Friday, September 29, 2023

Pengaruh Komitmen Berkelanjutan terhadap Kinerja

 


Komitmen berkelanjutan merupakan komitmen yang dimiliki SDM
karena mereka merasa membutuhkan perusahaan tersebut sehingga
mengharuskan mereka untuk tetap tinggal. SDM yang memiliki komitmen
berkelanjutan akan berpengaruh pada semakin baiknya kinerja yang
dimiliki. Hal ini dikarenakan mereka merasa tidak memiliki keterampilan
lain sehingga mereka akan terus meningkatkan keterampilannya pada
perusahaan tersebut agar terus mendapatkan keuntungan dari perusahaan
tersebut. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Suswati dkk (2013). Hasil penelitiannya menunjukkan hasil positif
signifikan antara komitmen berkelanjutan dengan kinerja. Artinya bahwa
semakin tinggi komitmen berkelanjutan yang dimiliki oleh seseorang
maka akan meningkatkan kinerjanya

Pengertian Pemberdayaan

 


Menurut Sedarmayanti (2013:286), secara harfiah, kata pemberdayaan dapat
diartikan lebih berdaya dari sebelumnya, baik dalam hal wewenang tanggung jawab
maupun kemampuan individual yang dimilikinya. Pemberdayaan merupakan pemberian
tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerjaan untuk mengambil keputusan-keputusan
(Tarigan, 2019). Dan menurut Khan (2007:54) dalam Ariffin dkk (2014:16),”Pemberayaan
merupakan hubungan antar personal yang berkelanjutan untuk membengun kepercayaan
antara pegawai dan manajemen”. Dan menurut (Rizaldi, n.d.) Pemberdayaan, yaitu
terdapatnya kemungkinan untuk mengembangkan kemampuan dan tersedianya
kesempatanuntuk menggunakan ketrampilan atau pengetahuan yang dimiliki karyawan

Indikator Keadilan organisasional

 


Al-Zu’bi (2010) menyatakan bahwa indicator-indikator untuk mengukur keadilan
organisasional adalah sebagai berikut:
1. Keadilan distributif
a) hasil yang mereka terima dari organisasi adil.
b) Jadwal kerja yang adil
c) imbalan yang mereka terima secara adil
2. Keadilan prosedural
a) aturan dan prosedur yang mengatur secara adil 
b) pemimpin mendengarkan masalah karyawan sebelum membuat keputusan
c) keputusan kerja diterapkan secara konsisten kepada seluruh karyawan
3. Keadilan interaksional
a) perlakuan pimpinan kepada karyawan adil

Pengaruh Komitmen Afektif terhadap Kinerja

 


Komitmen afektif harus dimiliki oleh SDM dalam sebuah
perusahaan. SDM yang memiliki komitmen afektif dapat meningkatkan
kinerja. SDM yang memiliki komitmen afektif akan cenderung memiliki
loyalitas terhadap perusahaan dan akan merekomendasikan kepada
oranglain bahwa tempat ia bekerja adalah perusahaan yang baik, sehingga
mereka akan terus meningkatkan kinerjanya karena memiliki rasa ingin
membuat perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. Pernyataan ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulianti dkk (2010). Hasil
penelitiannya menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan antara
komitmen afektif dengan kinerja. Artinya, semakin tinggi komitmen
afektif pada seseorang maka akan meningkatkan kinerja dari orang
tersebut.

Aspek Keadilan Organisasi

 


Keadilan Distributif
Robbins dan Timothy (2012: 122) mendefinisikan “kompensasi sebagai nilai balas
jasa yang diterima pegawai atau karyawan dalam bekerja. Didalam mengukur kompensasi
maka digunakan keadilan distributif (distributive justice)”. Keadilan distributif
berhubungan dengan distribusi balas jasa yang diterima individu yang bekerja dalam
sebuah organisasi, keadilan distributif berhubungan dengan besaran gaji yang diterima
dengan dasar utama waktu bekerja, tingkat kesulitan, jam kerja hingga adanya risiko kerja.
Keadilan Prosedural
Keadilan procedural adalah keadilan yang dirasakan dari proses yang digunakan
untuk menentukan distribusi imbalan (Robbins dan Timothy, 2012). Sedangkan menurut
Kaswan (2015), berpendapat bahwa keadilan organisasional menjadi elemen utama yang
berfokus pada keadilan yang terjadi di tempat kerja dan kepuasan yang dirasakan oleh
karyawan. Sehingga keadilan organisasi didasari oleh bagaimana setiap karyawan menilai
sikap dan perilaku karyawan lain dan bagaimana perilaku organisasi terhadap mereka.
Dan Menurut Kreitner dan Kinicki (2010:221) dalam bukunya yang berjudul
Organizational Behavior, keadilan organisasional mencerminkan sejauh mana karyawan
melihat bagaimana mereka diperlakukan secara adil di tempat kerja. Dapat identifikasi dari 
tiga komponen yang berbeda dari keadilan organisasi antara lain keadilan distibutif,
keadilan prosedural dan keadilan interaksional.
Keadilan Interaksional
Keadilan interaksional menurut Kreitner dan Kinicki (2010:222) adalah “keadilan
yang berkaitan dengan kualitas perlakuan antar pribadi yang orang terima ketika prosedur
diterapkan”. Bentuk keadilan tidak berhubungan dengan hasil atau prosedur yang
berhubungan dengan pengambilan keputusan, melainkan berfokus pada apakah sopan dan
hormat atau tidak seseorang

Dimensi Komitmen Organisasi

 


1. Komitmen Afektif (Affective Commitment)
Komitmen afektif merupakan salah satu komitmen yang
dibutuhkan bagi karyawan. Menurut Robbins dan Judge
(2008), komitmen afektif adalah dimana karyawan merasa
ingin tetap tinggal (bekerja di perusahaan). Ini merupakan
keterkaitan emosional (emotional attachment) atau psikologis
kepada organisasi. Individu yang memiliki komitmen akan
bekerja penuh dedikasi. Komitmen afektif berkaitan dengan
emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan di dalam
suatu organisasional. Menurut Alifiatulahtin (2014), karyawan
dengan afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi
karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Komitmen afektif dapat dihubungkan dengan tingkat
emosional seseorang. Menurut Novelia dkk (2016) komitmen
afektif adalah keterlibatan emosional seseorang pada
organisasinya berupa perasaan cinta pada organisasi. Menurut
Utaminingsih (2014), merupakan keterikatan emosional,
identifikasi dan keterlibatan dalam suatu organisasi. Menurut
Utaminingsih (2014), komitmen afektif merupakan
identifikasi psikologi yang merupakan kebanggaan masuk
dalam organisasi. Menurut Sulianti dkk (2014), individu
dengan komitmen afektif yayng kuat akan tetap berada dalam
organisasi karena menginginkannya. Sehingga komitmen
afektif dapat didefinisikan sebagai keterikatan psikologis
individu untuk tetap berada dalam organisasi.
Komitmen afektif dari seseorang dapat dilihat melalui
beberapa indikator. Menurut Sopiah (2008), indikator
komitmen afektif yaitu:
a. Keinginan untuk menjadi anggota organisasi
b. Merasa memiliki keterlibatan dalam mencapai tujuan
perusahaan
c. Keterkaitan secara emosional
d. Membanggakan perusahaan kepada orang lain
2. Komitmen Berkelanjutan (Continuence Commitment)
Komitmen berkelanjutan adalah dimana karyawan
merasa membutuhkan untuk tetap tinggal (bekerja di
perusahaan). Karyawan macam ini merasa terjerat dengan
perusahaan karena kurang mempunyai keterampilan (skills),
atau tidak ada kesempatan untuk pindah ke perusahaan lain,
atau menerima gaji yang sangat tinggi, dan lain sebagainya.
Mereka berfikir bahwa meninggalkan perusahaan akan sangan
merugikan Menurut Alifiatulahtin (2014), komitmen
berkelanjutan berarti komitmen yang berdasarkan persepsi
karyawan tentang kerugian yang akan dihadapinya jika
meninggalkan organisasi. Karyawan dengan dasar
organisasional tersebut disebabkan karena karyawan tersebut
membutuhkan organisasi.
Karyawan yang memiliki komitmen berkelanjutan salah
satunya berorientasi pada uang. Menurut Utaminingsih (2014),
individu dengan komitmen berkelanjutan akan merefleksikan
biaya untuk meninggalkan organisasi atau keuntungan bila
tetap berada pada organisasi tersebut. Menurut Sulianti (2009),
komitmen berkelanjutan adalah keinginan yang kuat dari
individu untuk tetap berada dalam organisasi karena merasa
butuh. Menurut Novelia dkk (2016) komitmen berkelanjutan
adalah persepsi seseorang atas biaya dan resiko dengan
meninggalkan organisasi saat ini. Sehingga komitmen
berkelanjutan merupakan keinginan individu untuk tetap
berada dalam organisasi karena merasa benar-benar
membutuhkan untuk tetap tinggal di organisasi tersebut.
Komitmen berkelajutan dari seseorang dapat dilihat
melalui beberapa indikator. Menurut Sopiah (2008), indikator
komitmen berkelanjutan yaitu:
a. Berharap mendapatkan keuntungan apabila bertahan
b. Bertahan dalam perusahaan merupakan kebutuhan
c. Pertimbangan keluar dari perusahaan
d. Berat meninggalkan organisasi
3. Komitmen Normatif (Normative Commitment)
Komitmen normatif merupakan perasaan karyawan
tentang kewajiban yang harus diberikan kepada
organisasional. Menurut Suswati dkk (2013), komponen
normatif berkembang sebagai hasil dari pengalaman
sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban
yang dimiliki karyawan. Menurut Novelia dkk (2016)
komitmen normatif adalah sebuah dimensi moral yang
didasarkan pada perasaan wajib dan tanggungjawab pada
organisasi yang mempekerjakannya
Loyalitas seseorang dapat dikatakan sebagai bentuk dari
komitmen normatif. Menurut Judge (2008), komitmen
normatif dimana karyawan merasa seharusnya tetap tinggal
dan merasa mempunyai kewajiban yang seharusnya
dilakukan. Menurut Alifiatulahtin (2014), yang keinginan
untuk memberikan tenaga dan tanggungjawab yang lebih
untuk menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi
tempatnya bekerja. Sehingga komitmen normatif adalah
individu dalam organisasi merasa memiliki tanggungjawab
yang besar dalam organisasi tersebut yang mengharuskannya
untuk tetap berada dalam organisasi.
Komitmen afektif dari seseorang dapat dilihat melalui
beberapa indikator. Menurut Sopiah (2008), indikator
komitmen normatif adalah:
b. Ada perasaan bersalah meninggalkan perusahaan
c. Memikirkan pendapat orang lain jika keluar dari
perusahaan
d. Tetap bertahan merupakan kewajiban
e. Memiliki rasa tanggungjawab terhadap perusahaan

Definisi Keadilan organisasional

 


Menurut Robbins dan Timothy (2012:143) “keadilan organisasional pertama 
sekali berkembang melalui teori relative deprivation oleh Stouffer pada tahun empat
puluhan. Pada dasarnya keadilan organisasi menyatakan bahwa reaksi seseorang terhadap
suatu hasil (outcome) akan tergantung pada bagaimana perbandingan hasil yang dihasilkan
oleh individu dengan hasil orang lain”. Dan juga menurut Robbins dan Judge (2014:144)
“keadilan organisasi didefinisikan sebagai persepsi keseluruhan dari apa yang adil ditempat
kerja, terdiri dari atas keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan informasional dan
keadilan interpersonal”. Dan menurut (Al-Zu’bi, 2010) “Keadilan organisasional
merupakan bagaimana karyawan menentukan apakah karyawan di perlakukan secara adil
di tempat kerja dan bagaimana penentuan tersebut dapat mempengaruhi hal-hal berkaitan
dengan pekerjaan lainnya”.
Menurut Ivancevich et al (2011:136), “keadilan organisasional merupakan penelitian
ilmu organisasi yang berfokus pada persepsi dan penilaian oleh karyawan mengenai
kewajaran prosedur dasar dan keputusan organisasi mereka. Inti keadilan adalah bahwa
karyawan membandingkan usaha dan penghargaan yang mereka terima dengan orang lain
dalam situasi kerja yang serupa”.
Empat istilah penting dalam teori ini adalah:
1) Orang (Person)
Individu kepada siapa keadilan dan ketidakadilan.
2) Perbandingan dengan orang lain (Comparision other)
Setiap kelompok atau orang yang digunakan oleh seseorang sebagai referensi
berkenaan dengan rasio input dan hasil.
3) Input
Karakteristik individu yang dibawa oleh seseorang ke tempat kerja. Hal ini 
mungkin yang dicapai (keterampilan, pengalaman, pembelajaran) atau yang
diturunkan (jenis kelamis, ras, dll).
4) Hasil (Output)
Apa yang diterima seseorang dari pekerjaan (misalkan pengakuan, tunjangan, gaji)