Tuesday, August 27, 2019

Hubungan dukungan Sosial Terhadap Kesehjateraan Psikologis (skriosi dan tesis)

Dukungan sosial merupakan salah satu fungsi pertalian sosial yang menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stres. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai, dihargai dan menjadi bagian dari kelompok (Rook, dalam Smet, 1994). Berdasarkan pemaparan tersebut menjelaskan bahwa dukungan sosial mempengaruhi perasaan individu dalam berbagai hal termasuk kesejahteraan psikologis individu tersebut, karena pada dasarnya kesejahteraan psikologis adalah penggambaran sejauh mana individu merasa nyaman, tenang, dan bahagia berdasarkan penilaian subjektif serta bagaimana mereka memandang pencapaian potensi-potensi mereka sendiri (Ryff, 1989). Hal tersebut senada dengan pengaruh dukungan sosial yang telah diungkapkan sebelumnya, di mana aspek-asek dukungan sosial mampu memberikan hubungaan yang positif bagi kesejahteraan psikologis, aspek-aspek dukungan sosial tersebut bersumber dari Sarafino ( 2010). Aspek yang pertama adalah aspek dukungan emosional, Sarafino (2006) mengatakan pemberian dukungan emosional berupa pemberian semangat, kehangatan dalam berinteraksi sosial dan cinta kasih dapat menjadikan individu percaya bahwa dirinya dikagumi, dihargai, dicintai dalam kehidupan sosial karena mengetahui bahwa orang lain bersedia memberi perhatian dan rasa aman pada individu tersebut.
Miner (1992) mengatakan bahwa adanya dukungan secara emosi dapat mencegah perasaan tertekan, yaitu mencegah apa yang dipandang individu sebagai stresor yang diterima, kemudian dukungan sosial dapat memberikan arti bagi individu dalam penyelesaian masalah. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Demaray dan Malecki (2002) mengatakan bahwa dukungan emosional membantu individu untuk mengurangi tekanan dan merubah suasana hati menjadi lebih positif sehingga meningkatkan kesejahteraan individu tersebut. Sarafino (1990) mengatakan bahwa adanya dukungan emosional membuat individu memiliki rasa nyaman, rasa memiliki, tentram, dan dicintai sehingga muncul kesejahteraan dalam diri individu tersebut, sebaliknya tanpa adanya dukungan emosional yang diterima individu akan memunculkan perasaan tertekan, emosi yang tidak stabil, stres dan menandakan bahwa individu tersebut tidak berada dalam kondisi yang sejahtera. Aspek kedua adalah dukungan instrumental, Caplan, dkk (2007) mengatakan bahwa dukungan instrumental adalah bantuan nyata seperti bantuan fisik atau bantuan dalam bentuk sarana seperti memberikan tumpangan saat rekan kerja tersebut tidak membawa kendaraan. Hal tersebut tentu sangat di butuhkan oleh mahasiswa yang bekerja dikarenakan dukungan instrumental mampu mengurangi beberapa kesulitan yang di alami oleh mahasiswa yang bekerja dalam hal fasilitas yang tidak dapat terpenuhi, menurut Weiss (dalam Cutrona, 1994) individu yang menerima bantuan materi akan merasa tenang karena menyadari ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila dirinya menghadapi masalah dan kesulitan. Selain itu contoh seperti pemberian bonus dari atasan di tempat kerja bagi mahasiswa yang bekerja dirasa dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis karena adanya penghargaan dari jerih payah bekerja. Pernyataan tersebut di dukung oleh teori Gibson, dkk (1994) yang mengatakan bahwa imbalan atau penghargaan yang di berikan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan dalam hidup individu. Penelitian yang dilakukan oleh Marliyah (2012) mengatakan bahwa pemberian dukungan secara langsung (berupa kompensasi, tunjangan, dan lain-lain) akan meningkatkan semangat kerja, kepuasan dan kesejahteraan bagi karyawan. Hasil penelitian tersebut dikuatkan oleh teori Jurgensen (dalam Blum, dkk. 1986) yang mengatakan bahwa imbalan atau gaji merupakan kebutuhan hidup yang paling mendasar bagi setiap karyawan, sehingga imbalan atau gaji yang sesuai akan mendorong motivasi kerja karyawan yang bekerja di tempat tersebut. Berdasarkan teori yang telah di jelaskan oleh Gibson, dkk. (1994) jika seorang karyawan tidak mendapatkan dukungan instrumental seperti imbalan atau gaji yang sesuai harapan, maka hal tersebut akan menurunkan kesejahteraan individu (mahasiswa yang bekerja). Aspek dukungan sosial yang ketiga adalah dukungan informasi, menurut Sarafino (2006), dukungan informasi adalah dukungan yang bersifat informatif, dukungan ini dapat berupa saran, pengarahan dan umpan balik tentang bagaimana cara memecahkan persoalan. Cohen dan Shyme (1985) menyatakan bahwa pemberian dukungan informasi dapat membantu individu untuk merubah situasi dan merubah pemahaman dari situasi, sehingga mempengaruhi kesejahteraannya. Mengacu dari teori tersebut individu yang mendapat bantuan informasi maka dapat mengatasi masalahnya dan mengurangi keragu-raguan, hal tersebut dapat menurunkan tingkat stres, kecemasan, takut dan kekhawatiran sehingga individu dapat lebih merasa bahagia dan sejahtera dalam kehidupannya. Dukungan informasi yang di berikan dapat membantu seseorang dalam menghadapi masalah dan menyelesaikan tantangan-tantangan dalam pekerjaan (Lambert, dkk. 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Sinokki (2011) menyebutkan bahwa dukungan informasi dibutuhkan oleh individu untuk mencegah keterbatasan informasi atau pemberitahuan sehingga individu tersebut tidak merasa tertekan akibat keterbatasan informasi yang diterima, hal tersebut dapat membentuk perasaan sejahtera, sebaliknya jika dukungan informasi tidak diberikan individu akan merasa tertekan akan keterbatasan informasi dan membuat individu tidak merasa sejahtera. Aspek selanjutnya adalah aspek dukungan jaringan sosial, menurut Lawang (2005) Pada dasarnya jaringan sosial terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling menginformasikan, saling mengingatkan, dan saling membantu dalam melaksanakan ataupun mengatasi sesuatu. Konsep jaringan dalam kapital sosial menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Sheridan & Radmacher (1992) mengatakan bahwa bentuk dukungan jaringan sosial akan membuat individu merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial dengan kelompok dengan begitu individu akan memiliki perasaan senasib. Horton dan Hunt (1996) menyebutkan bahwa adanya hubungan dalam sebuah kelompok memunculkan perasaan nyaman, simpati dan rasa sepenanggungan yang di peroleh individu sehingga timbul kepercayaan terhadap kelompok. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thompson (1995) didapatkan hasil bahwa dukungan jaringan sosial berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan psikologis dikarenakan dukungan dari jaringan sosial memberikan dampak positif bagi individu yang mengacu pada keyakinan sikap, orientasi jaringan (network orientation) yang berkaitan dengan adanya rasa berharap pada kelompok dalam menghadapi suatu masalah, sehingga memunculkan persepsi positif yang membuat individu tersebut sejahtera di dalam jaringan sosial yang dimiliki. Dukungan yang diberikan oleh kelompok membantu individu terhindar dari persepsi diri yang negatif, rasa kesepian, kesejahteraan diri yang menurun akibat tidak adanya rasa sepenanggungan, dan kekhawatiran berlebih untuk melakukan kontak sosial (Rahman, 2009). Hal tersebut menjadi dasar bahwa tanpa adanya dukungan jaringan sosial membuat individu memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah karena tidak adanya rasa sepenanggungan yang diberikan oleh kelompok. Adapun untuk aspek dukungan penghargaan menurut Sarafino (2010) menyatakan bahwa dukungan penghargaan adalah dukungan yang melibatkan ekspresi yang berupa pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan dan perorma orang lain. Sarafino (1994) mengatakan bahwa dukungan penghargaan menjadi aspek kuat dalam dukungan sosial, karena dari penelitian yang dilakukan oleh Verawati (2017) didapatkan bahwa dukungan penghargaan memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kesejahteraan psikologis dimana disebutkan bahwa adanya dukungan penghargaan dapat memunculkan adanya rasa bahagia karena diperhatian, meningkatnya rasa percaya diri, dan sikap positif. Munculnya perasaan bahagia dapat dikaitkan dengan kesejahteraan psikologis seperti yang telah dikatakan oleh Ryff (1995) bahwa kesejahteraan psikologis dapat dimaknai dengan diperolehnya kebahagiaan.
Menurut Olukolade,dkk (2013) menyatakan bahwa jika aspek dukungan penghargaan yang diterima individu rendah maka kesejahteraaan psikologis akan cenderung rendah. Dukungan sosial dimungkinkan akan sangat berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan psikologis mahasiswa yang bekerja. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jibeen dan Khalid (2010) mengatakan bahwa dukungan sosial muncul sebagai prediktor yang signifikan secara langsung dari kedua hasil positif dan negatif kesejahteraan psikologis. Semakin tinggi dukungan sosial maka semakin baik kesejahteraan psikologis yang dirasakan, sebaliknya rendahnya dukungan sosial mengindikasikan tingginya tekanan psikologis. Sejalan dengan penelitian di atas, Karlsen, dkk, (2004) dalam penelitiannya menyebutkan dukungan sosial mempengaruhi kesejahteraan psikologis baik secara langsung maupun tidak langsung. Kesejahteraan psikologis dan dukungan sosial adalah dua variabel yang berhubungan secara timbal balik, jika individu mendapatkan dukungan sosial yang tinggi maka kesejahteraan psiologis juga akan meningkat. Terkait hal tersebut dukungan sosial dirasa akan sangat berpengaruh bagi mahasiswa yang bekerja karena pada umumnya mahasiswa adalah remaja yang sedang berada pada tahap mencari jati diri, sehingga pengaruh secara emosional melalui dukungan sosial dari teman, maupun rekan kerja akan menimbulkan dampak yang lebih efektif daripada menggunakan aspek lain dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis p

Aspek-aspek dukungan sosial (skripsi dan tesis)

 Di dalam kehidupan sehari-hari dan dalam setiap aspek kehidupan, dukungan sosial sangat diperlukan. Dukungan sosial memiliki beberapa komponen diantaranya dijelaskan oleh Sarafino (2010) antara lain :
a. Dukungan emosional.
 Dukungan ini melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian terhadap individu. Biasanya, dukungan ini diperoleh dari teman, pasangan atau keluaga, seperti memberikan pengertian terhadap masalah yang dihadapi atau mendengarkan keluhannya. Adanya dukungan ini akan memberikan rasa nyaman, keastian, perasaan memiliki dan dicintai kepada individu.
b. Dukungan penghargaan.
Dukungan ini melibatkan ekspresi yang berupa pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang lain. Biasanya dukungan ini diberikan oleh atasan atau rekan kerja. Dukungan jenis ini akan membangun perasaan berharga, kompeten dan bernilai.
a. Dukungan instrumental atau konkrit
Bentuk dukungan ini melibatkan bantuan langsung, misalnya yang berupa bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang sering diberikan oleh teman atau rekan kerja, seperti bantuan untuk menyelesaikan tugas yang menumpuk atau meminjamkan uang dan lainnya yang dibutuhkan individu.
 b. Dukungan jaringan sosial
 Dukungan yang berasal dari jaringan ini merupakan bentuk dukungan dengan memberikan rasa kebersamaan dalam kelompok serta berbagi dalam hal minat dan aktivitas sosial. Adanya dukungan ini akan membantu individu untuk mengurangi stres yang dialami. Hal tersebut juga akan membantu individu untuk mengalihkan perhatiannya dari kekhawatiran terhadap masalah yang dihadapinya atau meningkatkan suasana hati yang positif.
c. Dukungan informasi.
Dukungan yang bersifat informasi ini dapat berupa nasehat, saran, pengarahan dan umpan balik tentang bagaimana cara memecahkan persoalan. Dukungan ini biasanya diperoleh dari sahabat, rekan kerja, atasan atau seorang profesional seerti dokter atau psikolog.
Menurut Smet (1994) terdapat empat jenis atau aspek dukungan sosial, yaitu diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Dukungan emosional yaitu mencangkup ungkapan empati, keperdulian dan perhatian terhada orang yang bersangkutan
 b. Dukungan penghargaan yaitu terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atas perasaan individu. Dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain, misalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga diri).
c. Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, seperti memberikan pinjaman uang atau menolong dengan pekerjaan pada waktu mengalami stres.
d. Dukungan informatif mencangkup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saransaran atau umpan balik.

Pengertian dukungan sosial (skripsi dan tesis)

 Dukungan sosial didefinisikan sebagai adanya atau tersedianya orang-orang yang dapat diandalkan, dengan memperlihatkan bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menganggap kita bernilai dan mencintai kita (Sarason, 1983). Dukungan sosial adalah informasi atau umpan balik dari orang lain yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihargai, dan dihormati, serta dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban timbal balik (King, 2012). Sedangkan menurut Ganster, dkk, (dalam Apollo & Cahyadi, 2012) dukungan sosial adalah tersedianya hubungan yang bersifat menolong dan mempunyai nilai khusus bagi individu yang menerimanya. Cohen dan Hoberman ( dalam Isnawati & Suhardi, 2013) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada berbagai sumber daya yang disediakan oleh hubungan antar pribadi seseorang. Selain itu Rook (1985), mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu fungsi dari ikatan sosial, dan ikatan-ikatan sosial tersebut menggambarkan tingkat kualitas umum dari hubungan interpersonal. Ikatan dan persahabatan dengan orang lain dianggap sebagai aspek yang memberikan kepuasan secara emosional dalam kehidupan individu. Saat seseorang didukung oleh lingkungan maka segalanya akan terasa lebih mudah. Dukungan sosial menunjukkan pada hubungan interpersonal yang melindungi individu terhadap konsekuensi negatif dari stres. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya diri dan kompeten
. Pierce (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Arti dukungan sosial menurut Etzion (1984) menyatakan bahwa sebagai hubungan antar pribadi yang di dalamnya terdapat satu atau lebih ciri-ciri, antara lain: bantuan atau pertolongan dalam bentuk fisik, perhatian emosional, pemberiaan informasi dan pujian. Brehm & Kassin (1993) mengemukakan beberapa tipe dukungan sosial, antara lain berdasarkan kontak sosial dukungan sosial dilihat dari banyaknya kontak sosial yang dilakukan oleh individu. Pengukuran konteks sosial dalam artian dilihat dari status perkawinan, hubungan saudara atau teman dalam organisasi informal. Selanjutnya berdasarkan jumlah pemberian dukungan, artinya dukungan sosial berperan sebagai jumlah individu yang memberikan bantuan kepada seseorang yang membutuhkan, Semakin banyak individu yang memberikan bantuan akan semakin sehat kehidupan individu tersebut

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis (skripsi dan tesis)


Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang menurut Ryff (1995), antara lain :
a. Dukungan Sosial
Gambaran berbagai ungkapan perilaku suportif (mendukung) kepada seorang individu yang diterima oleh individu yang bersangkutan dari orangorang yang cukup bermakna dalam hidupnya. An dan Cooney (2006), menyatakan bahwa bimbingan dan arahan dari orang lain (generativity) memiliki peran yang penting pada kesejahteraan psikologis. Hal ini termasuk kedalam perilaku hubungan (Relation Behaviour) yang mana pemimpin, mendengar, memfasilitasi, dan mendukung mahasiswa yang bekerja sebagai karyawan, sehingga karyawan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik (Hersey & Blanchard, 1988). Dukungan sosial yang diberikan adalah untuk mendukung karyawan dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan sikologisnya, sehingga mahasiswa yang menjadi karyawan dapat menerima dirinya lebih positif.
 b. Status sosial ekonomi
Ryff (1999), menyatakan bahwa faktor status sosial ekonomi menjadi sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan psikologis, bahwa tingkat keberhasilan dalam pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik, menunjukkan tingkat kesejahteraan psikologis juga lebih baik. Ryan dan Deci (2001), menegaskan status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan pribadi. Status sosial ekonomi mempengaruhi kesejahteraaan psikologis seseorang. Seperti besarnya pemasukan dalam keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan, kepemilikan materi dan status sosial di masyarakat. (Pinquart & Sorenson, 2000). Sehingga dapat dikatakan, semakin tinggi status sosial dapat serta merta mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang.
c. Jaringan sosial
Berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif dalam pertemuan-pertemuan atau organisasi, kualitas dan kuantitas aktivitas yang dilakukan, dan dengan siapa kontak sosial dilakukan membuat seorang individu memiliki kecenderungan kesejahteraan yang rendah atau yang tinggi ditunjang dari siapakah orang-orang yanng berada di lingkungan sosial individu, semakin baik kontak sosial yang terkait dengan individu, semakin tinggi tingkat kesejahteraan individu tersebut. (Pinquart & Sorenson, 2000). d. Religiusitas Hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada Tuhan Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna (Bastaman, 2000). Pernyataan tersebut memang punyai keterikatan dengan peranan tentang semakin tinggi seseorang memaknai hidupnya seara positif maka kesejahteraan hidup yang dirasakan juga tinggi. e. Kepribadian Gutie´rrez, Jime´nez, Herna´ndez, dan Puente (2004), menyatakan kepribadian merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesejahteraan psikologis. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis antara lain menurut Ryff & Singer (1996) sebagai berikut:
a. Usia
Ryff dan Keyes (1995) mengemukakan bahwa perbedaan usia mempengaruhi perbedaan dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa dimensi penguasaan lingkungan dan dimensi otonomi mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia, terutama dari dewasa muda hingga madya.
 b. Jenis kelamin
Sejak kecil stereotipe gender telah tertanam dalam diri, anak lakilaki digambarkan sebagai sosok yang agresif dan mandiri, sementara itu perempuan digambarkan sebagai sosok yang pasif dan tergantung, serta sensitif terhadap perasaan orang lain (Papalia, dkk., 1998). Tidaklah mengherankan bahwa sifatsifat stereotipe ini akhirnya terbawa oleh individu sampai individu tersebut dewasa. Sebagai sosok yang digambarkan tergantung dan sensitif terhadap perasaan sesamanya, sepanjang hidupnya wanita terbiasa untuk membina keadaan harmoni dengan orang-orang di sekitarnya.
 c. Status sosial ekonomi
Penelitian Diener dan Diener menunjukkan bahwa perubahan penghasilan seseorang penting untuk kesejahteraan psikologisnya daripada orang yang berpenghasilan tetap. Diener dan Diener juga mengamati bahwa orang-orang yang berpenghasilan tinggi berada pada level kepuasan yang tinggi pula, sehingga mereka dapat merasakan kesejahteraan psikologis (dalam Hidalgo, 2010).
d. Budaya
Budaya dan masyarakat terkait dengan norma, nilai dan kebiasaan yang berada dalam masyarakat. Budaya individualistik dan kolektivistik memberikan perbedaan dalam kesejahteraan psikologis. Berdasarkan pemaparan di atas penulis menyimpulkan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis mahasiswa yang bekerja berdasarkan teori Ryff (1995), yaitu dukungan sosial sebagai ungkapan perilaku mendukung kepada seorang individu yang diterima oleh individu yang bersangkutan dari orang-orang yang bermakna dalam hidupnya, status ekonomi sosial yaitu tingkatan ekonomi yang dipandang orang lain terhadap individu tersebut, jaringan sosial yaitu kontak sosial yang dimiliki indiidu dalam lingkungan sekitarnya, religiusitas yaitu pemaknaan diri individu dalam hidup kepada Tuhan, dan keribadian sebagai acuan hidup individu dalam bersikap dan bersifat tehadap kehidupan yang dijalani. Namun penulis lebih memfokuskan dukungan sosial sebagai dasar variabel bebas penelitian dikarenakan aspek kesejahteraan psikologis yang diungkapkan Ryff (1989) yaitu hubungan positif dengan orang lain menunujukkan adanya hubungan kesejahteraan psikologis dengan dukungan sosial. Selain itu variabel dukungan sosial dirasa lebih relevan dalam pengaruh aspek-aspek kesejahteraan psikologis pada mahasiswa setelah mengetahui hasil dari wawanara dan penelitian yang didapatkan sebelumnya yaitu kurangnya berbagai dukungan dari teman dan rekan kerja mempengaruhi sedangnya kesejahteraan psikologis mahasiswa yang bekerja

Dimensi Kesejahteraan Psikologis (skripsi dan tesis)


Pondasi untuk diperolehnya kesejahteraan psikologis adalah individu yang secara psikologis dapat berfungsi secara positif (Ryff & Keyes,1995). Komponen individu yang mempunyai fungsi psikologis yang positif yaitu:
a. Penerimaan diri (self-acceptance)
Dimensi ini merupakan ciri utama kesehatan mental dan juga sebagai karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan kematangan. Penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang dijalani. Hal tersebut menurut Ryff (1989) menandakan kesejahteraan psikologis yang tinggi. Individu yang memiliki tingkat penerimaan diri yang baik ditandai dengan bersikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik positif maupun negatif, dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat penerimaan diri yang kurang baik yang memunculkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu, dan mempunyai pengharapan untuk tidak menjadi dirinya saat ini.
 b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)
Dimensi ini berulangkali ditekankan sebagai dimensi yang penting dalam konsep kesejahteraan psikologis. Ryff (1989) menekankan pentingnya menjalin hubungan saling percaya dan hangat dengan orang lain. Dimensi ini juga menekankan adanya kemampuan yang merupakan salah satu komponen kesehatan mental yaitu kemampuan untuk mencintai orang lain. Individu yang tinggi atau baik dalam dimensi ini ditandai dengan adanya hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain, mempunyai rasa afeksi dan empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang hanya mempunyai sedikit hubungan dengan orang lain, sulit untuk bersikap hangat dan enggan untuk mempunyai ikatan dengan orang lain, menandakan bahwa individu tersebut kurang baik dalam dimensi ini.
c. Otonomi (autonomy)
Dimensi otonomi menjelaskan mengenai kemandirian, kemampuan untuk menentukan diri sendiri, dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku. Seseorang yang mampu untuk menolak tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal, hal ini menandakan bahwa individu tersebut baik dalam dimensi ini. Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam dimensi otonomi akan memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain, membuat keputusan berdasarkan penilaian orang lain, dan cenderung bersikap konformis.
d. Pengusaan terhadap lingkungan (environmental mastery)
 Individu dengan kesejahteraan psikologis yang baik memiliki kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisik dirinya. Dengan kata lain, individu tersebut mempunyai kemampuan dalam menghadapi kejadian-kejadian di luar dirinya. Hal inilah yang dimaksud dalam dimensi ini mampu untuk memanipulasi keadaan sehingga sesuai denga kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya dan mampu untuk mengembangkan diri secara kreatif melalui aktivitas fisik maupun mental. Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan menampakkan ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan sehari-hari, dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungan luar.
 e. Tujuan hidup (purpose in life)
Dimensi ini menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk mencapai tujuan dalam hidup. Seseorang yang mempunyai rasa keterarahan dalam hidup, mempunyai perasaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalu mempunyai keberartian, memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan mempunyai target yang ingin dicapai dalam hidup, maka individu tersebut dapat dikatakan mempunyai dimensi tujuan hidup yang baik. Sebaliknya, seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini mempunyai perasaan bahwa tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, tidak melihat adanya manfaat dalam masa lalu kehidupannya, dan tidak mempunyai kepercayaan yang dapat membuat hidup lebih berarti. Dimensi ini dapat menggambarkan kesehatan mental karena kita tidak dapat melepaskan diri dari keyakinan yang dimiliki oleh seorang individu mengenai tujuan dan makna kehidupan ketika mendefenisikan kesehatan mental.
f. Perkembangan pribadi (personal growth)
Dimensi ini menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk mengembangkan potensi dalam diri dan berkembang sebagai seorang manusia. Dimensi ini dibutuhkan oleh individu agar dapat optimal dalam berfungsi secara psikologis. Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, misalnya dengan keterbukaan terhadap pengalaman. Seseorang yang baik dalam dimensi ini mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sendiri sebagai sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang terdapat di dalam dirinya, dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sebaliknya, seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini akan menampilkan ketidakmampuan untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku baru, mempunyai perasaan bahwa individu tersebut adalah seorang pribadi yang membosankan, dan tidak tertarik dengan kehidupan yang dijalani.
 Hurlock (1994) menjelaskan, bahwa ada beberapa esensi mengenai kebahagiaan,kesejahteraan, antara lain:
 a. Sikap menerima (Acceptance)
 Sikap menerima orang lain dipengaruhi oleh sikap menerima diri yang timbul dari penyesuaian pribadi maupun penyesuaian sosial yang baik (Shaver & Freedman, dalam Hurlock, 1994). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kebahagiaan banyak bergantung pada sikap menerima dan menikmati keadaan orang lain dan apa yang dimilikinya.
 b. Kasih sayang (Affection)
 Kasih sayang merupakan hasil normal dari sikap diterima oleh orang lain. Semakin diterima baik oleh orang lain, semakin banyak diharapkan yang dapat diperoleh dari orang lain. Kurangnya cinta atau kasih yang memiliki pengaruh yang besar terhadap kebahagiaan seseorang
 c. Prestasi (Achivment)
 Prestasi berhubungan dengan tercapainya tujuan seseorang. Apabila tujuan ini secara tidak realistis tinggi, maka akan timbul kegagalan dan yang bersangkutan akan merasa tidak puas dan tidak bahagia

Pengertian Kesejahteraan Psikologis (skripsi dan tesis)

Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal (Ryff & Keyes, 1995). Konsep Ryff berawal dari adanya keyakinan bahwa kesehatan yang positif tidak sekedar tidak adanya penyakit fisik saja, akan tetapi berkaitan juga dengan bagaimana mengembangkan relasi yang positif dengan orang ain dan menjadi pribadi yang autonomy (Ryff, 1989). Kesejahteraan psikologis terdiri dari adanya kebutuhan untuk merasa baik secara psikologis. Ryff menambahkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada pengungkapan perasaan-perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya, selain itu kesejahteraan psikologis dapat dimaknai dengan diperolehnya kebahagiaan,kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi (Ryff & Keyes, 1995).
 Kesejahteraan psikologi merupakan tingkat kemampuan individu dalam menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, mandiri terhadap tekanan sosial, mengontrol lingkungan eksternal, memiliki arti hidup, serta merealisasikan potensi dirinya secara kontinyu, oleh karena itu bila seorang individu memiliki penilaian positif terhadap diri sendiri, mampu bertindak secara otonomi, menguasai lingkungannya, memiliki tujuan dan makna hidup, serta mengalami perkembangan kepribadian maka individu tersebut dapat dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis (A.Daniella B.B., 2012). Kesejahteraan psikologis berhubungan dengan kepuasan pribadi, engagement, harapan, rasa syukur, stabilitas suasana hati, pemaknaan terhadap diri sendiri, harga diri, kegembiraan, kepuasan dan optimisme, termasuk juga mengenali kekuatan dan mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki. Kesejahteraan psikologis memimpin individu untuk menjadi kreatif dan memahami apa yang sedang dilaksanakannya (Batram & Boniwell, 2007). Kebahagiaan adalah bagian dari keadaan sejahtera dan kepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan dan timbul apabila kebutuhan dan harapan individu terpenuhi. Alston dan Dudley menambahkan bahwa kepuasan hidup merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya, yang disertai tingkat kegembiraan (Hurlock, 1994). Dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi, mempunyai pemaknaan hidup yang tinggi dan mampu mengembangkan pribadi serta bakat dan minat yang dimiliki.

Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intentions (skripsi dan tesis)


Individu yang merasa terpuaskan dengan pekerjaannya cenderung untuk
bertahan dalam organisasi. Sedangkan individu yang merasa kurang terpuaskan dengan
pekerjaannya akan memilih keluar dari organisasi. Kepuasan kerja yang dirasakan dapat
mempengaruhi pemikiran seseorang untuk keluar. Evaluasi terhadap berbagai alternatif
pekerjaan, pada akhirnya akan mewujudkan terjadinya turnover karena individu yang
memilih keluar organisasi akan mengharapkan hasil yang lebih memuaskan di tempat
lain (Andini, 2006).
Ketidakpuasan kerja telah sering diidentifikasikan sebagai suatu alasan yang
penting yang menyebabkan individu meninggalkan pekerjaannya. Secara empiris dapat
disimpulkan bahwa ketidakpuasan kerja memiliki suatu pengaruh langsung pada
pembentukan keinginan keluar. Robbins (2003) menjelaskan bahwa kepuasan kerja
dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor-faktor lain seperti pasar
kerja, kesempatan kerja alternatif dan panjangnya masa kerja merupakan kendala
penting untuk meninggalkan pekerjaan yang ada. Kepuasan kerja dihubungkan secara
negatif dengan keinginan berpindah karyawan, tetapi kolerasi itu lebih kuat daripada
apa yang ditemukan dalam kemangkiran (Brayfield dan Crocket, 1997).
Kepuasan kerja juga dihubungkan secara negatif dengan keluarnya (turnover)
karyawan. Faktor lain misalnya kondisi pasar tenaga kerja, pengeluaran mengenai
kesempatan kerja alternatif dan panjangnya masa kerja, pengeluaran mengenai
kesempatan kerja alternatif dan panjangnya masa kerja dalam organisasi itu sebenarnya
merupakan kendala yang penting dalam keputusan untuk meninggalkan pekerjaan
(Rivai, 2001).
Banyak penelitian yang menemukan adanya hubungan negatif kepuasan kerja
terhadap turnover intentions karyawan. Mathis dan Jackson (2001) mengidentifikasikan
bahwa keluar masuk (turnover) karyawan berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
Lum et al., (1998); Johnson (1987); Yuyetta (2002) dan Tett & Meyer (1993)
mendefinisikan semakin tinggi tingkat kepuasan kerja seseorang, maka semakin rendah
intensitasnya untuk meninggalkan pekerjaannya. Ditambahkan pula bahwa kepuasan
kerja berpengaruh terhadap perputaran karyawan. Mereka yang kepuasan kerjanya lebih
rendah mudah untuk meninggalkan perusahaan dan mencari kesempatan di perusahaan
lain. Studi lainnya yang dikemukakan Kalbers dan Fogarty (1995) menunjukkan bahwa
kepuasan kerja dan turnover intentions mempunyai hubungan negatif.
Tan and Iqbaria (1994) menemukan bukti empiris pada profesional sistem
informasi yang sering diindikasikan memiliki komitmen dan kepuasan kerja yang
rendah, sehingga keinginan berpindah profesional tersebut lebih tinggi dibandingkan
dengan profesional lainnya. Hal tersebut mendukung penelitian Passewark dan Strawser
(1996) yang menemukan bahwa kepuasan kerja dan keinginan berpindah mempunyai
pengaruh langsung dan memiliki hubungan negatif.