Dukungan sosial merupakan salah satu fungsi pertalian sosial yang
menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang
akan melindungi individu dari konsekuensi stres. Dukungan sosial yang diterima
dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan
kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai,
dihargai dan menjadi bagian dari kelompok (Rook, dalam Smet, 1994).
Berdasarkan pemaparan tersebut menjelaskan bahwa dukungan sosial
mempengaruhi perasaan individu dalam berbagai hal termasuk kesejahteraan
psikologis individu tersebut, karena pada dasarnya kesejahteraan psikologis
adalah penggambaran sejauh mana individu merasa nyaman, tenang, dan bahagia
berdasarkan penilaian subjektif serta bagaimana mereka memandang pencapaian
potensi-potensi mereka sendiri (Ryff, 1989). Hal tersebut senada dengan pengaruh
dukungan sosial yang telah diungkapkan sebelumnya, di mana aspek-asek
dukungan sosial mampu memberikan hubungaan yang positif bagi kesejahteraan
psikologis, aspek-aspek dukungan sosial tersebut bersumber dari Sarafino ( 2010).
Aspek yang pertama adalah aspek dukungan emosional, Sarafino (2006)
mengatakan pemberian dukungan emosional berupa pemberian semangat,
kehangatan dalam berinteraksi sosial dan cinta kasih dapat menjadikan individu
percaya bahwa dirinya dikagumi, dihargai, dicintai dalam kehidupan sosial karena
mengetahui bahwa orang lain bersedia memberi perhatian dan rasa aman pada
individu tersebut.
Miner (1992) mengatakan bahwa adanya dukungan secara
emosi dapat mencegah perasaan tertekan, yaitu mencegah apa yang dipandang
individu sebagai stresor yang diterima, kemudian dukungan sosial dapat
memberikan arti bagi individu dalam penyelesaian masalah. Dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Demaray dan Malecki (2002) mengatakan bahwa dukungan
emosional membantu individu untuk mengurangi tekanan dan merubah suasana
hati menjadi lebih positif sehingga meningkatkan kesejahteraan individu tersebut.
Sarafino (1990) mengatakan bahwa adanya dukungan emosional membuat
individu memiliki rasa nyaman, rasa memiliki, tentram, dan dicintai sehingga
muncul kesejahteraan dalam diri individu tersebut, sebaliknya tanpa adanya
dukungan emosional yang diterima individu akan memunculkan perasaan
tertekan, emosi yang tidak stabil, stres dan menandakan bahwa individu tersebut
tidak berada dalam kondisi yang sejahtera.
Aspek kedua adalah dukungan instrumental, Caplan, dkk (2007)
mengatakan bahwa dukungan instrumental adalah bantuan nyata seperti bantuan
fisik atau bantuan dalam bentuk sarana seperti memberikan tumpangan saat rekan
kerja tersebut tidak membawa kendaraan. Hal tersebut tentu sangat di butuhkan
oleh mahasiswa yang bekerja dikarenakan dukungan instrumental mampu
mengurangi beberapa kesulitan yang di alami oleh mahasiswa yang bekerja dalam
hal fasilitas yang tidak dapat terpenuhi, menurut Weiss (dalam Cutrona, 1994)
individu yang menerima bantuan materi akan merasa tenang karena menyadari
ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila dirinya menghadapi
masalah dan kesulitan. Selain itu contoh seperti pemberian bonus dari atasan di
tempat kerja bagi mahasiswa yang bekerja dirasa dapat meningkatkan
kesejahteraan psikologis karena adanya penghargaan dari jerih payah bekerja.
Pernyataan tersebut di dukung oleh teori Gibson, dkk (1994) yang mengatakan
bahwa imbalan atau penghargaan yang di berikan baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan dalam hidup individu.
Penelitian yang dilakukan oleh Marliyah (2012) mengatakan bahwa pemberian
dukungan secara langsung (berupa kompensasi, tunjangan, dan lain-lain) akan
meningkatkan semangat kerja, kepuasan dan kesejahteraan bagi karyawan. Hasil
penelitian tersebut dikuatkan oleh teori Jurgensen (dalam Blum, dkk. 1986) yang
mengatakan bahwa imbalan atau gaji merupakan kebutuhan hidup yang paling
mendasar bagi setiap karyawan, sehingga imbalan atau gaji yang sesuai akan
mendorong motivasi kerja karyawan yang bekerja di tempat tersebut. Berdasarkan
teori yang telah di jelaskan oleh Gibson, dkk. (1994) jika seorang karyawan tidak
mendapatkan dukungan instrumental seperti imbalan atau gaji yang sesuai
harapan, maka hal tersebut akan menurunkan kesejahteraan individu (mahasiswa
yang bekerja).
Aspek dukungan sosial yang ketiga adalah dukungan informasi, menurut
Sarafino (2006), dukungan informasi adalah dukungan yang bersifat informatif,
dukungan ini dapat berupa saran, pengarahan dan umpan balik tentang bagaimana
cara memecahkan persoalan. Cohen dan Shyme (1985) menyatakan bahwa
pemberian dukungan informasi dapat membantu individu untuk merubah situasi
dan merubah pemahaman dari situasi, sehingga mempengaruhi kesejahteraannya.
Mengacu dari teori tersebut individu yang mendapat bantuan informasi maka
dapat mengatasi masalahnya dan mengurangi keragu-raguan, hal tersebut dapat
menurunkan tingkat stres, kecemasan, takut dan kekhawatiran sehingga individu
dapat lebih merasa bahagia dan sejahtera dalam kehidupannya. Dukungan
informasi yang di berikan dapat membantu seseorang dalam menghadapi masalah
dan menyelesaikan tantangan-tantangan dalam pekerjaan (Lambert, dkk. 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Sinokki (2011) menyebutkan bahwa dukungan
informasi dibutuhkan oleh individu untuk mencegah keterbatasan informasi atau
pemberitahuan sehingga individu tersebut tidak merasa tertekan akibat
keterbatasan informasi yang diterima, hal tersebut dapat membentuk perasaan
sejahtera, sebaliknya jika dukungan informasi tidak diberikan individu akan
merasa tertekan akan keterbatasan informasi dan membuat individu tidak merasa
sejahtera.
Aspek selanjutnya adalah aspek dukungan jaringan sosial, menurut Lawang
(2005) Pada dasarnya jaringan sosial terbentuk karena adanya rasa saling tahu,
saling menginformasikan, saling mengingatkan, dan saling membantu dalam
melaksanakan ataupun mengatasi sesuatu. Konsep jaringan dalam kapital sosial
menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang
memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Sheridan &
Radmacher (1992) mengatakan bahwa bentuk dukungan jaringan sosial akan
membuat individu merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang memiliki
kesamaan minat dan aktivitas sosial dengan kelompok dengan begitu individu
akan memiliki perasaan senasib.
Horton dan Hunt (1996) menyebutkan bahwa adanya hubungan dalam
sebuah kelompok memunculkan perasaan nyaman, simpati dan rasa
sepenanggungan yang di peroleh individu sehingga timbul kepercayaan terhadap
kelompok. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thompson (1995)
didapatkan hasil bahwa dukungan jaringan sosial berpengaruh signifikan terhadap
kesejahteraan psikologis dikarenakan dukungan dari jaringan sosial memberikan
dampak positif bagi individu yang mengacu pada keyakinan sikap, orientasi
jaringan (network orientation) yang berkaitan dengan adanya rasa berharap pada
kelompok dalam menghadapi suatu masalah, sehingga memunculkan persepsi
positif yang membuat individu tersebut sejahtera di dalam jaringan sosial yang
dimiliki. Dukungan yang diberikan oleh kelompok membantu individu terhindar
dari persepsi diri yang negatif, rasa kesepian, kesejahteraan diri yang menurun
akibat tidak adanya rasa sepenanggungan, dan kekhawatiran berlebih untuk
melakukan kontak sosial (Rahman, 2009). Hal tersebut menjadi dasar bahwa
tanpa adanya dukungan jaringan sosial membuat individu memiliki tingkat
kesejahteraan yang rendah karena tidak adanya rasa sepenanggungan yang
diberikan oleh kelompok.
Adapun untuk aspek dukungan penghargaan menurut Sarafino (2010)
menyatakan bahwa dukungan penghargaan adalah dukungan yang melibatkan
ekspresi yang berupa pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide-ide,
perasaan dan perorma orang lain. Sarafino (1994) mengatakan bahwa dukungan
penghargaan menjadi aspek kuat dalam dukungan sosial, karena dari penelitian
yang dilakukan oleh Verawati (2017) didapatkan bahwa dukungan penghargaan
memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kesejahteraan psikologis
dimana disebutkan bahwa adanya dukungan penghargaan dapat memunculkan
adanya rasa bahagia karena diperhatian, meningkatnya rasa percaya diri, dan sikap
positif. Munculnya perasaan bahagia dapat dikaitkan dengan kesejahteraan
psikologis seperti yang telah dikatakan oleh Ryff (1995) bahwa kesejahteraan
psikologis dapat dimaknai dengan diperolehnya kebahagiaan.
Menurut
Olukolade,dkk (2013) menyatakan bahwa jika aspek dukungan penghargaan yang
diterima individu rendah maka kesejahteraaan psikologis akan cenderung rendah.
Dukungan sosial dimungkinkan akan sangat berpengaruh pada peningkatan
kesejahteraan psikologis mahasiswa yang bekerja. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Jibeen dan Khalid (2010) mengatakan bahwa dukungan sosial muncul
sebagai prediktor yang signifikan secara langsung dari kedua hasil positif dan
negatif kesejahteraan psikologis. Semakin tinggi dukungan sosial maka semakin
baik kesejahteraan psikologis yang dirasakan, sebaliknya rendahnya dukungan
sosial mengindikasikan tingginya tekanan psikologis. Sejalan dengan penelitian di
atas, Karlsen, dkk, (2004) dalam penelitiannya menyebutkan dukungan sosial
mempengaruhi kesejahteraan psikologis baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kesejahteraan psikologis dan dukungan sosial adalah dua variabel yang
berhubungan secara timbal balik, jika individu mendapatkan dukungan sosial
yang tinggi maka kesejahteraan psiologis juga akan meningkat. Terkait hal
tersebut dukungan sosial dirasa akan sangat berpengaruh bagi mahasiswa yang
bekerja karena pada umumnya mahasiswa adalah remaja yang sedang berada pada
tahap mencari jati diri, sehingga pengaruh secara emosional melalui dukungan
sosial dari teman, maupun rekan kerja akan menimbulkan dampak yang lebih
efektif daripada menggunakan aspek lain dalam meningkatkan kesejahteraan
psikologis p
No comments:
Post a Comment