Thursday, November 30, 2023

Pengukuran Persepsi Dukungan Organisasi (Perceived Organizational Support)

 


persepsi dukungang organisasi (perceived organizational support)
menggunakan kuisioner menurut (Eisenberger & Hunting,1986) ada 36 item
pertanyaan yang mengacu pada faktor-faktor survei persepsi dukungan
organisasi (SPOS) yang kemudian dikembangkan oleh (Eisenberger Hunting
and sowa,1986, dan ) menjadi 8 item pertanyaan.
Variabel persepsi dukungan organizational (perceived organozational
support) diukur melalui beberapa indikator oleh (Eisenberger, Hntington,
Hutchison, & Sowa 1986) yaitu
a. Penghargaan, perusahaan memberikan penghargaan atas pencapaian tugas
yang dilakukan karyawan
b. Pengembangan, perusahaan menghargai kemampuan karyawan dan
memberikan promosi jabatan dan lainnya untuk karyawan
c. Kondisi kerja, perusahaan perduli lingkungan tempat karyawan bekerja secara
fisik non fisik
d. Kesejahteraan karyawan, perusahaan mempeduli dengan kesejahteraan
karyawan

Dimensi Persepsi Dukungan Organisasi (Perceived Organizational Support)

 


Dimensi persepsi dukungan organisasi menurut (Eisenberger, Hunting, &
Sowa, 1986) adalah sebagai berikut:
a. Penghargaan. Penghargaan yang diberikan terhadap kontribusi karyawan atau
usaha yang telah dilakukan karyawan berupa perhatian, gaji, promosi dan
akses informasi.
b. Pengembangan. Pengembangan memperhatikan kemampuan karyawan dan
memberikan fasilitas pelatihan, dan memberikan kesempatan promosi kepada
karyawan.
c. Kondisi kerja. Merupakan keadaan yang mengenai lingkungan kerja dam
memperhatikan lingk fisik dan non fisik ditempat kerja
d. Kesejahteraan karyawan. Kepedulian organisasi dapat berupa perhatian
dengan kesejahteraan karyawan, mendengarkan pendapat atau keluhan
karyawan serta tertarik dengan pekerjaan yang karyawan lakukan.

Definisi POS (Perceived Organizational Support)

 


Persepsi dukungan organisasi (perceived organizational support) adalah
seluruh tentang persepsi karyawan bahwa organisasi ini menghargai
kontribusi karyawan dan peduli dengan kesejahteraan mereka (Eissenberger
P. N., 2014). Ketika karyawan memiliki persepsi bahwa pekerjaan karyawan
dihargai dan sanagt diperdulikan oleh organisasi, hal ini akan mendorong
karyawan untuk menyatukan keanggotaan sebagai organisasi kedalam
indentitas mereka.
Menurut (Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa, 1986) persepsi
dukungan organisasi (perceived organizational support) adalah keyakinan
karyawan mengenai sejauhmana organisasi menghargai kontribusi karyawan
dan sangatpeduli dengan kesejahteraan hidup mereka. Persepsi dukungan
organisasi (perceived organizational support) menurut (Rhoades &
Eisenberger, 2002) merupakan kepercayaan bahwa organisasi dihargai
kontribusi karyawan melalui pekerjaan mereka dan menunjukkan
keperduliannya terhadap kesejahteraan mereka. Berdasarkan hal tersebut
dapat disimpulkan persepsi dukungan organisasi (perceived organizational
support) mempunyai sifat positif karyawan mengenai sejauhmana organisasi
menghargai kontribusi dan kesejahteraan karyawan.

Perceived organizational support (POS) berpengaruh terhadap turnover intention

 Teori perceived organizational support (POS) menjelaskan bahwa anggota

organisasi akan bersikap dan berperilaku berdasarkan persepsi mereka terhadap
bagaimana treatment yang diberikan oleh organisasi. Dukungan organisasi
yang diberikan kepada anggota organisasi cenderung menimbulkan perasaan
niat baik anggota organisasi terhadap organisasi, memperkuat ikatan antara
anggota organisasi dan organisasi, dan meningkatkan perasaan anggota
organisasi untuk membalas sikap yang dilakukan organisasi (Eisenberger et al.,
1990). Adanya perceived organizational support (POS) akan menimbulkan
keterlibatan kerja meningkat, kepuasan kerja, serta suasana hati yang positif.
Hal tersebut akan membuat anggota organisasi merasa nyaman berada dalam
organisasi sehingga dapat mengurangi kemungkinan munculnya turnover
intention. Beberapa penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa perceived
organizational support (POS) berpengaruh negatif terhadap turnover intention
karyawan (Jawahar & Hemmasi, 2006; Loi et al., 2006; Wong & Wong, 2017).
Studi Meyer et al., (1993) juga menunjukkan korelasi negatif yang signifikan
antara perceived organizational support (POS) dan turnover intention. Adanya
perceived organizational support yang lebih akan menghasilkan turnover
intention yang lebih rendah.  

Turnover Intention

 


Turnover adalah keluarnya anggota organisasi dari suatu organisasi. Putra
& Prihatsanti (2016) mengungkapkan bahwa turnover akan merugikan
organisasi. Organisasi akan mengalami kerugian dari segi biaya, sumber daya,
dan kondisi kerja karywan. Slavianska (2012) juga mengungkapkan jika tingkat
turnover yang tinggi dapat menimbulkan permasalahan dan memberikan
konsekuensi yang tidak baik bagi organisasi. Masih dari sumber yang sama
disebutkan bahwa salah satu kerugian yang harus ditanggung oleh organisasi
adalah hilangnya seorang karyawan. Hilangnya karyawan tentu akan membuat
organisasi mencari penggantinya. Biaya untuk mencari pengganti melalui
proses rekrutmen tentu tidak sedikit. Selanjutnya, menurut Suryani (2011)
dalam Asmara (2018) menyatakan bahwa kerugian biaya juga karena
dilakukannya orientasi, lembur, serta pengawasan karena terjadi turnover.
Joo & Park (2010) menyatakan bahwa turnover akan muncul ditandai
dengan adanya turnover intention. Menurut Joo & Park, turnover intention
adalah elemen kunci untuk memprediksi turnover. Turnover intention dapat
mengukur besar kecilnya keinginan karyawan untuk melakukan turnover.
Semakin besar turnover intention dalam sebuah organisasi, maka turnover yang
terjadi juga akan semakin besar. Maka dari itu, tugas organisasi adalah
mengurangi turnover intention dengan harapan mengurangi tingkat turnover.
Pengertian turnover intention atau intensi turnover adalah rencana individu
untuk meninggalkan atau keluar dari suatu organisasi. Menurut Meyer & Tett
(1993) turnover intention merupakan keinginan secara sadar dan sengaja untuk
meninggalkan organisasi. Sedangkan menurut Bothma & Roodt (2013)
turnover intention adalah keinginan yang kuat untuk berhenti dari suatu
organisasi agar mendapatkan pekerjaan yang lebih baik daripada pekerjaan saat
ini. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa turnover intention adalah
kecenderungan atau munculnya rencana individu dalam suatu organisasi untuk
meninggalkan organisasi tempat kerjanya saat ini

Jenis-jenis Komitmen Organisasional

 


Meyer & Allen (1997) membedakan komitmen organisasi menjadi
tiga komponen yaitu affective commitment, continuance commitment,
dan normative commitment.
a. Komitmen afektif (affective commitment)
Menurut Meyer, Allen, & Smith (1993) menyatakan bahwa
karyawan dengan komitmen afektif yang kuat akan tetap berada
dalam organisasi karena karyawan memang menginginkannya.
Pernyataan serupa mengenai komitmen afektif juga disampaikan
kembali oleh Meyer & Allen (1997). Meyer & Allen (1997)
menyatakan bahwa komitmen afektif berkaitan dengan hubungan
emosional anggota pada organisasi dan keterlibatan anggota dengan
organisasi. Anggota organisasi dengan tingkat komitmen afektif
tinggi akan terus menjadi anggota organisasi karena individu tersebut
memang mempunyai dorongan hati untuk tetap berada di organisasi.
Menurut Meyer, Allen, & Smith (1993) terdapat enam indikator yang
dapat digunakan untuk mengukur komitmen afektif, yaitu:
1) Karyawan akan merasa senang untuk menghabiskan perjalanan
karirnya hingga akhir bersama organisasi.
2) Karyawan merasa bahwa masalah organisasi menjadi tanggung
jawabnya.
3) Karyawan mempunyai rasa memiliki yang kuat terhadap
organisasi.
4) Karyawan merasa terikat secara emosional dengan organisasi.
5) Karyawan merasa menjadi bagian keluarga dari organisasi.
6) Karyawan merasa bahwa organisasi memiliki makna personal
bagi karyawan.
b. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment)
Komitmen berkelanjutan menurut Allen & Meyer (1993)
merupakan komitmen yang berkaitan dengan kesadaran anggota
organisasi mengenai biaya yang dapat muncul ketika meninggalkan
organisasi. Komitmen ini membuat anggota akan merasa rugi jika
anggota organisasi meninggalkan organisasi. Anggota yang
memiliki komitmen berkelanjutan tinggi akan terus menjadi anggota
karena membutuhkannya untuk menjadi anggota organisasi. Meyer,
Allen, & Smith (1993) mengukur komitmen berkelanjutan dengan
enam indikator berikut:
1) Karyawan merasa jika bertahan dengan organisasi adalah suatu
kebutuhan dan keinginan.
2) Karyawan merasa sulit untuk meninggalkan organisasi, bahkan
jika memang menginginkannya.
3) Karyawan merasa kehidupannya akan terganggu jika
meninggalkan organisasi.
4) Karyawan merasa memiliki terlalu sedikit pilihan untuk
mempertimbangkan keluar dari organisasi.
5) Karyawan merasa tidak mungkin untuk mempertimbangkan
bekerja di tempat lain karena sudah terlalu banyak berbaur
dengan organisasi.
6) Jika karyawan meninggalkan organisasi, karyawan akan
berhadapan dengan konsekuensi negatif yaitu kelangkaan
alternatif yang ada.
c. Komitmen normatif (normative commitment)
Allen & Meyer (1990) menyatakan bahwa komitmen normatif
adalah komitmen yang menjelaskan rasa terikat terhadap organisasi.
Komitmen ini mencerminkan kewajiban anggota organisasi untuk
mempertahankan keanggotaannya atau tetap bertahan di organisasi.
Anggota dengan komitmen normatif tinggi akan terus menjadi
anggota organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam
organisasi tersebut (Meyer, Allen, & Smith, 1993). Meyer, Allen, &
Smith (1993) juga menyebutkan bahwa karyawan akan berusaha
dalam bekerja bagi organisasi karena merasa bertanggung jawab atas
tunjangan kompensasi yang diterima dari organisasi. Indikator untuk
mengukur komitmen normatif menurut Meyer, Allen, & Smith
(1993) juga terdiri dari enam poin, yaitu:
1) Karyawan merasa memiliki kewajiban untuk tetap bekerja pada
organisasi.
2) Karyawan merasa tidak tepat untuk meninggalkan organisasi,
meskipun itu untuk keuntungan karyawan.
3) Karyawan merasa bersalah jika saat ini meninggalkan
organisasi.
4) Karyawan merasa organisasi layak mendapat kesetiannya.
5) Karyawan merasa memiliki kewajiban kepada orang-orang yang
berada dalam organisasi, sehingga karyawan tidak akan
meninggalkan organisasi saat ini.
6) Karyawan merasa berhutang pada organisasi.

Definisi Komitmen Organisasional

 


Menurut Mowday et al. (1982) dalam Joo & Park (2010) komitmen
organisasional mengacu pada perasaan individu mengenai organisasi
secara menyeluruh. Menurut Porter, Crampon, & Smith (1976) perasaan
individu mengenai organisasi tersebut merupakan perasaan yang erat
yang membuat individu untuk tetap terikat dengan situasi kerja tertentu.
Perasaan individu mengenai organisasi tersebut juga meyakinkan
karyawan untuk bersedia bekerja secara maksimal bagi organisasi (Porter
et al., 1974). Karyawan berkontribusi dengan bekerja secara maksimal
karena berkeinginan untuk meningkatkan kesejahteraan dan keberhasilan
organisasi (Allen & Meyer, 1990). Selanjutnya Meyer et al., (1993) juga
menyatakan bahwa perasaan individu tersebut menjelaskan keadaan
keadaan psikologis yang mengidentifikasi hubungan karyawan dengan
organisasi dan berpengaruh pada keputusan untuk melanjutkan atau
menghentikan seorang anggota organisasi.
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
komitmen organisasional adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana
karyawan mengenal serta terikat dengan organisasi tempat kerjanya dan
akan bekerja dengan baik untuk keberhasilan organisasi. Mowday et al.,
1982 dalam Joo & Park (2010) menyebutkan bahwa komitmen
organisasional memiliki tiga karakteristik:
a. Keyakinan dan penerimaan yang tinggi akan tujuan dan nilai
organisasi.
b. Keinginan untuk melakukan usaha yang besar bagi organisasi.
c. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam
organisasi