Wednesday, August 30, 2023

Agency Theory

 


Menurut Horne (1995) dalam Nurrohim (2008), menyatakan
agency theory merupakan sebuah teori yang menjabarkan adanya
pertentangan posisi antara pihak manajemen (sebagai agen) dengan
pihak pemegang saham (sebagai pemilik). Para pemegang saham
mempunyai keinginan supaya agen akan bertindak atas kepentingan
pemegang saham sehingga perusahaan dapat meningkat nilainya,
sekaligus akan memberikan keuntungan kepada pemegang saham.
Sedangkan menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Prabansari dan
Kusuma (2005), teori keagenan menggambarkan pihak manajemen
perusahaan merupakan agen dari pemegang saham. Pihak pemegang
saham bertindak sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham
berharap pihak agen akan bertindak atas kepentingan pemegang saham
selaku pemilik perusahaan sehingga mendelegasikan wewenangnya
kepada agen. Agar dapat menjalankan fungsi manajemen dengan baik,
pihak manajemen harus diberikan pengawasan yang memadai secara
berkelanjutan. Pengawasan tersebut bisa dilakukan dengan cara-cara
seperti pemeriksaan laporan keuangan, pengikatan agen atau
pembatasan terhadap keputusan yang diambil oleh pihak manajemen.
Kegiatan pengawasan tersebut akan memerlukan biaya yang biasanya
disebut biaya agensi. Biaya agensi (agency cost) merupakan biaya yang
muncul karena adanya pengawasan kepada pihak manajemen
perusahaanuntuk dapat meyakinkan pihak pemegang saham bahwa
pihak manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakati sebelumnya.
Pada dasarnya agency theory membahas menganai adanya
hubungan keagenan antara prinsipal atau pemegang saham dan agen
atau pihak manajemen perusahaan. hubungan keagenan ini diartikan
sebagai adanya sebuah kontrak dimana prinsipal menyewa agen untuk
melakukan beberapa tugas untuk kepentingan prinsipal yaitu dengan
memberikan wewenang kepada agen untuk menjalankan sebuah
perusahaan. Tujuan utama dari agency theory yaitu untuk menjelaskan
bagaimana pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat
mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalkan cost sebagai
dampak dari adanya kondisi yang tidak pasti dan pihak yang
memperoleh informasi lebih banyak dibandingkan pihak lain

 Trade-off Theory

 


Trade-off theory dalam struktur modal adalah menyeimbangkan
manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan
hutang (Putri, 2012). Menurut Nurrohim (2008) teori trade-off
merupakan suatu model struktur modal yang memiliki asumsi bahwa
struktur modal perusahaan merupakan perimbangan antara keuntungan
penggunaan hutang dengan biaya kesulitan keuangan (financial
distress) dan biaya keagenan (agency cost). Dalam teori ini perusahaan
yang tidak memiliki utang sama sekali dan perusahaan yang
menggunakan utang untuk membiayai seluruh investasinya adalah
buruk. Keputusan yang tepat dalam teori ini adalah perusahaan harus
memberikan keputusan yang moderat dengan mempertimbangkan
kedua instrumen pembiayaan. Hanafi (2004), menyatakan terdapat halhal yang membuat perusahaan tidak dapat menggunakan utang
sebanyak-banyaknya. Salah satu hal yang terpenting adalah dengan
semakin tingginya utang akan semakin tinggi pula kemungkinan
probabilitas kebangkrutan perusahaan. misalnya, dengan semakin
tingginya utang, semakin besar pula bunga yang harus dibayar dan
kemungkinan tidak membayar bunga yang tinggi akan semakin besar.
Dan pada akhirnya pemberi pinjaman dapat membangkrutkan
perusahan jika perusahaan tidak dapat membayar utang tersebut.
Trade-off theory menyatakan bahwa perusahaan yang
pendanaannya menggunakan sumber dana eksternalnya seperti utang
dapat melakukan penghematan pajak. Penggunaan hutang oleh
perusahaan ini hanya bisa dilakukan pada batas titik tertentu, apabila
pengguanaannya melampaui batas tersebut justru akan dapat
menurunkan nilai dari perusahaan. Sebenarnya tujuan dari trade-off
theory adalah untuk menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang
timbul sebagai akibat dari penggunaan utang. Menurut Riyanto (1995)
dalam Nurrohim (2008), struktur modal yang optimum adalah struktur
modal yang dapat meminimalkan biaya penggunaan modal rata-rata
(average cost of capital). Oleh sebab itu pihak manajemen dalam
menetapkan struktur modal seharusnya tidak hanya melihat dengan satu
patokan tetapi disesuaikan dengan keadaan perusahaan pada masa itu.
Biasanya para eksekutif keuangan dalam menetapkan struktur modal
yang optimum menentukan berapa persen penggunaan utang pada
rentan tertentu. Ada berapa persen batas minimal dan batas maksimal
dalam penggunaan utang tersebut dalam struktur modal.

Struktur Modal

 


Struktur modal berkaitan dengan sumber dana yang digunakan
perusahaan untuk kegiatan operasional perusahaan baik itu sumber dana
dari luar (eksternal) atau dari dalam (internal) perusahaan. Sumber dana
eksternal dapat berupa dapat berupa hutang atau saham dari investor.
Sedangkan sumber dan internal dapat berupa laba ditahan yang berasal dari
keuntungan operasional perusahaan. Setiap perusahaan dalam
melaksanakan kegiatan operasionalnya selalu berupaya untuk menjaga
keseimbangan finansialnya. Struktur modal berasosiasi dengan
profitabilitas. Struktur modal perusahaan merupakan komposisi antara
hutang dengan ekuitas.
Struktur modal adalah pembelanjaan permanen yang mencerminkan
pertimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal
sendiri (Riyanto, 1995 dalam Liem et al., 2013). Struktur modal
menggambarkan suatu takaran penggunaan utang untuk mendanai investasi
suatu perusahaan. Dengan melihat struktur modal suatu perusahaan,
investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan return yang
didapat investor tersebut pada suatu perusahaan. Sedangkan menurut
Nuswandari (2013), struktur modal adalah bauran penggunaan dana yang
berasal dari ekuitas dan utang. Struktur modal pada suatu perusahaan bisa
dikatakan sebagai investasi perusahaan tersebut untuk memperoleh return
pada masa yang akan datang. Konsekuensinya yang harus ditanggung oleh
perusahaan apabila menggunakan utang sebagai sumber dananya maka
perusahaan harus menaati perjanjian utang tersebut. Dan apabila perusahaan
menggunakan sumber dana berupa penerbitan saham, maka konsekuensi
yang harus diterima oleh perusahaan adalah memberikan imbalan berupa
dividen kepada investor. Struktur modal harus disusun dan diperhitunkan
dengan cermat supaya stabilitas keuangan perusahaan terjamin dan tingkat
kelangsungan hidup perusahaan tinggi.
Dari beberapa pengertian mengenai struktur modal diatas dapat
disimpulkan bahwa struktur modal merupakan suatu unsur yang sangat
penting dalam suatu perusahaan yang menyangkut tentang sumber dana
yang diambil oleh perusahaan untuk dapat membiayai operasional
perusahaan. Konsep struktur modal juga menyangkut pengambilan
keputusan oleh perusahaan apakah akan menggunakan pendanaan eksternal
atau internal.

Pengaruh Assets Tangibility Terhadap Struktur Modal

 


Harjito (2011) mendefinisikan assets tangibility adalah variabel untuk
menentukan besar kecilnya masalah informasi asimetri, dimana hal tersebut
merupakan permasalahan utama dalam teori pecking order. Besarnya tangible
assets yang dimiliki perusahaan menunjukan besarnya aset yang digunakan
perusahaan untuk menghasilkan laba. Aset menunjukkan aktiva yang digunakan
untuk aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar aset diharapkan semakin
besar hasil operasional yang dihasilkan perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti
peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan dari pihak luar
terhadap perusahaan. Meningkatnya kepercayaan dari pihak luar (kreditur)
terhadap perusahaan, maka proporsi hutang akan semakin lebih besar daripada
modal sendiri
Berdasarkan ilutrasi tersebut, terdapat keterikatan antara assets tangible
dengan struktur modal perusahaan. Kepemilikan aset suatu perusahaan yang
besar, maka kemungkinan proporsi hutang juga lebih besar. Aset yang dimiliki
oleh perusahaan merupakan hal penting terkait jaminan dalam berhutang,
sehingga perusahaan dengan aset yang besar akan memperoleh banyak tawaran
hutang dari para kreditur (YAP S, 2016).

Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Struktur Modal

 


Myers (1984) yang memandang bahwa nilai perusahaan sebagai sebuah
kombinasi aset (asset in place) dengan pilihan investasi (investment options) di
masa yang akan datang. Kumpulan kesempatan investasi (investment opportunity
set) adalah pilihan-pilihan investasi yang tersedia bagi individu atau perusahaan
yang dapat dilakukankan. Pilihan investasi dimasa mendatang terkait dengan
tingkat pertumbuhan perusahaan. Pertumbuhan perusahaan diharapkan akan
memberikan aspek yang positif bagi perusahaan seperti adanya suatu kesempatan
berinvestasi dimasa mendatang. Peluang pertumbuhan itu akan terlihat pada
kesempatan investasi yang diproksikan dengan berbagai kombinasi nilai
investment opportunity set. Perusahaan yang melakukan berbagai pilihan investasi
memberikan sinyal bahwa perusahaan tersebut sedang dalam masa tumbuh.
Kesempatan investasi yang dimiliki perusahaan mempengaruhi cara
pandang manajer, pemilik, investor dan kreditur tentang struktur modal dan nilai
perusahaan. Dengan demikian, kesempatan investasi memilik keterkaitan erat
dengan struktur modal. Tolak ukur suatu perusahaan itu tumbuh, berkembang
maupun mengalami kemajuan dapat dilihat dari segi struktur modal. Struktur
modal dapat digunakan sebagai gambaran nilai perusahaan (Udayani dan
Suaryana, 2013).

Pengaruh Profitabilitas Terhadap Struktur Modal

 


Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba,
dengan tingkat penjualan (profit margin), total aktiva yang dimiliki (return on total
asset), maupun modal sendiri atau modal saham (return on equity) (Sartono,
2001). Perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian yang tinggi cenderung
menggunakan hutang yang relatif, karena tingkat profitabilitas yang tinggi
menyediakan sejumlah dana yang relatif besar. Sebaliknya, jika laba yang
dihasilkan perusahaan rendah, maka perusahaan cenderung menggunakan hutang
yang lebih besar.
Menurut Myers (1984) teori pecking order menyatakan bahwa perusahaan
dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah,
dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana
internal yang berlimpah. Perusahaan dengan tingkat keuntungan yang tinggi
mempunyai dana internal yang tinggi yang dapat digunakan untuk aktivitas
operasi perusahaan tersebut, sehingga hutangnya rendah.
Berdasarkan uraian di atas, profitabilitas memiliki relevansi untuk
digunakan dalam upaya mencapai struktur modal yang optimal dengan
berdasarkan pada pendanaan internal perusahaan. Profitabilitas dapat dicapai
ketika kegiatan operasional perusahaan bekerja secara maksimal dan menekan
biaya seefisien mungkin, sehingga struktur modal yang optimal dapat dicapai
tanpa membutuhkan pendanaan eksternal berupa hutang (Udayani dan Suaryana,
2013).

Assets Tangibility

 


Assets tangibility merupakan variabel untuk menentukan besar kecilnya
masalah informasi asimetri, dimana hal tersebut merupakan permasalahan utama
dalam teori pecking order (Harjito, 2011). Investor akan lebih mudah dalam
menilai perusahaan, ketika perusahaan memiliki nilai assets tangibility yang lebih
besar dibandingkan nilai assets intangibility perusahaan. Nilai assets tangibility
lebih stabil dibandingkan dengan assets intangibility, karena assets tangibility
tidak dipengaruhi oleh peluang investasi dan keadaan pasar.
Besarnya assets tangible akan mempengaruhi asimetri informasi yang
terjadi antara manajer dan investor. Semakin tinggi nilai assets tangible maka
permasalahan asimetri informasi menjadi rendah. Rendahnya asimetri informasi
yang terjadi menyebabkan perusahaan akan mengurangi penggunaan hutang.
Rendahnya asimetri informasi dan adanya jaminan berupa assets tangible akan
lebih meyakinkan investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan. Assets
tangible dapat dikaitkan dengan aset yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari
atau operasional perusahaan. Besarnya assets tangible yang dimiliki perusahaan
menunjukan besarnya aset yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan laba.
Assets tangible yang dimiliki perusahaan dapat mendorong kinerja perusahaan
untuk menghasilkan laba