Showing posts with label Psikologi. Show all posts
Showing posts with label Psikologi. Show all posts

Tuesday, April 16, 2024

Unsur- Unsur Penilaian Pegawai

 


Menurut Hasibuan (2002: 56), kinerja pegawai dapat dikatakan baik atau
dapat dinilai dari beberapa hal, yaitu :
1) Kesetiaan
Kinerja dapat diukur dari kesetiaan pegawai terhadap tugas dan tanggung
jawabnya dalam organisasi. Kesetiaan adalah tekad dan kesanggupan,
menaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab.
2) Prestasi Kerja
Hasil prestasi kerja pegawai, baik kualitas maupun kuantitas dapat
menjadi tolak ukur kinerja. Pada umumnya prestasi kerja seorang
pegawai dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan
kesanggupan pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
3) Kedisiplinan
Sejauh mana pegawai dapat mematuhi peraturan -peraturan yang ada dan
melaksanakan intruksi yang diberikan kepadanya.
4) Kerjasama
Dalam hal ini kerjasama diukur dari kemampuan pegawai untuk bekerja
sama dengan pegawai lain dalam menyelesaikan suatu tugas yang
ditentukan, sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik.
5) Kecakapan
Dapat diukur dari tingkat pendidikan pegawai yang disesuaikan dengan
pekerjaan yang menjadi tugasnya.
6) Tanggung jawab
Yaitu kesanggupan seorang pegawai menyelesaikan pekerjaan yang
diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya
serta berani memikul resiko pekerjaan yang dilakukan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

 


Menurut Anwar P. Mangkunegara (2001:72), terdapat dua faktor yang
mempengaruhi kinerja pegawai yaitu :
1) Faktor Individu.
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki
integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya
(jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan
fisik maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik.
Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia
untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara
optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari
dalam mencapai tujuan organisasi.
2) Faktor Lingkungan Organisasi.
Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam
mencapai kinerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain
uraian jabatan yang jelas, otoritas yang memadai, target kerja yang
menantang, pola komunikasi yang efektif, hubungan kerja yang harmonis,
iklim kerja yang respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja
yang relatif memadai.
Menurut Mathis dan Jakson dalam Mangkunegara (2001:81), Faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu:
a) Kemampuan mereka
b) Motivasi
c) Dukungan yang diterima
d) Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan
e) Hubungan mereka dengan organisasi.

Konsep Kinerja

 


Kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang memberikan
pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun,
sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil
kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung, (Wibowo,
2007: 7). Selain itu, pendapat ahli mengatakan kinerja berasal dari kata Job
Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi
kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab
yang diberikan kepadanya, (Anwar Prabu Mangkunegara, 2001:67).
Kata kinerja adalah kosakata baru dalam Bahasa Indonesia, digunakan
sebagai padanan kata performance. Kinerja berasal dari kata kerja, diberi sisipan in, menjadi kinerja. Ketika sumber daya alam semakin
terbatas dan merosot, sumber daya manusia semakin penting. Sebagai
sumber daya, manusia memproduksi jasa dan layanan. Maka disamping
goods, service (jasa dan layanan) semakin penting. Seiring dengan itu,
penggunaan istilah performance atau kinerja pun, semakin popular. Dari
sudut accountability, kinerja adalah pelaksanaan tugas atau perintah
(task accoplishment), dari segi obligation, kinerja adalah kewajiban
untuk menepati janji (penepatan janji), dan dari segi cause, kinerja
adalah proses tindakan (prakarsa) yang diambil menurut keputusan batin
berdasarkan pilihan bebas pelaku pemerintahan yang bersangkutan dan
kesiapan memikul segala resiko (konsekuensi)nya, (Taliziduhu Ndraha,
2003: 196-197)
Pengertian kinerja menurut penjelasan pendapat para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa kinerja merupakan motivasi seseorang yang diberikan
dukungan oleh suatu organisasi untuk mencapai proses hasil akhir kerja yang
ditampilkan dari proses pekerjaan berlangsung yang terdiri dari prestasi,
pertunjukan, dan pelaksanaan tugas. Sehubungan dengan hal tersebut maka
upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja di suatu organisasi
merupakan hal yang sangat penting

Dimensi Budaya Organisasi

 

  1. Inisiatif individu yaitu sejauh mana organisasi memberikan kebebasan
    kepada setiap pegawai dalam mengemukakan pendapat atau ide-ide yang
    di dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Inisiatif individu tersebut perlu
    dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang
    menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi.
    Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Liliweri (2002:71). Manusia memiliki
    unsur-unsur potensi budaya yaitu pikiran (cipta), rasa dan kehendak
    (karsa). Hasil ketiga potensi budaya itulah yang disebut kebudayaan.
    Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia
    dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan cipta manusia
    mengembangkan kemampuan alam pikir yang menimbulkan ilmu
    pengetahuan. Dengan rasa manusia menggunakan panca inderanya yang
    menimbulkan karya-karya seni atau kesenian. Dengan karsa manusia
    menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan dan kebahagiaan sehingga
    berkembanglah kehidupan beragama dan kesusilaan.
  2. Pengarahan yaitu sejauh mana pimpinan suatu organisasi dapat
    menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan, sehingga
    para pegawai dapat memahaminya dan segala kegiatan yang dilakukan
    para pegawai mengarah pada pencapaian tujuan organisasi. Sasaran dan
    harapan tersebut jelas tercantum dalam visi dan misi. Bentuk Pengarahan
    Pada umumnya pimpinan menginginkan pengarahan kepada anggota atau
    karyawan dengan maksud agar mereka bersedia bekerja dengan sebaik
    mungkin, dan diharapkan tidak menyimpang dari prinsip- prinsip. Maka
    adapun dengan bentuk atau cara menurut Faisal Afiff, (1994: 40-41)
    berupa:
    a. Orientasi
    Merupakan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang perlu
    supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik.
    b. Perintah
    Merupakan permintaan daripimpinan kepada orang yang berada
    dibawahnya untuk melakukan atau mengulangi suatu kegiatan tertentu
    pada keadaan tertentu.
    c. Delegasi
    Wewenang dalam pendelegasisan wewenang ini pimpinan
    melimpahkan sebagian dariwewenang yang dimilikinya kepada
    bawahan.
  3. Integrasi yaitu sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit-unit
    organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Menurut
    Handoko (2003 : 195) koordinasi merupakan proses pengintegrasian
    tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada unit-unit yang terpisah
    (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk
    mencapai tujuan.
  4. Kontrol yaitu adanya pengawasan dari para pimpinan terhadap para
    pegawai dengan menggunakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
    demi kelancaran organisasi. Pengawasan menurut Handoko (2003: 360)
    dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan
    organisasi tercapai. Dalam pengawasan terdapat beberapa tipe
    pengawasan seperti yang diungkapkan Winardi dalam Badrudin (2013:
    589). Fungsi pengawasan dapat dibagi dalam tiga macam tipe, atas dasar
    fokus aktivitas pengawasan, antara lain:
    a. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control)
    Prosedur-prosedur pengawasan pendahuluan mencakup semua upaya
    manajerial guna memperbesar kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual
    akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang
    direncanakan. Dipandang dari sudut prespektif demikian, maka
    kebijaksanaan-kebijaksanaan merupakan pedoman-pedoman untuk
    tindakan masa mendatang. Tetapi, walaupun demikian penting untuk
    membedakan tindakan menyusun kebijaksanaan-kebijaksanaan dan
    tindakan mengimplementasikannya. Merumuskan kebijakan-kebijakan
    termasuk dalam fungsi perencanaan sedangkan tndakan
    mengimplementasi kebijaksanaan merupakan bagian dari fungsi
    pengawasan.
    Pengawasan pendahuluan meliputi:
  5. Pengawasan pendahuluan sumber daya manusia.
  6. Pengawasan pendahuluan bahan-bahan.
  7. Pengawasan pendahuluan modal
  8. Pengawasan pendahuluan sumber-sumber daya finansial
    b. Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control)
    Concurrent control terutama terdiri dari tindakan-tindakan para
    supervisor yang mengarahkan pekerjaanpara bawahan mereka.
    Direction berhubungan dengan tindakan-tindakan para manajer
    sewaktu mereka berupaya untuk:
  9. Mengajarkan para bawahan mereka bagaimana cara penerapan
    metode- metode serta prosedur-prsedur yang tepat.
  10. Mengawasi pekerjaan mereka agar pekerjaan dilaksanakan
    sebagaimana mestinya.
    Proses memberikan pengarahan bukan saja meliputi cara dengan apa
    petunjuk-petunjuk dikomunikasikan tetapi ia meliputi juga sikap
    orang-orang yang memberikan penyerahan.
    c. Pengawasan Feed Back (feed back control)
    Sifat khas dari metode-metode pengawasan feed back (umpan balik)
    adalah bahwa dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai
    landasan untuk mengoreksi tindakan-tindakan masa mendatang.
  11. Sistem imbalan menurut Siagian dalam Handoko (2003:102) adalah
    pemberian salah satu bentuk penghargaan kepada karyawan atas
    sumbanganya kepada organisasi terutama tercermin dari prestasi
    karyanya, imbalan yaitu sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan
    gaji, promosi, dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai,
    bukan sebaliknya didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan
    sebagainya.
  12. Pola komunikasi yaitu sejauh mana komunikasi dalam organisasi yang
    dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal dapat berjalan baik.
    Menurut Handoko (2003: 272) komunikasi itu sendiri merupakan proses
    pemindahan pengertian atau informasi dari seseorang ke orang lain.
    Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang dapat memenuhi
    kebutuhan sasarannya, sehingga akhirnya dapat memberikan hasil yang
    lebih efektif. Pola komunikasi yang ada dalam organisasi dapat dibagi
    menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu komunikasi Vertikal (ke atas dan
    Kebawah) dan Komunikasi Horisontal (setara) Di kedua jenis komunikasi
    ke atas maupun ke bawah, manajemen mengendalikan sistem
    komunikasinya.
    a. Vertical Communication (komunikasi tegak) merupakan pengiriman
    dan penerimaan pesan di antara level sebuah hirarki, ke bawah dan
    keatas.
    b. Horizontal Communication (komunikasi mendatar) merupakan
    pengiriman dan penerimaan pesan di antara individu dalam level yang
    sama dalam sebuah hirarki.

Fungsi Budaya Organisasi

 


Ada beberapa pendapat para ahli dalam Sembiring, (2012:64-66)
tentang fungsi budaya organisasi:

  1. Fungsi Budaya organisasi menurut Robbins. Pertama, menetapkan tapal batas; artinya budaya organisasi menciptakan
    perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.
    Kedua, budaya memberikan rasa identitas ke aggota-anggota organisasi.
    Ketiga, budaya mempermudah komitmen pada sesuatu yang lebih luas
    daripada kepentingan diri pribadi seseorang
    Keempat, budaya itu meninggkatkan kemantapan sistem sosial
    (perekat/mempersatukan anggota organisasi). Budaya merupakan perekat
    sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan
    standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan
    dilakukan oleh para anggota organisasi dan
    Kelima, budaya organisasi berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna
    dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap dan
    perilaku para anggota organisasi.
  2. Fungsi budaya menurut Ndraha. 1. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat. Identitas terbentuk dari
    berbagai faktor yaitu: sejarah, politik, ekonomi, dan sistem sosial yang
    berlaku. 2. Sebagai pengikat suatu masyarakat. Kebersamaan adalah faktor yang
    kuat untuk mengikat seluruh anggota masyarakat.
  3. Sebagai sumber. Budaya merupakan sumber inspirasi, kebanggan dan
    sumber daya.
  4. Sebagai kekuatan penggerak. Budaya itu dinamis yang terbentuk
    melalui proses belajar mengajar.
  5. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah. Budaya itu
    berhubungan dengan nilai tambah organisasi.
  6. Sebagai pola perilaku. Budaya berisi norma tingkah laku dan
    menggariskan batas-batas toleransi sosial.
  7. Sebagai warisan. Budaya diajarkan dan disosialisasikan kepada
    generasi berikutnya.
  8. Sebagai subtitusi (pengganti) formalisasi.
  9. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan.
  10. Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara,
    sehingga terbentuk nation state.
  11. Schein dalam Tika (2008:13) mengemukakan fungsi budaya organisasi
    dalam tiga fase yaitu :
    a. Fase awal merupakan tahap pertumbuhan suattu organisasi. Pada
    tahap ini, fungsi budaya organisasi terletak pada pembeda, baik
    terhadap lingkungan maupun terhadap kelompok atau organisasi lain.
    b. Fase pertengahan hidup organisasi. Pada fase ini budaya organisasi
    berfungsi sebagai integrator karena munculnya sub-sub budaya baru,
    sebagai penyelamat krisis identitas dan membuka kesempatan untuk
    mengarahkan perubahan budaya organisasi.
    c. Fase dewasa. Pada fase ini, budaya organisasi dapat berfungsi sebagai
    penghambat dalam berinovasi karena berorientasi pada kebesaran dan
    kemapanan masa lalu dan menjadi sumber nilai untuk berpuas diri.

Pengertian Budaya Organisasi

 


Pengertian dan gambaran yang jelas mengenai konsep budaya organisasi, dalam hal ini akan dikemukakan beberapa definisi pengaruh dari beberapa
ahli.
Menurut Alisyahbana dalam Supartono, (2004:31) budaya merupakan
manifestasi dari cara berfikir, sehingga menurutnya pola kebudayaan itu
sangat luas sebab semua tingkah laku dan perbuatan, mencakup di dalamnya
perasaan karena perasaan juga merupakan maksud dari pikiran.
Kemudian Peruci dan Hamby dalam Tampubolon, (2004:184)
mendefisinisikan budaya adalah segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan,
dan diciptakan oleh manusia dalam masyarakat, serta termasuk
pengakumulasian sejarah dari objek-objek atau perbuatan yang dilakukan
sepanjang waktu.
Menurut G Graham dalam Siswadi (2012:71) budaya organisasi adalah
norma, keyakinan, sikap dan filosofi organisasi. Kebudayaan adalah suatu
sistem nilai, keyakinan dan norma-norma yang unik yang dimiliki secara
bersama oleh anggota suatu organisasi. Kebudayaan juga menjadi suatu
penyebab penting bagi keefektifan organisasi itu sendiri.
Selain pengertian diatas Robbins dalam Sembiring, (2012:41) selanjutnya,
memberikan pengertian budaya organisasi bahwa budaya organisasi mengacu
ke sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang
membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain.

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Loyalitas Karyawan

 


Robbins (2002) mengemukakan bahwa, budaya yang kuat akan jelas
sekali memberi pengaruh yang besar dalam sikap setiap anggota organisasi
dibandingkan dengan budaya yang lemah. Tujuan organisasi dari antar anggota
akan memperlihatkan kesepakatan yang tinggi yang tercermin dari suatu budaya
yang kuat. Kebulatan suara terhadap tujuan yang telah ditetapkan akan
membentuk suatu kesetiaan, loyalitas, keterikatan dan komitmen organisasi.
Sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja karyawan dalam melalukan
pencapaian tujuan organisasi.” Selain itu diperkuat oleh teori berikut, Purnama
(2013) menyatakan bahwa, “Loyalitas karyawan kepada pemimpin
ditransformasikan dalam kesadaran diri karyawan tersebut terkait nilai-nilai etika
untuk mengarahkan sumberdaya untuk kepentingan organisasi.”

Indikator - Indikator Loyalitas Karyawan

 


Loyalitas karyawan tidak tercipta begitu saja, dibalik itu ada
indikator - indikator yang harus ada sehingga loyalitas tersebut dapat
terwujud. Menurut Soegandhi (2013) aspek - aspek loyalitas kerja yang
harus dimiliki anggota adalah sebagai berikut :

  1. Taat pada peraturan
    Setiap kebijakan yang ada, diterapkan oleh anggota untuk
    memperlancar dan mengatur jalannya pelaksanaan manajemen, ditaati
    dan dilaksanakan dengan baik. Hal ini akan menimbulkan kedisiplinan
    pada anggota dan akan berdampak baik pada anggota intern maupun
    eksternal.
  2. Tanggung jawab pada perusahaan
    Setiap pekerjaan mempunyai beban dan resiko. Kesanggupan
    anggota dalam melaksanakan tugas dengan baik akan memberikan
    pengertian terhadap keberanian dan kesadaran terhadap
    pertanggungjawaban atas apa yang dikerjakan.
  3. Kemauan untuk bekerja sama
    Bekerja bersama akan memudahkan untuk mencapai tujuan
    yang maksimal dibanding bekerja secara individu.
  4. Rasa memiliki Adanya rasa memiliki terhadap organisasi akan menumbuhkan
    rasa menjaga dan bertanggung jawab terhadap organisasi akan
    menimbulkan rasa loyality terhadap organisasi untuk menjapai tujuan.
  5. Hubungan antar pribadi
    Karyawan dengan loyalitas yang tinggi akan memiliki sikap
    yang fleksibel dalam menjalin hubungan pribadi/non-formal, seperti :
    situasi kerja, hubungan sosial antara karyawan, hubungan harmonis
    antara atasan dan karyawan.
  6. Kesukaan terhadap pekerjaan
    Organisasi harus sadar bahwa karyawan merupakan manusia
    yang memiliki hasrat untuk mengerjakan pekerjaannya dengan senang
    hati tanpa rasa tertekan. Hal tersebut dapat dilihat dari : karyawan tidak
    banyak menuntut dan karyawan menghasilkan pekerjaan yang optimal
    dan unggul

Faktor – Faktor Terciptanya Loyalitas Karyawan

 


Selanjutnya loyalitas tercipta dari faktor faktor berikut yang
dikemukakan oleh Endang & Dewi (2016) dan Runtu (2014) :

  1. Karakteristik pribadi, meliputi : tingkat pendidikan, usia, sifat
    yang dimiliki, jenis kelamin, prestasi dan ras yang sudah dimiliki.
  2. Karakteristik pekerjaan, meliputi : identifikasi tugas, stres kerja,
    job enrichment, tantangan kerja, kesempatan untuk berinteraksi sosial
    dan kecocokan tugas.
  3. Karakteristik desain perusahaan/organisasi, meliputi : tingkat
    formalitas, tingkat keikutsertaan dalam pengambilan keputusan,
    sentralisasi,
  4. Pengalaman yang diperoleh dalam perusahaan/organisasi,
    meliputi : internalisasi individu terhadap perusahaan meliputi rasa
    percaya terhadap perusahaan, merasakan adanya kepuasaan pribadi
    terhadap perusahaan, sikap positif terhadap perusahaan, rasa percaya
    terhadap perusahaan.

Pengertian Loyalitas Karyawan

 


Dipahami bahwa pencapaian suatu organisasi dapat ditentukan
oleh seberapa jauh komitmen karyawan untuk memiliki loyalitas
terhadap organisasi tempat mereka bekerja. Loyalitas menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti kepatuhan; kesetiaan. Maka dapat
dipahami bahwa dengan komitmen anggota untuk patuh dan setia
terhadap organisasi, berarti organisasi dapat mencapai tujuannya
dengan efektif dan optimal.
Berikut adalah pemahaman dan teori beberapa ahli mengenai
Loyalitas Karyawan :

  • Utomo (2010) mendefinisikan bahwa, “Loyalitas dapat
    dikatakan sebagai suatu sikap kesetiaan seseorang terhadap hal yang
    bukan hanya merukapan kesetiaan fisik semata, tetapi lebih dari itu
    merupakan kesetiaan non fisik seperti perhatian dan pikiran. Untuk
    mencapai kesuksesan dan tujuan organisasi loyalitas dapat dikatakan
    adalah sebuah indikator yang diperlukan secara mutlak bagi setiap
    organisasi.”
  • Poerwopoespito (2004) mengemukakan bahwa, “Loyal
    bisa dikatakan merupakan sikap karyawan sebagai bagian dari
    perusahaan yang paling utama. Sikap tersebut tercemin dari terciptanua
    suasana yang mendukung dan menyenangkan di tempat kerja, memiliki
    kesediaan untuk bekerja dalam kurung waktu yang lama serta turut
    menjaga citra dan nama baik perrusahaan. “
  • Alkahtani (2016) menyatakan bahwa, “Karyawan
    dengan loyalitas tinggi dalam pekerjaan sangat dibutuhkan oleh
    organisasi sehingga mereka dapat turut berkontribusi untuk
    kelangsungan hidup bisnis organisasi dalam persaingan pasar.”
  • Sutanto & Eddy (2010) menyatakan bahwa, “Semakin
    tinggi tingkat loyalitas anggota dalam sebuah organisasi, maka akan
    semakin mudah pula pencapaian tujuan-tujuan dan peningkatan kinerja
    yang telah ditetapkan oleh organisasi/perusahaan. Maka sebaliknya,
    apabila tingkat loyalitas semakin rendah maka akan semakin sulit dalam
    melakukan pencapain tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”

Pengertian Pola Komunikasi Organisasi

 Jaringan komunikasi mempunyai karakteristik lain, yang

bisanya disebut dengan pola atau bentuk. Pola atau bentuk jaringan ini
mempengaruhi kinerja organisasi. Sentralitas menunjukkan pada
tingkat di mana suatu kelompok berpurat di sekitar satu orang. Posisi
yang paling sentral adalah seseorang yang berinteraksi dengan semua
atau sebagian besar anggota organisasi. Pola atau struktur komunikasi
sentralisasi akan efisien untuk tugas bersifat komplek. Seorang individu
pada satu saat tertentu hanya dapat menangani sejumlah informasi
tertentu, dan dalam tugas komplek seseorang akan kelebihan informasi,
yang disebut dengan kejenuhan informasi.
Secara umum terdapat beberapa pola atau struktur komunikasi
dalam organisasi, yaitu: bentuk roda, Y, lingkaran, rantai, dan informasi
untuk semua arah (Barker, 1981: 220)

Fungsi Budaya Organisasi

 


Robbins (2002) mengidentifikasi ada 5 fungsi penting dari
budaya organisasi. Fungsi – fungsi berikut diantaranya :

  1. Budaya membentuk suatu pembedaan yang tegas dan jelas dari
    suatu organisasi.
  2. Budaya melahirkan sebuah rasa identitas bagi setiap anggota
    organisasi.
  3. Budaya adalah suatu alat yang memberikan kemudahan dalam
    menciptakan komitmen anggota pada organisasi. Sebuah komitmen
    yang lebih besar dibandingkan dengan hanya sekedar kepentingan
    individual.
  4. Budaya adalah sebuah alat perekat sosial yang membantu
    mempersatukan anggota organisasi yang satu dengan lainnya, juga
    memberikan standar-standar yang dilakukan karyawan secara tepat.
  5. Budaya organisasi akan membentuk dan memandu sikap serta
    perilaku karyawan, baik dalam berinteraksi di internal maupun eksternal
    organisasi.
    Menurut Tika (2010) ada beberapa unsur yang mempengaruhi
    terbentuknya budaya organisasi yaitu:
  6. Asumsi dasar
    Asumsi dasar berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun
    kelompok dalam organisasi untuk berperilaku.
  7. Keyakinan untuk dianut
    Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan
    dilaksanakan oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung
    nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar, tujuan
    umum organisasi/perusahaan, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip yang
    menjelaskan usaha.
  8. Pemimpin atau kelompok pencipta pengembangan budaya
    organisasi
    Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh
    pemimpin organisasi atau kelompok tertentu dalam organisasi tersebut.
  9. Pedoman mengatasi masalah
    Dalam organisasi terdapat dua masalah pokok yang sering
    muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Kedua
    masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar keyakinan yang
    dianut bersama anggota organisasi.
  10. Berbagi nilai (sharing value)
    Dalam budaya organisasi perlu berbagai nilai terhadap apa yang
    paling penting diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi
    seseorang.
  11. Pewarisan (learning process)
    Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota
    organisasi perlu diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam
    organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam
    organisasi/perusahaan tersebut.
  12. Penyesuaian atau adaptasi
    Perlu adanya penyesuaian terhadap pelaksanaan peraturan atau
    norma yang berlaku dalam organisasi tersebut, serta penyesuaian antara
    organisasi dengan perubahan lingkungan.

Indikator Budaya Organisasi

 

  1. Keterpaduan
    Organisasi yang mengutamakan keterpaduan antara perubahan
    eksternal dan internal,serta keterpaduan antara pimpinan dan bawahan.
  2. Direction (pengarahan)
    Kemampuan yang dimiliki organisasi dalam menetapkan
    harapan kinerja untuk menciptakan sasaran yang jelas.
  3. Identity (identitas)
    Tingkat dimana anggota dapat mengidentifikasi dirinya dengan
    organisasi secara keseluruhan.
  4. Individual Initiative (inisiatif individual)
    Menunjukkan tinkat tanggung jawab, kebebasan dan
    ketidaktergantungan yang dimiliki individu.
  5. Control (pengawasan)
    Pengawasan dilakukan untuk dapat mengawasi dan melihat
    perilaku karyawan dengan menggunakan sejumlah aturan, ketentuan
    dan pengawasan secara langsung.
  6. Communication Pattern (pola komunikasi)
    Pada hierarki formal tingkat komunikasi dibatasi, dimana
    komunikasi organisasi diatas merupakan wewenang hierarki formal.
  7. Conflict Tolerance (toleransi terhadap konflik)
    Toleransi terhadap konflik dapat terlihat jika organisasi sangat
    terbuka dalam menghadapi konflik dan kritikan.
  8. Risk Tolerance (toleransi terhadap resiko)
    Keadaan dalam suatu organisasi dimana anggotanya diminta
    untuk berani dalam mengambil resiko, menjadi inovatif dan agresif.
  9. Reward System (sistem penghargaan)
    Adanya alokasi biaya dari organisasi untuk memberikan
    penghargaan kepada anggotanya didasarkan pada kriteria kinerja dan
    penilaian karyawan. Penghargaan dapat berbentuk finansial, maupun
    non-finansial.
  10. Management Support (dorongan manajemen)
    Manajemen menyediakan kondisi dan suasana kerja dengan
    mencipakan komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan kepada
    bawahannya.

Dimensi Budaya Organisas

 


Menurut penelitian Hofstede (2005) lewat 5 Dimension of
Culture, budaya merupakan elemen – elemen struktural yang tercipta
dan dapat mempengaruhi kuatnya berperilaku dalam suatu organisasi. 5
dimensi budaya organisasi tersebut diantaranya:

  1. Power Distance (Jarak Kekuasaan)
    Merupakan penerimaan kekuasaan oleh seluruh anggota
    (karyawan) dalam suatu organisasi, dimana mereka mengharapkan
    adanya penyamarataan atas pendistribusian kekuasaan tersebut terhadap
    seluruh posisi dan jabatan.
  2. Individualism vs Collectivism (Individualis vs Kolektivitas)
    Individualistis adalah suatu kecenderungan perilaku dimana
    seseorang lebih suka bertindak secara individual dari pada kelompok
    dan diharapkan dapat membela diri sendiri serta fokus terhadap
    kepentingan pribadinya. Sementara kolektivitas adalah perilaku
    seseorang yang menyatakan dirinya sebagai suatu anggota dalam
    sebuah kelompok, mementingkan kerjasama, kepentingan dan
    perlindungan seluruh anggota kelompok.
  3. Uncertainty Avoidance (Penghindaran Ketidakpastian)
    Dimensi dimana anggota merasa tidak nyaman karena
    mendapatkan ketidakpastian atas keberlangsungan dan masa depan
    organisasinnya. Dimensi ini akan menciptakan suatu reaksi dimana
    anggota memilih untuk mencoba mengontrol masa depan atau
    membiarkannya.
  4. Long Term vs Short Term Orientation (Orientasi Jangka
    Panjang atau Jangka Pendek)
    Fokus dan nilai-nilai budaya yang bersangkutan dengan pola
    pikir masyarakat dapat terbentuk dari orientasi jangka panjang dan
    orientasi jangka pendek. Anggota dengan orientasi jangka panjang akan
    mementingkan masa depan sedangkan anggota dengan orientasi jangka
    pendek akan lebih memikirkan masa lalu dan masa sekarang.
  5. Masculinity vs Feminimity (Maskulin vs Feminim)
    Dimensi ini menunjukkan bahwa adanya pembagian dalam
    peran emosi antar laki-laki dan wanita. Nilai-nilai yang terdapat pada
    dimensi maskulin adalah nilai ketegasan, daya saing, ambisi, kekuasaan
    dan materialistik. Sementara dimensi yang terdapat pada feminim
    adalah nilai yang lebih terarah kepada hubungan dan kualitas hidup

Pengertian Budaya Organisasi

 


Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan masyarakat sehari-hari
tidak terlepas dari ikatan budaya yang telah diciptakan. Juga sama
halnya dengan budaya organisasi dalam perusahaan, perusahaan
membutuhkan suatu budaya yang dapat mencerminkan karakter usaha
nya yang sesuai dengan visi dan misi yang hendak dicapai. Tak kalah
pentingnya budaya organisasi juga dapat membedakan sesuatu
perusahaan dengan perusahaan lainnya, sehingga perusahaan memiliki
suatu ciri khas. Seiring berjalannya waktu, budaya pasti terbentuk dalam
suatu organisasi, dan jika budaya nya mencerminkan nilai-nilai yang
baik maka dapat dirasakan pula manfaat yang menguntungkan bagi
perusahaan.
Berikut adalah beberapa teori mengenai Budaya Organisasi
yang dikemukakan oleh para ahli:

  • Robbins & Judge (2012) berpendapat bahwa, “Budaya
    organisasi adalah sebuah sistem yang mengacu pada makna bersama
    yang dianut oleh setiap anggota yang membedakan organisasi itu
    dengan organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini, bila diperhatikan
    lebih lanjut adalah sebuah karakteristik utama yang bernilai bagi
    organisasi tersebut.”
  • Suwarto (2010) mengemukakan bahwa, “Organisasi
    atau perusahaan secara umum terdiri dari berbagai orang dengan
    kepribadian, latar belakang, ego dan emosi yang bermacam- macam.
    Budaya organisasi dibentuk dari hasil penjumlahan dan interaksi
    bermacam-macam orang tersebut. Dengan lebih sederhana, defenisi
    budaya organisasi adalah suatu kesatuan dari orang-orang yang
    mempunyai keyakinan, tujuan dan nila- nilai yang sama.”

Pengaruh motivasi terhadap kinerja

 


Menurut Siagian (2009), motivasi adalah daya dorong bagi
seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi
keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa
tercapainya tujuan organsiasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para
anggota organisasi yang bersangkutan.
Motivasi adalah salah satu faktor penting dalam sebuah organisasi
atau perusahaan yang dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi/
perusahaan tersebut. Motivasi harus dikelola dengan baik, jika tidak
dikelola dengan baik maka karawan tidak akan merasa terdorong untuk
memberikan kontribusi yang besar dalam tercapainya tujuan organisasi/
perusahaan

Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja

 


Wirawan (2007) mengemukakan budaya organisasi didefinisikan
sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan
organisasi, artefak, pola perilaku, adat istiadat, harapan, etos kerja, kode
etik, dan sebagainya, yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh
pendiri, pemimpin dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan
diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi
sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku anggota organisasi
dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai
tujuan organisasi.
Budaya organisasi merupakan salah satu faktor yang sangat
penting bagi kemajuan perusahaan. Jika budaya organisasi dikelola dengan
baik, maka karyawan akan mempunyai pedoman dalam berperilaku,
membentuk pola pikir, serta dalam bersikap, sehingga bisa berpengaruh
baik kepada kinerja mereka. Begitupun sebaliknya, jika budaya organisasi
tidak dikelola dengan baik, maka karyawan akan dengan seenaknya dalam
berperilaku, bersikap dan menentukan pola pikir. Sehingga akan
berpengaruh tidak baik terhadap kinerja karyawan.

Kinerja

 


Wibowo (2014) menyebutkan kinerja berasal dari perngertian
performance. Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai
hasil kerja atau prestasi kerja. Namun sebenarnya kinerja mempunyai
makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja tetapi termasuk bagaimana
proses pekerjaan berlangsung. Selanjutnya Moeheriono (2012)
mengartikan kinerja atau performance adalah merupakan gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau
kebijakan adalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi
yang dituangkan melalui perencanaan stratesgis suatu organisasi.
Lawter dan Porter dalam (1967) dalam Sutrisno (2010)
menyatakan bahwa kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam
melaksanakan tugas. Prawirosentono (1999) mengemukakan kinerja
adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum, dan sesuai
dengan moral maupun etika.
Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak dapat berdiri sendiri,
oleh karena itu menurut model Partner-Lawyer dalam Moeheriono (2012)
kinerja individu pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu harapan mengenai imbalan, dorongan, kemampuan, kebutuhan,
persepsi terhadap tugas, imbalan internal, eksternal, persepsi terhadap
tingkat imbalan dan kepuasan kerja.
Menurut Moeheriono (2012) pengertian kinerja atau performance
merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
program kegiatan atau kebijakan dalam dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan
strategis suatu organisasi.
Amstrong dan Murlis (1994) dalam Wibowo (2014)
mengemukakan manajemen kinerja adalah suatu sarana untuk
mendapatkan hasil lebih baik dari organisasi, tim dan individual dalam
kerangka kerja yang disepakati dalam perencanaan tujuan, sasaran, dan
standar.
Moeheriono (2012) mengemukakan bahwa kinerja dalam
menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu
berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan dan tingkat besaran
imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampial, kemampuan
dan sifat-sifat individu. Oleh karenanya menurut model Partner Lawyer
kinerja individu pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh beberapa factor,
yaitu harapan mengenai imbalan, dorongan, kemampuan, kebutuhan,
persepsi terhadap tugas, imbalan eksterna dan internal, persemsi terhadap
imbalan dan kepuasan kerja.
Bitici, Carrie, dan McDevitt (1997) dalam Wibowo (2014)
menyebutkan bahwa proses manajemen kinerja adalah proses dengan
nama perusahaan mengelola kinerjanya selaras dengan strategi dan sasaran
korporasi dan fungsional. Sasaran dari proses ini adalah mengesahakan
system putaran tertutup secara proaktif, dimana strategi korporasi dan
fungsional disebarkan pada semua proses, aktivitas, tugas dan personel
bisnis, dan umpan balik diperoleh melalui sistem pengukuran kinerja
untuk memungkinkan keputusan manajemen yang tepat.
Moeheriono (2012) menyebutkan dalam suatu organisasi dikenal
ada tiga jenis kinerja yang dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
a. Kinerja operasional (operational performance), kinerja ini berkaitan
denga efektifitas pengunaan sumber daya yang digunakan oleh
perusahaan seperti modal, bahan baku, teknologi dan lain-lain. Sejauh
mana penggunaan tersebut secara maksimal untuk mencapai
keuntungan atau mencapai visi dan misinya.
b. Kinerja Administratif (administrative performance), kinerja ini
berkaitan dengan kinerja administrasi organisasi. Termasuk
didalamnya struktur administrative yang mengatur hubungan otoritas
wewenang dan tanggung jawab dari orang yang menduduki jabatan.
Selain itu berkaitan dengan kinerj mekanisme aliran informasi antar
unit kinerja dalam organisasi.
c. Kinerja stratejik (strategic performance), kinerja ini berkaitan atas
kinerja perusahaan dievaluasi ketepatan perusahaan dalam memilih
lingkungan dan kemampuan adaptasi perusahaan khususnya secara
strategi perusahaan dalam menjalankan visi dan misinya.

Motivasi

 


Siagian (2012) menyebutkan motivasi berasal dari kata movere
dalam bahasa latin yang artinya bergerak. Berbagai hal yang biasanya
terkandung dalam berbagai definisi tentang motivasi antara lain adalah
keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan dan insentif.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu motif adalah keadaan
kejiwaan yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakan dan motif
itulah yang mengarahkan dan menyalurkan perilaku, sikap dan tindaktanduk seseorang yang selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan, baik
tujuan organisasi maupun tujuan pribadi masing-masing anggota
organisasi yang bersangkutan. Karena itulah dapat dikatakan bahwa
bagaimanapun motivasi didefinisikan, terdapat tiga komponen utama,
yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan.
Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2003) dalam Wibowo (2014)
mendefinisikan motivasi merupakan proses psikologis yang
membangkitkan dan mengarahkan periaku pada pencapaian tujuan atau
goal-directed behavior. Sedangkan Stephen P. Robbins (2003)
menyatakan moivasi sebagai proses yang menyebabkan intensitas
(intensity), arah (direction) dan usaha terus menerus (persistence) individu
menuju pencapaian tujuan.
Menurut Siagian (2009), motivasi adalah daya dorong bagi
seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi
keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa
tercapainya tujuan organsiasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para
anggota organisasi yang bersangkutan. Dari definisi tersebut terlihat
dengan jelas bahwa organisasi hanya akan berhasil mencapai tujuan
dengan berbagai sasarannya, apabila semua komponen organsiasi
berupaya menampilkan kinerja yang optimal. Selanjutnya Griffin dan
Ebert (2005) mmenyimpulkan bahwa motivasi adalah serangkaian
kekuatan yang menyebabkan orang-orang berlaku dalam cara tertentu.
Sementara itu Jerald Greenberg dan RObet A. Baron (2003) dalam
Wibowo (2014) berpendapat bahwa motivasi merupakan serangkaian
proses yang membangkitkan (arouse), mengarahkan (direct), dan menjaga
(maintain) perilaku manusia menuju pencapaian tujuan. Motivasi juga
berkepentingan dengan pilihan yang dilakukan orang dan arah perilaku
mereka. Sedangkan perilaku menjaga atau memelihara berapa lama orang
akan terus berusaha untuk mencapai tujuan.
Wibowo (2014) menyimpulkan bahwa motivasi merupakan
dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian
tujuan. Sedangkan elemen yang terkandung dalam motivasi meliputi unsur
membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukan intensitas, bersifat
terus menerus dan adanya tujuan

Budaya Organisasi

 


Menurut Sutrisno (2010) budaya organisasi dapat didevinisikan
sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan
(beliefs), asumsi-asumsi (assumption), atau norma-norma yang telah lama
berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai
pedoman prilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya. Budaya
organisasi juga disebut budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilai-nilai
atau norma-norma yang relative lama berlakuya, dianut bersama oleh
anggota organisasi (karyawan) sebagi norma perilaku dalam
menyelesaikan masalah-masalah organisasi (perusahaan). Dalam budaya
organisasi terjadi sosialisasi nilai-nilai dan menginternalisasi dalam diri
para anggota, menjiwai orang per orang dalam organisasi. Dengan
demikian, maka budaya organisasi merupakan jiwa organisasi dan jiwa
para anggota organisasi.
Sutrisno (2010) mengemukakan bahwa budaya organisasi yang
kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah atau
negative akan menghambat atau bertentangan dengan tujuan-tujuan
perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang budaya organisasinya kuat,
nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut dan diperjuangkan
oleh sebagaian besar para anggota organisasi (karyawan perusahaan).
Wirawan (2007) mengemukakan budaya organisasi didefinisikan
sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan
organisasi, artefak, pola perilaku, adat istiadat, harapan, etos kerja, kode
etik, dan sebagainya, yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh
pendiri, pemimpin dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan
diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi
sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku anggota organisasi
dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai
tujuan organisasi