Thursday, April 12, 2018

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (skripsi dan tesis)

Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah tanggung jawab semua individu dan semua penyedia jasa pelayanan kesehatan. Setiap orang harus bekerja sama untuk mengurangi risiko infeksi bagi pasien dan petugas RS. Petugas kesehatan terdiri atas: petugas medis seperti dokter dan perawat; petugas sanitasi atau kebersihan lingkungan; petugas penunjang seperti petugas perawatan peralatan teknis dan bangunan, manajemen, apoteker, pengadaan bahan dan produk, dan pelatihan pekerja kesehatan. Program pencegahan dan pengendalian infeksi RS yang efektif harus komprehensif dan mencakup kegiatan surveilans serta pelatihan petugas kesehatan. Menurut WHO (2002), survailans merupakan proses yang efektif untuk mengurangi frekuensi infeksi yang terjadi di RS. Program tersebut harus mendapat dukungan yang efektif pada tingkat nasional dan daerah disertai dengan kesiapan dana untuk meunjang keberhasilan program tersebut. Keterkaitan hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Pemerintah dalam merespon kejadin infeksi nosokomial mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI nomor 270/2007 tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan lain, dan Kepmenkes No. 382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan lainnya. Berdasarkan Kepmenkes tersebut, Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (Perdalin) di bawah naungan Departemen Kesehatan RI mengeluarkan buku Pedoman Pencegahan dan pengendalian Infeksi di RS dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Dalam teori sistem ilmu politik yang dikembangkan oleh David Easton tahun 1953, kebijakan publik dipandang sebagai respons sistem politik terhadap tuntutan yang muncul dari lingkungannya (Rudana, 2008)

Pencegahan infeksi nosokomial membutuhkan program terpadu dan pemantauan mencakup komponen-komponen sebagai berikut (WHO, 2002):
  1. Membatasi penularan organisme secara langsung antara pasien dalam masa perawatan melalui pencucian tangan dan sarung tangan memadai yang digunakan, praktek aseptis yang sesuai, strategi isolasi, sterilisasi dan desinfeksi, dan laundry (pencucian).
  2. Mengendalikan risiko lingkungan terhadap infeksi.
  3. Melindungi pasien dengan penggunaan profilaksis antimikroba yang tepat, gizi, dan vaksinasi.
  4. Membatasi risiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif dan mempromosikan penggunaan antimikroba optimal.
  5. Surveilans terhadap infeksi, identifikasi, pengendalian wabah penyakit.
  6. Pencegahan infeksi pada petugas RS.
  7. Meningkatkan kemampuan petugas RS dalam praktek perawatan pasien dan edukasi berkelanjutan kepada petugas RS.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Infeksi Nosokomial (skripsi dan tesis)

ktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan infeksi nosokomial menurut WHO (2002) antara lain: kerentanan pasien, agen mikrobia, faktor lingkungan dan resistensi bakteri. Berikut ini uraian dari faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi nosokomial.

2.1.2.1 Kerentanan Pasien
Seperti terlihat pada Gambar 2.2 pada kotak berwarna merah menunjukkan faktor internal yang mempengaruhi akuisisi infeksi pasien meliputi:
  1. Usia karena masa kanak-kanak dan usia tua memiliki hubungan dengan penurunan resistensi terhadap infeksi
  2. Status kekebalan, misalnya bagian dari flora bakteri normal dalam manusia dapat menjadi patogen ketika pertahanan kekebalan tubuh terganggu, obat-obatan imunosupresif atau iradiasi dapat menurunkan resistensi terhadap infeksi, luka kulit atau selaput lendir melewati mekanisme pertahanan alam, dan malnutrisi juga risiko terhadap infeksi.
  3. Penyakit kronis yang mendasari pasien seperti tumor ganas, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, atau Acquired ImmunoDeficiency Syndrome (AIDS) mengalami peningkatan kerentanan terhadap infeksi dengan patogen oportunis
  4. Diagnostik dan intervensi terapeutik, misalnya biopsi, pemeriksaan endoskopi, kateterisasi, intubasi / ventilasi dan suction dan prosedur bedah meningkatkan risiko infeksi. Benda atau bahan yang tercemar dapat diperkenalkan secara langsung ke jaringan atau situs steril normal seperti saluran kemih dan saluran pernafasan bawah.

2.1.2.2 Agen Mikrobia
Pasien dapat terkena berbagai mikroorganisme selama perawatan di rumah sakit. Kontak antara pasien dan mikroorganisme tidak dengan sendirinya selalu menghasilkan perkembangan penyakit klinis. Kemungkinan terkena infeksi tergantung karakteristik dari mikroorganisme seperti perlawanan terhadap agen antimikroba, intrinsik virulensi, dan jumlah (inokulum) dari bahan infektif.

Transmisi agen mikrobia atau mikroorganisme yang menyebabkan infeksi nosokomial dapat diperoleh dalam beberapa cara, yaitu:
  1. Infeksi endogen dari flora normal pasien
Bakteri yang ada di flora normal menyebabkan infeksi karena penularan ke saluran kemih, kerusakan jaringan, terapi antibiotik yang tidak tepat yang memungkinkan pertumbuhan yang berlebihan. Sebagai contoh, bakteri Gram-negatif dalam saluran pencernaan sering mengakibatkan infeksi luka operasi setelah pembedahan perut dan infeksi saluran kemih pada pemasangan kateter.

  1. Infeksi silang atau eksogen dari flora pasien lain atau petugas RS
Bakteri ini menular antar pasien: (a) melalui kontak langsung antara pasien, misalnya tangan, tetesan air liur atau cairan tubuh lain, (b) di udara (droplet atau debu yang terkontaminasi oleh bakteri pasien), (c) melalui staf yang terkontaminasi melalui pasien perawatan yang menjadi pembawa sementara atau permanen, kemudian menularkan bakteri kepada pasien lain melalui kontak langsung selama perawatan, (d) melalui benda-benda yang terkontaminasi oleh pasien, tangan petugas RS, pengunjung dan sumber-sumber lingkungan misalnya air, cairan lain, makanan.

  1. Infeksi endemik dari perawatan kebersihan lingkungan RS
  1. Beberapa jenis mikroorganisme bertahan hidup dalam lingkungan rumah sakit: Dalam air, daerah basah, dan kadang-kadang dalam produk steril atau desinfektan, antara lain Pseudomonas, Acinetobacter, Mycobacterium.
  2. Dalam barang-barang seperti kain linen, peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam perawatan.
  3. Dalam makanan.
  4. Dalam debu dan tetesan nukleus yang dihasilkan oleh batuk atau pada saat berbicara. Hal ini dapat terjadi karena bakteri dengan ukuran diameter lebih kecil dari 10 μm dapat bertahan di udara selama beberapa jam dan dapat dihirup dengan cara yang sama seperti debu halus (WHO, 2002).

Kontaminasi bakteri luka preoperasi diketahui sebagai risiko utama faktor terjadinya ILO. Kualitas mikrobiologi udara ruang operasi adalah salah satu parameter yang signifikan untuk mengendalikan ILO. Menurut Dixon (1981) bahwa pada operasi tulang pinggul ditemukan adanya kesamaan bakteri yang terdapat pada luka pasien dan bakteri yang terdapat di udara, hasilnya antara lain jumlah terbesar yaitu S. epidermidis pada luka pasien terdapat 34 bakteri, sedangkan dari hasil sampel udara sebanyak 37 bakteri. Kemudian diikuti 20 S. aureus yang terdapat di luka pasien, dan 9 bakteri dari sampel udara.

Penelitian dilaksanakan oleh Kaur dan Hans (2007) di tujuh ruang operasi dari sebuah rumah sakit pendidikan perawatan tersier kota India dengan fasilitas 1000 tempat tidur yang dilakukan selama satu tahun. Sebanyak 344 sampel yang diambil berulang kali dari tujuh operasi yang berbeda di ruang operasi, kemudian diproses dengan hasil isolasi bakteri yaitu S. aureus (16%), negatif Coagulase Staphylococcus (26,7%), Acinetobacter spp. (2,03%) dan Klebsiella spp. (0,3%). Berkumpulnya staf medis di ruang operasi, disertai residen dan mahasiswa merupakan masalah penting, bersamaan dengan masalah desain dan ventilasi yang terdapat diruang operasi tersebut.

Di negara berkembang, kekurangan dalam desain bangunan dan ventilasi yang tidak tepat berkontribusi terhadap kontaminasi mikroorganisme di dalam ruang lingkungan RS. Kurangnya udara segar karena peningkatan isolasi bangunan, kurang terpelihara atau dioperasikan sistem ventilasi, kurang diatur suhu dan tingkat kelembaban relatif berkontribusi terhadap kehadiran dan multiplikasi mikroorganisme di udara (Srikanth P., et al. 2008).

Indonesia memiliki peraturan dalam menetapkan atura persyaratan kesehatan lingkungan RS melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004. Peraturan tersebut merupakan pedoman pihak pengelola RS agar bertanggung jawab di dalam mewujudkan lingkungan RS yang sehat.

Untuk mencapai kualitas udara dalam ruang RS yang baik merupakan sebuah tantangan bagi teknisi perawatan bangunan gedung dan petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus berlatih melakukan perawatan medis dengan mengontrol sumber polutan untuk mengurangi emisi polutan, antara lain melakukan diagnosis klinis untuk mengidentifikasi pasien menular dengan isolasi yang tepat. Di sisi lain, teknisi ruangan harus merancang, mengoperasikan, dan memelihara pemanas, ventilasi, dan sistem pendingin ruangan yang efektif dalam upaya pengurangan dan pengenceran polutan udara dalam ruangan (Leung dan Chan, 2006).

2.1.2.3 Faktor Lingkungan
Pasien dengan infeksi atau pembawa mikroorganisme patogen dirawat di rumah sakit adalah sumber potensial infeksi untuk pasien dan petugas RS. Pasien yang terinfeksi di rumah sakit merupakan sumber infeksi lebih lanjut. Kondisi penuh sesak di dalam rumah sakit dan ketika pasien sering transfer dari satu unit ke unit lain sangat rentan terhadap infeksi dalam satu daerah, misalnya bayi yang baru lahir, pasien luka bakar, dan perawatan intensif. Pasien tersebut berkontribusi terhadap perkembangan infeksi nosokomial. Flora mikroba dapat mencemarkan benda, perangkat, dan bahan-bahan yang kemudian menghubungi situs tubuh rentan pasien (WHO, 2002).

Selain itu, petugas kesehatan dan pengunjung juga merupakan sumber infeksi asal udara yang signifikan di antara pasien. Airborne droplet sering mengandung bakteri seperti S. aureus, S. epidermidis, dan bakteri-bakteri batang gram negatif. Bakteri tersebut pada umumnya sebagai penyebab terjadinya infeksi nosokomial luka operasi (Spengler et al, 2000).

Sumber mikroorganisme penyebab penyakit di RS yang paling besar berasal dari tangan petugas dan penderita infeksi. Kemudian melalui beberapa media antara lain air, makanan, dan udara dapat menimbulkan kontaminasi mikroorganisme di rumah sakit. Udara bukan merupakan habitat untuk mikroorganisme. Sel-sel mikroorgansme berada dalam udara sebagai kontaminan bersama debu atau dengan tetesan ludah. Mikroorganisme patogen dipindahkan melalui udara dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran respirasi. Hal ini menyebabkan penyakit pada saluran pernapasan. Mikroorganisme patogen asal udara, cenderung untuk berjangkit secara epidemi kemudian muncul secara eksplosif dan menyerang banyak orang dalam waktu singkat sebagai wabah penyakit (Pelczar dan Chan, 1988).

Patogen udara secara alami dapat menimbulkan infeksi melalui beberapa rute tapi umumnya ditransmisikan melalui aerosol yang disimpan di distal saluran udara, misalnya, virus campak dan variola (cacar) virus. Patogen udara oportunis secara alami menimbulkan penyakit melalui rute yang lain (misalnya saluran cerna), tetapi dapat juga menimbulkan infeksi melalui distal paru-paru dan dapat menggunakan partikel halus aerosol sebagai sarana perkembangbiakan di lingkungan yang menguntungkan (Srikanth et al., 2008).

2.1.2.4 Resistensi Bakteri
Banyak pasien menerima obat antimikroba. Seleksi dan pertukaran unsur-unsur resistensi genetik melalui pemberian antibiotik mempromosikan multidrugresistant dengan adanya strain bakteri. Mikroorganisme dalam flora manusia normal yang sensitif terhadap obat ditekan, sedangkan strain resisten bertahan dan dapat menjadi endemik di rumah sakit. Meluasnya penggunaan antimikroba untuk terapi atau profilaksis adalah penentu utama resistensi.

Infeksi Nosokomial (skripsi dan tesis)

Frekuensi kejadian infeksi nosokomial yang paling sering terjadi menurut WHO (2002) adalah infeksi luka operasi, infeksi saluran kemih, dan infeksi saluran pernapasan bawah. Berikut ini kriteria yang digunakan untuk surveilans infeksi nosokomial, yaitu:
  1. Infeksi luka operasi yaitu adanya cairan purulen, abses, selulitis menyebar di situs bedah atau luka operasi selama satu bulan setelah operasi. Infeksi biasanya diperoleh selama operasi itu sendiri baik eksogen, misalnya dari udara, peralatan medis, ahli bedah dan staf lainnya, dan endogenus dari flora pada kulit atau di situs operasi. Mikroorganisme penyebab infeksi bervariasi tergantung pada jenis dan lokasi operasi dan antimikroba yang diterima oleh pasien. Faktor risiko utama adalah kontaminasi yang terjadi selama operasi tergantung pada panjang operasi, dan kondisi umum pasien. Faktor lain yaitu kualitas teknik bedah, pemasangan benda asing termasuk drain, virulensi dari mikroorganisme, adanya infeksi di tempat lain, pencukuran sebelum operasi, dan pengalaman tim bedah.
  2. Infeksi saluran kemih yaitu kultur urin positif (1 atau 2 spesies) dengan setidaknya 105 bakteri/ml, dengan atau tanpa gejala klinis.
  3. Infeksi pernafasan yaitu gejala pernafasan dengan setidaknya 2 dari tanda-tanda berikut muncul selama dirawat di RS: batuk, sputum purulen, infiltrate baru dengan infeksi di dada pada saat dilakukan sinar rontgen. Koloni mikroorganisme berada di dalam perut, saluran pernapasan atas dan bronkus menyebabkan infeksi di paru-paru (pneumonia). Mikroorganisme tersebut umunya berasal dari dalam tubuh, antar lain sistem pencernaan atau hidung dan tenggorokan, tetapi juga dapat berasal dari luar tubuh seperti  dari peralatan pernapasan yang terkontaminasi. 
  4. Infeksi kateter vaskular yaitu peradangan, limfangitis atau cairan bernanah di lokasi penyisipan kateter.

Wednesday, January 17, 2018

Pemberian Tugas Pendahuluan (skripsi dan tesis)


Tugas pendahuluan adalah tugas yang diberikan kepada siswa dalam bentuk tugas individu. Tugas itu diberikan kepada siswa dalam bentuk soal-soal essay yang harusdijawabnya, setelah mempelajari materi-materi pelajaran yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Dengan tugas pendahuluan ini diharapkan sebelum menerima pelajaran dari guru, dalam diri siswa telah terbentuk struktur kognotif yang diperoleh dari tugas pendahuluan tersebut. Dengan demikian diharapkan ketika masuk kelas, siswa sudah siap dari rumah tentang konsep-konsep yang akan diberikan oleh guru. Keadaan ini diharapkan dapat membantu sisa dalam memahami konsep-konsep geografi.
Pemberian tugas pendahuluan ini sesuai dengan anjuran Ausubel yang mengatakan bahwa yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang diketahui oleh siswa ( Dahar, 1989: 117 ). Dengan tugas pendahuluan ini akan terbentuk struktur kognitif siswa.
Struktur kognitif inilah yang diharapkan untuk dapat meningkatkan kebermaknaan suatu pembelajaran sehingga siswa lebih mudah memahami pelajaran.Agar terjadi belajar bermakna maka konsep baru harus dikaitkan dengan konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Ausubel menerapkan suatu pengatur awal agar terjadi belajar bermakna.

Sehubungan dengan penelitian menggunakan metode pemberian tugas pendahuluan sebagai pengatur awal.

Kelebihan dan Kelemahan Pemberian Tugas (skripsi dan tesis)


Metode pemberian tugas ini dalam pelaksanaannya memiliki beberapa kelebihan disamping juga mempunyai beberapa kelemahan.
Adapun kelebihan metode pemberian tugas :
a.       Metode ini merupakan aplikasi pengajaran modern disebut juga azas
b.      aktivitas dalam mengajar yaitu guru mengajar harus merangsang
c.       siswa agar melakukan berbagai aktivitas sehubungan dengan apa yang dipelajari.
d.      Dapat memupuk rasa percaya diri sendiri
e.       Dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari, mengolah menginformasikan dan dan mengkomunikasikan sendiri.
f.       Dapat mendorong belajar, sehingga tidak cepat bosan
g.      Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa
h.      Dapat mengembangkan kreativitas siswa
i.        Dapat mengembangkan pola berfikir dan ketrampilan anak.
Adapun kelemahan metode pemberian tugas
a.       Tugas tersebut sulit dikontrol guru kemungkinan tugas itu dikerjakan oleh orang lain yang lebih ahli dari siswa.
b.      Sulit untuk dapat memenuhi pemberian tugas
c.       Pemberian tugas terlalu sering dan banyak, akan dapat menimbulkan keluhan siswa,
d.      Dapat menurunkan minat belajar siswa kalau tugas terlalu sulit
e.       Pemberian tugas yangmonoton dapat menimbulkan kebosanan siswa apabila terlalu sering.
f.       Khusus tugas kelompok juga sulit untuk dinilai siapa yang aktif.


Tehnik Pemberian Tugas (skripsi dan tesis)


Tehnik pemberian tugas biasa digunakan dengan tujuan agar siswa memilikihasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihanselama melakukan tugas; sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatudapat lebih terintegrasi. Hal itu terjadi disebabkan siswa mengalami situsia ataupengalaman yang berbeda, waktu menghadapi masalah-masalah baru. Disampingitu untuk memperoleh pengatahuan pada saat melaksanakan tugas akanmemperluas dan memperkaya pengetahuan serta keterampilan siswa di sekolah,melalui kegiatan diluar sekolah itu.Dengan kegiatan melaksanakan tugas siswa aktif belajar; dan merasaterangsang untuk meningkatkan belajar yang lebih baik, memupuk inisiatif danberani betrtanggung jawab sendiri. Banyak tugas yang harus dikerjakan siswa,hal-hal tersebut mampu menyadarkan siswa untuk selalu memanfaatkan waktusenggangnya untuk hal-hal yang menunjang belajarnya; dengan mengisi kegiatanyang berguna dan konstruktif.Pada guru diharapkan bila akan menggunakan tehnik ini agar sasaran yangdisebutkan diatas dapat tercapai, maka perlu mempertimbangkan apakah tujuan-tujuan yang akan dicapai dengan tugas itu cukup jelas? Cukup dipahami olehsiswa, sehingga mereka melaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Begitu jugatugas yang anda berikan cukup jelas bagi siswa, sehingga mereka tidak bertanya-tanya lagi apa yang harus dikerjakan, dan apa yang menjadi tugasnya.

Setelah siswa telah memahami tujuan dan makna tugas, maka mereka akanmelaksanakan tugas dengan belajar sendiri, atau mencari nara sumber sesuaidengan tujuan yang telah digariskan dan penjelasan dari guru. Dalam proses iniguru perlu mengontrol, pelaksanaan tugas itu, apakah dikerjakan dengan baik,apakah dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak dikerjakan oleh orang lain, maka perludiawasi dan diteliti.Sebab itu dalam pelaksanaan tehnik pemberian tugas perlu memperhatikanhal-hal sebagai berikut: (1) Merumuskan tujuan khusus dari tugas yang diberikan,(2) Pertimbangkan betul-betul apakah pemilihan tehnik pemberian tugas itu telahtepat dapat mencapai tujuan yang anda rumuskan, dan (3) Anda perlumerumuskan tugas-tugas dengan jelas dan mudah dimengerti. (Roestiyah NKdalam Enjang R, 2004)

Mata Pelajaran Geografi (skripsi dan tesis)


Geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan dalam segala perwujudan makna: hidup sepanjang hayat, dan dorongan peningkatan kehidupan.  Lingkup bidang  kajiannya  memungkinkan manusia memperoleh  jawaban  atas  pertanyaan dunia sekelilingnya  yang menekankan pada aspek-aspek spasial eksistensi manusia, agar manusia memahami karakteristik dunianya dan tempat hidupnya.
Bidang kajian geografi meliputi muka bumi dan proses-proses yang membentuknya, hubungan antara manusia dengan lingkungan, serta pertalian antara manusia dengan tempat-tempat. Sebagai suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi-dimensi alam dan manusia di dunia, dalam menelaah manusia, tempat-tempat, dan lingkungannya.

Mata pelajaran Geografi mengembangkan pemahaman siswa tentang organisasi spasial, masyarakat, tempat-tempat, dan lingkungan pada muka bumi. Siswa didorong untuk memahami proses-proses fisik yang membentuk pola-pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di muka bumi, sehingga diharapkan siswa dapat memahami bahwa manusia menciptakan wilayah (region) untuk menyederhanakan kompleksitas muka bumi. Selain itu, siswa dimotivasi secara aktif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat-tempat dan wilayah.