Friday, April 24, 2020

Kebijakan Terkait Tentang Produk Suplemen Penstimulasi Stamina (skripsi dan tesis)


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM) memberi
batasan mengenai suplemen sebagai produk yang digunakan untuk melengkapi
makanan dan mengandung satu atau lebih bahan-bahan seperti, vitamin, mineral,
asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan angka kecukupan gizi
dalam bentuk konsentrat, metabolit, ekstrak atau kombinasi dari bahan-bahan
sebelumnya (BPOM, 1996).
Pemerintah melalui Departemen Perindustrian cq. Dewan Standarisasi
Nasional telah melakukan standarisasi terhadap produk suplemen untuk menjaga
mutu produksi. Standar mutu produk atau yang dikenal dengan nama Standar
Nasional Indonesia (SNI) dibentuk pemerintah dengan pertimbangan melindungi
produsen, menunjang ekspor non migas, mendukung perkembangan agroindustri
dan melindungi konsumen.
Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1996 tentang pangan pasal
38 meyatakan bahwa, setiap orang yang memasukkan pangan ke dalam wilayah
Indonesia untuk diedarkan harus bertanggungjawab atas keamanan, mutu, dan gizi
pangan (Syah et al. 2005). Keamanan pangan merupakan kondisi yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda
lain dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan, dan atau peredaran pangan demi kepentingan kesehatan manusia.
Mutu pangan dimaksud adalah jaminan yang wajib dilakukan oleh produsen,
sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi. Sementara gizi pangan yang
dimaksud dalam ketentuan UU tersebut adalah setiap orang yang memproduksi
pangan olahan tertentu untuk diperdagangkan wajib menyelenggarakan tata cara
pengolahan pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan
kandungan gizi bahan baku pangan yang digunakan.
Dalam surat keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Nomor HK.00.023060 tahun 1996 tentang suplemen ditegaskan bahwa,
penandaan (label) tidak boleh mencantumkan (a) klaim efek produk terhadap
kesehatan dan pencegahan atau penyembuhan penyakit; (b) informasi yang tidak
benar dan menyesatkan; (c) perbandingan dengan produk lain; (d) promosi produk
suplemen tertentu; (e) informasi tentang bahan dalam bentuk stiker atau bentuk
lain yang belum disetujui. Penandaan dapat mencantumkan klaim fungsi gizi
dengan ketentuan hanya menjelaskan peran gizi dalam mekanisme tubuh seperti;
kalsium membantu perkembangan tulang gigi yang kuat (BPOM, 1996).
Terkait dengan iklan produk suplemen, dijelaskan dalam UU No. 8 Tahun
1999 tentang Hukum Perlindungan Konsumen bahwa (a) iklan harus sesuai
dengan indikasi jenis produk; (b) iklan tidak boleh menyatakan/memberi kesan
bahwa vitamin dan mineral selalu dibutuhkan untuk melengkapi makanan yang
sudah sempurna nilai gizinya; (c) iklan tidak boleh menyatakan memberi kesan
bahwa penggunaan vitamin/mineral adalah syarat mutlak bagi semua orang;
(d) iklan tidak boleh menyatakan bahwa kesehatan, kegairahan dan kecantikan
akan dapat diperoleh hanya dari menggunakan vitamin dan mineral; (e) iklan tidak
boleh mengandung pernyataan tentang peningkatan kemampuan sex secara
langsung atau tidak langsung (Widjaya dan Yani, 2000).

No comments:

Post a Comment