Showing posts with label Judul Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Judul Pendidikan. Show all posts

Monday, October 16, 2023

Cara Membangkitkan Motivasi

 


Soesilo (2015:109-111) mengemukakan bahwa terdapat beberapa strategi
yang dapat digunakan oleh pendidik untuk membangkitkan motivasi belajar peserta
didik, yaitu:
1) Menjelaskan tujuan dan manfaat belajar kepada peserta didik
2) Pemberian enforcement
3) Menciptakan persaingan (kompetisi)
4) Pemberian punishment
5) Mendorong peserta didik untuk belajar
6) Memberi pesan-pesan moral dalam pembelajaran
7) Membimbing kesulitan belajar peserta didik
8) Menggunakan metode dan media yang bervariasi
Suhana (2014:25) berpendapat bahwa cara untuk membangkitkan motivasi
belajar adalah sebagai berikut:
1) Memastikan peserta didik mendapatkan pemahaman (comprehension) yang
jelas tentang proses pembelajaran
2) Memastikan peserta didik mendapatkan kesadaran diri (self-consciousness)
terhadap pembelajaran
3) Menyesuaikan antara tujuan pembelajaran dengan kebutuhan peserta didik
(link and match)
4) Menyampaikan dengan lembut (soft touch)
5) Memberikan penghargaan (reward)
6) Memberikan pujian dan pengakuan
7) Memberitahukan tentang perkembangan prestasi belajar kepada peserta didik
8) Menciptakan suasana belajar yang kompetitif namun tetap sehat
9) Menggunakan multimedia
10) Menggunakan multimetode
11) Pendidik yang kompeten serta humoris
12) Suasana lingkungan sekolah yang sehat
Sedangkan Winkel (1983:30) dikutip dari Kusworo dan Soenarto (2016:164)
menyatakan bahwa meningkatnya motivasi suatu subjek dimulai dengan adanya
apresiasi terhadap nilai suatu objek, kemudian dilanjutkan dengan adanya
kecenderungan untuk menerima atau menolak objek tersebut, terakhir, subjek
memiliki kecenderungan untuk tertarik secara permanen dan merasa bersemangat
untuk terlibat di dalamnya.

Fungsi Motivasi Belajar

 


Menurut Suhana (2014:24) motivasi belajar mempunyai beberapa fungsi
yaitu:
1) Sebagai alat untuk mendorong terjadinya perilaku belajar peserta didik
2) Sebagai alat untuk memengaruhi prestasi belajar peserta didik
3) Sebagai alat yang memberikan arahan terhadap pencapaian tujuan
pembelajaran
4) Sebagai alat untuk mengembangkan sistem pembelajaran yang lebih baik

Pengertian Motivasi Belajar

 


Menurut Sardiman (2011:75), motivasi dalam kegiatan belajar merupakan
keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta didik yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar yang
memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
subjek belajar itu dapat tercapai. Dikatakan “keseluruhan”, karena pada umumnya
ada beberapa motif yang bersama-sama menggerakan peserta didik untuk belajar.
Motivasi belajar adalah merupakan factor psikis yang bersifat non-intelektual.
Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan
semangat untuk belajar. Peserta didik yang memiliki motivasi kuat, akan
mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
Soesilo (2015:109) menganalogikan motivasi belajar seperti layaknya bahan
bakar untuk menggerakan sebuah mesin. Peserta didik akan terdorong untuk
berperilaku aktif dalam proses belajar apabila dipasok dengan motivasi yang
memadai. Namun disampaikan pula bahwa motivasi yang terlalu kuat justru dapat
menimbulkan pengaruh negatif terhadap keefektifan belajar peserta didik. Maka
dari itu kehadiran pendidik berperan penting dalam mengelola motivasi belajar
peserta didik.
Uno (2013:23) menambahkan bahwa motivasi dan belajar saling
memengaruhi satu sama lain. Menurutnya, motivasi belajar dapat tumbuh melalui
faktor internal maupun eksternal yang dapat mengubah tingkah laku peserta didik,
dengan diikuti beberapa indikator. Faktor internal dapat berupa hasrat dan dorongan
yang muncul dari dalam diri peserta didik untuk belajar dan mencapai cita-cita.
Sedangkan faktor eksternal dapat hadir melalui lingkungan luar seperti adanya
penghargaan, kondisi belajar yang kondusif, dan media pembelajaran yang
menarik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar
merupakan mesin penggerak yang dapat mendorong peserta didik aktif dalam
melakukan kegiatan belajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan
baik. Motivasi belajar dapat timbul dari dalam diri peserta didik sendiri maupun
dari pengaruh lingkungan sekitar. Jadi, hadirnya motivasi belajar sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan peserta didik dalam menyerap materi
pembelajaran

 Ciri-ciri Keaktifan Belajar

 


Kondisi kelas yang peserta didiknya memiliki keaktifan dalam belajar dapat
terlihat dibandingkan dengan kelas yang pasif. Sudjana (2006:37) mengemukakan
beberapa ciri-ciri suatu pembelajaran dapat dikatakan aktif sebagai berikut:
1) Situasi kelas bebas namun tetap terkendali.
2) Pendidik tidak mendominasi pembicaraan di kelas, namun lebih banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik untuk berpikir dan memecahkan
masalah.
3) Pendidik menyediakan dan mengusahakan sumber belajar untuk peserta didik.
4) Bentuk kegiatan belajar bervariasi,
5) Hubungan antara pendidik dan peserta didik terjalin secara manusiawi.
6) Situasi dan kondisi kelas tidak berlangsung kaku dan terikat dengan suatu
susunan yang mati, namun bersifat fleksibel menyesuaikan kebutuhan peserta
didik.
7) Belajar dapat dilihat dan diukur melalui proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
8) Peserta didik berani mengajukan pertanyaan dan mengemukakan pendapat atau
gagasannya.
9) Pendidik selalu mendorong peserta didik untuk mengajukan pendapatnya
secara bebas

Jenis-jenis Aktivitas Belajar

 


Ragam bentuk aktivitas dapat dilakukan oleh peserta didik untuk
mengoptimalkan proses penyerapan ilmu. Paul B. Diedrich (dalam Sardiman,
2011:101) telah menyusun sebuah daftar yang berisikan 177 macam kegiatan
peserta didik yang kemudian diklasifikasikan ke dalam delapan jenis aktivitas
belajar. Adapun kedelapan jenis aktivitas belajar tersebut adalah sebagai berikut:
1) Visual activities, misalnya membaca, memerhatikan gambar, video, dan
demonstrasi.
2) Oral activities, misalnya mengemukakan pendapat, mengajukan pertanyaan,
memberikan saran, melakukan diskusi, wawancara, dan interupsi.
3) Listening activities, misalnya mendengarkan penjelasan materi, mendengarkan
diskusi kelompok, mendengarkan percakapan, dan mendengarkan musik.
4) Writing activities, misalnya menulis laporan, merangkum, menyalin, dan
mengerjakan tes tertulis.
5) Drawing activities, misalnya menggambar, membuat diagram, membuat
grafik, dan menggambar peta.
6) Motor activities, misalnya melakukan percobaan, melaksanakan praktikum,
membuat model, melakukan permainan, dan menari.
7) Mental activities, misalnya mengingat, menanggapi, memecahkan masalah,
membuat keputusan, menjawab pertanyaan, dan menganalisis.
8) Emotional activities, misalnya merasa bosan, bersemangat, gembira, gugup,
berani, tenang, dan lain-lain

Pengertian Keaktifan Belajar

 


Keaktifan merupakan istilah dalam Bahasa Indonesia yang berasal dari kata
dasar “aktif”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata keaktifan merujuk pada
sebuah kegiatan atau kesibukan. Dalam penelitian ini keaktifan yang dimaksud
adalah keaktifan belajar peserta didik. Sedangkan kata belajar menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti usaha untuk memperoleh suatu ilmu. Jadi
dapat diartikan bahwa keaktifan belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan
dengan sungguh-sungguh untuk dapat mencapai suatu tujuan, yaitu memperoleh
ilmu.
Keaktifan belajar peserta didik adalah situasi dimana peserta didik aktif dalam
kegiatan pembelajaran (Basori, Isnaini, Setyowati, Phommavongsa, 2018:116).
Peserta didik yang aktif dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya sekedar
memerhatikan penjelasan materi dari pendidik saja, namun juga perlu ditunjang
dengan aktivitas pendukung lain seperti bertanya, mencatat, berdiskusi, dan lainlain. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Uno (2013:106) yang menyatakan bahwa
dalam pembelajaran aktif seorang pendidik harus mampu membimbing dan
mengarahkan peserta didik supaya aktif bertanya, mempertanyakan, dan
menyampaikan ide atau pendapatnya.
Adanya aktivitas merupakan ciri utama dari keaktifan belajar peserta didik.
Sardiman (2011:100) mengemukakan bahwa aktivitas belajar dapat berupa
kegiatan fisik/ jasmani maupun mental/ rohani. Kegiatan belajar akan berjalan
optimal apabila terdapat keserasian antara aktivitas fisik dan juga mental. Sebagai
contoh, peserta didik yang secara fisik memerhatikan pendidik belum tentu pikiran
dan sikap mentalnya tertuju pada materi yang dijelaskan oleh pendidik. Kemudian
serangkaian penjelasan teori yang ada dalam kurikulum pendidikan kejuruan, tidak
akan optimal apabila tidak disertai dengan praktik/ aktivitas fisik oleh peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan belajar
merupakan usaha yang dilakukan peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran, dimana kegiatan yang dilakukan tidak hanya sebatas mendengarkan
penjelasan dari pendidik semata, namun juga diperlukan upan balik serta
sinkronisasi antara fisik dan rohani dari peserta didik. Makna aktif yang dimaksud
dalam konteks pembelajaran adalah aktivitas yang mendukung kegiatan
pembelajaran, bukan aktif yang mengarah pada suasana kelas yang tidak kondusif.
Merupakan tugas seorang pendidik untuk mengarahkan dan membimbing peserta
didiknya agar dapat aktif dalam kegiatan pembelajaran.

 Pengertian Kahoot!

 


Kahoot! merupakan aplikasi kuis online berbasis permainan yang sengaja
dirancang untuk aktivitas pembelajaran. Aplikasi ini dapat digunakan untuk
mengelola kuis, diskusi, sampai dengan survei. Dalam penggunaannya, Kahoot!
memerlukan koneksi internet untuk dapat mengakses kontennya dan perangkat
seperti komputer atau smartphone sebagai media pengoperasiannya. Untuk sasaran
usia pengguna (user), aplikasi Kahoot! dapat digunakan untuk anak mulai dari usia
empat tahun keatas.
Awal dikembangkannya aplikasi ini bermula dari munculnya kesamaan
pikiran dari beberapa pengusaha berbakat untuk menciptakan pembelajaran yang
luar biasa. Mereka adalah Johan Brand, Jamie Brooker dan Morten Versvik. Dalam
sebuah proyek gabungan dengan Universitas Teknologi dan Sains Norwegia,
mereka bekerja sama dengan Profesor Alf Inge Wang, dan kemudian bergabung
dengan pengusaha Norwegia Ã…smund Furuseth. Pada akhirnya Kahoot!
diluncurkan dalam versi beta pribadi pada bulan Maret 2013 di SXSWedu. Pada
bulan September 2013, versi beta tersebut kemudian dibuka untuk umum dan
semenjak itu nama Kahoot! mulai polpuler.
Kahoot! mamanfaatkan aspek kesenangan, rasa ingin tahu, dan sifat inklusif
yang ada pada manusia. Bermain merupakan bahasa pertama yang pelajari manusia.
Ketika proses pembelajaran diubah menjadi menyenangkan, maka pembelajaran
tersebut akan menarik untuk semua orang. Rasa ingin tahu adalah bagian dari sifat
manusia, hal tersebutlah yang mendorong terciptanya sebuah upaya yang besar.
Dengan adanya rasa ingin tahu, manusia akan senantiasa terdorong untuk terus
belajar. Sedangkan inklusif berati terbuka untuk semua orang karena Kahoot! dapat
dimainkan oleh beragam kalangan mulai dari pelajar sampai dengan karyawan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Kahoot! adalah aplikasi
web yang mempunyai misi untuk membangun sebuah pembelajaran yang lebih
menarik dan menyenangkan melalui permainan. Melalui apspek-aspek yang
terdapat dalam Kahoot! diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan motivasi
belajar peserta didik, sehingga dapat membuka potensi yang dimiliki oleh masingmasing peserta didik. Selain itu dengan pengaplikasian Kahoot! dalam kelas dapat
mengarahkan penggunaan gadget seperti smartphone dan laptop menjadi lebih
bijak dan bermanfaat

Aplikasi Web

 


Web merupakan sebuah kata dalam Bahasa Inggris yang apabila
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia merujuk pada kata jaringan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata web mempunyai arti sebagai sebuah sistem
yang berguna untuk mengakses, mengunduh, dan memanipulasi, dokumen
hipertaut yang terdapat dalam komputer yang terhubung dengan internet atau
jejaring. Sehingga kata web apabila diberi imbuhan kata aplikasi dapat didefinisikan
sebagai program yang dirancang untuk melakukan aktivitas seperti mengakses,
mengunduh, dan memanipulasi data yang ada jaringan internet maupun intranet.
Menurut Simarmata (2010:56), Aplikasi Web merupakan sebuah sistem
informasi yang mendukung interaksi pengguna melalui antarmuka berbasis web.
Untuk menjalankan aplikasi web, pengguna memerlukan sebuah platform browser
seperti Google Chrome, Mozilla Firefox, Opera, Internet Explorer, Safari, dan
sebagainya untuk dapat menampilkan data. Data yang ditampilkan pada aplikasi
web tersimpan dalam web server yang dapat diakses melalui jaringan internet.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa aplikasi web
merupakan sebuah aplikasi yang dijalankan melalui antarmuka berbasis web untuk
mengakses, mengunduh, dan memanipulasi data yang tersimpan dalam web server
melalui jaringan internet. Saat ini penggunaan aplikasi web telah banyak
berkembang dan meluas ke berbagai bidang. Salah satunya di bidang pendidikan
yang dapat dimanfaatkan sebagai media informasi dan pembelajaran bagi peserta
didik

Pengertian Aplikasi

 


Aplikasi berasal dari istilah bahasa inggris yaitu “application” yang memiliki
arti penggunaan, penerapan, atau lamaran. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata aplikasi dalam bidang komputer merujuk pada sebuah program atau
perangkat lunak yang sengaja dirancang untuk mengerjakan tugas tertentu.
Pengertian yang hampir sama diungkapkan oleh Supriyanto (2005:2) bahwa
aplikasi merupakan program yang dapat memproses perintah untuk melaksanakan
permintaan dari pengguna (user) dengan tujuan tertentu. Dalam pengolahan tugas,
aplikasi menggunakan sebuah aturan dan bahasa pemrograman tertentu.
Menurut Jogiyanto (2005:103), aplikasi merupakan sebuah sistem yang telah
disusun sedemikian rupa sehingga komputer nantinya dapat memproses data
masukan (input) menjadi data keluaran (output). Input adalah semua data maupun
perintah yang dimasukan ke dalam komputer. Sedangkan output adalah hasil data
dan informasi yang telah diproses menjadi bentuk yang dapat dipahami oleh
manusia. Pada dasarnya komputer tidak dapat mengenali bahasa yang digunakan
oleh manusia, oleh karena itu aplikasi berfungsi sebagai jembatan atau antar muka
antara manusia dan komputer.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa aplikasi
adalah sebuah program yang sengaja dirancang untuk membantu manusia
mengerjakan suatu tugas tertentu. Aplikasi dapat membantu aktivitas manusia
diberbagai bidang mulai dari perniagaan, perkantoran, hiburan, sampai dengan
pendidikan. Dalam dunia pendidikan aplikasi dapat dijadikan sebagai salah satu
media penunjang pembelajaran, yang dapat memudahkan peserta didik dalam
mengerjakan tugas maupun memahami materi pembelajaran.

Elemen-elemen Gamifikasi

 


Dalam pendekatan gamifikasi terkandung beberapa elemen yang dapat
menjadikan pembelajaran berbeda dengan pembelajaran tradisional pada
umumnya. Kapp (2013) mengemukakan beberapa elemen yang terdapat dalam
gamifikasi, antara lain:
1) Story
Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata peserta didik lebih mudah
mengingat fakta, istilah, dan jargon ketika mereka mempelajari informasi tersebut
dalam bentuk story (cerita) daripada dalam bentuk daftar berpoin. Cerita dapat
membangkitkan emosi, menyediakan konteks untuk menempatkan informasi, dan
merupakan cara manusia memberikan informasi dari generasi ke generasi.
Penggunaan elemen cerita mirip dengan penggunaan studi kasus atau
skenario, hanya saja penggunaan cerita harus memiliki makna dan mampu menarik
emosional peserta didik. Dengan melibatkan peserta didik dalam sebuah cerita,
dapat membantu dan menguatkan dalam mengingat sebuah pembelajaran. Cerita
yang baik berfokus pada upaya membantu peserta didik untuk melakukan
pemecahan masalah, dapat mengedukasi peserta didik, dan mudah diingat ketika
kondisi sebenarnya terjadi.
2) Challenge
Dalam konten gamifikasi, challenge atau tantangan memiliki peran yang
besar dalam merangsang keaktifan peserta didik. Penelitian menunjukkan bahwa
tantangan merupakan salah satu motivator yang kuat dalam belajar.
3) Curiousity
Mau tak mau, saat bermain video game, pemain akan menjadi penasaran.
Mereka menjelajahi ruang permainan untuk melihat apa yang terjadi. "Bagaimana
jika aku tidak membunuh naga itu dan melarikan diri?" "Bagaimana jika aku
mengenakan pajak pada pendudukku sebesar 50 persen?" "Bagaimana jika aku
berlari lurus ke gedung itu?".
Manusia secara alami didorong oleh rasa ingin tahu, sehingga pengembang
game memanfaatkannya dengan menciptakan berbagai level dan tempat untuk
dijelajahi bentuk game. Pengembang game memungkinkan pemain untuk
melakukan tugas atau mengambil tindakan lebih dari sekali sehingga mereka dapat
menjelajahi berbagai alternatif. Keingintahuan digunakan untuk memotivasi
pemain untuk tetap berada dalam permainan dan untuk melibatkan mereka dengan
lingkungan permainan.
4) Character
Penelitian yang melibatkan karakter (avatar) menunjukan beberapa hasil
menarik. Pada tes yang melibatkan masalah kata yang berbeda, kelompok yang
memiliki karakter menjelaskan masalah menghasilkan jawaban yang benar 30
persen lebih banyak daripada kelompok yang hanya dengan teks di layar.
Tampaknya dengan memiliki avatar yang muncul di layar dapat memotivasi
peserta didik karena mereka menjadi merasa lebih bertanggung jawab kepada sosok
"manusia" daripada ke komputer. Dan karakter yang terdapat dalam komputer
bahkan tidak harus realistis. Penelitian tambahan menunjukkan bahwa karakter
"realistis" tidak memfasilitasi pembelajaran yang lebih baik daripada karakter
"seperti kartun". Indikasinya jelas bahwa hanya dengan menggunakan karakter
seperti yang ada pada teknik permainan video dapat membuat konten menjadi lebih
menarik dan membantu peserta didik belajar lebih banyak.
5) Interactivity
Salah satu ciri khas dari konten gamifikasi adalah interactivity atau interaktivitas.
Dengan mendorong peserta didik untuk terlibat langsung dengan konten
pembelajaran dapat mengarahkan mereka pada tingkat pembelajaran yang lebih
dalam. Ada banyak keuntungan yang didapat apabila peserta didik mampu
berinteraksi dengan materi pelajaran yang mereka pelajari. Berdasarkan hasil studi,
serta akal sehat, menunjukkan bahwa interaktivitas dapat membantu peserta didik
menyimpan informasi serta meningkatkan kesediaan peserta didik untuk
menghabiskan waktu dengan materi.
6) Feedback
Penelitian menunjukkan bahwa feedback atau umpan balik merupakan
elemen penting dalam pembelajaran. Semakin sering dan tepat sasaran umpan
balik, semakin efektif pembelajaran. Sayangnya, dalam banyak program
pembelajaran, umpan balik jarang diterapkan dan kurang spesifik. Pemberian
umpan balik kepada peserta didik bisa dalam bentuk latihan mandiri, isyarat visual,
kegiatan tanya jawab yang sering, bilah kemajuan, atau komentar yang ditempatkan
dengan cermat oleh karakter non-pemain. Bahkan sesuatu yang sederhana seperti
meringkas materi yang baru saja dibahas sebagai ulasan efektif dapat memberikan
umpan balik tentang tingkat pemahamannya.
7) Freedom to Fail
Dalam konten gamifikasi, jadikanlah kegagalan sebagai salah satu opsi.
Dalam banyak kejadian, peserta didik diberikan skor secara objektif hanya untuk
dua kondisi, yaitu jawaban yang benar atau jawaban salah. Hanya sedikit orang
yang dapat menghargai kegagalan dalam lingkungan belajar tradisional, dan
sebagian besar akan melakukan apa saja untuk menghindari kegagalan. Hal tersebut
menunjukan bahwa sebagian besar lingkungan belajar tidak mendorong eksplorasi
atau belajar coba-coba. Peserta didik memiliki sedikit wawasan tentang
konsekuensi dari jawaban yang salah atau keputusan yang salah selain. Menjawab
pertanyaan yang salah untuk “melihat apa yang terjadi” bisasanya kurang disukai
dalam sebagian besar pembelajaran

Pengertian Gamifikasi

 


Kata gamifikasi berasal dari istilah bahasa inggris yaitu gamification.
Menurut kamus Oxford gamification adalah suatu penerapan dari unsur-unsur yang
ada dalam sebuah permainan (game) seperti penilaian poin, persaingan, dan
peraturan main ke dalam kegiatan atau aktivitas lainnya. Pendekatan ini sebenarnya
telah banyak digunakan khususnya dalam bidang bisnis online sebagai salah satu
14
strategi untuk menawarkan suatu produk atau jasa. Sebagai contoh, banyak aplikasi
online saat ini yang menggunakan sistem poin dengan beragam syarat dan
ketentuan dan diikuti dengan tawaran promo serta keuntungan. Pengguna atau
pelanggan yang tertarik secara otomatis akan terpacu dan lebih aktif dalam
menggunakan aplikasi tersebut untuk mencapai target poin yang telah ditentukan.
Teknik tersebut serupa dengan unsur yang ada dalam permainan (games), yaitu
mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya untuk dapat melanjutkan ke level
selanjutnya.
Menurut Kapp (2012), gamifikasi dapat didefinisikan sebagai sebuah konsep
yang menggabungkan antara permainan, estetika dan kemampuan berpikir untuk
menarik perhatian, memotivasi, mempromosikan sebuah pembelajaran, serta
menyelesaikan masalah. Selanjutnya Kapp membagi gamifikasi menjadi dua
macam, yaitu gamifikasi struktural (structural gamification) dan gamifikasi konten
(content gamification). Gamifikasi struktural merupakan penerapan dari elemen
permainan untuk mendorong peserta didik tanpa ada perubahan pada konten.
Konten sama sekali tidak diubah menjadi permainan, melainkan hanya strukturnya
saja. Fokus utama dari gamifikasi jenis ini adalah untuk memotivasi pengguna
melalui konten dan melibatkan mereka ke dalam proses belajar menggunakan
system reward (hadiah). Sedangkan gamifikasi konten adalah penerapan elemen
dan algoritma permainan yang ikut mengubah isi konten menjadiseperti permainan.
Penambahan elemen-elemen ini membuat konten terlihat seperti permainan tetapi
sebenarnya tidak mengubah konten menjadi permainan sesungguhnya.
Gartner (Burke, 2014:13) mendefinisikan gamifikasi sebagai pemanfaatan
dari unsur mekanis dan user experience design sebuah game, guna menarik dan
memotivasi seseorang secara digital untuk mencapai tujuan mereka. Yang
dimaksud dengan unsur mekanis adalah elemen kunci seperti poin, papan peringkat
(leaderboard), dan lencana (badges) yang menunjang berjalannya suatu game.
Sedangkan user experience design digambarkan sebagai tingkat kepuasan yang
dirasakan oleh pemain atau pengguna selama melakukan interaksi dengan elemenelemen yang ada pada game tersebut. Kemudian disebutkan bahwa gamifikasi
digunakan untuk menarik dan memotivasi seseorang secara digital, hal ini
dikarenakan media yang digunakan untuk mengoperasikan game merupakan
perangkat digital seperti, komputer, smartphone, tablet, dan lain-lain. Penerapan
gamifikasi sebagai alat motivasi bertujuan untuk mengubah kebiasaan, membangun
suatu keterampilan, atau untuk meningkatkan kreativitas seseorang. Sedangkan
menurut Herger (2014) gamifikasi meminjam elemen dan teknik dari beberapa
bidang, seperti games, ilmu perilaku (behavior), motivasi yang masuk akal untuk
mempelajari suatu konsep dasar dan melanjutkannya hingga konsep definisi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gamifikasi adalah salah
satu pendekatan yang memanfaatkan unsur mekanik dari sebuah game untuk
kegiatan lain di luar game (non-game). Tujuan utama dari gamifikasi sendiri adalah
untuk meningkatkan motivasi seseorang dengan cara yang menarik, sehingga dapat
membantu dan memudahkan mereka untuk mencapai tujuan tertentu. Gamifikasi
memecah dan membagi sebuah “jalan besar” untuk mencapai suatu tujuan ke dalam
bentuk yang lebih sederhana dan menarik. Apabila diterapkan dengan baik,
pendekatan ini dapat memberikan manfaat yang besar di berbagai bidang, salah
satunya di bidang pendidikan.

Pendekatan Pembelajaran

 


Kata pendekatan berasal dari kata dasar “dekat” yang mempunyai arti pendek
atau tidak jauh. Sedangkan pengertian pendekatan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia merujuk pada proses, cara, dan usaha untuk mendekati sesuatu. Dalam
konteks pembelajaran istilah pendekatan dapat diartikan sebagai suatu cara atau
usaha yang dilakukan dalam proses pembelajaran untuk membantu mencapai tujuan
pembelajaran.
Hamdayana (2016:128) menganalogikan pendekatan pembelajaran sebagai
sebuah jalan yang akan dilalui oleh peserta didik dan pendidik dalam mencapai
tujuan pembelajaran dengan cara menyajikan materi dengan bentuk yang berbeda.
Sedangkan menurut Wahjoedi (1999:121), pendekatan pembelajaran merupakan
cara untuk mengelola kegiatan belajar serta perilaku peserta didik. Hal tersebut
dilakukan dalam rangka membuat peserta didik aktif dalam kegiatan pembelajaran
sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
pembelajaran merupakan sebuah usaha untuk membantu mencapai tujuan
pembelajaran melalui penyajian materi ke dalam bentuk yang berbeda. Dengan
hadirnya beragam pendekatan pembelajaran yang berbeda, diharapkan seorang
pendidik mampu memilih pendekatan yang tepat sesuai dengan karakteristik
kompetensi dasar

Pelaksanaan Pembelajaran

 


Pelaksanaan pembelajaran merupakan bentuk penerapan dari RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran). Seorang pendidik yang berada dalam satuan
pendidikan diwajibkan untuk menyusun RPP. RPP merupakan sebuah rancangan
dari kegiatan pembelajaran untuk diterapkan dalam satu kali pertemuan atau lebih.
Dengan kata lain RPP merupakan acuan dan pedoman pendidik dalam
melaksanakan pembelajaran di dalam kelas.
Untuk menyusun sebuah RPP pendidik perlu mengacu pada Silabus yang
mencangkup Kompetensi Dasar (KD), Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK),
Materi Pembelajaran, kegiatan pembelajaran, Penilaian, Alokasi Waktu, Dan
Sumber Belajar. Silabus sendiri dikembangkan dan disesuaikan oleh masingmasing satuan pendidikan. Adapun langkah-langkah pembelajaran yang terdapat
RPP meliputi:
1) Kegiatan Pendahuluan
Rusman (2018:14) memaparkan beberapa kegiatan yang wajib dilakukan oleh
seorang pendidik dalam kegiatan pendahuluan, yaitu:
a) Mempersiapkan peserta didik dari segi psikis dan fisik supaya siap memulai
proses pembelajaran.
b) Memberikan motivasi belajar kepada peserta didik dengan menyesuaikan pada
topik materi ajar pada kehidupan sehari-hari.
c) Mengajukan pertanyaan yang dapat memancing ingatan peserta didik terhadap
materi sebelumnya yang kemudian dihubungkan dengan materi yang akan
dipelajari.
d) Memberikan penjelasan tentang tujuan pembelajaran dan kompetensi dasar
yang akan dicapai.
e) Menyampaikan materi dan menjelaskan uraian kegiatan yang akan dilakukan
sesuai dengan silabus.
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti berisi serangkaian kegiatan pembelajaran yang akan dilalui oleh
peserta didik sesuai dengan KD. Dalam penyusunan kegiatan inti, pemilihan model,
metode, media, dan sumber pembelajaran perlu memerhartikan karakteristik dari
peserta didik dan mata pelajaran. Selanjutnya kegiatan pembelajaran disesuaikan
dengan pemilihan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan oleh peserta
didik.
3) Kegiatan Penutup
Rusman (2018:14) memaparkan bahwa kegiatan penutup digunakan untuk
melakukan refleksi guna mengevaluasi:
a) Seluruh rangkaian aktivitas dan hasil dari kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
b) Memberikan umpan balik (feedback) terhadap proses dan hasil pembelajaran.
c) Memberikan tugas sebagai bentuk tindak lanjut dari kegiatan pembelajaran
yang telah dilaksanakan.
d) Menyampaikan rencana terkait dengan kegiatan pembelajaran pada pertemuan
berikutnya

Komponen Pembelajaran

 


Pembelajaran merupakan sebuah sistem yang memiliki sejumlah komponen
yang saling terhubung dan memengaruhi satu sama lainnya. Ruhimat et al.
(2011:148-175) mengungkapkan beberapa komponen pembelajaran sebagai
berikut:
1) Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran adalah target yang ingin dicapai setelah kegiatan
pembelajaran dilaksanakan. Tujuan ini merupakan bagian dari upaya pencapaian
tujuan yang lebih tinggi, yaitu tujuan pendidikan dan tujuan pembangunan nasional.
2) Bahan Pembelajaran
Bahan pembelajaran atau juga sering disebut dengan materi pembelajaran
adalah penjabaran dari isi kurikulum yang kemudian dikemas dalam bentuk mata
pelajaran ataupun bidang studi beserta dengan topik dan rinciannya. Secara umum
isi dari kurikulum dapat dikelompokan kedalam tiga unsur utama, yaitu: logika
(pengetahuan tentang benar-salah), etika (pengetahuan tentang baik-buruk), dan
estetika (pengetahuan tentang keindahan).
3) Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah serangkaian langkah-langkah yang digunakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dalam penerapannya
strategi pembelajaran sangat bergantung dan tidak dapat dipisahkan dengan
komponen lain yang terdapat dalam sistem. Dengan kata lain strategi pembelajaran
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti: tujuan, materi, peserta didik, fasilitas,
waktu, dan pendidik.
4) Media pembelajaran
Media pembelajaran adalah alat dan bahan yang dapat membantu dalam
menyampaikan bahan pembelajaran. Selain itu menurut Wirawan et.al (2018:256)
media pembelajaran juga dapat digunakan sebagai upaya meningkatkan kegiatan
belajar peserta didik. Jenis media pembelajaran dapat meliputi: media visual, media
audio, media audio visual, media penyaji, dan media interaktif.
5) Evaluasi pembelajaran
Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang nilai suatu objek yang bersifat menyeluruh. Dalam
prosesnya evaluasi pembelajaran tidak hanya didasarkan pada hasil pengukuran
saja, namun dapat pula didasarkan dari hasil pengamatan yang kemudian
menghasilkan keputusan nilai tentang suatu objek yang bersifat final.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menciptakan
kondisi pembelajaran yang baik, keberadaan dari komponen-komponen tersebut
tidak boleh dihilangkan meskipun hanya satu komponen. Disebutkan bahwa salah
satu komponen yang harus tersedia dalam pembelajaran adalah media. Sesuai
dengan poin tersebut, dalam penelitian ini penggunaan aplikasi Kahoot! merupakan
salah satu bentuk dari penerapan media yang dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan keaktifan dan motivasi belajar peserta didik

Pengertian Pembelajaran

 


Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 1 Ayat 20, pengertian dari pembelajaran adalah suatu proses yang
melibatkan interaksi antara peserta didik, pendidik, dan sumber belajar yang
berlangsung pada suatu lingkungan belajar. Peserta didik merupakan objek dari
pendidikan yang mendapatkan pengajaran ilmu melalui proses pembelajaran guna
mengembangkan kemampuan diri. Ilmu yang diterima oleh peserta didik diajarkan
oleh seorang pendidik, yaitu tenaga profesional yang bertugas untuk melakukan
perencanaan dan mengoperasikan proses pembelajaran, melakukan penilaian hasil
pembelajaran, serta melakukan pembimbingan dan pelatihan kepada peserta didik.
Sedangkan segala bentuk alat dan bahan yang dapat digunakan untuk memberikan
ilmu kepada peserta didik maupun pendidik disebut dengan sumber belajar.
Ruhimat et al. (2011:188) secara garis besar meyebutkan bahwa pembelajaran
pada hakikatnya merupakan interaksi antara peserta didik dengan lingkungan
pembelajarannya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang
dimaksud adalah perubahan perilaku peserta didik yang dapat berupa pengetahuan,
sikap, sampai dengan keterampilan.
Rusman (2018:95) menggambarkan pembelajaran sebagai suatu sistem yang
terbentuk dari beberapa komponen yang saling berhubungan satu sama lain.
Adapun komponen tersebut terdiri dari tujuan, materi, metode, dan evaluasi.
Pendidik sebagai fasilitator mempunyai peran penting dalam mengelola komponenkomponen tersebut. Sebagai contoh, pendidik harus terampil dalam menentukan
dan menyiapkan media, metode, strategi, dan pendekatan yang akan digunakan
dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
merupakan bentuk interaksi antar komponen yang terjadi dalam lingkungan belajar.
Secara garis besar komponen pembelajaran dapat berupa peserta didik, pendidik,
tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Pembelajaran akan terjadi apabila peserta
didik dapat secara aktif berinteraksi dengan sumber belajar yang diatur oleh
pendidik. Oleh karena itu pendidik mempunyai peran penting dalam mengelola dan
merancang sebuah pembelajaran. Apabila dapat dilaksanakan dengan baik, maka
tujuan dari pembelajaran akan tercapai. Salah satunya yaitu untuk merubah perilaku
peserta didik kearah yang lebih baik serta mengembangkan ilmu, keterampilan, dan
potensi dari peserta didik.

Wednesday, January 4, 2023

Aspek-aspek stereotipe (skripsi, tesis, disertasi)

 


Miles Hewstone dan Rupert Brown (dalam Liliweri, 2005)
mengemukakan tiga aspek yang terdapat dalam stereotipe, yaitu :
a. Kategorisasi, merupakan suatu kondisi dimana acap kali keberadaan
individu dalam suatu kelompok telah disusun berdasarkan kategori
kelompok tertentu dan pengelompokkan itu selalu teridentifikasi dengan
mudah melalui karakter atau sifat tertentu, misalnya perilaku, kebiasaan
bertindak, seks dan etnisitas.
b. Turun-temurun, merupakan suatu sistem untuk membentuk stereotipe
berdasarkan sifat perilaku, sehingga setiap individu dalam kelompok
seolah-olah melekat pada semua anggota kelompok.
c. Karakteristik, merupakan sesuatu yang khas atau mencolok dari individu
yang merupakan anggota dari suatu kelompok tertentu, karakteristik yang
dimaksud seperti ciri khas dari kebiasaan bertindak yang sama dengan
kelompok yang digeneralisasi itu.
Samovar (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa dimensi dari
stereotipe, yaitu:
a. Arah (direction), adalah suatu penilaian yang dianggap sebagai positif
atau negatif, disenangi atau tidak disenangi.
b. Intensitas, yaitu seberapa kuat keyakinan ataupun usaha seseorang untuk
mencapai tujuannya akan stereotipe.
c. Ketepatan, artinya ada stereotipe yang betul-betul tidak menggambarkan
kebenaran, ada yang setengah benar dan ada yang sebagian saja tidak
tepat. Walaupun stereotipe bisa betul-betul tidak menggambarkan
kebenaran, tetapi banyak juga sterotipe yang berkembang didasarkan pada
pemantapan dan generalisasi yang berlebihan mengenai suatu fakta, jadi
ada unsur kebenarannya.
d. Isi (content), artinya sifat-sifat (karakter) tertentu dihubungkan dengan
suatu kelompok. Tidak semua orang dalam kelompok menyandang
serangkaian stereotipe. Meskipun ada stereotipe yang dibentuk secara
luas, namun ada variasi-variasi dalam isi dari stereotipe untuk berbagai
ras, suku bangsa (etnik) dan kelompok-kelompok nasional dalam suatu
masyarakat luas. Yang harus diingat bahwa isi (content) dari stereotipe
berubah melalui waktu

Definisi Stereotipe (skripsi, tesis, disertasi)

 


Stereotipe menurut Sobur (2013) adalah suatu kecenderungan dari
seseorang atau kelompok orang untuk menampilkan gambar atau gagasan
yang keliru (false idea) mengenai sekelompok orang lainnya. Gambaran yang
keliru itu biasanya berupa gambaran yang tidak valid, bersifat menghina atau
merendahkan orang-orang yang dikenai stereotipe dan prasangka, baik dalam
segi fisik maupun dalam sifat atau tingkah laku.
Sedangkan menurut Samovar (dalam Sobur, 2013) mendefinisikan
stereotipe sebagai persepsi atau kepercayaan yang kita anut mengenai
kelompok atau individu berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu
terbentuk. Selain itu menurut Samovar, dkk (2009) juga menyatakan bahwa
stereotipe merujuk pada suatu keyakinan yang terlalu digeneralisasikan,
terlalu dibuat mudah, disederhanakan atau dilebih-lebihkan mengenai suatu
kategori atau kelompok tertentu.
Myers (dalam Hanurawan & Diponegoro, 2005) menyatakan bahwa
stereotipe adalah suatu bentuk keyakinan negatif yang dimiliki oleh seseorang
atau suatu kelompok tentang atribut-atribut personal yang ada pada suatu
kelompok tertentu. Dalam kehidupan sosial nyata, stereotip sebagai sebuah
bentuk keyakinan yang sering kali bersifat tidak akurat, generalisasi
berlebihan (overgeneralitation) dan memberikan penolakan terhadap
keberadaan informasi-informasi baru tentang atribut-atribut sebuah kelompok
yang berlawanan dengan keyakin awal.
Liliweri (2005) menyatakan bahwa stereotipe adalah pemberian sifat
tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif,
hanya karena dia berasal dari kelompok itu, pemberian sifat itu bisa bersifat
positif atau negatif.
Sedangkan menurut Miles Hewstone dan Rupert Brown (dalam Liliweri,
2005) stereotipe merupakan hasil dari kategorisasi dari yang kita lakukan
dalam menggambarkan jenis karakteristik ras atau etnik lain misalnya.
Sementara itu menurut Jhonson (dalam Liliweri, 2005) mengemukakan bahwa
stereotipe adalah keyakinan seseorang untuk menggeneralisasi sifat-sifat
tertentu yang cenderung negatif tentang orang lain karena dipengaruhi oleh
pengetahuan dan pengalaman bersama.
Stereotipe adalah persepsi bahwa sebagian besar anggota sebuah kategori
memiliki beberapa atribut yang sama. Stereotipe timbul secara langsung dari
proses kategorisasi, khususnya asimilasi-konsekuen dari perbedaan-perbedaan
antar kelompok (Brown, 2005).
Baron dan Byrne (2004) memiliki definisi stereotipe sebagai suatu
keyakinan bahwa semua anggota kelompok sosial tertentu memiliki
karakteristik atau traits yang sama, sehingga stereotipe merupakan sebuah
kerangka berfikir kognitif yang sangat mempengaruhi pemrosesan informasi
sosial yang datang.

Sumber Prasangka Sosial (skripsi, tesis, disertasi)

 


Abu Ahmadi (dalam Santoso, 2010) mengatakan bahwa terdapat sumbersumber prasangka sosial, yaitu:
a. Orang berprasangka dalam rangka mencari kambing hitam. Karena dalam
berusaha terkadang seseorang mengalami kegagalan atau kejenuhan.
Penyebab kegagalan itu sendiri terkadang tidak dicari pada dirinya
sendiri, melainkan mencari pada orang lain.
b. Orang yang berprasangka karena memang ia sudah dipersiapkan di dalam
lingkungannya atau kelompoknya.
c. Prasangka timbul karena adanya perbedaan, dimana perbedaan tersebut
menimbulkan superior. Perbedaan ini meliputi fisik atau biologis, ras,
lingkungan geografis, kekayaan, strata sosial, agama dan norma sosial.
d. Prasangka timbul karena kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang
tidak menyenangkan.
e. Prasangka timbul karena adanya suatu anggapan yang sudah menjadi
pendapat umum atau kebiasaan di dalam lingkungan tertentu.
Sedangkan menurut Baron dan Byrne (2004) terdapat beberapa sumber
prasangka sosial yang menjadi akar terbentuknya suatu prasangka itu sendiri,
beberapa sumber tersebut adalah:
a. Konflik antar kelompok secara langsung yang berakar dari kompetisi
langsung untuk memperoleh sumber daya yang berharga dan terbatas.
b. Kategori sosial dengan kecenderungan membagi dunia sosial ke dalam
dua kategori yang berbeda yaitu in-group dan out-group.
c. Pengalaman belajar di masa awal melalui pengalaman langsung menjadi
sebuah cara yang sama darimana sikap lain diperoleh.
d. Terdapat beberapa sumber kognisi sosial seperti stereotipe, eksplisit dan
emplisit, yang menunjukkan bagaimana kita berpikir mengenai orang lain,
menyimpan dan mengintegrasikan informasi tentang mereka dan
menggunakan informasi untuk menarik kesimpulan tentang mereka atau
membuat penilaian sosial.

Aspek-Aspek Prasangka Sosial (skripsi, tesis, disertasi)

 


Menurut Allport ( dalam Gross, 2013) prasangka sosial merupakan
antipati yang mungkin dirasakan atau diekspresikan. Sehingga, Allport
menyebutkan prasangka sosial dalam lima aspek, yaitu :
a. Antilocution, merupakan suatu pembicaraan mengarah kepada
bermusuhan, memiliki sikap merendahkan secara verbal, serta memiliki
lelucon rasial (perbedaan budaya dan ras) kepada seseorang atau
sekelompok orang tertentu.
b. Avoidance, suatu usaha untuk menjaga jarak terhadap suatu kelompok
ataupun kepada seseorang dalam kelompok tersebut, akan tetapi
penghindaran ini tidak menimbulkan kerugian secara aktif.
c. Discrimination, merupakan suatu usaha untuk melakukan pengusiran dari
suatu tempat, mengambil hak-hak sipil dan pekerjaan mereka.
d. Physical Attack, melakukan kekerasan terhadap orang maupun kepada
properti yang berhubungan dengan sesuatu yang diprasangkai tersebut.
e. Extermination, melakukan kekerasan tanpa pandang bulu terhadap
seluruh kelompok yang diprasangkai (termasuk genosida).
Menurut Myers (2012) prasangka merupakan sejenis sikap, maka dari itu
sikap sendiri memiliki komponen utama yaitu:
a. Komponen afektif, merupakan suatu perasaan atau emosi yang
dihubungkan dengan suatu objek sikap. Komponen ini bisa digambarkan
menjadi suatu emosi negatif individu apabila seseorang berjumpa atau
bahkan hanya berfikir tentang anggota ataupun suatu kelompok
masyarakat tertentu.
b. Komponen konatif (perilaku), adalah suatu tendensi (kecenderungan)
untuk berperilaku pada cara-cara yang bersifat negatif terhadap anggota
maupun suatu kelompok masyarakat tertentu melalui bermacam-macam
bentuk perilaku.

Definisi Prasangka Sosial (skripsi, tesis, disertasi)

 


Gross (2013) menyatakan bahwa prasangka sosial pertama kali
diungkapkan oleh Gordon Allport dalam buku klasiknya, The Nature of
Prejudice yang dibuat pada tahun 1954. Dalam buku disebutkan definisi dari
prasangka (prejudice) adalah “Antipati berdasarkan generalisasi yang keliru
dan tidak fleksibel, kemudian diarahkan kepada sebuah kelompok secara
keseluruhan atau kepada seseorang karena ia adalah salah seorang anggota
kelompok tersebut. Antipati itu mungkin dirasakan atau diekspresikan”.
Johnson (dalam Liliweri, 2005) mengatakan bahwa prasangka sosial
merupakan suatu sikap positif atau negatif berdasarkan keyakinan stereotip
kita tentang anggota dari kelompok tertentu. Seperti halnya sikap, prasangka
meliputi keyakinan untuk menggambarkan jenis pembedaan terhadap orang
lain sesuai dengan peringkat nilai yang kita berikan.
Prasangka sosial menurut Gerungan (2004) merupakan suatu sikap
perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau
kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu.
Prasangka sosial terdiri atas sikap sosial yang negatif terhadap golongan lain
dan mempengaruhi tingkah lakunya terhadap golongan manusia lain tadi.
Prasangka sosial pada awalnya hanya merupakan suatu sikap-sikap perasan
negatif, kemudian lambat laun menyatakan dirinya dalam tindakan-tindakan
yang diskriminatif. Tindakan diskriminatif itu merupakan suatu tindakan
yang memiliki corak untuk menghambat, merugikan perkembangan, bahkan
mengancam kehidupan pribadi orang-orang hanya karena mereka kebetulan
termasuk dalam golongan orang yang diprasangkai itu sendiri.
Definisi prasangka sosial yang lainnya menurut Sobur (2013)
diungkapkan sebagai suatu kecenderungan dasar penyakit masyarakat yang
kurang menguntungkan bagi sebagian orang atau sebagian kelompok tertentu.
Dimana hal tersebut berarti bahwa anggota kelompok yang menjadi sasaran
prasangka akan lebih dipandang dengan sikap yang merendahkan dan penuh
kecurigaan, perasaan kurang senang, ketidak-percayaan atau rasa permusuhan
yang mendalam, tidak semata-mata karena orang yang diprasangkai memiliki
sifat-sifat individual yang kurang baik, akan tetapi terlebih karena orang itu
menjadi salah satu anggota kelompok yang telah menjadi sasaran prasangka
tersebut.
Hanurawan (2015) menyatakan bahwa prasangka sosial sebagai sejenis
sikap yang ditunjukkan kepada anggota suatu kelompok tertentu berdasar
pada ciri-ciri keanggotaan pada kelompok itu. Dimana faktor yang
mempengaruhi prasangka sosial adalah adanya konflik antar kelompok secara
langsung, kategori sosial, pengalaman belajar di masa awal dan beberapa
aspek dalam kognisi sosial.
Baron dan Byrne (2004) mendefinisikan prasangka sosial adalah sebuah
sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu, semata
berdasarkan keanggotaan mereka di dalam kelompok dan cenderung
mengevaluasi anggotanya dengan cara yang sama juga (biasanya secara
negatif).
Myers (2012) sendiri menyebutkan definisi prasangka sebagai sikap
praduga berupa penilaian negatif mengenai suatu kelompok dan setiap
individu dari anggotanya, namun beberapa definisi prasangka mencangkup
penilaian positif, tetapi hampir semuanya menggunakan prasangka yang
merujuk pada sisi negatif.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa definisi dari
prasangka adalah suatu bentuk sikap terhadap anggota kelompok tertentu,
maka dari itu pengertian dari sikap sendiri menurut Myers (2012) adalah
suatu reaksi evaluatif yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap
sesuatu atau seseorang (sering kali berakar pada kepercayaan seseorang dan
muncul dalam perasaan serta perilaku seseorang).
Menurut Allport (dalam Gross, 2013) sikap adalah kesiapan mental dan
neural, yang diorganisasikan melalui pengalaman, yang memberikan
pengaruh direktif atau dinamis pada respons individu terhadap semua objek
dan situasi yang terkait dengan hal itu.
Sedangkan sikap menurut Strickland (dalam Hanurawan, 2015) adalah
presdiposisi atau kecenderungan untuk memberikan respon secara kognitif,
emosi dan perilaku yang diarahkan pada suatu objek, pribadi dan situasi
khusus dalam cara-cara tertentu