kualitas suatu produk dapat dipengaruhi pula oleh citra perusahaan,
iklan, dan variabel-variabel lainnya.
Mutu produk atau jasa dapat mempengaruhi kepuasan konsumen. Definisi mutu yang
berpusat pada pelanggan sendiri adalah keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan
yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
tersirat. Kita dapat mengatakan bahwa penjual telah menghasilkan mutu bila produk atau
pelayanan penjual tersebut memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. (Kotler, 2007).
Kotler & Armstrong (2007) berpendapat bahwa kualitas dan peningkatan produk merupakan
bagian yang penting dalam strategi pemasaran. Meskipun demikian, hanya memfokuskan diri
pada produk perusahaan akan membuat perusahaan kurang memperhatikan faktor lainnya
dalam pemasaran. Pengertian produk konsumen adalah produk dan jasa yang dibeli oleh
konsumen dengan tujuan untuk konsumsi pribadi. Pemasar biasanya menggolongkan produk
dan jasa ini berdasarkan cara konsumen membelinya.Untuk mengklasifikasikan jenis-jenis
produk berikut terdapat berbagai jenis-jenis produk antara lain:
a. Produk kebutuhan sehari-hari (convenience product)
Produk kebutuhan sehari-hari biasanya murah harganya dan terdapat di banyak tempat agar
produk itu tersedia ketika pelanggan memerlukannya.
b. Produk belanja (shopping product)
Ketika membeli produk dan jasa ini, konsumen menghabiskan lebih banyak waktu dan tenaga
dalam mengumpulkan informasi dan membuat perbandingan.
c. Produk khusus (specialty product)
Merupakan produk dan jasa konsumen dengan karakteristik unik dimana sekelompok
pembeli bersedia melakukan usaha pembelian khusus.
d. Produk yang tidak dicari (unsought product)
Merupakan produk konsumen yang mungkin tidak dikenal oleh konsumen, atau produk yang
mungkin sudah dikenal konsumen namun konsumen tidak berfikir untuk membelinya.
Ketika konsumen akan mengambil suatu keputusan pembelian, variabel produk
merupakan pertimbangan paling utama, karena produk adalah tujuan utama bagi konsumen
untuk memenuhi kebutuhannya. Jika konsumen merasa cocok dengan suatu produk dan
produk tersebut dapat memenuhi kebutuhannya, maka konsumen akan mengambil keputusan
untuk membeli produk tersebut terus menerus (Nabhan dan Kresnaini, 2005). Menurut
Tedjakusuma, Hartini, dan Muryani (2001), untuk produk yang merupakan kebutuhan pokok
seperti makanan dan minuman, konsumen sangat mempertimbangkan kualitasnya. Karena
merupakan kebutuhan pokok dan sangat berhubungan dengan kesehatan manusia, maka
kualitas produk sangat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan pembelian
produk. Apabila kualitas produk ditingkatkan, perilaku konsumen untuk melakukan
pembelian juga akan meningkat. Definisi dari kualitas produk adalah mencerminkan
kemampuan produk untuk menjalankan tugasnya yang mencakup daya tahan, kehandalan,
atau kemajuan, kekuatan, dalam pengemasan atau reparasi produk dan ciri-ciri lainnya
(Kotler dan Amstrong, 1997). Menurut (Kotler dan Amstrong, 1997) , produk adalah segala
sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau
di konsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Secara konseptual produk
adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha
untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan kegiatan konsumen,
sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar.
Menurut (Mowen, 1995) kualitas Menurut pendapat ini dapat dinyatakan bahwa
kualitas adalah kesesuaian terhadap karakter dari suatu produk/jasa yang didesain untuk
memenuhi kebutuhan tertentu di bawah kondisi tertentu.Menurut (Handoko, 2002), Kualitas
adalah suatu kondisi dari sebuah barang berdasarkan pada penilaian atas kesesuaiannya
dengan standar ukur yang telah diterapkan. Berdasarkan pendapat ini dapat diketahui bahwa
kualitas produk ditentukan oleh tolak ukur penilaian. Semakin sesuai dengan standar yang
diterapkan dinilai semakin berkualitas.
Menurut (Garvin, 1998) dalam (Istijanto, 2007) mengungkapkan ada delapan indikator
kualitas produk, yaitu :
a) Kinerja (performance)
Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini manfaat atau khasiat
utama produk yang kita beli. Biasanya ini menjadi pertimbangan pertama kali dalam membeli
suatu produk.
b) Fitur Produk
Indikator fitur merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan yang melengkapi manfaat
dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah sesuai
standar, fitur seringkali ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau
pesaing tidak memiliki.
c) Keandalan (reliability)
Indikator keandalan adalah peluang suatu produk bebas dari kegagalan saat menjalankan
fungsinya.
d) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification) Conformance adalah
kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam “janji”
yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas dari indikator ini berarti
sesuai dengan standarnya.
e) Daya Tahan (durability)
Daya tahan menunjukan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu produk sebelum produk
itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu semakin awet, produk yang
awet akan dipersepsikan lebih berkualitas dibanding produk yang cepat habis atau cepat
diganti karena rusak.
f) Kemampuan diperbaiki (serviceability)
Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar kemampuan
diperbaiki: mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya
lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang tidak atau sulit diperbaiki.
g) Keindahan (aestethic)
Keindahan menyangkut tampilan produk yang bisa membuat konsumen suka. Ini sering kali
dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya. Beberapa merek diperbaharui
“wajahnya” supaya lebih cantik di mata konsumen.
h) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)
Ini menyangkut konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk- produk yang bermerek
terkenal biasanya dipersepsikan lebih berkualitas dibandingkan dengan merek-merek yang
tidak didengar atau diketahui banyak orang.
Menurut (Kotler, 2003) adapun tujuan dari kualitas produk adalah sebagai berikut:
a. Mengusahakan agar barang hasil produksi dapat mencapai standar yang telah
ditetapkan.
b. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
c. Mengusahakan agar biaya desain dari produksi tertentu menjadi sekecil mungkin.
d. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.

Persepsi Kualitas

 


Persepsi kualitas (perceived quality) merupakan penilaian konsumen terhadap
keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. Persepsi kualitas adalah
Persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk
atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Oleh sebab itu,
persepsi kualitas didasarkan pada evaluasi subjektif konsumen (bukan manajer
atau pakar) terhadap kualitas produk (Tjiptono, 2008: 40).

Persepsi Konsumen

 


Persepsi Konsumen merupakan proses di mana individu memilih,
mengorganisasikan dan mengintrepretasikan stimuli tertentu menjadi sesuatu yang
bermakna (Schiffman & Kanuk 2007 dalam Suryani 2008: 10). Seseorang dapat
membentuk persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama karena tiga macam
proses penerimaan indera yakni: perhatian yang selektif yang mengakibatkan
konsumen tidak menerima semua rangsangan, distorsi selektif yang merubah
pesan yang didengar sesuai dengan yang diinginkan untuk didengar oleh
konsumen, dan ingatan selektif dimana konsumen terkadang lupa dengan apa
yang dipelajari tetapi akan cenderung untuk menyimpan informasi yang akan
mendukung sikap dan kepercayaan mereka.

Perilaku Konsumen

 


Perilaku konsumen adalah kegiatan seseorang dalam membeli dan menggunakan
produk atau jasa (Kismono, 2012: 334). Schiffman dan Kanuk (2007) dalam
Suryani (2008: 6) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi yang
mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan sumberdaya
yang tersedia dan dimiliki (waktu, uang dan usaha) untuk mendapatkan barang
atau jasa yang nantinya akan dikonsumsi. Dalam perilaku konsumen selain
berkaitan dengan kualitas produk, juga erat kaitannya dengan harga. Jika harga
suatu produk tidak terlalu tinggi, maka konsumen tidak akan membutuhkan
waktu lama untuk memikirkan dan melakukan aktifitas perilaku konsumen,
begitupun sebaliknya.

Kepuasan Pelanggan

 


Menurut Tjiptono (2014), “Kepuasan berasal dari bahasa Latin “Satis” yang
berarti cukup baik, memadai dan “Facio” yang berarti melakukan atau membuat”.
Secara sederhana kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau
membuat sesuatu memadai. Sedangkan menurut Kotler dalam Lupiyoadi (2013),
Kepuasan merupakan tingkat perasaan di mana seseorang menyatakan hasil
perbandingan atas kinerja produk (jasa) yang diterima dan yang diharapkan.
Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2012) satisfaction atau kepuasan adalah
perasaan senang atau kekecewaan seseorang yang dihasilkan dari membandingkan
kinerja produk yang dirasakan (atau hasil) dengan ekspetasi yang diharapkan.
Menurut Kotler dan Armstrong (2012), kepuasan pelanggan adalah tingkat
dimana kinerja yang dirasakan dari suatu produk sesuai dengan ekspektasi
pelanggan. Sedangkan menurut Lupiyoadi (2013), kepuasan pelanggan dapat
didefinisikan sebagai sebagai respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara
tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah
pemakaian.
Menurut Sangaji dan Sopiah (2013), kepuasan pelanggan merupakan
evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau
melampaui harapan pelanggan. Menurut Tjiptono (2012), kepuasan pelanggan
merupakan situasi yang ditunjukkan oleh konsumen ketika mereka menyadari
bahwa kebutuhan dan keinginannya sesuai dengan yang diharapkan serta
terpenuhi secara baik. Sedangkan menurut Saladin (2012), kepuasan pelanggan
adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan
antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan
pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa maupun respon yang ditunjukkan
pelanggan dalam bentuk evaluasi purnabeli setelah membandingkan antara
kebutuhan dan keinginannya sesuai dengan yang diharapkan serta terpenuhi
secara baik setelah menggunakan produk atau jasa tersebut.
Menurut Tjiptono (2012), kepuasan pelanggan memberikan jumlah manfaat
spesifik, diantaranya:
1. Berdampak positif terhadap loyalitas pelanggan.
2. Berpotensi menjadi sumber pendapaan masa depan, terutama melalui
pembelian ulang, cross–selling, dan up–selling.
3. Menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan, terutama biaya – biaya
komunikasi pemasaran, penjualan, dan layanan pelanggan.
4. Meningkatkan toleransi harga, terutama kesediaan pelanggan untuk membayar
harga premium dan pelanggan cenderung tidak mudah tergoda untuk beralih
pemasok.
5. Menumbuhkan rekomendasi yang menular secara positif.
6. Meningkatkan bargaining power relative perusahaan terhadap jaringan
pemasok, mitra bisnis, dan saluran distribusi
Menurut Irawan dalam Sudaryono (2014) ada sepuluh prinsip kepuasan
pelanggan yang harus diperhatikan untuk merebut hati pelanggan agar
memenangkan persaingan, yaitu:
1. Memulai dengan percaya akan pentingnya kepuasan pelanggan, menanam
kepuasan menuai laba.
2. Memilih pelanggan dengan benar untuk membangun kepuasan pelanggan,
pilihlah pelanggan anda baru dipuaskan.
3. Memahami harapan pelanggan, mengontrol harapan, dan menggali harapan
pelanggan adalah kunci.
4. Mencari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
5. Faktor emosional (estetika, self expressive, dan emphaty) adalah faktor
penting yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
6. Pelanggan yang komplain (kepuasan melalui komplain, menangani keluhan
dengan sistem, efektivitas penanganan komplain) adalah pelanggan yang
loyal.
7. Garansi kepada pelanggan adalah lompatan yang besar dalam kepuasan
pelanggan.
8. Mendengarkan suara pelanggan melalui: pengukuran kepuasan pelanggan
(top two boxes, performance importance, servqual), memanfaatkan hasil riset
kepuasan pelanggan dan performance importance mapping.
9. Peran karyawan (empowerment dan teamwork) sangat penting dalam upaya
memuaskan pelanggan.
10. Kepemimpinan (peran pemimpin dalam kepuasan pelanggan, kultivasi
kepemimpinan untuk kepuasan pelanggan) adalah teladan dalam kepuasan
pelanggan.
Menurut Kotler dan Keller (2012) mengidentifikasikan ada empat metode
untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu sebagai berikut :
1. Sistem keluhan dan saran, artinya setiap organisasi yang berorientasi pada
pelanggan (customer-oriented) perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya
bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan
mereka, baik melalui media tertulis maupun dengan secara lisan.
2. Ghost Shopping metode ini di laksanakan dengan cara memperkerjakan
beberapa orang (Ghost Sopper) untuk berperan atau bersikap sebagai
pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian Ghost sopper
menyampaikan temuan mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan
dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk.
3. Lost Customer Analisis, yaitu sedapat mungkin perusahaan menghubungi para
pelanggan yang telah berhenti membeli produk agar dapat memahami mengapa
hal itu dapat terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan atau
penyempurnaan selanjutnya, dimana peningkatan customer loss rate
menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.
4. Survei Kepuasan Pelanggan, umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan
pelanggan yang dilakukan dengan penelitian survei, baik survei melalui pos,
telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survei perusahaan akan
memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan
juga memberikan tanda positif, bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap
pelanggannya.
Menurut Lupiyoadi (2013) ada lima faktor utama yang perlu diperhatikan
dalam kaitannya dengan kepuasan konsumen yaitu:
1) Kualitas Produk
Konsumen akan puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk
yang mereka gunakan berkualitas.
2) Kualitas Pelayanan
Konsumen akan merasa puas bila mendapatkan pelayanan yang baik atau yang
sesuai dengan harapan.
3) Emosional
Konsumen akan merasa bangga bila seseorang menggunakan produk
yang bermerek dan cenderung mempunyai kepuasan yang lebih tinggi.
4) Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang
relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada konsumennya.
5) Biaya
Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas
terhadap produk atau jasa tersebut.
Dimensi dan indikator pengukur kepuasan dalam penelitian ini adalah :
1. Harapan pelanggan
Menurut Tjiptono (2014) Harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan
yang besar dalam menentukan kualitas produk dan kepuasan pelanggan. Dalam
konteks kepuasan pelanggan, umumnya harapan merupakan perkiraan atau
keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya.
2. Kinerja atau hasil
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh yaitu besarnya harapan dan kinerja yang
di rasakan. Apabila kinerja yang dirasakan melebihi harapan, maka pelanggan
akan puas, tetapi bila sebaliknya maka pelanggan akan merasa tidak puas
(Tjiptono, 2014).
Kepuasan pelanggan merupakan konsekuensi dari perbandingan yang
dilakukan oleh pelanggan yang membandingkan antara tingkatan dari manfaat
yang dirasakan terhadap manfaat yang diharapkan oleh pelanggan. Adapun
indikator kepuasan pelanggan (menurut Swastha dan Irawan, 2011), yaitu :
1. Perasaan puas (dalam arti puas akan produk dan pelayanannya)
Yaitu ungkapan perasaan puas atau tidak puas dari pelanggan saat menerima
pelayanan yang baik dan produk yang berkualitas dari perusahaan.
2. Membicarakan hal-hal yang positif
Yaitu pelanggan akan tetap selalu membicarakan hal-hal positif kepada orang
lain mengenai produk jasa tersebut.
3. Akan merekomendasikan kepada orang lain
Yaitu pelanggan yang merasa puas setelah memakai suatu produk atau jasa
akan menceritakannya kepada orang lain serta mampu menciptakan pelanggan
baru bagi suatu perusahaan.
4. Terpenuhinya harapan pelanggan setelah membeli produk
Yaitu sesuai atau tidaknya kualitas suatu produk atau jasa pasca pembelian
suatu produk dengan harapan yang diinginkan pelanggan.