Monday, February 21, 2022

Pengaruh Tingkat Suku Bunga terhadap Return Saham (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Suku bunga adalah faktor terbesar yang akan dijadikan pertimbangan dalam membuat keputusan keuangan, baik itu keputusan berutang maupun berinvestasi. Pemilihan jenis instrumen investasi yang digunakan berpengaruh terhadap imbal hasil yang diterima (Purwaningsih, 2012:1). Hasil ini sejalan dengan penelitian Purwaningsih (2012:8) menemukan bahwa tingkat suku bunga memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tingkat suku bunga memiliki hubungan negatif dengan return saham. Hal ini berarti apabila tingkat suku bunga naik maka return saham akan menurun dan sebaliknya apabila tingkat suku bunga turun maka return saham pun akan meningkat. Penelitian Chairul (2008:4) menemukan bahwa suku bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham syariah di Indonesia. Penelitian yang dilakukan Jannah (2006:7) menemukan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap return saham.

Beberapa penelitian lain juga sejalan dengan penelitian yang telah disebutkan. Azis (2012:8) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat suku bunga sama memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap return saham sektor perbankan di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2003-2010. Temuan penelitian Okpara (2010:1) menunjukkan kebijakan moneter adalah penentu signifikan return saham di Nigeria. Secara khusus, tingkat suku bunga yang tinggi mengurangi return saham dan dengan demikian, menunjukkan upaya kebijakan moneter yang dilakukan memperlambat perekonomian. Sumber utama dari berfluktuasinya return saham adalah disebabkan karena tingginya suku bunga.

Return Saham (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Return saham merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya (Tandelilin, 2010:47). Tujuan investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return saham, tanpa melupakan faktor risiko investasi yang harus dihadapinya. Return saham yang didapatkan investor dari berinvestasi saham dapat berupa capital gain atau dividen. Return saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return saham dapat berupa return saham realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang (Jogiyanto, 2008:109). Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan risiko dimasa mendatang. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti.

Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekpektasi yang belumterjadi tetapi diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return histories ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan risiko di masa datang (Nuryana, 2013: 59). Sedangkan return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi (Jogianto, 2008:107).

Salah satu faktor yang memotivasi investor yaitu adanya return saham yang merupakan imbalan atas keberanian investor untuk menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Jogiyanto (2008: 108) menyatakan bahwa return adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan investasi. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang.

Pada umumnya, nilai return yang sering digunakan adalah return total. Return pada dasarnya dibagi menjadi dua jenis yaitu capital gain/loss dan yield. Capital gain merupakan selisih dari harga investasi sekarang dengan harga periode yang lalu. Jika harga investasi sekarang lebih tinggi dari harga investasi periode lalu berarti terjadi keuntungan modal (capital gain) dan sebaliknya. Yield merupakan presentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi. Keuntungan ini biasanya diterima dalam bentuk kas atau setara dengan kas sehingga dapat diuangkan dengan cepat. Salah satu contoh yield adalah deviden (Jogiyanto, 2008: 110).

Return total terdiri dari capital gain (loss) dan yield (Jogiyanto, 2008). Dimana return total ini merupakan keseluruhan return yang diperoleh dari suatu investasi pada periode tertentu. Return total dapat dinyatakan sebagai berikut:

Return Total = Capital gain (loss) + yield

Capital gain (loss) merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode lalu (Jogiyanto, 2008):

Capital gain (loss) =  

Keterangan:

Pt    = Harga saham periode sekarang.

Pt1  = Harga saham periode sebelumnya.

 

Yield adalah persentase penerimaan kas periodik dari suatu investasi terhadap harga investasi periode tertentu. Untuk saham biasa yang melakukan pembayaran deviden periodik sebesar Dt rupiah per-lembarnya, maka yield dapat dituliskan sebagai berikut (Jogiyanto, 2008):

Yield =          

 

Keterangan :

Dt   = Dividen kas yang dibayarkan.

Pt 1 = Harga saham periode sebelumnya.

 

Yield disebut juga dengan current income yaitu keuntungan yang diperoleh dari penerimaan kas periodik yang dapat diperoleh dari pembayaran bunga deposito, dividen, bunga obligasi dan sebagainya disebut sebagai pendapatan lancar, maksudnya adalah keuntungan biasanya diterima dalam bentuk kas atau setara kas, sehingga dapat dikonversi dalam bentuk uang kas cepat seperti bunga atau jasa giro dan dividen tunai. Serta yang setara kas adalah saham bonus atau dividen saham yaitu dividen dibayarkan dalam bentuk saham-saham dan dapat dikonversi menjadi uang kas, sehingga return total dapat dirumuskan sebagai berikut (Jogiyanto, 2008: 115):

Return Total =       

Keterangan :

Pt     = Harga saham sekarang

P t 1 = Harga saham periode sebelumnya

Dt    = Dividen kas yang dibayarkan

 

Tentunya tidak semua saham memberikan return dalam bentuk capital gain karena nilai capital gain sangat tergantung dari harga pasar instrumen investasi yang bersangkutan yang berarti investasi harus diperdagangkan di pasar. Karena dengan  danya pergerakan maka akan timbul perubahan nilai suatu instrumen investasi. Begitu juga tidak selamanya perusahaan membagikan dividen kas secara periodik kepada pemegang sahamnya, maka dalam penelitian ini return saham dapat dihitung sebagai berikut (Jogiyanto, 2008: 117) :

Return Total =  

Keterangan

Pt   = Harga saham periode sekarang

Pt1 = Harga saham periode sebelumnnya.

Profitabilitas (skripsi, tesis, dan disertasi)

  

Profitabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Maka tingkat profitabilitas rendah ditengarai berpengaruh terhadap audit delay. Hal tersebut berkaitan dengan akibat yang dapat ditimbulkan pasar terhadap pengumuman rugi oleh perusahaan. Penelitian Naim (2008) memperlihatkan bahwa tingkat profitabilitas yang lebih rendah memacu kemunduran publikasi laporan keuangan. Demikian pula Carslaw dan Kaplan (2001) memaparkan perusahaan yang melaporkan kerugian mungkin akan meminta auditor untuk mengatur waktu audit yang lebih lama ketimbang biasanya.

Ditemukan oleh Owusu-Ansah (2000), perusahaan yang memiliki hasil gemilang (good news) akan melaporkan lebih tepat waktu dibandingkan dengan perusahaan yang mengalami kerugian (bad news). Ungkapan senada dikemukakan dalam penelitian Annisa (2004), perusahaan dengan hasil yang baik akan melaporkan lebih cepat dari perusahaan yang gagal operasi atau merugi. Berlawanan dengan pemaparan di atas, Ashton (2007) menyebutkan profitabilitas bukanlah faktor yang signifikan mempengaruhi audit delay. Menurut Hanafi dan Halim (2006) Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Dan juga rasio ini memberikan jawaban akhir tentang efektivitas manajemen karena menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam memperoleh suatu pengambilan bersih (net return) atau laba yang dihasilkan dari investasi yang telah ditanamkan atau dari penjualan. Bagi beberapa pihak, rasio profitabilitas sangat penting sebab cara perusahaan beroperasi, yang merupakan hasil dari berbagai macam kebijakan dan keputusan perusahaan. Jenis-jenis rasio profitabilitas menurut Sartono (2001) antara lain:

  • Return On Equity (ROE)

Digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini juga dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang perusahaan, apabila proporsi hutang makin besar maka rasio ini juga semakin besar.

  • Return On Asset Rasio (ROA)

Digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba. Rasio ini mengukur tingkat kembalian investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva) yang dimilikinya..

Return On Asset Rasio = X 100%

  • Net Profit Margin (NPM)

Rasio yang digunakan untuk menghitung sejauh mana kemampun perusahaan dalam menghasilkan laba bersih. .

Net Profit Margin= X 100%

Net profit margin yang tinggi menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Secara umum rasio yang rendah bisa menunjukkan menejemen yang tidak efisien.

  • Gross Profit Margin (GPM)

Rasio yang digunakan untuk mengetahui laba kotor yang dicapai setiap rupiah penjualan. Gross profit margin sangat dipengaruhi oleh haaarga pokok penjualan. Jika harga pokok penjualan naik maka gross profit margin akan turun, begitu pula sebaliknya.

Gross Profit Margin= X 100%

  • Return On Investment (ROI)

Rasio ini menunjukkan beberapa besar laba bersih yang diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai aktiva. Rasio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumbernya untuk menghasilkan laba, dengan membandingkan laba setelah pajak,terhadap total aktiva. Return on investment yang tinggi menunjukkan efisiensi manajemen suatu perusahaan.

Return On Investment = X 100%

  • Earning Per Share (EPS)

Rasio per lembar saham adalah suatu rasio yang mana bermanfaat untuk mengukur seberapa besar tiap lembar saham dapat menghasilkan laba bagi pemiliknya. Jadi rasio ini sering digunakan investor untuk menganalisis kemampuan perusahaan dalam mencetak laba berdasarkan saham yang dipunyai. Para calon pemegang saham tertarik dengan earning per share yang besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator suatu perusahaan.

Earning Per Share= X 100%

Penelitian ini melakukan perhitungan Profitabilitas dengan Return On Asset Rasio (ROA), rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan tingkat asset tertentu. Profitabilitas mempengaruhi perusahaanyang mengumumkan rugi atau profitabilitas yang rendah. Ini raberkaitan denganakibat yang dapat ditimbulkan oleh pasar terhadap pengumuman rugi tersebut bagi perusahaan. Yang menjadi tolak ukur tingkat profitabilitas yaitu Return On Asset Rasio (ROA) yang diperoleh dengan persamaan berikut (Martono dan Agus Harjito, 2005):

            ROA = X 100 %

                        Keterangan :

               Return on Asset

               (ROA)                 : Rasio Tingkat Profitabilitas

               EBIT                   : Jumlah laba bersih perusahaan setelah pajak

               Total Asset          : Jumlah asset yang dimiliki perusahaan

 

Berdasarkan persamaan diatas, maka ROA merupakan perbandingan antara jumlah laba yang dihasilkan terhadap asset yang digunakan, sehingga menunjukan sejumlah perusahaan mampu untuk menghasilkan laba dari sumberdaya (asset) yang dimiliki.

Leverege (skripsi, tesis, dan disertasi)

  

Banyak pakar menjelaskan tentang leverage atau utang yang biasa dikenal dengan solvabilitas. Leverage digunakan untuk mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya seandainya perusahaan pada saat itu dilikuidasi. Pendapat ini menunjukkan bahwa leverage berarti kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utangnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Sawir, 2009:13). Menurut Brigham dan Houston (2006:140) rasio leverage merupakan rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan pendanaan melalui utang (financial leverage). Menurut Horne dan Wachoviz (2005:425) mendefinisikan leverage The use of fixed costs in an attempt to increase (or lever up) profitability (leverage merupakan penggunaan biaya tetap untuk meningkatkan keuntungan dari suatu perusahaan).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dinyatakan bahwa leverage atau rasio utang adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang dan jangka pendek. Hal ini umumnya sangat penting bagi seorang kreditur karena akan menunjukan posisi keuangan perusahaan. Semakin kecil rasio ini maka semakin pula risiko yang akan dialami oleh kreditur untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.

Menurut Sawir (2009:13) ada dua jenis rasio leverage yaitu rasio utang terhadap asset dan rasio utang terhadap modal. 

1)    Rasio utang terhadap aktiva atau Debt to Tottal Asset Ratio. Rasio ini memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi hasil persentasenya cenderung semakin besar risiko keuangannya bagi kreditor maupun pemegang saham. Rumus:

                                                                                     Total utang

Debt to Tottal Asset Ratio (DAR)   =                                        x 100%

                                                                                      Total aktiva

 

2)    Rasio utang terhadap modal atau Debt to Equity Ratio. Rasio ini menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Rumus:

                                                                              Total utang

                Debt to Equity Ratio (DER)   =                                   x 100%

                                                                                 Ekuitas

 

Jenis rasio leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah Debt to Equity Ratio, rasio yang membandingkan total utang dengan modal.  Menurut Gibson (2008:260) Debt to Equity Ratio is another computation thats determines the entity’s long-term debt-paying ability. Menurut Husnan (2012:70) menjelaskan bahwa Debt to Equity Ratio menunjukan perbandingan antara utang dengan modal sendiri. Menurut Horne dan Wachoviz (2005:145)  debt to equity is computed by simply dividing the total debt of the firm (lincluding current liabilities) by its shareholders equity (Debt to Equity Ratio merupakan perhitungan sederhana yang membandingkan total utang perusahaan dari modal pemegang saham).

Menurut Sawir (2009:13) menjelaskan bahwa Debt to Equity Ratio adalah rasio yang menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Kreditur melihat ekuitas atau dana yang diberikan oleh pemilik sebagai batas pengaman. Pemegang saham dengan menghimpun dana melalui utang maka dapat mengendalikan perusahaan dengan jumlah investasi ekuitas yang terbatas. Rasio ini dapat menggambarkan potensi manfaat dan resiko yang berasal dari penggunaan utang.

Nilai Tukar Rupiah (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Perdagangan yang dilakukan antara dua negara tidaklah semudah yang dilakukan dalam satu negara, karena mesti memakai dua mata uang yang berbeda misalnya antara negara Indonesia dan Amerika Serikat, pengimpor Amerika harus membeli rupiah untuk membeli barang-barang dari Indonesia. Sebaliknya pengimpor Indonesia harus membeli dollar Amerika untuk menyelesaikan pembayaran terhadap barang yang dibelinya di Amerika (Effendi dan Sawitriyadi, 2009).

Menurut Oktavia (2013) besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan kurs mata uang asing. Secara terminologi, pengertian nilai tukar adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya (Faisal, 2001). Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata mata uang terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi suatu negara mengalami perubahan, maka biasanya diikuti oleh perubahan nilai tukar secara substansional. Jadi nilai tukar merupakan harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang negara lain.

Menurut Fabozzi dan Franco (1996) an exchange rate is defined as the amount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or the price of one currency in items of another currency.

Sedangkan menurut Adiningsih, (1998), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya.

Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).

Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara di mana masing-masing Negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya. Yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore. 2008). Nilai tukar terbagi atas nilai nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu Negara dengan mata uang Negara lain. Sedangkan nilai riil (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari suatu Negara dengan barang dan jasa dari Negara lain (Mankiw, 2006).

Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro (Pohan, 2008).

Menurut Sukirno (2002) besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta dengan kurs mata uang asing. Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata uang terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi suatu negara mengalami perubahan, maka biasanya diikuti oleh perubahan nilai tukar secara substansional. Masalah mata uang muncul saat suatu negara mengadakan transaksi dengan negara lain, di mana masing-masing negara menggunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar merupakan harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang negara lain.

Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam negeri, tingkat inflasi, dan intervensi Bank Sentral terhadap pasar uang. Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan dunia usaha. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, bank central pada waktu-waktu tertentu melakukan intervensi di pasar-pasar valuta asing. Khususnya pada saat terjadi gejolak yang berlebihan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dan Negara. Sebagai contoh, jika antara dolar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah 120 yen per dolar. Maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memiliki dolar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” di antara kedua Negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal (Mankiw, 2006).

Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang di anatara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat di mana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai Tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga satu mata uang suatu nagara terhadap mata dari mata uang dua negara (Mankiw, 2006). Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi denganharga relatif yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini :

                                                                                             

             Di mana:

Q : Nilai tukar riil.

S  : Nilai tukar nominal.

P  : Tingkat harga domestic

P*: Tingkat harga di luar negeri.

 

Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurutnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003). Turunnya kurs menurunkan kemampuan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing salah satu dampaknya terhadap impor.

Terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai tukar (exchange rate) yaitu pendekatan moneter (monetary approach) dan pendekatan pasar asset (asset market approach). Pada pendekatan moneter, nilai tukar didefinisikan sebagai harga dimana mata uang asing (foreign currency) dijual belikan terhadap mata uang domestik (domestic currency) dan harga tersebut berhubungan dengan penawaran dan permintaan uang. Kontribusi perubahan nilai tukar terhadap keseimbangan penawaran dan permintaan uang digunakan hubungan absolute purchasing power parity (PPP) yang merupakan keseimbangan antara harga domestik P dan konversi kurs valuta asing ke dalam mata uang domestik eP* dengan rumus P = eP* atau e = P/P* (Batiz and Batiz,  dalam Hardiningsih, 2001).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993):

  1. Faktor Fundamental

Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral.

  1. Faktor Teknis

Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.

  1. Sentimen Pasar

Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.

Tingkat Suku Bunga (skripsi, tesis, dan disertasi)

  

Tingkat suku bunga (interest rate) merupakan salah satu variabel ekonomi yang sering dipantau oleh para pelaku ekonomi. Tingkat suku bunga dipandang memiliki dampak langsung terhadap kondisi perekonomian. Berbagai keputusan yang berkenaan dengan konsumsi, tabungan dan investasi terkait erat dengan kondisi tingkat suku. Konsep mengenai tingkat suku bunga terdiri dari berbagai macam pendekatan. Pertama adalah konsep tentang real interest rate, yaitu tingkat suku bunga yang merupakan tingkat suku bunga nominal dikurangi dengan tingkat inflasi. Kedua adalah konsep atau pendekatan yang dikenal sebagai yield to maturity. Yield to maturity dipandang sebagai konsep yang dapat menjelaskan tingkat suku bunga dengan lebih akurat. Yield to maturity di artikan sebagai tingkat suku bunga yang diperoleh dari present value (PV) atas penerimaan cash flow instrumen utang yang dinilai dengan nilai saat ini (Wibisono, 2010:48).

Faktor suku bunga ini penting untuk diperhitungkan karena rata-rata semua orang, termasuk investor saham, selalu mengharapkan hasil investasi yang lebih besar. Perubahan tingkat suku bunga akan mempengaruhi kondisi fundamental perusahaan, karena hampir semua perusahaan yang mencatatkan sahamnya di bursa menikmati pinjaman bank (Anoraga dan Pakarti, 2008:61).

BI rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter (Siamat, 2008:139). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang diperjualbelikan dengan sistem diskonto. Kenaikan suku bunga SBI dapat mendorong harga saham ke bawah (Cahyono, 2007:117). Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban bunga emiten, sehingga perolehan laba menurun. Selain itu, pada saat suku bunga tinggi, biaya produksi meningkat, harga produk menjadi lebih mahal, dan konsumen akan menunda pembelian, akibatnya penjualan perusahaan menurun. Penurunan penjualan dan penurunan laba ini akan menekan harga saham.

Pengaruh Hari Libur Nasional terhadap Return Saham (skripsi, tesis, dan disertasi)

  

Perilaku investor yang meyakini bahwa jumlah permintaan pada hari libur memiliki kandungan informasi penting, maka hal tersebut akan dapat dijadikan acuan untuk memasuki pasar dan berdampak pada harga saham, sedangkan apabila jumlah permintaan hari libur dianggap tidak penting bagi investor untuk memasuki pasar maka jumlah permintaan tidak memiliki kandungan informasi yang penting. Sehubungan dengan anomali Holiday Effect, ditemukan perbedaan fenomena Holiday Effect di Amerika bertolak belakang dengan yang terjadi di Indonesia. Letak perbedaan terlihat pada respon investor dalam menghadapi hari libur. Jika investor Amerika menjelang masuk liburan sengaja melakukan pembelian saham agar harga saham naik, akan tetapi investor di Indonesia justru menjual saham mereka karena takut terhadap penyebaran informasi yang kurang merata menjelang liburan, sehingga pelaku pasar khawatir ada perkembangan informasi yang bisa mengakibatkan ketidakpastian, oleh karena itu untuk mengurangi resiko, pelaku pasar bersikap untuk tidak memegang saham pada saat hari libur, dan dampaknya terjadi penurunan harga saham di pasar (Salim, 2013).