Pengelolaan obyek wisata atau pariwisata
haruslah mengacu pada prinsip-prinsip pengelolaan yang menekankan nilai-nilai
kelestarian lingkungan alam. Menurut Ricardon dan Fluker (2004: 178), yang
harus dicakup dalam manajemen pariwisata paling tidak terfokus dalam manajemen
pariwisata yang paling tidak terfokus pada konsep values tourism yang
diluncurkan pada tahun 1995 oleh The
Pasific Asia Travel Asosiation (PATA), yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan konsumen
(wisatawan),
b. Meningkatkan kontribusi ekonomi bagi
ekonimi nasional Negara bersangkutan,
c. Meminimalisi dampak pariwisata
terhadap lingkungan,
d. Mengakomodasi kebituhan dan keinginan
negara tuan rumamh yang menjadi tujuan wisata,
e. Menyediakan pengembalian finansial
yang cukup bagi orang-orang yang berusaha di pariwisata.
Values atau nilai-nilai yang harus
dipertimbangkan menyangkut konsumen, budaya, dan warisan budaya, ekonomi,
ekologi, finansial, sumberdaya manusia, peluang masa depan, dan sosial.
Menurut Pitan dan Diarta (2009: 86), tujuan
dari pengelolaan atau manajemen pariwisata adalah untuk menyeimbangkan
pertumbuhan dan pendapatan ekonomi dengan pelayanan kepada wisatawan serta
perlindungan terhadap lingkungan dan pelestarian keberagaman budaya. Indikator
untuk monitoring dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Indikator untuk Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Pariwisata
No
|
Indikator
|
Ukuran Spesifik
|
1
|
Perlindungan lokasi
|
Daya dukung, tekanan terhadap area dan
kemenarikan
|
2
|
Tekanan
|
Jumlah wisatawan yang berkunjung
pertahun/bulan/masa puncak
|
3
|
Intensitas pemanfaatan
|
Intensitas pemanfaatan pada waktu puncak
(wisatawan/ha)
|
4
|
Dampak sosial
|
Rasio antara wisatawan dan penduduk lokal
(pada waktu puncak/rata-rata)
|
5
|
Pengawasan
pembangunan
|
Adanya prosedur secara formal terhadap
pembangunan di lokasi dan kepadatan pemanfaatan
|
6
|
Pengelolaan limbah
|
Persentase limbah terhadap kemampuan
pengelolaan. Demikian pula terhadap rasio kebutuhan dan suplai air bersih
|
7
|
Proses perencanaan
|
Mempertimbangkan perencanaan regional
termasuk perencanaan wisata (regional)
|
8
|
Ekosistem kritis
|
Jumlah spesies yang masih jarang dan
dilindungi
|
9
|
Kepuasan pengunjung
|
Tingkat kepuasan pengunjung berdasarkan
pada kuisioner
|
10
|
Kepuasan penduduk
lokal
|
Tingkat kepuasan penduduk lokal
berdasarkan kuisioner
|
11
|
Kontribusi pariwisata
terhadap ekonomi lokal
|
Proporsi antara pendapatan total dengan
pariwisata
|
Sumber: WTO (1996) dalam Fandeli (2005)
Dari uraian diatas, maka dalam pengelolaan
pariwisata diperlukan keterlibatan semua pemangku kepentingan di bidang
pariwisata untuk mengintegrasikan
kerangka pengelolaan pariwisata. Pemangku kepentingan yang dimaksud adalah staf
dari industri pariwisata, Konsumen, Investor dan developer, pemerhati dan
penggiat warisan dan pelestari budaya, pemerintah, dan pelaku ekonomi lokal dan
nasional. Pemangku kepentingan diatas memiliki harapan dan nilai yang berbeda yang
perlu dikelola sedemikian rupa agar diadopsi dan terwakili dalam perencanaan,
pengembangan, dan operasionalisasinya.
Menurut Cox dalam Dowling dan Fannel (2003:
2), pengelolaan pariwisata harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
a. Pembangunan dan pengembangan
pariwisata haruslah didasarkan pada kearifan lokal dan special local sense yang
merefleksikan keunikan peninggalan budaya dan keunikan lingkungan.
b. Preservasi, proteksi dan peningkatan
kualitas sumber daya yang menjadi basis pengembangan kawasan pariwisata.
c. Pengembangan atraksi wisata tambahan
yang mengakar pada khasanah budaya lokal.
d. Pelayanan kepada wisatawan yang
berbasis keunikan budaya dan lingkungan lokal.
e. Memberikan dukungan dan legitimasi
pada pembangunan dan pengembangan pariwisata jika terbukti memberikan manfaat
positif, tetapi sebaliknya mengendalikan dan/atau menghentikan aktivitas
menghentikan pariwisata tersebut jika melampaui ambang batas (carrying
capacity) lingkungan alam atau akseptabilitas sosial walaupun di sisi lain
mampu meningkatkan kepadatan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan pariwisata yang
berkelanjutan baik secara ekonomi, sosial-budaya maupun lingkungan yang
efektif, pengelola wajib melakukan manajemen sumber daya yang efektif.
Manajemen sumber daya ditujukan untuk menjamin perlindungan terhadap ekosistem
dan mencegah degradasi kualitas lingkungan.
Untuk mencapai tujuan pariwisata yang
berkelanjutan baik secara ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan, maka pengelola
wajib melakukan manajemen sumber daya yang efektif. Menjadikan lingkungan
sedemikian rupa sehingga tidak teganggu keseimbangannya. Menurut Pitana dan
Diarta (2009: 90), pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan harus
memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
a. Menggunakan sumber daya yang
terbarukan (renewable resources).
b. Pemanfaatan untuk berbagai
kepentingan (multiple uses).
c. Daerah zona (designated/zonasi).
d. Konservasi dan preservasi sumber daya
(conservation and preservation of resources).
Dengan mengacu prinsip-prinsip di atas maka
manajemen sumber daya pariwisata harus memperlihatkan flora dan fauna, sumber
daya air, sanitasi, limbah, kualitas udara, kawasan pesisir, pantai, zoning dan
kepedulian lingkungan. Untuk mensinergikan pengelolaan pariwisata yang memenuhi
prinsipprinsip pengelolaan, diperlukan suatu metode pengelolaan yang menjamin keterlibatan
semua aspek dan komponen pariwisata.
Menurut WTO dalam Richardson dan Fluker
(2004: 183), ada beberapa metode dalam pengelolaan pariwisata, yaitu:
a.
Pengonsultasian
dengan semua pemangku kepentingan,
b.
Pengidentifikasi
isu,
c.
Penyusunan
kebijakan,
d.
Pembentukan
dan pendanaan agen dengan tugas khusus,
e.
Penyediaan
fasilitas dan operasi,
f.
Penyediaan
kebijakan fiskal, regulasi, dan lingkungan sosial yang kondusif,
g.
Penyelesaian
konflik kepentingan dalam masyarakat.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melalui
pertemuan formal dengan dewan pariwisata. Dalam hal penyusunan kebijakan akan
menjadi tuntutan bagi pelaku pariwisata dalam mewujudkan visi dan misi
pembangunan pariwisata. Dalam pembentukan agen, bertujuan menghasilkan rencana
strategi sebagai panduan dalam pemasaran dan pengembangan fisik di daerah
tujuan wisata. Dalam hal penyediaan fasilitas dan operasi, pemerintah berperan
dalam memberi modal usaha, pemberian subsidi kepada fasilitas, dan pelayanan
yang vital. Penyelesaian konflik merupakan peran yang sulit tetapi akan menjadi
salah satu peran yang sangat penting dalam era dimana isu lingkungan dan
konservasi sumber daya menjadi isu penting.