Sunday, January 28, 2024

Peran Auditor Sebagai Pengawas

 


Menurut Tampubolon (2005: 1), ketika awal di terapkan posisi internal audit
dalam sebuah organisasi, audit internal dikenal sebagai suatu peran pemeriksaan
terhadap sistem berlaku pada organisasi tersebut yang kemudian beralih menjadi
pemeriksaan terhadap proses kinerja organisasi. Ketika itu, auditor internal berperan
layaknya polisi bagi organisasi. Kebutuhan manajemen akan kepastian bahwa semua
kebijakan yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen telah diterapkan secara baik
oleh seluruh pegawai. Orientasi auditor internal banyak dilakukan pemeriksaan pada
tingkat kepatuhan para pelaksana terhadap ketentuan– ketentuan yang ada.
Fokus utama dari audit kepatuhan adalah ditemukannya penyimpangan yang
perlu dikoreksi, keterlambatan, kesalahan, prosedur atau pengendalian internal dan
segala hal yang dampaknya hanya bersifat jangka pendek. Aktivitasnya meliputi
inspeksi, observasi, perhitungan, pengecekan yang memiliki tujuan dalam
memastikan kepatuhan dan ketaatan pada ketentuan, kebijakan serta peraturan yang
telah ditetapkan. Peran auditor internal sebagai pengawas biasanya menghasilkan
saran atau rekomendasi yang memberikan dampak jangka pendek.
Peran auditor internal sebagai pengawas merupakan tugas pokok dari seorang
audit internal. Peran ini tidak pernah hilang dari tugas seorang auditor internal karna
kebutuhan akan pengawasan atas penerapan kebijakan perusahaan akan selalu
dibutuhkan oleh manajemen. Peran auditor sebagai polisi dalam organisasi
diharapkan mampu menjaga kinerja organisasi sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Keterbatasan dari peran auditor internal sebagai pengawas adalah bahwa
evaluasi dan rekomendasi perbaikan yang diberikan oleh auditor internal hanya
bersifat jangka pendek.

Pergeseran Paradigma Auditing

 


Perkembangan profesi internal auditing dalam era globalisasi saat ini sangat
pesat, bahkan Internal auditor telah diakui keberadaannya sebagai bagian dari
organisasi perusahaan (corporate governance) yang dapat membantu manajemen
dalam meningkatkan kinerja perusahaan, terutama dari aspek pengendalian. Dimana
dalam perkembangannya, telah terjadi perubahan pandangan terhadap profesi internal
auditor dari paradigma lama yang masih berorientasi pada mencari kesalahan
(watchdog) menuju paradigma baru yang lebih mengedepankan peran sebagai
konsultan dan katalis.
Terdapat pergeseran filosofi internal auditing dari paradigma lama menuju
paradigma baru, yang ditandai dengan perubahan orientasi dan peran profesi internal
auditor. Pada abad 21 ini internal auditor lebih berorientasi untuk memberikan
kepuasan kepada jajaran manajemen sebagai pelanggan (customer satisfaction).
Internal auditor tidak dapat lagi hanya berperan sebagai watchdog, namun harus dapat
berperan sebagai mitra bisnis bagi manajemen.

Dampak Dari Hubungan Auditor Dengan Klien (Auditee)

 


Sawyer (2003: 22) memberikan sebuah analogi mengenai perbedaan sudut
pandang antara auditor internal dengan auditee. Dalam analoginya tersebut, Sawyer
menggambarkan sosok auditor internal sebagai sosok yang angkuh dan merasa berada
di atas auditee. Sedangkan pihak auditee digambarkan sebagai pihak yang lemah.
Kondisi ini akan membuat konflik yang kontraproduktif antara auditee dengan
auditor. Perasaan takut dan benci kepada sosok auditor sangat mungkin terjadi ketika
auditee merasa diremehkan oleh auditor internal. Mereka takut terlihat seperti tidak
memiliki pemikiran untuk perbaikan. Mereka takut bahwa perubahan yang diusulkan
dapat merusak rutinitas yang mereka sukai dan kebersamaan yang telah ada. Mereka
takut bahwa metode-metode yang direvisi dapat mengungkapkan ketidakefisienan
atau praktik-praktik terlarang. Dengan kata lain, mereka takut menghadapi
perubahan.

Hubungan Antara Auditee Dengan Auditor Internal

 


Menurut Hery (2004), berbagai penilaian negatif sering ditujukan terhadap fungsi
internal audit. Auditee seringkali merasa bahwa keberadaan Divisi Internal Audit
hanya akan mendatangkan biaya yang lebih besar dibandingkan manfaat yang akan
diterima. Auditor internal dianggap masih jauh peranannya untuk menjadi seorang
konsultan internal. Seringkali usulan perubahan atau rekomendasi dari audit internal
masih dianggap menyulitkan dan merugikan auditee, bahkan terkesan formalitas dan
cenderung mengabaikan tingkat kesulitan yang akan dihadapi auditee nantinya atas
pelaksanaan saran perbaikan.
Burnett dalam Sawyer (2003: 18) memandang hubungan auditor / klien dilihat
dari dua segi motivasi, yaitu rasa takut dan penghargaan. Dalam hubungan ini,
auditee memiliki rasa takut akan kehilangan pekerjaannya dan menerima evaluasi
yang buruk. Auditor internal dapat mengatasi ketakutan ini dengan menjelaskan
proses-proses audit dan memastikan bahwa tujuan dari audit ini adalah untuk
kepentingan bersama. Auditor internal dapat mengatasi ketakutan auditee terhadap
evaluasi yang buruk atau kehilangan pekerjaan dengan menunjukkan keadilan dan
objektivitas serta dengan menempatkan semua temuan dalam perspektifnya masingmasing, memberikan keseimbangan antara hal-hal yang buruk dengan yang baik.
Auditee yang memberikan kontribusi positif bagi proses audit juga pantas untuk
diberikan apresiasi.
Selama pelaksanaan audit, auditor internal hendaknya mengambil pendekatan
manajerial terhadap penyimpangan-penyimpangan. Auditor internal harus
mengurangi penekanan untuk temuan-temuan yang tidak signifikan, mencari
penyebab-penyebab untuk temuan yang signifikan, dan bekerja dengan manajer
operasional untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan. Auditor
internal harus selalu ingat bahwa orang-orang operasional biasanya memiliki
pemahaman yang baik atas apa yang sedang terjadi. Apa pun pemikiran perbaikan
yang mungkin dimiliki oleh auditor, ada kemungkinan hal tersebut telah
dipertimbangkan pula oleh orang-orang operasional. Hubungan yang terjadi akan
meningkat dengan sangat pesat jika auditor internal dengan terbuka menerima
pemikiran-pemikiran ini, menyaringnya melalui pengalaman mereka sendiri, dan
kemudian menyajikannya sebagai sebuah hasil kerja sama tim antara auditor dengan
klien.

Fungsi Dan Tujuan Audit Intern

 adalah fungsi staf manajemen perusahaan yang melakukan tugas

fungsional yaitu melakukan pengawasan dan tidak melaksanakan tugas operasional
dalam perusahaan. Sebagai konsekuensi dari fungsinya menyebabkan auditor intern
dalam melaksanakan tugasnya tidak memiliki kekuasaan secara langsung terhadap
bagian dalam perusahaan. Dengan menjalankan fungsi fungsional maka pada
dasarnya fungsi yang dijalankan auditor intern meliputi semua penilaian terhadap
aktivitas perusahaan dan terhadap kelayakan serta efektifitas pengendalian intern
yang telah ditetapkan perusahaan.
Menurut Hartadi seperti yang dikutip oleh Hidayat (2011), fungsi audit intern
adalah sebagai berikut:

  1. Menilai prosedur yang berkaitan dengan efisiensi dan kelayakan prosedur,
    pengembangkan dan perbaikan prosedur, dan personalia.
  2. Verifikasi dan analisa data yang menyangkut sistem akuntansi,
  3. Verifikasi kelayakan untuk menentukan prosedur akuntansi atau kebijakan
    lainnya yang telah dilakukan.
  4. Fungsi perlindungan untuk menghindari dan menemukan penggelapan,
    ketidakjujuran dan kecurangan.
  5. Melatih dan memberi bantuan kepada karyawan terutama bagian akuntansi.
  6. Jasa-jasa lainnya seperti jasa konsultasi kepada manajemen.

Pengertian Auditor Internal

 


Pengertian Auditor Internal mengenai tugas serta ruang lingkup auditor internal
yang dikemukakan beberapa ahli pada dasarnya sama, yakni memberikan jasa atau
pelayanan kepada kliennya. Tetapi ada hal pokok yang masih menuai perdebatan
mengenai ruang lingkup seorang auditor internal.
Sawyer (2003: 7) mendefinisi internal audit sebagai berikut:
“Internal Audit adalah suatu fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam suatu
organisasi untuk mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa
yang diberikan organisasi.”
Senada dengan Sawyer, Agoes juga mendefinisikan ruang lingkup yang hampir
serupa. Agoes (2004: 211) mendefinisikan auditor sebagai berikut:
“Audit Internal adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit
perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,
maupun ketaan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan
ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi
yang berlaku.”

Saturday, January 27, 2024

Pengertian Persediaan

 


Persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual
dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi
dalam memproduksi barang yang akan dijual. Deskripsi dan pengukuran
persediaan membutuhkan kecermatan karena investas dalam persediaan
biasanya merupakan aktiva lancar dari perusahaan dagang (ritel) dan
manufaktur. Persediaan juga termasuk salah satu aset lancar signifikan bagi
perusahaan pada umumnya, terutama perusahaan dagang, manufaktur,
pertanian, kehutanan, pertambangan, kontraktor bangunan, dan penjual jasa
tertentu. Hal ini menyebabkan akuntansi untuk persediaan menjadi suatu
masalah penting bagi perusahaan-perusahaan tersebut.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2014:PSAK No.14) pengertian
persediaan sebagai berikut :
Persediaan adalah aset:
1) Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
2) Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan
3) Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam
proses produksi atau pemberian jasa.
Sartono (2010:443) mengatakan bahwa “Persediaan umumnya
merupakan salah satu jenis aktiva lancar yang jumlahnya cukup besar dalam
suatu perusahaan”.
Menurut Stice (2011:572) mendefinisikan persediaan ialah “Persediaan
secara umum ditujukan untuk barang-barang yang dimiliki perusahaan dagang,
baik berupa usaha grosir maupun ritel ketika barang-barang tersebut telah
dibeli dan ada kondisi siap untuk dijual”.
Ristono (2013:2) “Inventory merupakan suatu teknik yang berkaitan
dengan penetapan terhadap besarnya persediaan barang yang harus diadakan
untuk menjamin kelancaran dalam kegiatan operasi produksi, serta menetapkan
jadwal pengadaan dan jumlah pemesanan barang yang seharusnya dilakukan
oleh perusahaan