Showing posts with label Manajemen. Show all posts
Showing posts with label Manajemen. Show all posts

Monday, April 15, 2024

Ciri-Ciri Kepemimpinan

 


Seorang pemimpin paling sedikit harus memimpin bawahan untuk
mencapai tujuan organisasi, mampu menangani hubungan antar karyawan,
mempunyai interaksi antarpersonel yang baik, mempunyai kemampuan untuk
bisa menyesuaikan diri dengan keadaan.
Menurut Samsudin (2009: 293-294), ada beberapa sifat pemimpin yang
berguna dan dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

  1. Keinginan untuk Menerima Tanggung Jawab
    Seorang pemimpin yang menerima kewajiban untuk mencapai suatu
    tujuan berarti bersedia bertanggung jawab pada pimpinannya atas segala
    yang dilakukan bawahannya.
  2. Kemampuan untuk “Perceptive”
    Perceptive adalah menunjukkan kemampuan untuk mengamati atau
    menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap pimpinan harus
    mengenal tujuan organisasi sehingga ia dapat bekerja untuk membantu
    mencapai tujuan tersebut.
  3. Kemampuan Bersikap Objektif
    Objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau
    merupakan perluasan dari kemampuan persepsi. Objektivitas membantu
    pimpinan untuk meminimumkan faktor-faktor emosional dan pribadi
    yang mungkin mengaburkan realitas.
  4. Kemampuan untuk Menentukan Prioritas
    Kemampuan ini sangat diperlukan karena pada kenyataanya masalahmasalah yang harus dipecahkan bukan datang satu per satu, melainkan
    datang bersamaan dan berkaitan antara satu dengan yang lainnya
  5. Kemampuan untuk Berkomunikasi
    Kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan
    keharusan bagi seorang pemimpin. Oleh karena itu, pemberian perintah
    dan penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu dikuasai

Tipe-Tipe Kepemimpinan

 


Menurut pendapat Siagian (2009: 74-83) ada lima tipe kepemimpinan
yang ada pada diri seorang pemimpin, diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Tipe Otoriter
    Merupakan tipe seorang pemimpin yang tergolong sebagai orang yang
    otoriter memiliki ciri-ciri yang pada umumnya negatif. Ciri-cirinya
    sebagai berikut:
    a. Penonjolan diri yang berlebihan sebagai simbol keberadaan organisasi
    hingga cenderung bersikap bahwa dirinya dan organisasi adalah
    identik. Dengan demikian, yang bersangkutan memandang dan
    memperlakukan organisasi sebagai miliknya.
    b. Kegemarannya yang suka menonjolkan diri sebagai penguasa tunggal
    dalam organisasi dan tidak dapat menerima adanya orang lain dalam
    organisasi yang potensial menyaingi dirinya.
    c. Pemimpin yang otoriter biasanya dihinggapi sikap gila kehormatan
    dan menggemari berbagai upacara atau seremoni yang
    menggambarkan kehebatannya.
    d. Tujuan pribadinya sama dengan tujuan organisasi. Ciri ini merupakan
    “konsekuensi” dari tiga ciri yang disebut terdahulu. Dengan ciri ini
    timbul persepsi kuat dalam dirinya bahwa para anggota organisasi
    mengabdi kepadanya.
    e. Karena pengabdian para karyawan dianggap sebagai pengabdian yang
    sifatnya pribadi, loyalitas karyawan merupakan tuntutan yang sangat
    kuat. Demikian kuatnya sehingga mengalahkan kriteria kekayaan yang
    lain seperti kinerja, kejujuran, serta penerapan norma-norma, moral
    dan etika.
    f. Pemimpin yang otoriter menentukan dan menerapkan disiplin
    organisasi yang keras dan menjalankannya dengan sikap yang kaku.
    Dalam suasana kerja seperti itu tidak ada kesempatan bagi para
    bawahan untuk bertanya apalagi untuk mengajukan pendapat atau
    saran.
    g. Seorang pemimpin yang otoriter biasanya menyadari bahwa gaya
    kepemimpinannya itu hanya efektif jika yang bersangkutan
    menerapkan pengendalian atau pengawasan yang ketat. Karena itu,
    pemimpin yang demikian selalu berupaya untuk menciptakan
    instrumen pengawasan sedemikian rupa sehingga dasar ketaatan para
    bawahan bukan kesadaran, melainkan ketakutan.
  2. Tipe Paternalistik
    Pengalaman para praktisi dan penelitian para ahli menunjukkan bahwa
    banyak pejabat pemimpin dalam berbagai jenis oraganisasi termasuk
    organisasi bisnis tergolong pada tipe ini. Berbagai ciri-ciri yang menonjol
    adalah sebagai berikut:
    a. Penonjolan keberadaanya sebagai simbol organisasi. Seorang
    pemimpin yang paternalistik senang untuk menonjolkan diri.
    b. Sering menonjolkan sikap paling mengetahui. Karena itu, dalam
    praktik tidak jarang menunjukkan gaya “menggurui” dan, bahwa para
    bawahannya harus melaksanakan apa yang diajarkannya itu. Dengan
    kata lain, dengan ciri ini, seorang pemimpin tidak membuka pintu atau
    memberikan kesempatan bagi para karyawannya untuk menujukkan
    kreativitas dan inovasinya.
    c. Memperlakukan para karyawan sebagai orang-orang yang belum
    dewasa, bahwa seolah-olah mereka masih anak-anak. Seorang
    pemimpin yang tergolong dalam tipe paternalistik tidak akan
    mendorong kemandirian para karyawannya karena tidak ingin mereka
    berbuat kesalahan yang pada akhirnya akan berakibat pada kerugian
    bagi organisasi.
    d. Sifat melindungi. Bersifat melindungi yang memiliki arti negatif yaitu
    sikap seorang pemimpin yang tidak mendorong para karyawannya
    untuk mengambil risiko karena takut akan timbul dampak negatif bagi
    organisasi.
    e. Sentralisasi pengambilan keputusan. Artinya, pemimpinlah yang
    menjadi pusat pengambilan keputusan, pelimpahan wewenang untuk
    mengambil keputusan pada tingkat yang lebih rendah dalam
    organisasi tidak akan terjadi.
    f. Melakukan pengawasan yang ketat.
  3. Tipe Laissez Faire
    Tipe ini ditandai oleh ciri-ciri yang mungkin dapat dikatakan “aneh” dan
    sulit membayangkan situasi organisasional dimana tipe ini dapat
    digunakan secara efektif. Ciri-ciri yang menonjol ialah:
    a. Gaya santai yang berangkat dari pandangan bahwa organisasi tidak
    menghadapi masalah yang serius dan kalaupun ada, selalu dapat
    ditemukan penyelesaiannya.
    b. Pemimpin tipe ini tidak senang mengambil risiko.
    c. Tipe ini gemar melimpahkan wewenang kepada para karyawan dan
    lebih menyenangi situasi bahwa para karyawan yang mengambil
    keputusan dan keberadaannya dalam organisasi lebih bersifat suportif.
    d. Enggan mengenakan sanksi-sanksi yang keras terhadap para
    karyawannya yang menampilkan perilaku menyimpang, tetapi
    sebaliknya senang “mengobral pujian”.
    e. Memperlakukan karyawan sebagai rekan dan karena itu hubungan
    yang bersifat hierarkis tidak disenanginya.
    f. Keserasian dalam interaksi organisasional dipandang sebagai etos
    yang perlu dipertahankan.
  4. Tipe Demokratik
    Tidak sedikit orang yang mendambakan atasan yang tergolong sebagai
    pemimpin yang demokratik. Bahkan ada pendapat yang mengatakan
    bahwa tipe inilah yang ideal. Ciri-cirinya antara lain:
    a. Mengakui harkat dan martabat manusia. Dengan demikian, berupaya
    untuk selalu memperlakukan para bawahan dengan cara-cara yang
    manusiawi.
    b. Menerima pendapat yang mengatakan bahwa sumber daya manusia
    merupakan unsur yang paling strategik dalam organisasi meskipun
    sumber daya dan dana lainnya tetap diakui sebagai sumber yang
    penting, seperti uang atau modal, mesin, materi, metode kerja, waktu
    dan informasi yang kesemuanya hanya bermakna apabila diolah dan
    digunakan oleh manusia, misalnya menjadi produk untuk dipasarkan
    kepada para konsumen yang memerlukannya.
    c. Para karyawannya adalah insan dengan jati diri yang khas dan karena
    itu harus diperlakukan dengan mempertimbangkan kekhasannya itu.
    d. Pemimpin yang demokratik tangguh membaca situasi yang dihadapi
    dan dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan situasi
    tersebut.
    e. Gaya kepemimpinan yang demokratik rela dan mau melimpahkan
    wewenang pengambilan keputusan kepada para karyawannya
    sedemikian rupa tanpa kehilangan kendali organisasional, dan tetap
    bertangung jawab atas tindakan para karyawannya itu.
    f. Mendorong para karyawannya untuk mengembangkan kreativitas
    mereka.
    g. Tidak ragu untuk membiarkan para karyawannya mengambil risiko
    dengan catatan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh telah
    diperhitungkan dengan matang.
    h. Pemimpin yang demokratik bersifat mendidik dan membina, dalam
    hal bawahan berbuat kesalahan dan tidak serta-merta bersifat
    menghukum.
  5. Tipe Kharismatik
    Ciri utama pemimpin tipe kharismatik yaitu bahwa ia mempunyai daya
    tarik kuat bagi orang lain sehingga orang lain itu bersedia mengikutinya
    tanpa selalu bisa menjelaskan apa penyebab kesediaan itu. Ciri- ciri
    pemimpin dengna tipe kharismatik adalah sebagai berikut:
    a. Percaya diri yang besar, yang mempunyai arti para pemimpin yang
    kharismatik memiliki keyakinan yang mendalam tentang
    kemampuannya, baik dalam arti berpikir maupun bertindak.
    b. Mempunyai visi. Seperti dimaklumi, visi adalah rumusan tentang
    masa depan yang diinginkan bagi organisasi yang berperan selaku
    memberi arah yang akan ditempuh di masa depan dan pedoman untuk
    bergerak.
    c. Kemampuan untuk mengartikulasikan visi. Dalam dunia manajemen
    bahwa visi dinyatakan oleh pemimpin harus menjadi milik setiap
    orang dalam organisasi. Hal itu dilakukan melalui proses sosialisasi
    yang sistematik sehingga terjadi internalisasi dalam diri apra anggota
    organisasi dan dengan demikian siap dan mampu
    mengaktualisasikannnya dalam kehidupan sehari-hari.
    d. Keyakinan yang kuat tentang tepatnya visi yang dinyatakannya
    kepada para bawahan. Seorang pemimpin yang kharismatik
    dipersepsikan sebagai seorang yang bersedia:

Pengertian Kepemimpinan

 


Ada beberapa macam pengertian mengenai kepemimpinan diantaranya
menurut Wukir (2013: 134) memberikan pengertian kepemimpinan yang
merupakan seni memotivasi dan mempengaruhi sekelompok orang untuk
bertindak mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Samsudin (2009:
287) kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan meyakinkan dan
menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya
sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kemudian menurut
Rachmawati (2004: 67) kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan
mempengaruhi kelompok ke arah pencapaian tujuan atau suatu usaha
menggunakan gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi
individu dalam mencapai tujuan.

Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Literasi Keuangan UMKM

 Tingkat pendidikan pemilik UMKM dan pengetahuan mereka mengenai literasi keuangan dalam pengelolaan usahanya sangat penting dan menjadi dasar untuk meningkatkan kinerja manajemen UMKM. Literasi keuangan terdapat dalam peranan antara pengembangan UMKM dan aspek permodalan untuk pengembangan UMKM, sehingga perbankan memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan UMKM yang ada di suatu daerah. UMKM merupakan suatu usaha yang dimana merupakan bentuk kegiatan yang sedang di kembangkan di setiap daerah. Penelitian Suryani dan Ramadhan (2017), Latifiana (2017) serta Suryanto dan Mas Rasmini (2018) menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh signifikan terhadap literasi keuangan.

Hubungan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi

 


Dalam ruang lingkup organisasi selalu ada sebuah sistem nilai yang
mengikat orang-orang di dalamnya. Sistem nilai bersama (sharing value) yang
tumbuh dan berkembang dalam organisasi yang dijadikan acuan seluruh
anggota sebuah organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem
nilai tersebut adalah budaya organisasi. Sebagaimana menurut Sweeney dan
McFarlin (2002:334) menyatakan budaya organisasi mengacu kepada cara hidup
(way of life) organisasi. Adanya budaya organisasi dalam organisasi akan
membedakan cara kerja organisasi satu dengan organisasi yang lainnya. Budaya
organisasi memberikan arahan mengenai bagaimana seseorang harus
berperilaku, bersikap, bertindak dalam suatu organisasi. Budaya organisasi
menjadikan tugas-tugas di organisasi menjadi terarah sehingga memberikan
pegaruh positif terhadap kinerja organisasi. Pernyataan tersebut sejalan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Asree, et. al. (2010), budaya organisasi
memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kinerja organisasi. Artinya
organisasi yang memiliki budaya yang kuat akan memberikan peningkatan pada
kinerja organisasi. Sebaliknya organisasi yang memiliki budaya yang lemah,
maka kinerja organisasi tidak akan mengalami peningkatan. Hal ini terbukti pada
sebuah hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Febrianto (2011) dan Arifin
(2012) bahwa budaya organisasi yang lemah makan tidak akan berpengaruh
positif pada kinerja organisasi.Budaya organisasi yang lemah maka akan rentan
terjadinya kesalahan-kesalahan dalam bekerja, tidak sesuai dengan sistem nilai
yang telah ditentukan. Oleh sebabnya budaya organisasi harusdianut dan
diinternalisasikan ke semua karyawan yang ada dalam organisasi.

Hubungan Green Management Terhadap Kinerja Organisasi

 


Banyak penelitian sebelumnya yang telah meneliti green management
terhadap kinerja organisasi. Chuang dan Huang (2013), Choi (2012), Green, et.
al. (2012), Alhadid, et. al. (2014), Heriyanto (2008) menunjukkan hasil
penelitiannya bahwa green management memberikan pengaruh positif pada
kinerja organisasi. Konsep metode green management merupakan kebutuhan
utama dalam menjaga perubahan iklim yang terjadi saat ini. Organisasi yang
menerapkan konsep green management akan memberikan pengaruh besar
terhadap lingkungan di mana organisasi tersebut berada. Konsep ini tidak
sekedar memperhitungkan keuntungan namun yang terlebih penting adalah
lingkungan dan sosial. Sehingga akan memberikan dampak positif kembali pada
organisasi yaitu kinerja organisasi dan image perusahaan terhadap masyarakat,
pemerintah, mitra, serta pemasok.

Hubungan Budaya Organisasi Terhadap Green Management

 


Budaya organisasi merupakan akar terwujudnya segala aktivitas dalam
organisasi. Greenberg dan Baron (2003) mengemukakan bahwa organizational
culture is a cognitive framework consisting of attitudes, values, behavior norms,
and expectations shared by organization members.Budaya organisasi yang kuat
tentu akan memengaruhi karyawan dalam bertindak agar sesuai dengan harapan
organisasi. Dalam penelitian-penelitian sebelumnya masih jarang ditemukan
penelitian yang meneliti variabel budaya organisasi terhadap variabel green
management. Namun peneliti memiliki dugaan sementara bahwa adanya
hubungan signifikan dan positif antara budaya organisasi terhadap green
management. Budaya organisasi yang dikembangkan seperti inovasi adanya
pengambilan resiko setiap pekerjaan, diperlukannya perhatian yang rinci,
orientasi pada manusia, orientasi pada hasil, orientasi pada tim, kegresifan kerja
karyawan, dan menjaga stabilitas kerja merupakan bagian dari budaya
organisasi yang dipertahankan dalam ruang lingkup organisasi terutama dalam
penerapan konsep green management. Setiap kegiatan bisnis termasuk green
management tentu menginternalisasikan budaya tersebut. Proses menciptakan
produk yang ramah lingkungan diperlukan adanya sikap yang kreatif dan berani
mengambil resiko dalam bekerja. Dapat dibayangkan ketika karyawan bekerja
tidak memiliki sikap yang kreatif, ketelitian, dan ragu-ragu/ tidak percaya diri
maka akan memberikan pengaruh negative ada pekerjaan yang dilakukannya.
Orientasi pada manusia (pimpinan memberikan perhatian pada karyawan,
bonus) merupakan sebagian dari motivasi yang dapat meningkatkan hasil kerja
dari kegiatan bisnis green management, tanpa motivasi berupa reward atau
perhatian pimpinan maka akan memberikan pengaruh pada hasil kerja bahkan
bias saja dapat terjadi turn over. Selanjutnya orientasi hasil (perhatian pada hasil
pekerjaan, visi dan misi) dan kestabilan kerja merupakan syarat dalam
menjalankan kegiatan bisnis. Hal ini perlu agar visi dan misi yang sudah
ditentukan dapat berjalan sesuai harapan dan hasil dari kegiatan bisnis sehingga
dapat dinilai apakah sudah mencapai standar yang diinginkan atau
belum.Budaya organisasi yang dapat menjaga kestabilan kerja pun sangat
diutamakan dalam setiap kegiatan bisnis termasuk green management. Setiap
pelaksanaan kerja diharapkan dapat berjalan sesuai aturan-aturan yang telah
ditentukan dan harapan yang ingin dicapai agar hasil kerja yang diperoleh
organisasi sesuai target dan kemudian dari hasil yag dicapai tersebut akan
memberikan pengaruh pada reward yang akan diterimanya.
Organisasi yang selalu memelihara budaya organisasi yaitu orientasi tim
akan memberikan kemudahan-kemudahan dalam kegiatan bisnis green
management. Kemampuan bekerja sama dengan tim merupakan hal yang krusial
dalam organisasi karena manusia adalah makhluk sosial sehingga selalu
membutuhkan bantuan dari orang lain. Bekerja sama dengan tim yang baik pun
dapat menciptakan pendekatan emosional antara karyawan sehingga
menciptakan keharmomisan dalam organisasi.
Deal dan Kennedy dalam Tika (2012:6) pun menegaskan bahwa budaya
organisasimerupakan nilai inti sebagai esensi falsafah organisasi untuk mencapai
sukses yang didukung semua warga organisasi dan memberikan sukses yang
didukung semua warga organisasi dan memberikan pemahaman bersama
tentang arah bersama dan menjadi pedoman perilaku mereka dari hari ke hari.
Oleh karenanya peneliti memiliki dugaan sementara bahwa adanya pengaruh
yang signifikan dan positif antara budaya organisasi terhadap green
management.

Pengaruh Jenis kelamin terhadap Literasi Keuangan UMKM

 Menurut Robb dan Sharpe (2009) Jenis kelamin adalah suatu konsep yang membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam berprilaku. Jenis kelamin juga termasuk faktor yang mempengaruhi literasi keuangan seseorang. Menurut Wagland dan Taylor (2009), laki-laki lebih memiliki kepercayaan yang tinggi dalam membuat keputusan keuangan dibandingkan dengan perempuan yang lebih cenderung risk averse dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan cenderung kurang bisa mengendalikan masalah keuangan dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian Krishna, Rofi Rofaida, Maya Sari (2013) serta Amaliyah dan Witiastuti (2015) menunjukkan bahwa jenis kelamin berpengaruh signifikan terhadap literasi keuangan.

Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Organisasi

 


Gaya kepemimpinan transformasional dapat mendorong bawahnnya
untuk menerima dan menginternalisasi misi, visi, dan tujuan organisasi, sehingga
menciptakaan perasaan memiliki, Guay, et. al. (2015). Kemampuan memotivasi
dari pemimpin transformasional ini dapat menginspirasibawahan agar dapat
melakukan perubahan besar dan mengaharapkan karyawannya dapat bekerja di
luar batas sehingga dampak yang diperoleh kinerja yang terus menerus.
Mahdinezhad (2013), Yildiz, et. al. (2014), Ejere dan Abasilim (2013)
menunjukkan hasil penelitiannya bahwa kepemimpinan transformasional memiliki
pengaruh yang kuat terhadap kinerja perusahaan. Kepemimpinan
transformasional membuat gambaran yang terkait masa depan yang baik,
optimis dan dicapai, mendorong orang lain untuk meningkatkan harapan mereka,
dan menggunakan bahasa sederhana untuk menyampaikan misi.

Hubungan Gaya Kepemimpinan Transaksional TerhadapGreen Management

 


Selain gaya kepemimpinan transformasional, peneliti memiliki dugaan
sementara bahwa gaya kepemimpinan transaksional memberikan pengaruh
signifikan dan positif terhadap green management. Hal ini mengacu bahwa
dalam penerapan konsep green management dalam suatu organisasi diperlukan
adanya contingent reward, active management by exception dan passive
management by exception yang merupakan indikator dari gaya kepemimpinan
transaksional. Aktivitas karyawan dalam organisasi tidak akan terlepas dari
pengaruh pimpinannya. Penerapan konsep green management dalam organisasi
pun demikian, adanya reward dan punishment akan menjadi motivasi bagi
karyawan untuk bekerja. Keterlibatan pimpinan dalam menyelesaikan pekerjaanpekerjaan karyawan yang dinilai tidak memenuhi standar akan memberikan hasil
yang sesuai dengan keinginan pimpinan. Perhatian pemimpin terhadap
pekerjaan bawahannya turut memberikan peran penting dan pencegahan
terhadap kesalahan kerja bawahan serta memberikan arahan yang lebih baik lagi
terhadap keberlangsungan konsep green management tersebut.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Literasi Keuangan

 Menurut Otoritas Jasa Keuangan (2016) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat literasi keuangan adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. Pernyataan yang tidak jauh berbeda diungkapkan oleh The Australia and New Zealand Banking Group Limited (dalam ANZ, 2015) yang menyebutkan faktor yang mempengaruhi literasi keuangan adalah usia, pengetahuan keuangan dan numerik sikap keuangan, pendapatan rumah tangga serta pendidikan dan jabatan.

Sedangkan menurut Suryanto dan Rasmini (2018), terdapat pengaruh usia, tingkat pendidikan, dan pendapatan usaha secara simultan terhadap literasi keuangan pelaku UMKM. Penelitian yang dilakukan oleh Sucuachi (2013) menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh secara positif terhadap tingkat literasi keuangan pada UKM. Taft, Hosein dan Mehrizi (2013), yang menyatakan bahwa usia dan literasi keuangan memiliki hubungan positif. Faktor terakhir adalah lama usaha, diasumsikan bahwa semakin lama sebuah usaha berdiri, maka semakin tinggi tingkat literasi keuangan karena lama usaha mempengaruhi banyaknya pengalaman dalam pengambilan keputusan keuangan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka penelitian ini menggunakan faktor faktor yang mempengaruhi literasi keuangan UMKM sebagai berikut:

  1. Jenis kelamin

Menurut Baron (2000; 88) jenis kelamin merupakan sebagian dari konsep yang melibatkan identifikasi individu sebagai pria atau wanita. Sedangkan menurut Hungu (2007), pengertian dari jenis kelamin adalah perbedaan antara wanita dan laki laki secara biologis sejak seseorang lahir.

  • Pendidikan

Menurut UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampi mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian yang baik, pengendalian diri, berakhlak mulia, kecerdasan, ketrampilan yang diperlukan oleh dirinya dan masyarakat (UU SISDIKNAS No. 20 : 2003).

  • Usia

Menurut Hurlock (2018) usia yaitu umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup usia, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Berdasarkan teori yang telah disampaikan oleh Hurlock tersebut, secara tidak langsung usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seorang individu termasuk di dalamnya adalah pengetahuan mengenai keuangan.

  • Lama Usaha

Ada beberapa hal yang menentukan seseorang berpengalaman atau tidak dalam bekerja yaitu lama waktu/masa kerja, tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki, penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan. Lama usaha adalah lama waktu yang sudah dijalani pedagang dalam menjalankan usahanya. Lamanya seorang pelaku bisnis menekuni bidang usahanya akan mempengaruhi kemampuan profesionalnya. Semakin lama menekuni bidang usaha perdagangan akan makin meningkatkan pengetahuan tentang selera ataupun perilaku konsumen. Ketrampilan berdagang makin bertambah dan semakin banyak pula relasi bisnis maupun pelanggan yang berhasil dijaring (Asmie, 2008).

Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Green Management

 


Gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh kuat terhadap berjalannya
suatu oragnisasi karena ia memiliki wewenang yang dapat mengarahkan dan
memengaruhi para karyawan untuk bertindak sesuai yang diharapkan
organisasi.Pada penelitian-penelitian sebelumnya masih jarangnya
ditemuipenelitian mengenai gaya kepemimpinan transformasional terhadap
green management. Namun, peneliti memiliki dugaan sementara bahwa adanya
hubungan yang signifikan dan positif antara gaya kepemimpinan
transformasional terhadap green management. Hal dapat dijabarkan dari
beberapa indikator yang dimiliki oleh gaya kepemimpinan transformasional,
antara lain Idealized influence (pengaruh ideal), inspirational motivation (motivasi
isnpirasional), intellectual stimulation (stimulasi intelektual), dan individualized
consiceration (pertimbangan individu), Bassa dan Avalio dalam Hickman
(1998:135) terhadap indikator-indikator variabel green managementantara lain 1)
proses produksi, 2) pengelolaan lingkungan, 3) keselamatan kerja, dan 4)
manajemen perusahaan.
Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional (pengaruh
ideal) akan dijadikan sebagai acuan ataupun contoh bagi karyawan untuk
bekerja. Pemimpin akan menunjukkan sikap yang sesuai dengan standar etika
dan moral sehingga memungkinkan seorang pemimpin untuk menanamkan sikap
bawahan yang dapat menirunya, Ejere, et. al. (2014). Dalam penerapan green
management diperlukan sikap pemimpin yang dapat menunjukkan etika dan
moral sesuai dengan standar yang telah ditetapkan organisasi. Begitupun halnya
ketika organisasi menerapkan kegiatan bisnis yang ramah lingkungan (green
management). Berbagai kegiatan yang dijalankan seperti proses produksi,
pengelolaan lingkungan, keselamatan kerja, dan manajemen perusahaan sangat
memerlukan sikap pimpinan yang patuh terhadap etika yang sudah ditetapkan.
Sehingga karyawan dapat meniru dan mematuhi peraturan-peraturan sesuai
Standar Operasional Perusahaan (SOP).

Aspek Dalam Literasi Keuangan

 

Literasi keuangan dalam penelitian Barbara yang telah dimodifikasi oleh Shih, et al. (2016) mencakup tujuh dimensi yaitu:

a.       savings (tabungan): dimensi yang berkaitan dengan bagaimana individu mengelola tabungan.

b.      value appreciation (penghargaan terhadap nilai): dimensi yang berkaitan dengan pemahaman setiap individu dalam mengelola nilai (value) yang ada didalam uang.

c.       avoidance of traps (pencegahan terhadap jebakan-jebakan): dimensi yang berkaitan dengan bagimana cara individu menghindari jebakan-jebakan yang ada dalam setiap keputusan finansial.

d.      risk conscious (kesadaran akan resiko): dimensi yang mengukur bagaimana pengetahuan individu terhadap resiko-resiko yang akan terjadi.

e.       life improvement (perkembangan hidup): dimensi yang mengukur tingkat kesadaran individu untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

f.       life planning (perencanaan hidup): dimensi yang berhubungan dengan bagaimana perencanaan keuangan pribadi masing-masing individu.

g.      financial educational needs (kebutuhan akan pendidikan keuangan): dimensi yang berkaitan dengan bagaimana tingkat kebutuhan akan pendidikan keuangan pribadi.

Lusimbo dan Muturi (Oktavianti, 2017) membagi literasi keuangan UMKM menjadi dua aspek

a.     Literasi hutang

Ketrampilan dalam mengelola hutang dan pengetahuan tentang hutang yang dibutuhkan usahanya

b.     Pencatatan keuangan

Ketrampilan dan pengetahuan dalam mengelola pembukuan keuangan usaha yang dijalankannya

Dalam penelitian  ini akan menggunakan pengukuran literasi keuangan berdasarkan penelitian Oktavianti (2017).

Hubungan Gaya Kepemimpinan Transaksional Terhadap Budaya Organisasi

 Budaya organisasi dibentuk oleh pemimpin yang ada di dalam organisasi.

Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan dengan mendorong bawahnnya
bekerja dan imbalan sebagai motivasinya, maka akan senantiasa terbentuk
budaya organisasi yang demikian juga. Sebabnya pemimpin memiliki wewenang
untuk memengaruhi bawahannya bertindak sesuai dengan kehendaknya.
Makanya diindikasikan bahwa adanya hubungan gaya kepemimpinan
transaksional terhadap budaya organisasi. Siswatiningsih (2015), Kotter dan
Heskett dalam Tika (2013;149) menunjukkan hasil penelitiannya bahwa gaya
kepemimpinan memberi pengaruh terhadap budaya organisasi. Pemimpin
dipuncak sangat berperan dalam melakukan perubahan-perubahan budaya
organisasi.

Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Budaya Organisasi

 


Budaya organisasi dibangun pada orang-orang yang mempunyai
wewenang penuh dalam perusahaan. Pemimpin merupakan seseorang yang
memiliki wewenang dan kekuasaan dalam menciptakan sistem, nilai, dan
peraturan di perusahaan sehingga akan terciptanya suatu budaya yang melekat
pada perusahaan. Budaya yang diciptakan tidak hanya sekedar dalam bentuk
peraturan yang tertulis, namun dapat berupa komunikasi dan interaksi pemimpin
terhadap karyawan. Pengaruh gaya kepemmpinan pada budaya organisasi
dapat memicu rasa kolektivisme dalam mencapai tujuan organisasi, memberikan
kontribusi lebih besar untuk keberhasilan organisasi. Oleh karenanya, berbagai
macam gaya kepemimpinan akan memengaruhi budaya organisasi. Dalam
penelitian Tipu, et. al. (2012), Graves, et. al. (2013), dan Siswatiningsih (2015)
menunjukkan hasil penelitiannya bahwa kepemimpinan transformasional
berhubungan positif terhadap budaya organisasi. Karyawan dapat menerima dan
menginternalisasi nilai-nilai yang disampaikan oleh para pemimpin, sehingga
meningkatkan pentingnya nilai-nilai yang lebih tinggidan melakukan kegiatan
yang lebih bermakna untuk karyawan.

Indikator Kinerja Organisasi

 


Setiap organisasi memiliki standar kerja yang telah ditentukan. Hal ini
dijadikan sebagai tolak ukur untuk menentukan apakah kinerja yang telah
dilakukan telah memenuhi standar atau belum. Masing-masing organisasi
memiiliki indikator yang berbeda, hal ini merupakan aspek penting yang harus
dicapai selain standar kerja yang telah ditentukan. Richard dan Devinney dalam
Ozer dan Tinaztepe (2014) mengungkapkan bahwa indikator kinerja organisasi
dibagi menjadi tiga, antara lain sebagai berikut.
a. Kinerja keuangan (performance financial), meliputi profit, return on assets,
return on investment.
b. Kinerja pemasaran produk (product market performance), meliputi sales,
market share.
c. Shareholder return, meliputi total shareholder return, economic value added.
Sedangkan Moullin (2007) dalam Alhadid, et. al. (2014) menambahkan
mengungkapkan ada tiga indikator dalam mengukur kinerja organisasi, antara
lain sebagai berikut.
a. Financial Performance (Kinerja Keuangan)
Dalam penerapan kegiatan bisnis yang ramah lingkungan, tentu akan
menghilangkan polusi. Selain itu penggunaan kembali bahan produksi
menghasilkan banyak kesempatan untuk memotong biaya dan peningkatan
laba akhir. financial performance (kinerja keuangan) meliputi peningkatan
pangsa pasar, peningkatan omset penjualan, dan peningkatan keuntungan.
b. Environmental Performance (Kinerja Lingkungan)
Kinerja lingkungan berkaitan dengan kemampuan organisasi untuk
mengurangi polusi udara, limbah cair, dan limbah padat dan kemampuan
untuk mengurangi penggunaan bahan yang berbahaya atau bahan beracun.
Adanya penurunan frekuensi bahaya lingkungan akan ada perbaikan dalam
situasi lingkungan sebuah organisasi.
c. Operational Performance (Kinerja Operasi)
Kinerja operasional berkaitan dengan kemampuan organisasi untuk
memproduksi peningkatan kualitas produk, dan pemanfaatan kualitas.

Pengertian literasi Keuangan

 Menurut Manurung (2009) literasi keuangan adalah seperangkat keterampilan dan pengetahuan yang memungkinkan seorang individu untuk membuat keputusan dan efektif dengan semua sumber daya keuangan mereka. Sedangkan menurut. Krishna, Rofi Rofaida, Maya Sari (2013) juga mendefinisikan bahwa literasi keuangan sebagai kemampuan untuk menggunakan pengetahuan serta keahlian untuk mengelola sumber daya keuangan agar tercapai kesejahteraan.

Menurut Lusardi dan Mitchell (2007) literasi keuangan dapat diartikan sebagai pengetahuan keuangan dengan tujuan mencapai kesejahteraan. Hal ini dapat dimaknai bahwa persiapan perlu dilakukan untuk menyongsong globalisasi, lebih spesifiknya globalisasi masalah dalam bidang keuangan. Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2010) meyatakan bahwa literasi keuangan terjadi ketika individu memiliki sekumpulan keahlian dan kemampuan yang membuat orang tersebut mampu memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Remund (2010) menyatakan ada empat hal yang paling umum dalam literasi keuangan yaitu penganggaran, tabungan,pinjaman, dan investasi. Literasi keuangan tidak hanya melibatkan pengetahuan dan kemampuan untuk menangani masalah keuangan tetapi juga atribut nonkognitif.

Menurut lembaga Otoritas Jasa Keuangan (2013) menyatakan bahwa secara defenisi literasi diartikan sebagai kemampuan memahami, jadi literasi keuangan adalah kemampuan mengelola dana yang dimiliki agar berkembang dan hidup bisa lebih sejahtera dimasa yang akan datang, OJK menyatakan bahwa misi penting dari program literasi keuangan adalah untuk melakukan edukasi dibidang keuangan kepada masyarakat Indonesia agar dapat mengelola keuangan secara cerdas, supaya rendahnya pengetahuan tentang industri keuangan dapat diatasi dan masyarakat tidak mudah tertipu pada produk-produk investasi yang menawarkan keuntungan tinggi dalam jangka pendek tanpa mempertimbangkan resikonya.

Untuk memastikan pemahaman masyarakat tentang produk dan layanan yang ditawarkan oleh lembaga jasa keuangan, program strategi nasional literasi keuangan mencanangkan tiga pilar utama. Pertama, mengedepankan program edukasi dan kampanye nasional literasi keuangan. Kedua, berbentuk penguatan infrastruktur literasi keuangan. Ketiga, berbicara tentang pengembangan produk dan layanan jasa keuangan yang terjangkau. Penerapan ketiga pilar tersebut diharapkan dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat literasi keuangan yang tinggi sehingga masyarakat dapat memilih dan memanfaatkan produk jasa keuangan guna meningkatkan kesejahteraan.

Penulis menyimpulkan bahwa literasi keuangan merupakan cara membantu dalam memberikan pemahaman tentang mengelola keuangan dan peluang untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera di masa yang akan datang. Dengan kata literasi keuangan adalah pengetahuan dan kemampuan (knowledge and ability) keuangan untuk kemudian mengaplikasikannya dalam pengelolaan keuangan.

Fungsi-Fungsi Kegiatan Terkait Kinerja Organisasi

 


Dalam organisasi ada berbagai kegiatan yang dilakukan oleh SDM terkait
tujuan yang hendak dicapai dan hal tersebut berkaitan dengan kinerja organisasi
yang telah memiliki standar. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan aktivitas
yang dilakukan secara berulang-ulang dan sistematis. Adapun beberapa fungsi
kegiatan yang terkait dengan kinerja organisasi antara lain sebagai berikut, Umar
(2005:50).
a. Strategi perusahaan. Dalam strategi perusahaan terdapat misi perusahaan,
strategi bisnis yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Strategi
tersebut dapat mencakup perencanaan, implementasi, dan pengawasan.
b. Pemasaran. Evaluasi aspek pasar diarahkan untuk mendapatkan informasi
mengenai hal-hal segmentasi, target, dan posisi produk di pasar, strategi
bersaing yang diterapkan, kegiatan pemasaran melalui bauran pemasaran,
nilai penjualan, dan market share yang dikuasai perusahaan.
c. Operasional. Kegiatan operasional dalam perusahaan, meliputi kegiatankegiatan kualitas produk, teknologi yang digunakan, kapasitas produksi,
persediaan bahan baku dan barang jadi sumber daya manusia, dan
keuangan.

Pengertian Kinerja Organisasi

 


Setiap organisasi yang berdiri memilki tujuan-tujuan yang telah disepakati
bersama dan harus direalisasikan dengan sistem kerja yang telah ditentukan.
Tanpa adanya Sumber Daya Manusia (SDM), maka tujuan organisasi tidak akan
tercapai. Kinerja organisasi adalah fungsi hasil-hasil pekerjaan/ kegiatan yang
ada dalam perusahaan yang dipengaruhi faktor internal dan eksternal organisasi
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan selama periode waktu tertentu, Tika
(2012:122). Sedangkan Bernardin dan Rusel 1993 dalam Tika (2012:121)
menambahkan bahwa kinerja organisasi merupakan pencatatan hasil-hasil yang
diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu. Keban (2004:183)
pun menambahkan bahwa kinerja organisasi menggambarkan sampai seberapa
jauh satu kelompok telah melaksanakan semua kegiatan pokok sehingga
mencapai visi dan misi institusi. Berdasarkan dari beberapa definisi di atas, dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa kinerja organisasi merupakan suatu capaian atau
hasil kerja dalam kegiatan atau aktivitas atau program yang telah direncanakan
sebelumnya guna mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan oleh
suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Dalam
pencapaian kinerja organisasi tersebut merupakan gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam organisasi untuk mewujudkan
sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi.

Indikator-Indikator Green Management

 


Dalam organisasi yang memiliki visi dan misi sebagai organisasi yang
ramah lingkungan, diperlukan sebuah konsep yang dapat merealisasikan hal
tersebut. Peneliti akan memaparkan mengenai indikator-indikator green
management baik untuk perusahaan besar yang bertaraf internasional hingga
diperuntukkan bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Hal ini dilakukan sebagai
pembanding diantara kedua hal tersebut.
Samsung Electronics (2008) sebagai perusahaan besar yang telah
menerapkan green management yang mengambil co-existence dan kemakmuran
bersama dengan masyarakat adalah inti dari kelangsungan hidup perusahaan
Perusahaan berusaha untuk menjadi perusahaan kontributif bagi masyarakat.
Ada beberapa indikator penerapan green management, Samsung (2008) antara
lain sebagai berikut.
a. The Greening of Management (Penghijauan Manajemen). Dibutuhkan
lingkungan yang sehat dan mengutamakan keselamatan sebagai faktor
utama dalam pengelolaan perusahaan untuk pembangunan berkelanjutan,
membangun lingkungan yang canggih, sehat, dan adanya sistem keamanan
dalam bekerja. memperluas sertifikat standar global dan mempromosikan
kerja yang efisien dengan mengadopsi Sistem Informasi Manajemen Hijau
(GMIS) merupakan beberapa aktivitas dari the greening of management
(penghijauan manajemen).
b. The Greening of Product (Penghijauan Produk). Hal ini untuk meminimalkan
dampak lingkungan dan untuk membuat produk ramah lingkungan mengingat
seluruh proses melalui produksi, penggunaan produk dan hingga menjadi
limbah.
c. The Greening of Process (Penghijauan Proses). Upaya dari the greening of
processs (penghijauan proses) dapat meningkatkan proses atau fasilitas,
mengembangkan teknologi hijau yang beragam termasuk bahan baku
alternatif, meminimalkan bahan bekas melalui pengelolaan bahan yang
mudah tercemar, memaksimalkan efisiensi energi, dan lain-lain, melakukan
penerapan teknologi untuk memproduksi bersih.
d. The Greening of Workplace (Penghijauan Tempat Kerja). Hal ini terwujud
dengan tidak terjadinya polusi, terjaganya kesehatan, dan terhindarnya
kecelakaan di tempat kerja.
e. The Greening of Communities (Penghijauan Komunitas). Bekerja sama
dengan masyarakat sekitar dengan memberikan edukasi pentingnya
pelestarian lingkungan dan bantuan. Peran perusahaan dalam kaitannya
dengan para stakeholder, misalnya menjaga hubungan baik dengan para
pemasok yang mempunyai komitmen pada lingkungan.
Sedangkan green management pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM),
Kementerian Perindustrian berdasarkan pada Peraturan Kepala Badan
Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri No. 56/BPKIMI/PER/2/2014
menerapkan beberapa indikator yang merupakan sebagai bentuk kepatuhan
dalam menjalankan green management, antara lain sebagai berikut.
a) Proses produksi meliputi program efisiensi produksi, penempatan bahan
produksi, adanya perijinan penggunaan bahan pewarna, dan peningkatan
tekhnologi.
b) Pengelolaan lingkungan meliputi pengelolaan limbah dan pemanfaatan
limbah kembali.
c) Keselamatan kerja meliputi sistem sirkulasi udara, adanya penggunaan alat
perlindungan diri, dan persediaan Pertolongan Pertama Kecelakaan (P3K).
d) Manajemen perusahaan meliputi produk bersertifikasi ramah lingkungan, dan
adanya kepedulian terhadap lingkungan.