Wednesday, August 30, 2023

Non Debt Tax Shield, Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal

 


Menurut De Angelo et. Al dalam Malik (2014) menyatakan bahwa
potongan pajak (tax deduction) yang berupa depresiasi dan invesment tax
credit dapat digunakan untuk mengurangi pajak selain bunga hutang,
perusahaan dapat memanfaatkan keuntungan perlindungan pajak melalui
fasilitas perpajakan yang diberikan pemerintah atau disebut dengan Non
Debt Tax Shield. Tax Shield effect dengan indikator Non Debt Tax Shield
menunjukkan besarnya biaya non kas yang menyebabkan penghematan
pajak yang bukan berasal dari penggunaan hutang dan digunakan sebagai
modal untuk mengurangi hutang De Angelo dan Masulis, dalam Mas‟ud
(2008). Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh
laba proksi yang digunakan dalam profitabilitas adalah return of assets.
Perusahaan dengan rate of return yang tinggi cenderung menggunakan
proporsi hutang yang relatif kecil, karena dengan rate of return yang
tinggi, kebutuhan dana dihasilkan secara internal dari laba yang ditahan.
Penelitian didukung pula oleh penelitian dari Putu Hary Krisna
(2015), yang menunjukkan bahwa NDTS berpengaruh terhadap struktur
modal, depresiasi yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan memiliki
asset tetap yang tinggi dan semakin besar manfaat dari pengurangan pajak
yang diterima, sehingga sumber dana internal yang dimiliki semakin besar
dan berakibat pada rendahnya kebutuhan akan dana eksternal berupa
utang. Dalam penelitian Rizky Ardhianto (2014) disebutkan bahwa NonDebt Tax Shield tidak berpengaruh terhadap Struktur Modal perusahaan.
Didukung dengan penelitian Mohd. Wahyu Widodo (2014) Profitabilitas
berpengaruh jika dibandingkan penelitian yang dilakukan Abubakar
Assegraf (2013) dimana profitabilitas tidak berpengaruh. Sedangkan
ukuran perusahaan dalam penelitian Putu Hary Krisna (2015) ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap struktur modal

Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal

 


Menurut teori pecking order, ukuran perusahaan diprediksikan
memiliki hubungan negatif terhadap struktur modal. Selain itu menurut
Titman dan Wessel 1988 dalam Maidah (2016), penerbitan ekuitas pada
perusahaan kecil lebih banyak mengeluarkan biaya daripada perusahaan
besar. Dengan kata lain, semakin besar ukuran perusahaan, biaya
penerbitan ekuitas menjadi lebih murah.
Penelitian di atas didukung pula oleh penelitian dari Putu
Krisnanda Hary (2015), yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan
mempengaruhi struktur modal perusahaan sedangkan dalam penelitian
Mila diana sari (2014) ukuran perusahaan tidak mempengaruhi struktur
modal perusahaan

Profitabilitas terhadap Struktur Modal

 


Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh
laba proksi yang digunakan dalam profitabilitas adalah return of assets.
Perusahaan dengan rate of return yang tinggi cenderung menggunakan
proporsi hutang yang relatif kecil, karena dengan rate of return yang
tinggi, kebutuhan dana dihasilkan secara internal dari laba yang ditahan.
Hal ini sesuai dengan pecking order theory Dea (2012).
Dalam pecking order theory menyatakan bahwa perusahaan
cenderung menggunakan dana internal terlebih dahulu sebelum beralih ke
pembiayaan eksternal. Sehingga jika perusahaan memiliki tingkat
profitabilitas yang tinggi, maka akan cenderung menggunakan pendanaan
internal yang menggunakan retained earning dibandingkan dengan
menggunakan hutang.
Penelitian di atas didukung pula oleh penelitian dari Abubakar
Assegraf (2013) dimana Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap struktur
modal sedangkan dalam penelitian Moh. Wahyu Widodo (2014) dan Mila
Diana Sari (2014) profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal.

Non Debt Tax Shield terhadap Struktur Modal

 


Dalam struktur modal, non debt tax shield merupakan substitusi
interest expense yang akan berkurang saat menghitung pajak perusahaan
Muthia (2014). Menurut De Angelo et. al dalam Moch.Wahyu (2004)
menyatakan bahwa potongan pajak (tax deduction) yang berupa depresiasi
dan investment tax credit dapat digunakan untuk mengurangi pajak selain
bunga hutang. Jadi, dalam melakukan efesiensi penghitungan pajak selain
dengan membebankan biaya bunga hutang, perusahaan dapat
memanfaatkan keuntungan/perlindungan pajak melalui fasilitas perpajakan
yang diberikan oleh pemerintah atau disebut dengan non debt tax shield.
Tax shield effect dengan indikator non debt tax shield
menunjukkan besarnya biaya non kas yang menyebabkan penghematan
pajak yang bukan berasal dari penggunaan hutang dan dapat digunakan
sebagai modal untuk mengurangi hutang De Angelo dan Masulis, dalam
Mas‟ud (2008). Penghematan pajak selain dari pembayaran bunga akibat
penggunaan hutang juga berasal dari adanya depresiasi dan amortisasi.
Semakin besar depresiasi dan amortisasi akan menyebabkan semakin besar
penghematan pajak penghasilan dan semakin besar cash flow perusahaan.
Dengan demikian, suatu perusahaan yang memiliki non debt tax shield
yang tinggi cenderung akan menggunakan tingkat hutang yang lebih
rendah dan berarti variabel non debt tax shield berhubungan negatif
terhadap tingkat penggunaan hutang dalam struktur modal.
Penelitian di atas didukung pula oleh penelitian dari Mila Diana
Sari (2014) dan Putu Hary Krisnanda (2015), yang menunjukkan bahwa
Non Debt Tax Shield mempengaruhi struktur modal perusahaan sedangkan
penelitian Abubakar Assegraf (2013) dan Rizky Ardhianto (2014) Non
Debt Tax Shield tidak berpengaruh terhadap struktur modal

Sektor Industri Barang Konsumsi

 


Industri Barang Konsumsi merupakan bagian salah satu bagian dari
perusahaan manufaktur yang ada di Indonesia. Industri Barang Konsumsi
masih menjadi pilihan utama bagi para Investor dalam menginvestasikan
dana mereka. Hal itu dikarenakan saham-saham mereka dari perusahaan
dalam Industri Barang Konsumsi yang masih menawarkan potensi kenaikan.
Dan juga Industri Barang Konsumsi terdiri dari 5 sektor, yakni Sektor
Makanan dan Minuman, Sub Sektor Rokok, Sub Sektor Farmasi, Sub Sektor
Farmasi dan Barang Rumah Tangga, dan Sub Sektor Peralatan Rumah
Tangga.
Seluruh sub sektor yang ada pada Industri Barang Konsumsi
merupakan para produsen dari produk-produk mendasar konsumen, seperti
makanan, minuman, obat dan produk-produk rumah tangga. Produk-produk
yang dihasilkan tersebut bersifat konsumtif dan disukai orang sehingga para
produsen dalam industri ini memiliki tingkat penjualan yang tinggi yang
berdampak pada pertumbuhan sektor industri ini.
Indeks manufaktur yang sebagian besar komponen pembentuknya
terdiri dari perusahaan yang bergerak di industri barang konsumsi, industri
dasar, dan aneka industri mengalami kenaikan 9,37%. Perusahaan yang
bergerak di industri barang konsumsi sebanyak 31 emiten memiliki bobot
44% dari pembentukan indeks manufaktur, sementara aneka industri (40
emiten) dan industri dasar (44 emiten) masing-masing 27%. Daya tahan
sektor manufaktur terutama ditopang sektor konsumer yang tumbuh 28%.
Kenaikan ini merupakan kenaikan tertinggi kedua dari sepuluh sektor yang
ada. Kinerja sektor konsumer juga lebih tinggi dari dua sektor lainnya yakni
sektor aneka industri dan industri dasar yang juga menjadi bagian indeks
manufaktur. kenaikan indeks manufaktur di tengah hantaman sejumlah
sentimen negatif kenaikan biaya produksi karena penggerak indeks
manufaktur sebagian besar berasal dari emiten konsumer yang bersifat
diversif, seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Unilever Tbk (UNVR).
Ketersediaan bahan baku sejumlah emiten manufaktur cukup terjaga sehingga
pelemahan nilai tukar rupiah tidak memberi dampak signifikan (Indonesia
Finance Today, 2017).

Ukuran Perusahaan

 


Ukuran perusahaan bisa didefinisikan sebagai rata-rata hasil penjualan
pada periode berjalan sampai dengan beberapa tahun yang akan datang. Hasil
penjualan ini tentunya sudah dikurangi dengan besaran biaya yang
dikeluarkan setiap bulannya dalam periode tahun berjalan dan beberapa tahun
yang akan datang. Apabila jumlah penjualan lebih besar dari biaya yang
dikeluarkan maka pendapatan yang diperoleh akan semakin besar tentunya
besaran penghasilan ini adalah sebelum dikenai pengurangan pajak. Apabila
hasil penjualan lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan, maka perusahaan tentu
saja dalam keadaan rugi. Hal ini sangat tidak diinginkan oleh pemilik
perusahaan. Oleh karena itu semua perusahaan pasti mengupayakan agara
usaha yang dijalankan memperoleh laba.
Menurut Titman dan Wessel (1988) dalam Moch. Wahyu (2014),
penerbitan ekuitas pada perusahaan kecil lebih banyak mengeluarkan biaya
daripada perusahaan besar. Dengan kata lain, semakin besar ukuran
perusahaan, biaya penerbitan ekuitas menjadi lebih murah. Perusahaan yang
lebih besar menghadapi biaya ke-bangkrutan yang lebih rendah dari
perusahaan perusahaan- perusahaan kecil. Ukuran perusahaan diukur dengan
me-log natural dari total aset.

Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas

 


Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun
bagi pihak luar perusahaan, yaitu :
a. Untuk mengukur dan menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam
suatu periode tertentu;
b. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang;
c. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu;
d. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dan modal sendiri;
e. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri;
f. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal sendiri;
g. Dan tujuan lainnya.
Sementara itu, manfaat yang diperoleh adalah untuk :
a. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode;
b. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang;
c. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu;
d. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri;
e. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri Subramanyam (2014:143)