Monday, May 24, 2021

Tahapan – Tahapan Resiliensi (skripsi dan tesis)

Menurut pendapat Coulson (2006) empat proses yang dapat terjadi ketika seseorang mengalami situasi cukup menekan yaitu: a. Succumbing (mengalah) Mepakan istilah untuk menggambarkan kondisi yang menurun dimana individu mengalah atau menyerah setelah menghadapi suatu ancaman atau kondisi yang menekan. Level ini merupakan kondisi ketika individu menemukan atau mengalami kemalangan yang terlalu berat bagi mereka. Penampakan (outcomes) dari individu yang berada pada kondisi ini berpotensi mengalami depresi dan biasanya penggunaan narkoba sebagai pelarian, dan pada tataran ekstrim dapat menyebabkan individu bunuh diri. b. Survival (bertahan) Pada level ini individu tidak mampu meraih atau mengembalikan fungsi psikologis dan emosi yang positif setelah saat menghadapi tekanan. Efek dari pengalaman yang menekan membuat individu gagal untuk kembali berfungsi secara wajar (recovery), dan berkurang pada beberapa respek. Individu pada kondisi ini dapat mengalami perasaan, perilaku, dan kognitif negatif berkepanjangan seperti, menarik diri, berkurangnya kepuasan kerja, dan depresi. c. Recovery (pemulihan) Merupakan kondisi ketika individu mampu pulih kembali (bounce back) pada fungsi psikologis dan emosi secara wajar, dan dapat beradaptasi terhadap kondisi yang menekan, meskipun masih menyisahkan efek dari perasaan yang negatif. individu dapat kembali beraktivitas dalam kehidupan sehariharinya, menunjukkan diri mereka sebagai individu yang resilien. d. Thriving (berkembang dengan pesat) Pada kondisi ini individu tidak hanya mampu kembali pada level fungsi sebelumnya setelah mengalami kondisi yang menekan, namun mereka mampu minimal melampaui level ini pada beberapa respek. Proses pengalaman menghadapi dan mengatasi kondisi yang menekan dan menantang hidup mendatangkan kemampuan baru yang membuat individu menjadi lebih baik. Hal ini termanifetasi pada perilaku, emosi, dan kognitif seperti, sense of purpose of in life, kejelasan visi, lebih menghargai hidup, dan keinginan akan melakukan interaksi atau hubungan sosial yang positif. Menurut Reivich & Shatte (2002) mengatakan resiliensi melewati empat tahapan yaitu antara lain : a. Overcoming (proses mengatasi) b. Streering tought (melalui sistem pengendalian c. Boucing back d. Reaching out (tahap penjangkauan) Berdasarkan beberapa penjelasan diatas mengenai tahaptahap resiliensi dapat dipahami dan dapat dipahami empat proses yang dapat terjadi dan dilewati ketikaseseorang mengalami situasi yang cukup menekan, orang yang melakukan resiliensi itu akan melewati fase atau tahapan mengalah, bertahan, pemulihan, dan kemudian terjadi perrkembangan dengan pesat, overcoming (proses mengatasi), streering tought (melalui sistem pengendalian), boucing back, reaching out (tahap penjangkauan).

Karakteristik Individu Yang Resiliensi (skripsi dan tesis)

Menurut Murphey (2013) karakteristik manusia yang memiliki resiliensi tinggi adalah cenderung easygoing dan mudah bersosialisasi, memiliki keterampilan berpikir yang baik (secara tradisional disebut inteligensi, yang juga meliputi keterampilan sosial dan kemampuan menilai sesuatu), memiliki orang di sekitar yang mendukung, memiliki satu atau lebih bakat atau kelebihan, yakin pada diri sendiri dan percaya pada kemampuannya dalam mengambil keputusan serta memiliki spiritualitas atau religiusitas. Menurut Wolin (1999) terbagi menjadi tujuh karakteristik, yang selanjutnya dijelaskan sebagai berikut: a. Insight merupakan kemampuan individu untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain atau lingkungannya yang dapat digunakan untuk menyesuaikan diri dengan berbagai situasi. Secara sederhana insight adalah kemampuan mental seorang individu untuk dapat bertanya dan menjawab dengan jujur. b. Kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik dari sumber masalah dalam hidup seseorang. Selain itu, kemandirian dapat diartikan sebagai perilaku seseorang untuk hidup secara mandiri tanpa bergantung kepada orang lain. c. Hubungan, seorang yang resilien tentunya dapat mengembangkan hubungan yang jujur, saling mendukung, dan berkualitas bagi kehidupan, atau memiliki role model yang sehat. d. Inisiatif, Individu yang memiliki kemampuan resilien bersikap proaktif dan bertanggung jawab atas kehidupan dan masalah yang dihadapi. Dalam hal ini individu yang resilien selalu berusaha untuk memperbaiki diri ataupun meningkatkan kemampuan dirinya. e. Kreativitas, dalam hal ini melibatkan kemampuan untuk memikirkan berbagai alternatif pilihan, serta konsekuensi alternatif dalam menghadapi tantangan hidup. Individu yang memiliki resilien dapat mempertimbangkan konsekuensi dari setiap perilaku yang dipilihnya serta membuat keputusan secara benar. f. Humor, yakni kemampuan untuk menemukan kebahagiaan dalam situasi apapun. Dengan rasa humor, individu yang resilien dapat memandang tantangan hidup dengan cara yang baru dan lebih ringan. g. Moralitas, ditandai dengan keinginan individu untuk dapat hidup secara baik dan produktif. Individu yang resilien dapat mengevaluasi berbagai hal dan membuat keputusan. Berdsarkan beberapa karakteristik individu yang resiliensi yang sudah dijelaskan dan diuraikan diatas menurut beberapa ahli dapat dipahami dan disimpulkan bahwa individu yang resilient adalah keterampilan berpikir seseorang yang baik dalam artian ia kreatif dan produktif, memiliki humor dan moralitas, dan memiliki inisiatif, dan menjalin hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Resiliensi (skripsi dan tesis)

Menurut pendapat Herman, dkk (2011) mengatakan bahwa sumber-sumber resiliensi meliputi beberapa hal sebagai berikut: a. Faktor kepribadian, meliputi karakteristik kepribadian, self efficacy, self-esteem, internal Locus of control, optimisme, kapasitas intelektual, konsep diri yang positif, faktor demografi (usia, jenis kelamin, suku), harapan, ketangguhan, regulasi emosi, dan sebagainya. b. Faktor biologis, Lingkungan awal akan memengaruhi perkembangan dan struktur fungsi otak serta sistem neurobiologis. c. Faktor lingkungan, level lingkungan terdekat meliputi dukungan sosial termasuk relasi dengan keluarga dan teman sebaya, secure attachment pada ibu, kestabilan keluarga, hubungan yang aman dan pasti dengan orang tua, dan dukungan sosial dari teman sebaya. Lingkungan ini berhubungan dengan tingkat resiliensi. Selanjutnya lingkungan yang lebih luas yaitu sistem komunitas seperti lingkungan sekolah yang baik, pelayanan masyarakat, kesempatan untuk melakukan kegiatan olah raga dan seni, faktor-faktor budaya, spiritualitas dan agama serta sedikitnya pengalaman yang berkaitan dengan kekerasan, berhubungan dengan tingkat resiliensi. Menurut Holaday (Southwick, 2001), faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi adalah : a. Social support, yaitu berupa community support, personal support, familial support serta budaya dan komunitas dimana individu tinggal. b. Cognitive skill, diantaranya intelegensi, cara pemecahan masalah, kemampuan dalam menghindar dari menyalahkan diri sendiri, kontrol pribadi dan spiritualitas. c. Psychological resources, yaitu locus of control internal, empati dan rasa ingin tahu, cenderung mencari hikmah dari setiap pengalaman serta selalu fleksibel dalam setiap situasi. Berdasarkan beberapa penjelasan yang dijelaskan diatas tentang faktor-faktor yang membentuk resiliensi dapat disimpulkan dan dipahami faktor yang mempengaruhi antara lain faktor kepribadian, faktor biologis, faktor lingkungan, cognitive skill, Psychological resources, social support

Faktor-Faktor Terbentuknya Resiliensi (skripsi dan tesis)

 Grotberg menjelaskan faktor faktor resiliensi yang dapat membantu individu mengatasi berbagai adversities, (Grotberg, 2003), dengan mengelompokkannya menjadi tiga faktor, antara lain: a. Ekternal support merupakan faktor diluar individu yang dapat meningkatkan kemampuan resilien. Grotberg menjelaskan bahwa sebagai (I have), yaitu satu atau lebih angggota keluarga yang dapat dipercaya dan mencintai individu tersebut, satu atau lebih individu di luar keluarga yang dapat dipercaya, memiliki batasan bertingkah laku. Good role models punya andil besar, Role models yaitu orang-orang yang dapat menunjukkan apa yang individu harus lakukan seperti informasi terhadap sesuatu dan memberi semangat agar individu mengikutinya. Akses untuk mendapatkan fasilitas kesehatan, pendidikan dan sosial yang dibutuhkan juga penting, selain itu keluarga komunitas yang stabil. Selain dukungan dari orang-orang terdekat seperti suami, istri, orang tua, dan anak, kadangkala seorang individu juga membutuhkan dukungan dan cinta dari orang lain yang dianggap mampu memberikan kasih sayang yang mungkin tidak dapat diperoleh dari orang-orang terdekat. b. Faktor Inner Strength (I am), merupakan sesuatu yang dimiliki oleh individu yang akan berkembang, sebagaimana Grotberg menjelaskan bahwa kualitas yang dimiliki individu dapat dijelaskan sebagai (I am), diantaranya adalah kepercayaan diri atas kemampuan pribadi, optimis, disukai banyak orang, memiliki keinginan untuk meraih prestasi dimasa depan, empati dan kualitas diri lainnya. Faktor I am ini merupakan kekuatan yang berasal dari diri individu itu sendiri. Seperti tingkah laku, perasaan, dan kepercayaan yang terdapat didalam diri seseorang. c. Problem Solving (I can), termasuk kemampuan memunculkan ide ide baru, mampu menyelesaikan tugas, menggunakan humor untuk meredakan ketegangan, mampu menyampaikan pemikiran dan perasaan ketika berkomunikasi dengan orang lain, mampu menyelesaikan berbagai masalah (akademik, pekerjaan, personal dan sosial), mampu mengendalikan tingkah laku, serta mampu meminta bantuan ketika dibutuhkan, mengukur temperamen diri sendiri dan orang lain. Karena itu, seseorang yang beresiliensi harus memiliki tiga faktor tersebut, yaitu I am, I have dan I can, dan seseorang yang hanya memiliki salah satu faktor saja tidak termasuk orang yang beresiliensi. Berdasarkan beberapa yang dijelaskan diatas tentang faktor-faktor yang membentuk resiliensi dalam diri seseorang dapat dipahami dan disimpulkan bahwa faktor eksternal (I Have), faktor inner strength (I am), dan problem solving ialah faktor-faktor yang membentuk resiliensi dalam diri individu.

Aspek-Aspek Resiliensi (skripsi dan tesis)

Menurut Reivich dan Shatte (2002) ada tujuh kemampuan atau aspek-aspek yang membentuk resiliensi, yaitu antara lain: a. Pengendalian Emosi Pengendalian emosi adalah suatu kemampuan untuk tetap tenang meskipun berada di bawah tekanan. Individu yang mempunyai resiliensi yang baik, menggunakan kemampuan positif untuk membantu mengontrol emosi, memusatkan perhatian dan perilaku. Mengekspresikan emosi dengan tepat adalah bagian dari resiliensi. Individu yang tidak resilient cenderung lebih mengalami kecemasan, kesedihan, dan kemarahan dibandingkan dengan individu yang lain, dan mengalami saat yang berat untuk mendapatkan kembali kontrol diri ketika mengalami kekecewaan. Individu lebih memungkinkan untuk terjebak dalam kemarahan, kesedihan atau kecemasan, dan kurang efektif dalam menyelesaikan masalah. b. Kemampuan untuk mengontrol implus Kemampuan untuk mengontrol impuls berhubungan dengan pengendalian emosi. Individu yang kuat mengontrol impulsnya cenderung mempu mengendalikan emosinya. Perasaan yang menantang dapat meningkatkan kemampuan untuk mengontrol impuls dan menjadikan pemikiran lebih akurat, yang mengarahkan kepada pengendalian emosi yang lebih baik, dan menghasilkan perilaku yang lebih resilient. c. Optimis Individu dengan resiliensi yang baik Optimis Individu dengan resiliensi yang baik adalah individu yang optimis, yang percaya bahwa segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik. Individu mempunyai harapan akan masa depan dan dapat mengontrol arah kehidupannya. Optimis membuat fisik menjadi lebih sehat dan tidak mudah mengalami depresi. Optimis menunjukkan bahwa individu yakin akan kemampuannya dalam mengatasi kesulitan yang tidak dapat dihindari di kemudian hari. Hal ini berhubungan dengan self efficacy, yaitu keyakinan akan kemampuan untuk memecahkan masalah dan menguasai dunia, yang merupakan kemampuan penting dalam resiliensi. Penelitian menunjukkan bahwa optimis dan self efficacy saling berhubungan satu sama lain. Optimis memacu individu untuk mencari solusi dan bekerja keras untuk memperbaiki situasi. d. Kemampuan untuk menganalisis penyebab dari masalah Analisis penyebab menurut Martin Seligman, dkk (Reivich dan Shatte, 2002), adalah gaya berpikir yang sangat penting untuk menganalisis penyebab, yaitu gaya menjelaskan. Hal itu adalah kebiasaan individu dalam menjelaskan sesuatu yang baik maupun yang buruk yang terjadi pada individu. Individu dengan resiliensi yang baik sebagian besar memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara kognitif dan dapat mengenali semua penyebab yang cukup berarti dalam kesulitan yang dihadapi, tanpa terjebak di dalam gaya menjelaskan tertentu. Individu tidak secara refleks menyalahkan orang lain untuk menjaga self esteemnya atau membebaskan dirinya dari rasa bersalah. Individu tidak menghambur-hamburkan persediaan resiliensinya yang berharga untuk merenungkan peristiwa atau keadaan di luar kontrol dirinya. Individu mengarahkan dirinya pada sumbersumber problem solving ke dalam faktor-faktor yang dapat dikontrol, dan mengarah pada perubahan. e. Kemampuan untuk berempati Beberapa individu mahir dalam menginterpretasikan apa yang para ahli psikologi katakan sebagai bahasa non verbal dari orang lain, seperti ekspresi wajah, nada suara, bahasa tubuh, dan menentukan apa yang orang lain pikirkan dan rasakan. Walaupun individu tidak mampu menempatkan dirinya dalam posisi orang lain, namun mampu untuk memperkirakan apa yang orang rasakan, dan memprediksi apa yang mungkin dilakukan oleh orang lain. Dalam hubungan interpersonal, kemampuan untuk membaca tanda-tanda non verbal menguntungkan, dimana orang membutuhkan untuk merasakan dan dimengerti orang lain. f. Self efficacy Self efficacy adalah keyakinan bahwa individu dapat menyelesaikan masalah, mungkin melalui pengalaman dan keyakinan akan kemampuan untuk berhasil dalam kehidupan. Self efficacy membuat individu lebih efektif dalam kehidupan. Individu yang tidak yakin dengan efficacynya bagaikan kehilangan jati dirinya, dan secara tidak sengaja memunculkan keraguan dirinya. Individu dengan self efficacy yang baik, memiliki keyakinan, menumbuhkan pengetahuan bahwa dirinya memiliki bakat dan ketrampilan, yang dapat digunakan untuk mengontrol lingkungannya. g. Kemampuan untuk meraih apa yang diinginkan Resiliensi membuat individu mampu meningkatkan aspekaspek positif dalam kehidupan. Resiliensi adalah sumber dari kemampuan untuk meraih. Beberapa orang takut untuk meraih sesuatu, karena berdasarkan pengalaman sebelumnya, bagaimanapun juga, keadaan menyulitkan akan selalu dihindari. Meraih sesuatu pada individu yang lain dipengaruhi oleh ketakutan dalam memperkirakan batasan yang sesungguhnya dari kemampuannya. Dari beberapa aspek-aspek yang dijelaskan diatas dapat dipahami dan disimpulkan bahwa aspek-aspek resiliensi yang penting dan perlu diperhatikan ialah pengendalian emosi, kemampuan mengontrol implus, optimis individu dengan resiliensi yang baik, kemamuan untuk menganalisis penyebab dari masalah, kemampuan untuk berempati, self efficacy, kemampuan untuk meraih apa yang diinginkan. Sedangkan menurut pendapat Connor & Davidson (2003) pada penelitiannya mengidentifikasikan ada lima aspek dari resiliensi, yaitu: a. Kompetensi personal, standar yang tinggi, dan kegigihan b. Percaya kepada diri sendiri, memiliki toleransi terhadap afek negatif dan kuat dalam menghadapi tekanan c. Penerimaan positif terhadap perubahan dan hubungan yang baik dengan orang lain d. Pengendalian diri e. Pengaruh spiritual Berdasarkan beberapa aspek-aspek yang dijelaskan diatas dapat dipahami dan disimpulkan bahwa aspek-aspek resiliensi yang penting dan perlu diperhatikan ialah pengendalian emosi, kemampuan mengontrol implus, optimis individu dengan resiliensi yang baik, kemamuan untuk menganalisis penyebab dari masalah, kemampuan untuk berempati, self efficacy, kemampuan untuk meraih apa yang diinginkan, Kompetensi personal, standar yang tinggi, dan kegigihan Percaya kepada diri sendiri, memiliki toleransi terhadap afek negatif dan kuat dalam menghadapi tekanan Penerimaan positif terhadap perubahan dan hubungan yang baik dengan orang lain pengendalian diri, pengaruh spiritual.

Definisi Resiliensi (skripsi dan tesis)

Menurut Desmita (2017) resiliensi adalah daya lentur, ketahanan kemampuan atau kapasitas inasni yang dimiliki seseorang, kelompok, atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan, dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi yang tidak menyenangkan, atau mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Menurut Fernanda Rojas (2015) menyatakan resiliensi sebagai kemampuan menghadapi tantangan, resiliensi akan tampak ketika seseorang menghadapi pengalaman yang sulit dan tahu bagaimana menghadapi atau beradaptasi dengannya. Menurut Charney (2014) mendefinisikan resiliensi sebagai proses adaptasi dengan baik dalam situasi trauma, tragedy, atau peristiwa yang dapat menyebabkan stres lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa resiliensi bukanlah ciri kepribadian melainkan melibatkan perilaku, pikiran, atau tindakan yang dapat dipelajari oleh siapa saja. Menurut Keye & Pidgeon (2013) resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan individu memilih untuk pulih dari peristiwa kehidupan yang menyedihkan dan penuh tantangan, dengan cara meningkatkan pengetahuan untuk adaptif dan mengatasi situasi serupa yang merugikan di masa mendatang. Menurut Meicherbaum (2008) resiliensi adalah proses interaktif yang melibatkan berbagai karakteristik individu, keluarga, maupun lingkungan masyarakat yang lebih luas. Menurut Reivich dan Shatte resiliensi adalah kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan atau trauma, dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari. Menurut Reivich & Shatte (2002) resiliensi merupakan kemampuan individu untuk melakukan respon dengan cara yang sehat dan produktif ketika berhadapan dengan trauma, dimana hal tersebut mengendalikan tekanan hidup sehari-hari. Resiliensi menghasilkan dan mempertahankan sikap positif untuk digali. Individu dengan resiliensi yang baik memahami bahwa kesalahan bukanlah akhir dari segalanya. Individu mengambil makna dari kesalahan dan menggunakan pengetahuan untuk meraih sesuatu yang lebih tinggi. Individu memfokuskan dirinya dan memecahkan persoalan dengan bijaksana, sepenuhnya, dan energik. Berdasarkan beberapa definisi diatas menurut beberapa ahli dapat dipahami dan disimpulkan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk bertahan dan menghadapi fase tersulit dalam kehidupannya, dan kemampuan positif untuk menghadapi suatu permasalahan ataupun kesulitan dalam kehidupannya.

Sumber resiliensi (skripsi dan tesis)

Menurut Grotberg (2003), untuk mengatasi kesengsaraan pada anak-anak, remaja dan orang dewasa, terdapat tiga sumber resiliensi, yaitu: 1. I Have (Eksternal Supports) Istilah “I Have” merupakan sumber resiliensi yang berasal dari luar yang dapat di percaya dan dapat diandalkan ketika individu menghadapi suatu kondisi (anggota keluarga atau bukan anggota keluarga). Aspek ini juga memiliki makna untuk orang-orang yang mampu memberikan semangat untuk individu menjadi lebih mandiri. Untuk mencapai aspek “I Have” individu harus memiliki hubungan yang baik di dalam keluarga dan komunitas (Grotberg, 2003). 2. I Am (Inner Strenght) “I Am” merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri, seperti perasaaan, tingkah laku dan kepercayaan yang terdapat dalam diri seseorang. Grotberg (2003) menyebutkan bahwa pada aspek “I Am”yaitu: a) perasaan dicintai dan perilaku yang menarik: individu menyadari bahwa seseorang mengasihi mereka dan individu tersebut akan bersikap baik terhadap orangorang yang menyukai dan mencintai; b) mencintai, empati, dan altruistik: individu mengasihi orang lain dan menyatakan perasaan kasih sayang. Individu berempati dengan merasakan perasaan tidak nyaman dan penderitaan yang dialami orang lain dan ingin melakukan sesuatu untuk memberikan kenyamanan; c) menghargai dan bangga pada diri sendiri: individu mengetahui bahwa mereka orang yang penting dan merasa bangga terhadap diri mereka sendiri dan apapun yang mereka lakukan serta tidak akan membiarkan orang lain meremehkannyaa; d) otonomi dan tanggung jawab: individu dapat melakukan sesuatu dengan caranya sendiri dan menerima konsekuensi dari perilakunya tersebut; e) harapan, keyakinan, dan kepercayaan: individu memiliki kepercayaan diri, optimis dan penuh harapan, individu percaya bahwa ada harapan bagi mereka, merasakan mana yang benar dan salah dan ikut di dalamnya serta memiliki kepercayaan diri dan iman dalam moral dan kebaikan. Bagian terakhir dalam aspek “I Am” adalah mandiri dan bertanggung jawab, serta menerima konsekuensi atas setiap tindakan yang telah dilakukan (Grotberg, 2003) 3. I Can (Interpersonal & Problem-Solving Skills) Istilah “I Can” merupakan kompetensi sosial dan interpersonal seseorang. Bagian dari aspek “I Can” adalah individu mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan baik, yakni keterampilan dan komunikasi. Individu mampu mengekspresikan berbagai macam pikiran dan perasaannya kepada orang lain dan dapat mendengarkan apa yang orang lain katakan serta merasakan perasaan orang lain. Sumber lain dari “I Can” ialah kemampuan pemecahan masalah (problem solving). Individu dapat menilai sebuah masalah serta dapat mengetahui apa yang dibutuhkan agar dapat memecahkan masalah tersebut (Grotberg, 2003). Menurut Robertson (2012), yang dapat menciptakan resiliensi pada individu yaitu : 1. Faktor Risiko Faktor risiko berkaitan dengan berbagai masalah-masalah dalam kehidupan yang menimbulkan gejala atau gangguan kesehatan mental sehingga mengganggu kualitas hidup individu. Faktor risiko dapat meningkatkan kerentanan dalam jangka waktu yang panjang. Faktor risiko dapat hadir mulai dari masalah-masalah dalam masa perkembangan dan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan yang menimbulkan stres (Robertson, 2012). 2. Faktor pelindung Faktor pelindung adalah faktor yang melindungi individu untuk mengurangi risiko menderita akibat permasalahan hidup yang dialami. Faktor pelindung utama berasal dari eksternal yaitu dukungan sosial dan yang berasal dari internal yaitu sikap pribadi dan keterampilan dalam mengatasi masalah (Robertson, 2012). Berdasarkan Robertson (2012), dukungan sosial merupakan faktor pelindung yang penting. Berikut ini penjelasan dari masing-masing faktor pelindung : a. Dukungan sosial Individu yang memiliki lingkungan yang mendukung cenderung lebih mampu beresiliensi dalam menghadapi kesulitan. Lingkungan mendukung ini mencakup orang-orang yang ada di sekitar lingkungan individu seperti keluarga, teman dan kelompok-kelompok komunitas (Robertson, 2012). b. Karakteristik Individu Beberapa karakteristik dari perilaku individu yang dapat berkontribusi untuk dapat beresiliensi, yaitu: 1. Health-self esteem, penerimaan diri dan kesadaran akan kekuatan dan sumber daya yang ada didalam diri (Robertson, 2012). 2. Self-confidence, keyakinan akan kemampuan diri untuk dapat menghadapi kesulitan (Robertson, 2012).. 3. Good problem-solving ability dan kemampuan dalam membuat suatu keputusan (Robertson, 2012). 4. Social skills, seperti ketegasan, empati, kemampuan berkomunikasi dan lain-lain (Robertson, 2012). 5. Good emotion regulation, kemampuan untuk menempatkan pikiran, perasaan dan dorongan untuk bertindak (Robertson, 2012). Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan, bahwa terdapat tiga sumber resiliensi yaitu dukungan dari luar yang dapat diandalkan, kekuatan didalam diri terkait dengan kepercayaan didalam diri dan kemampuan dalam memecahkan masalah. Resiliensi juga dapat bersumber dari kemampuan individu untuk mengatur faktor risiko dan faktor pelindung individu.