Sunday, October 1, 2023

 Pengertian Keadilan Organisasi

 


Menurut (Jawed et al.2012) Keadilan organisasi merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi. Keadilan organisasi dapat
ditunjukkan oleh perusahaan dengan memberikan secara seimbang apa yang
menjadi hak dan kewajiban karyawan. Hal ini penting untuk dilakukan karena
dengan adanya keadilan organisasi dalam perusahaan akan membuat para
karyawan merasa dihargai,diakui dan diterima, sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan pula komitmen organisasi.Keadilan organisasi adalah suatu faktor
penting yang dapat mempengaruhi komitmen organisasional anggota di suatu
perusahaan. Keadilan organisasional sangat penting karena melalui teori keadilan
karyawan lebih membandingkan usaha dan hasil yang dilakukanya, sesuai dengan
apa yang diperoleh (Gibson et al, 2009). (Marissa,2010) dalam penelitianya
mengenai faktor-faktor yang dapat memepengaruhi komitmen, menjelaskan
dengan adanya niat untuk ikut serta secara aktif diimbangi dengan perasaan yang
ingin selalu menjadi bagian dari organisasi tersebut dalam refresinya ditemukan
adanya pengaruh yang positif dari komitmen organisasi dan keadilan organisasi
yang diterima (Bakhshi et al.,2009) menyatakan dengan adanya keadilan
distributif dan prosedural di suatu perusahaan akan menunjukan hasil yang
signifikan terhadap komitmen organisasional. 
(Menurut thorn,2010) adalah semakin tinggi keadilan yang dirasakan
karyawan pada perusahaan akan menyebabkan semakin tinggi pula komitmen
yang ditunjukkan oleh karyawan perusahaan.(Greenberg,1990) menyatakan
bahwa keadilan organisasional merupakan konsep yang menunjukkan sejauh
mana menurut persepsi karyawan mereka diperlakukan secara adil dalam
perusahaan. Karyawan akan merasa perusahaan berlaku adil terhadap mereka
ketika yakin bahwa hasil-hasil yang mereka terima,serta cara diterimanya hasilhasil tersebut telah adil. Equity theory yang dikemukakan oleh (Tyler Mahrani,
dkk,2013) menjelaskan bahwa dengan adanya keadilan dalam perusahaan
karyawan akan merasa dihargai, diakui dan diterima, sehingga akan meningkatkan
komitmen karyawan pada perusahaan. 

Indikator Komitmen Organisasional

 


Komitmen organisasional adalah semacam ikatan antara karyawan dengan
perusahaan, di mana yang digunakan untuk mengukur variabel komitmen
organisasional meliputi: 1) komitmen afektif, yang diukur dengan menggunakan
beberapa instrumen pernyataan; 2) komitmen kelanjutan, yang diukur dengan
menggunakan beberapa instrumen pernyataan; dan komitmen normatif, yang
diukur dengan menggunakan beberapa instrumen pernyataan(Sugiyono, 2010).
Komitmen Organisasional (Y) adalah suatu keinginan karyawan tertentu
untuk selalu menjadi bagian dari organisasi tanpa meninggalkan organisasi
tersebut. (Meyer dan Allen,1991) menjelaskan tiga model indikator komitmen
organisasi, yaitu komitmen afektif adalah perasaan emosional untuk keyakinan
dan organisasi dalam nilai-nilainya yaitu karyawan yang setia dengan perusahaan
karenan keinginan mereka.Komitmen Organisasional adalah Komitmen itu sendiri
diartikan secara umum sebagai sikap yang menunjukkan komitmen karyawan dan
merupakan proses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi
mengekspresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan 
organisasinya. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel komitmen
organisasional meliputi: Kemauan Karyawan,Kesetiaan Karyawan, Kebanggan
Karyawan pada organisasi. Sumber (Luthans 2006). 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

 


Penelitian (Steers dan Porter,1983) membedakan faktor-faktor yang
mempengaruhi komitmen terhadap perusahaan menjadi empat kategori, yaitu:
1) Karakteristik Personal Pengertian karakteristik personal mencakup: usia,
masa jabatan, motif berprestasi, jenis kelamin, ras, dan faktor kepribadian. Sedang
tingkat pendidikan berkorelasi negatif dengan komitmen terhadap perusahaan
(Welsch dan La Van, 1981). Karyawan yang lebih tua dan lebih lama bekerja
secara konsisten menunjukkan nilai komitmen yang tinggi (Steers, 1988).
2) Karakteristik Pekerjaan Karakteristik pekerjaan meliputi kejelasan serta
keselarasan peran, umpan balik, tantangan pekerjaan, otonomi, kesempatan
berinteraksi, dan dimensi inti pekerjaan. Biasanya, karyawan yang bekerja pada
level pekerjaan yang lebih tinggi nilainya dan karyawan menunjukkan level yang
rendah pada konflik peran dan ambigu cenderung lebih berkomitmen (Steers,
1988).
3) Karakteristik struktural Faktor-faktor yang tercakup dalam karakteristik
struktural antara lain ialah derajat formalisasi, ketergantungan fungsional,
desentralisasi, tingkat pastisipasi dalam pengambilan keputusan, dan fungsi
kontrol dalam perusahaan. Atasan yang berada pada organisasi yang mengalami
desentralisasi dan pada pemilik pekerja kooperatif menunjukkan tingkat
komitmen yang tinggi (Steers, 1988).
4) Pengalaman bekerja Pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan
sosialisasi yang penting, yang mempengaruhi kelekatan psikologis karyawan
terhadap perusahaan. Pengalaman kerja terbukti berkorelasi positif dengan 
komitmen terhadap perusahaan sejauh menyangkut taraf seberapa besar karyawan
percaya bahwa perusahaan memperhatikan minatnya, merasakan adanya
kepentingan pribadi dengan perusahaan, dan seberapa besar harapan-harapan
karyawan dapat terpenuhi dalam pelaksanaan pekerjaanya. Seorang karyawan
yang memiliki komitmen karyawan yang tinggi dapat menumbuhkan loyalitas dan
mampu mengekspresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan
organisasinya. Komitmen karyawan pada organisasi juga dapat menumbuhkan
keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk
berusaha keras sesuai keinginan organisasi, dan keyakinan tertentu, dan
penerimaan nilai dan tujuan organisasi (Luthans, 2006)

Dimensi Komitmen Organisasional

 


Dikarenakan komitmen organisasi bersifat multidimensi, maka terdapat
perkembangan dukungan untuk model komponen yang diajukan oleh (Meyer dan
Allen 1990) Ketiga dimensi tersebut adalah:
Dimensi pertama Komitmen afektif (affective commitment) adalah suatu
pendekatan emosional dari individu dalam keterlibatan dengan organisasi,
sehingga individu akan merasa dihubungkan dengan organisasi. Komponen afektif
berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan pegawai di dalam suatu
organisasi. Karyawan yang komitmen organisasinya berdasarkan komitmen 
afektif yang kuat akan meneruskan bekerja dengan perusahaan karena keinginan
mereka sendiri, berdasarkan tingkat identifikasinya dengan perusahaan dan
kesediannya untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan.
Dimensi kedua komitmen berkelanjutan (continuance commitment) adalah
hasrat yang dimiliki oleh individu untuk bertahan dalamorganisasi, sehingga
individu merasa membutuhkan untuk dihubungkan dengan organisasi. Komitmen
ini didasarkan pada persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika
ia meninggalkan organisasi. Karyawan dengan komitmen berkelangsungan yang
kuat akan meneruskan keanggotaannya dengan organisasi, karena mereka
membutuhkannya. (Luthans,2006) mengemukakan komitmen berkelangsungan
sebagai komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya
karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin dikarenakan kehilangan senioritas atas
promosi atau benefit.
Dimensi ketiga Komitmen normatif (normative commitment) adalahsuatu
perasaan wajib dari individu untuk bertahan dalam organisasi. Normatif
merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus dia berikan
kepada organisasi, dan tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus
dilakukan. Karyawan dengan komitmen normatif yang kuat akan tetap bergabung
dalam organisasi karenamereka merasa sudah cukup untuk hidupnya. Komitmen
normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi bergantung
dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki karyawan. Komitmen normatif
menimbulkan perasaan kewajiban pada karyawan untuk memberi balasan atas apa
yang telah diterima dari organisasi

Pengertian Komitmen Organisasional

 


Menurut (Lutan, 2006) Komitmen itu sendiri diartikan secara umum
sebagai sikap yang menunjukkan loyalitas karyawan dan merupakan proses
berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi mengekspresikan perhatian
mereka kepada kesuksesan dan kebaikan organisasinya. Komitmen karyawan
menurut Robbins (2003) dalam (Diputri, 2016), yaitu usaha mendefinisikan dan
melibatkan diri dalam organisasi dan tidak ada keinginan meninggalkannya.
Komitmen terhadap organisasional menunjuk pada pengidentifikasian tujuan
karyawan dengan tujuan organisasi, kemauan untuk mengerahkan segala upaya
kepentingan organisasi dan keterikatan untuk tetap menjadi bagian organisasi.
Komitmen organisasional merupakan variabel yang mencerminkan derajat
hubungan yang dianggap dimiliki oleh individu itu sendiri dengan pekerjaannya
dalam organisasi (Jewell dan Siegall, 1999). (Kreitner dan Kinichi,2000)
mengungkapkan bahwa komitmen organisasional mencerminkan bagaimana
seorang individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat
dengan tujuan-tujuannya
(Allen dan Meyer,1991) dalam (Diputri, 2016) menyatakan komitmen
organisasional adalah kondisi psikologis yang menjelaskan hubungan antara 
pekerja dengan organisasi, mempunyai pengaruh didalam keputusan untuk tetap
di dalam organisasi dan akan menerima semua tugas dan tanggung jawab yang
diberikan. (Kessler,2013) menyatakan komitmen organisasional adalah tentang
rasa keterikatan karyawan dan loyalitas kepada organisasi yang disebabkan oleh
komitmen afektif, komitmen berkelanjutan, dan komitmen Normatif. Karyawan
dikatakan berkomitmen kepada organisasi ketika tujuan mereka sama dengan
organisasi, ketika mereka bersedia untuk mengerahkan usaha atas nama
organisasi, dan ketika mereka ingin mempertahankan hubungan mereka dengan
organisasi.
Komitmen karyawan penting untuk dibangun agar meningkat karena
dampak dari rendahnya komitmen organisasional adalah tingginya turnover pada
karyawan, rendahnya kehadiran, kinerja, dan OCB pada karayawan (Meyer et al.,
2002). Rendahnya komitmen organisasional mengakibatkan karyawan tidak
berusaha dengan baik didalam mencapai tujuan organisasi. (Karambut dan
Noormijati,2012) menyatakan tingginya komitmen organisasional akan
berdampak pada karyawan yang akan memberikan usaha terbaik kepada
organisasi, bahkan bersedia mengerjakan sesuatu melampaui batas yang
diwajibkan organisasi.
(Lambert dan Hogan,2008) menyatakan bahwa komitmen organisasional
merupakan bentuk keterikatan antara karyawan dengan perusahaan. Komitmen
organisasional membuat karyawan memiliki hubungan yang lebih dari sekadar
keanggotaan formal di perusahaan, melainkan juga timbul sikap menyukai
organisasi dan kesediaan untuk mengupayakan kemampuan terbaiknya bagi 
kepentingan perusahaan. Karyawan yang memiliki komitmen tinggi akan loyal
terhadap perusahaan, bekerja dengan penuh dedikasi, mau menjaga aset
perusahaan dan mau bekerja sama dalam mencapai tujuan perusahaan (Allen dan
Meyer, 2002) dalam (Ramadhan, 2018).
(Allen and Meyer,1990) menyatakan bahwa komitmen dapat muncul
dalam bentuk yang berbeda-beda sehingga tiap-tiap individu dapat merasakan
komitmen yang berbeda terhadap organisasi, pekerjaan, atasan, dan terhadap
kelompok kerjanya. Komitmen organisasi adalah dorongan dari dalam diri individu
untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai
dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi menurut
(Darlis,2002). Menurut (Luthans,2006), komitmen organisasi paling sering
didefinisikan sebagai: 1) Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi
tertentu; 2) Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; 3)
Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. 

Hubungan Stress Kerja Terhadap Kepuasan Kerja

 


Stress kerja merupakan faktor yang menghambat seorang karyawan dalam
memberikan atau mengeluarkan kemampuan terbaiknya untuk perusahaan, dan
stress kerja menjadi pemicu utama pada karyawan dalam hal psikis dirinya sehingga
perusahaan harus memperhatikan kondisi setiap karyawannya. Stress kerja selalu
di picu oleh lingkungan internal maupun eksterna dalam diri setiap karyawan.
Sebagai contoh faktor internal pada diri karyawan seperti keluarga, finansial, dan
lain-lain. Sedangkan faktor eksternal dari diri karyawan adalah lingkungan
pekerjaan, dan lain-lain. Lingkungan lingkungan eksternal inilah yang harus
diperhatikan oleh sebuah perusahaan, yang dimana akan imbas pada kinerja dan
kepuasan seorang karyawan.

Hubungan Pengembangan Karir Terhadap Kepuasan Kerja

 


Dalam suatu organisasi pengembangan karir adalah hal yang paling penting
dan hal yang paling dibutuhkan dikarenakan pengembangan karir berorientasi pada
tantangan dimasa yang akan datang dalam menghadapi masalah-masalah yang 
semakin kompleks. Pengembangan karir memiliki eksistensi di masa depan
tergantung dari sumber daya manusianya karena sumber daya manusia harus
dilakukan pembinaan karir pada karyawan yang dilaksanakan secara berencana dan
berkelanjutan di setiap tahunnya. Jika pengembangan karir dilakukan setiap
tahunnya maka sumber daya manusia akan terus berkembang dan siap menghadapi
tantangan yang dihadapi. Dalam suatu organisasi atau perusahaan pengembangan
karir juga berpengaruh terhadap terciptanya kepuasan kerja yang dirasakan
karyawan, biasanya karyawan akan merasa dihargai jika ada promosi jabatan,
pengembangan terhadap diri karyawan tersebut. Maka dari itu pengembangan karir
sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
Menurut penelitian Bahri & Nisa (2017) menyatakan bahwa variabel
pengembangan karir berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Hal serupa juga
dikemukakan oleh penelitian yang dilakukan Paramita et al., (2017) dan Waspodo
et al., (2017) bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara pengembangan
karir terhadap kepuasan kerja.