Wednesday, April 29, 2020

Mobile Learning (skripsi dan tesis)

Mobile learning sendiri merupakan salah satu jenis pembelajaran yang sedang berkembang saat ini. Konsep pembelajarannya sendiri mobile learning mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki media lain yaitu mudah di akses setiap saat dan lebih menarik untuk dipelajari pada umumnya. Quinn (2000) berpendapat bahwa m-learning adalah sebuah elearning yang dapat diwujudkan melalui perangkat mobile, namun m-learning memiliki manfaat ketersediaan materi ajar yang dapat diakses pengguna kapan saja dan di mana saja melalui perangkat mobile. Mobile learning didefinisikan oleh Kulkulska (2015:1) yaitu sebuah konsep baru dalam pendidikan dan memiliki salah satu konotasi yag familiar berkaitan dengan mobilitas pelajar. Konotasi yang familiar tersebut ialah penggunaan perangkat genggam baik itu ponsel, smartphone, maupun tablet yang saat ini menjadi tren perkembangan komunikasi dan informasi di dunia. Penggunaan perangkat genggam tersebut dimanfaatkan sebagai suatu strategi dalam belajar dalam arti bahwa pebelajar harus mampu untuk terlibat daalam kegiatan pembelajaran tanpa dibatasi ruangan. Mcquiggan (2015:8) menyatakan Istilah mobile learning atau biasa disebut m-learning merupakan pengalaman dan kesempatan yang diberikan oleh evolusi teknologi pendidikan. Ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja pembelajaran dilakukan instan, akses belajar dikendalikan secara pribadi. Dimana pembelajaran penuh dengan alat dan sumber daya, kita aka lebih mengkonstruk pengetahuan kita sendiri, memuaskan keingintahuan kita, berkolaborasi dengan orang lain, dan budidaya pengalaman. Menurut Tamimuddin (2007:1) mobile learning diartikan kepada

Gamifikasi (skripsi dan tesis)

 Gamifikasi merupakan konsep yang berasal dari domain media. Ini digunakan pada tahun 2008 tetapi baru mendapatkan pengakuan luas pada paruh tahun kedua 2010 ketika menjadi topik presentasi konfrensi dan diadopsi oleh industri. Definisi gamifikasi menurut Deterding dkk (2011) adalah penggunaan P elemen game design dalam konteks nongame , sedangkan menurut Huotari dan Hamari (2012) mendefinisikannya sebagai suatu proses untuk memberikan bentuk pengalaman bermain untuk mendukung penciptaan nilai secara keseluruhan. Gamifikasi adalah alat yang ampuh untuk memberikan pendidikan dan pelatihan di perusahaan. Pertimbangkan definisi formal dari permainan dalam konteks pendidikan seperti: pemain, kegiatan berpikir, tantangan abstrak, aturan, interaktivitas, umpan balik, hasil yang diukur dan reaksi emosional yang semua terdapat dalam satu struktur (Kapp, 2013:2). Permainan yang abstrak menunjukkan hanya karakteristik tertentu dari kehidupan nyata dan mereka menyajikan realitas yang berbeda. Unsur tantangan membuat pemain terdorong untuk mencapai tujuan tertentu. Interaktivitas dalam game terjadi antara pemain dan sistem permainan dan di antara pemain. Umpan balik positif atau negatif mempengaruhi perilaku permainan pemain. Pemain bereaksi secara emosional terhadap bagian yang berbeda dari pengalaman gaming. Gamifikasi menggunakan dinamika berbasis game ini untuk terlibat dan tidak hanya melihat. Gamifikasi menyajikan antarmuka estetika menarik yang mempengaruhi bagaimana pemain melakuakan permaianan. Komponen yang paling penting dari gamifikasi adalah bagaimana mempromosikan permainan berpikir, mengubah dari suatu kegiatan sehari-hari menjadi kesempatan untuk belajar dan berkembang. (Kapp, 2013:2) Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gamifikasi merupakan penerapan teknik dan strategi dari suatu permainan ke dalam konteks nonpermainan yang bertujuan untuk menyelesaikan sebuah masalah. Metode seperti ini bekerja dengan cara membuat materi atau teknologi menjadi lebih menarik dengan mendorong pengguna untuk ikut terlibat dalam perilaku yang diinginkan. Tujuannya adalah meningkatkan partisipasi, motivasi, dan prestasi pengguna

Gamifikasi Dalam PEmbelajaran (skripsi dan tesis)

Banyak peneliti menerapkan gamifikasi dalam pembelajaran dengan alasan untuk meningkatkan motivasi siswa (Khalil et al., 2018). Dengan demikian, konseptualisasi motivasi diperlukan untuk memahami dampak ataupun faktor-faktor penghambat dalam implementasi gamifikasi dalam pembelajaran. Teori motivasi yang telah sukses diterapkan dalam gamifikasi adalah teori determinasi diri atau selfdetermination theory (Groh, 2012; Sailer et al., 2017). Teori ini menjelaskan tiga kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan akan kompetensi, otonomi, dan relasi (Deci & Ryan, 1985), yang dipaparkan secara singkat sebagai berikut. ▪ Kebutuhan akan kompetensi. Kebutuhan ini merujuk pada keinginan untuk merasa mampu dalam mencapai tujuan tertentu, serta kompeten menyelesaikan suatu permasalahan (Deci & Ryan, 2004). Di dalam konteks pendidikan, ketika faktor-faktor yang menumbuhkan perasaan kompeten (seperti kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan atau keterampilan baru) dapat dikembangkan, maka iklim kompetisi akan tumbuh, dan akibatnya motivasi instrinsik juga akan meningkat (Chen, 2019). ▪ Kebutuhan akan otonomi. Kebutuhan ini berkenaan dengan perasaan bebas secara psikologis dan keinginan untuk menyelesaikan suatu tugas. Siswa yang bebas secara psikologis akan membuat keputusan berdasarkan nilai dan minatnya sendiri (Decy & Ryan, 2004), dan siswa yang memiliki keinginan akan melaksanakan tugas tanpa tekanan dan paksaan eksternal (Vansteenkiste et al., 2010). Pemberian kesempatan kepada siswa untuk memilih, misalnya melalui umpan balik yang positif, merupakan salah satu bentuk fasilitasi otonomi, yang pada akhirnya akan meningkatkan motivasi intrinsiknya (Griffin, 2016). ▪ Kebutuhan akan relasi. Kebutuhan ini merujuk pada perasaan memiliki, terikat, dan peduli terhadap kelompok (Sailer et al., 2017). Motivasi intrinsik siswa akan semakin kuat ketika mereka diberikan ruang untuk bekerja sama, serta berbagi pengalaman dan tujuan bersama. Dengan demikian, guru sebaiknya mengurangi faktor-faktor yang dapat menghalangi siswa untuk melakukan interaksi sosial, melainkan membuat lingkungan belajar yang mendukung terjadinya relasi sosial sehingga kebutuhan siswa akan relasi terpenuhi

Gamifikasi (skripsi dan tesis)

Gamifikasi adalah penggunaan elemen-elemen desain gim dalam konteks-konteks bukan gim (Deterding et al., 2011; Groh, 2012). Beberapa kata atau frasa kunci dalam definisi tersebut adalah gim, elemen, desain, dan konteks bukan gim. Oleh karena itu, kata-kata atau frasa-frasa kunci tersebut akan dibahas lebih lanjut. Gim adalah suatu sistem yang membuat para pemainnya terlibat dalam konflik buatan, didefinisikan oleh aturan-aturan tertentu, dan menghasilkan suatu luaran yang dapat terkuantifikasi (Salen et al., 2004). Karena gim merupakan suatu sistem yang didefinisikan dengan aturan-aturan tertentu, maka gim berbeda dengan permainan. Permainan mengarah kepada aktivitas-aktivitas bebas dan eksploratif (Groh, 2012). Karena penjelasan gim yang seperti ini, maka gamifikasi berhubungan pada karakteristik gim yang berbasis aturan dan berorientasi tujuan. Elemen yang dimaksud dalam definisi gamifikasi merujuk pada bangunan-bangunan gim yang disematkan pada konteks dunia nyata. Hal inilah yang membedakan gamifikasi dengan gim serius karena gim serius sengaja dikembangkan secara penuh untuk tujuan yang spesifik dan tidak mengarah ke hiburan (Xu et al., 2013). Istilah desain adalah istilah berikutnya yang muncul dalam definisi gamifikasi. Istilah inilah yang membedakan gamifikasi dengan teknologi-teknologi berbasis gim. Berbeda dengan teknologi-teknologi berbasis gim yang terdiri dari aspek-aspek teknologi, seperti mesin-mesin gim dan kontrolir, gamifikasi secara jelas merujuk pada proses desain yang disengaja (Deterding et al., 2011). Istilah terakhir dalam definisi gamifikasi adalah konteks bukan gim. Dengan istilah ini, gamifikasi dapat diterapkan kepada berbagai bidang dan skenario. Dengan demikian, sangat memungkinkan untuk membawa elemen-elemen desain gim kepada bidang pendidikan pada umumnya, dan pembelajaran matematika pada khususnya.

Definisi Flipped Classroom (skripsi dan tesis)

 Flipped classroom menjadi pendekatan pembelajaran yang menarik perhatian para peneliti, akademisi, dan guru. Hwang et al. (2019) melaporkan adanya tren yang naik terhadap penelitian mengenai flipped classroom. Dari penelitian-penelitian ini, beragam definisi telah ditawarkan untuk pendekatan pembelajaran yang juga sering disebut dengan flipped learning (Bond, 2019) dan inverted classroom (Lage et al., 2000) ini. Dua definisi yang sering digunakan oleh para peneliti untuk mendefinisikan pendekatan ini adalah definisi yang diajukan oleh Bishop & Verleger (2013) dan Flipped Learning Network (FLN, 2014). Bishop & Verleger (2013) mendefinisikan flipped classroom sebagai strategi pembelajaran yang terdiri dari dua bagian, yaitu aktivitas-aktivitas pembelajaran kelompok interaktif di dalam kelas, dan pengajaran langsung berbasis komputer yang dilakukan secara individual dan dilaksanakan di luar kelas. Definisi ini secara jelas membedakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa ketika di dalam kelas dan di luar kelas. Secara garis besar, aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh siswa ketika di dalam kelas adalah belajar secara berkelompok. Selain itu, pembelajaran di dalam kelas dilakukan secara interaktif. Artinya, flipped classroom menekankan interaksi antar pelaku pembelajaran. 
Sebaliknya, kegiatan pembelajaran di luar kelas menekankan pembelajaran langsung yang dilakukan secara individual. Kegiatan di luar kelas Y. semacam ini didukung oleh komputer sebagai media penyampai pesan pembelajarannya. Media berbasis komputer yang digunakan dalam kegiatan di luar kelas merupakan video-video pembelajaran. Definisi flipped learning yang lebih komprehensif diusulkan oleh FLN (2014). Definisi tersebut adalah sebagai berikut. [A] pedagogical approach in which direct instruction moves from the group learning space to the individual learning space, and the resulting group space is transformed into a dynamic, interactive learning environment where the educator guides students as they apply concepts and engage creatively in the subject matter. Untuk mengimplementasikan pendekatan flipped learning seperti yang didefinisikan oleh FLN (2014) tersebut, guru harus menggabungkan empat pilar pendekatan pembelajaran tersebut, yaitu (1) lingkungan belajar yang fleksibel, (2) budaya belajar berpusat siswa, (3) konten pembelajaran yang terencana, dan (4) guru yang profesional. Dengan lingkungan belajar yang fleksibel, siswa mendapatkan moda pembelajaran yang bervariasi, dan dapat memilih kapan dan di mana mereka belajar. Budaya belajar dalam pendekatan flipped learning harus bergeser dari pembelajaran yang berpusat pada guru ke pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dengan budaya ini, siswa akan menggunakan waktu belajar di kelas untuk mengeksplorasi topik secara mendalam dan mendapatkan kesempatan belajar yang lebih kaya. Selanjutnya, guru harus memilih dan memilah konten pembelajaran mana yang akan diajarkan secara langsung dan konten mana yang diletakkan pada lingkungan belajar individu. Di pilar terakhir, guru harus profesional. Artinya, peran guru tidak dapat digantikan oleh flipped learning, tetapi peran guru dalam pendekatan ini semakin krusial dibandingkan dengan pembelajaran tradisional.

Employee Engagement (skripsi dan tesis)

Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Shuck dan Wollard dalam Ray French (2015:132) yang berjudul “Organizational Behaviour” mendefinisikan employee engagement sebagai berikut: “Employee engagement is an individual employee’s cognitive, emotional and behavioral state directed toward desired organizational outcomes”. Pendapat lain dikemukan oleh Khan’s dalam Ling Suan Choo, Norslah Mat dan Mohammed Al-Omari (2013) bahwa “Employee engagement is the harnessing of organization members’ selves to their work roles; in engagement, people employ and express themselves physically, cognitively, and emotionally during role performances”. Sedangkan menurut Akila Narayanan (2014) dalam buku Gamification for Employee Engagement, “Employee engagement can be defined as the degree to which an employee bonded towards his organization or job”. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Employee Engagement, Akila Narayanan (2014) dalam buku Gamification for Employee Engagement, menjelaskan faktorfaktor yang mempengaruhi Employee Engagement sebagai berikut: 1). Satisfaction. A satisfied employee need not be an engaged employee, but an engaged employee almost always satisfied employee. At the outset, job satisfaction indicate degree to which an employee is content with their job, whereas engagement bespeaks the degree to which an employee goes beyond the call of duty. 75-80% employee can be satisfied if they are assured of ; job security, financial stability, compensation, benefits, flexibility at the workplace. While satisfaction can’t directly contribute to engagement, it certainly disturb the engagement level if not taken care of; 2). Motivation. A satisfied employee need not be motivated employee and motivated employee not be an engaged employee, whereas an engaged employee is almost always a satisfiedcum-motivated employee. Motivation refers to psychological drive that reinforced one’s action toward accomplishing task or goals. It clearly indicates why an employee behaves in a certain fashion. There are two categories of motivation: a). Extrinsic Motivation; b). Intrinsic Motivation; 3). Advancement. Refers to the growth in one’s career in term of designation or position, usually in relation to their good performance. This can also involve advancement in term of gaining knowledge, skills, and maturity to move to the next level or undertake challenging assignments

Gamification (skripsi dan tesis)

Palmer dalam jurnal Conaway (2014) yang berjudul “Gamification and service marketing” menjelaskan definisi gamification sebagai berikut: “Gamification is taking the essence of games-fun, play, transparency, design, challenge-and applying it to real-world objectives rather than pure entertainment” Pendapat lain dikemukan oleh Deterding dalam jurnal Han (2015) yang berjudul “Gamified Pedagogy: From Gaming Theory to Creating a Self-Motivated Learning Environment in Studio Art” mendefinisikan gamification sebagai berikut: “Gamification is using game design elements In non-contexts to motivate and increase user activity and retention”. Maka berdasarkan pendapatpendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa Gamification merupakan suatu proses pengaplikasian unsur-unsur yang ada dalam game pada hal-hal non-konteks dengan tujuan memotivasi dan meningkatkan keterlibatan penggunanya. Menurut jurnal Jeffrey dan Elisabeth (2016) dalam jurnal yang berjudul “A framework for understanding game-based teaching and learning” menjelaskan elemen-elemen dari gamification: “One use of gamification is to turn learning into game by adopting games elements and structures. These game elements can include everything from leaderboards, badges or “archievement” all the way to fully realized game narrative”