Showing posts with label keperawatan. Show all posts
Showing posts with label keperawatan. Show all posts

Friday, October 20, 2023

Faktor Yang Mempengaruhi Spiritualitas Pasein

 


Manurut Dwidianti, (2008) ada beberapa faktor penting yang dapat
mempengaruhi spiritualitas seseorang, faktor tersebut adalah:
a. Pertimbangan tahap perkembangan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan agama
yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi yang
berbeda tentang Tuhan dan cara sembahyang yang berbeda pula menurut
usia, jenis kelamin, agama, dan kepribadian anak.
b. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan
spiritual anak. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat
dan menjadi tempat pengalaman pertama anak dalam mempersiapkan
kehidupan di dunia, pandangan anak diwarnai oleh pengalaman mereka
dalam berhubungan dengan keluarga.
c. Latar belakang, etnik dan budaya
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik
dan social budaya. Umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama
dan spiritual keluarganya.
d. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun yang negatif dapat
mempengaruhi tingkat spiritual seseorang. Peristiwa dalam kehidupan
sering dianggap sebagai ujian kekuatan iman bagi manuisa sehingga
kebutuhan spiritual akan meningkat dan memerlukan kedalaman tingkat
spiritual sebagai mekanisme koping untuk memenuhinya.
e. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual
seseorang. Krisi sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit,
penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien
dihadapkan pada kematian, maka keyakinan spiritual dan keinginan
untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat dibandingkan dengan
pasien yang penyakit tidak terminal.
f. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali individu
terpisah atau kehilngan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial.
Kebiasaan hidup sehari-harinya termasuk kegiatan spiritual dapat
mengalami perubahan. Terpisahnya individu dari ikatan spitual beresiko
terjadinya perubahan fungsi sosial.
g. Isu moral terkai dengan terapi
Kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara
Tuhan untuk menunjukan kebesaran-Nya.
h. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai
Ketika memberikan ashuan keperawatan kepada klien, perawat
diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan
berbagai alasan ada kemungkinan perawat juga menghindari untuk
memberikan asuhan spiritual. Perawat merasa bahwa pemenuhan
kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab
pemuka agama.

Macam-Macam Kebutuhan Spiritual

 Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai dan dicintai, menjalani hubungan penuh rasa percaya pada Tuhan (Carson, 1989 dalam Hamid, 2008). Menurut Potter (2005) menyebutkan bahwa individu dikuatkan melalui “spirit” yang mengakibatkan peralihan yang penting selama periode sakit. 13 Galek et al (2005) menyatakan, dari sekian banyak penelitian yang dilakukan ada 7 konsep kebutuhan spiritual yang paling mewakili kebutuhan spiritual manusia, meliputi: a) Cinta/ kebersamaan/ rasa hormat Hubungan antar manusia membentuk suatu keselarasan yang dapat menyembuhkan, meliputi; dapat diterima sebagai manusia dalam kondisi apapun, memberi dan menerima cinta, mempunyai hubungan dengan dunia, perkawanan, mudah terharu dan mudah melakukan kebaikan, membina hubungan yang baik dengan sesama manusia, alam dan sekitar dan dengan Tuhan zat tertinggi. Cinta merupakan dasar dari spiritualitas yang mendorong manusia untuk hidup dengan hatinya, cinta meliputi dimensi cinta pada diri sendiri, cinta pada Tuhan, cinta pada orang lain, dan cinta pada seluruh kehidupan. Cinta juga meliputi tentang kebaikan yang berkualitas, kehangatan, saling memahami, kedermawanan dan kelembutan hati. Memelihara kasih sayang merupakan komponen yang penting dalam perawatan spiritual. b) Keimanan/ keyakinan Berpartisipasi dalam pelayanan spiritual dan religius, mendapat teman untuk berdoa, melakukan ritual keagamaan, membaca kitab suci, mendekatkan diri pada zat yang maha tinggi (Tuhan). Agama dapat dijadikan sarana untuk mengekspresikan spiritualitas melalui nilai-nilai yang dianut, diyakini dan dilakukan dengan praktik-praktik ritual, 14 didalamnya dapat menjawab pertanyaan mendasar tentang hidup dan kematian. Apa yang harus dikenali adalah bahwa ada sebagian orang yang mempunyai bentuk agama yang tidak selalu masuk kedalam institusional (Contoh: Kristen, Islam, Budha), namun demikian perawat harus tetap memperhatikan dan mendengarkan serta menghormati apa yang diyakini klien dan dengan cara yang arif. c) Hal positif/ bersyukur/ berharap/ kedamaian Banyak berharap, merasakan kedamaian, dan kesenangan, berfikir positif, membutuhkan ruang yang sepi untuk meditasi atau refleksi diri, bersyukur dan berterima kasih, mempunyai rasa humor. Harapan adalah orientasi di masa depan, mepercayai makna, meyakini dan mengharapkan. Ada dua tingkatan tentang harapan: harapan yang sifatnya spesifik dan harapan yang sifatnya umum. Harapan yang sifatnya spesifik mencakup tujuan yang dikehendaki pada beberapa keinginan diri. Harapan yang sifatnya umum bagaimana menghadapi masa depan dengan selamat. Faktor-faktor yang signifikan, seperti datangnya penyakit dapat menyebabkan hidup seseorang dalam situasi yang sulit, harapan membantu manusia berinteraksi dengan ketakutan dan ketidaktentuan, serta membantu mereka untuk menghasilkan yang positif. d) Makna dan tujuan hidup Memaknai bahwa penyakit merupakan sumber kekuatan, memahami mengapa penyakit, dapat terjadi pada dirinya, makna dalam penderitaan, memahami tujuan hidup, memahami saat krisis (Masalah 15 kesehatan). Sebagai seseorang yang berpengetahuan dan memahami tujuan hidup, ini merupakan penemuan prosedur yang signifikan serta mempunyai daya dorong pada saat menjalani penderitaan yang besar. Tidak hanya mengartikan ini sebagai daya dorong, tetapi ini juga membawa pada pencerahan (McEwen, 2005). Seseorang akan memahami hal apa yang pantas untuk di prioritaskan dalam hidupnya, dan hal apa yang tidak relevan untuk diprioritaskan. Sebagai contoh, pada penelitian yang dilakukan oleh Bukhardt (1994), ditemukan pada analisis statistik bahwa ada hubungan yang positif dan terus bertahan, antara memliki spiritual yang tinggi, dengan seseorang yang mencari tujuan hidup (Miner-williams, 2006). Spiritualitas memberi penerangan pada seseorang yang mempunyai satu tujuan, dan mengapa mereka menghendaki untuk hidup dihari yang lain. e) Moral dan etika Untuk hidup bermoral dan beretika, hidup dalam masyarakat dan menjunjung tinggi moral dan etika yang ada di dalam masyarakat tersebut. f) Penghargaan pada keindahan Menghargai keindahan alam dan seni, gambaran hubungan dengan alam meliputi: ikut memelihara lingkungan sekitar dengan cara menanam tumbuhan, pohon serta melindungi dari kerusakan, mengagumi alam sebagai ciptaan, menghargai seni dengan menghargai musik. 16 g) Pemecahan masalah/ kematian Pesan atau nasihat sebelum menghadapi kematian, mengakui adanya kehidupan setelah kematian, mempunyai pemahaman yang dalam akan kematian, dan memaafkan diri dengan orang lain

Komponen-Komponen Spiritual Care

 


Menurut Iranmensh et al (2011) kompenen spiritual adalah sebagai
berikut:
a. Menemui pasien sebagai seseorang manusia yang memilik arti dan
harapan
Perawatan spiritual adalah memungkinkan untuk menemukan
makna dalam perisitiwa baik dan buruk kehidupan. Perawatan spiritual
juga sebagai sumber pasien untuk menyadari makna dan harapan serta
mengetahui apa yang benar-benar penting untuk pasien. Memberikan
harapan kepada pasien adalah salah satu bagian yang paling penting
dari perawatan, terutama ketika mereka menghadapi pasien yang
sedang sakit parah Iranmanesh et al (2009).
b. Menemui pasien sebagai seseorang manusia dalam hal hubungan
Murata (2003) menegaskan bahwa untuk mengurangi rasa sakit
spiritual seseorang, sebagai dalam sebuah hubungan, kita harus
memperhatikan orang-orang yang menghubungkan pasien kepada
orang lain setelah kematian diantara berbagai orang dan persitiwa yang
disebutkan. Perawatan spiritual adalah tentang melakukan, bukan
menjadi, dan menyatakan bahwa perawat lebih unggul dari klien, ini
melibatkan cara menjadi (daripada melakukan) yang memerlukan
hubungan perawat-klien simetris (Taylor dan Mamier, 2005).
c. Menemui pasien sebagai seorang yang beragama
Keagamaan ini dicirikan sebagai formal, terorganisir, dan
terkait dengan ritual dan keyakinan. Meskipun banyak orang
memilih untuk mengekspresikan spiritualitas mereka melalui praktik
keagamaan, beberapa dari mereka menemukan spiritualitas yang
harus diwujudkan sebagai harmoni, sukacita, damai sejahtera,
kesadaran, cinta, makna, dan menjadi (Chung et al, 2006).
d. Menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi
Murata (2003) menjelaskan bahwa jika pasien menyadari
adanya bahwa mereka masih memiliki kebebasan untuk menentukan
nasib sendiri disetiap dimensi mengamati, berfikir, berbicara, dan
melakukan, yaitu persepsi, pikiran, ekspersi dan kegiatan melalui
pembicaraan dengan perawat untuk memulihkan rasa nilai sebagai
sebagai seseorang dengan otonomi.

Friday, April 24, 2020

Rekam Medis (skripsi dan tesis)


Secara sederhana dapat dikatakan bahwa rekam medis adalah kumpulan keterangan tentang identitas, hasil anamnesis, pemeriksaan, dan catatan kegiatan pelayanan kesehatan atas pasien dari waktu ke waktu. Catatan ini berupa tulisan atau gambar, dan belakangan ini dapat berupa pula rekaman elektronik, seperti komputer, mikrofilm,  dan rekaman suara (Tunggal 2010).
Bila ditelusuri lebih jauh, rekam medis mempunyai hukum kedisiplinan dan etik petugas kesehatan, kerahasiaan, keuangan, mutu mutu serta manajemen rumah sakit dan audit medis. Secara umum kegunaan rekam medis adalah sebagai berikut: (Tunggal 2010).
a.       Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang ikut ambil bagian dalam memberi pelayanan, pengobatan dan perawatan pasien
b.      Sebagai dasar untuk perencanaan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada pasien.
c.       Sebagai bukti tertulis berkunjung/dirawat dirumah sakit.
d.      Sebagai dasar analisa, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien.
e.       Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
f.       Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.
g.      Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis pasien.
h.      Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan.

Rumah Sakit (skripsi dan tesis)


Rumah sakit adalah institusi (atau fasilitas) yang menyediakan pelayanan pasien rawat inap, ditambah dengan beberapa penjelasan lain. Sementara itu, Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 menyebutkan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik (Tunggal 2010).
            Fungsi rumah sakit berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 5 sebagai berikut :
a.       Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b.      Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c.       Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d.      Penyelengaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Peresepan Antibiotik Irasional (Rani 2010) (skripsi dan tesis)


Penggunaan obat yang tidak rasional (irasional) merupakan masalah yang kadang-kadang terjadi karena maksud baik dan perhatian dokter. Menurut departemen kesehatan peresepan irasional dapat dikelompokkan menjadi :
1).  Peresepan berlebih (over prescribing), yaitu jika memberikan obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk penyakit yang bersangkutan, misalnya pemberian vitamin sementara pasien tidak menunjukkan gejala defisiensi  vitamin.
2). Peresepan kurang (under prescribing), yaitu jika pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan, baik dalam dosis jumlah maupun lama pemberian. Tidak diresepkan obat yang tidak diperlukan untuk penyakit yang diderita juga termasuk dalam ketegori ini.
3). Peresepan majemuk (multiple prescribing), yaitu mencakup pemberian beberapa obat untuk indikasi yang sama.
4). Peresepan salah (incorect prescribing), yaitu mencakup pemberian obat untuk indikasi yang keliru, pada kondisi yang sebenarnya kontra indikasi pemberian obat, memberikan kemungkinan resiko efek samping yang lebih, pemberian informasi yang keliru mengenai obat yang diberikan pada pasien dan sebagainya.

Dosis Antibiotik Pada Anak (Priyanto 2009) (skripsi dan tesis)


Usia, berat badan, luas permukaan tubuh atau kombinasi faktor-faktor ini dapat digunakan untuk menghitung dosis anak dari dosis dewasa. Dari usia, berat badan (BB), luas permukaan tubuh (LPT), perhitungan dosis berdasarkan LPT adalah yang paling tepat. Kesulitan yang sering timbul dalam menghitung dosis berdasarkan LPT adalah menemukan tinggi badan dan berat badan secara akurat pada anak yang sedang sakit.Selain itu, kebanyakan informasi dosis dari industri untuk kebanyakan obat adalah berdasarkan berat badan.
Dalam menghitung LPT dapat berdasarkan nomogram west atau berdasarkan rumus berikut, yaitu berdasarkan akar hasil perkalian antara tinggi badan (TB) dengan berat badan (BB).
LPT = √TB (cm) x BB (kg)
                        3600
Selain itu juga dapat digunakan pedoman praktis seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.  Dosis Neonatus dan Anak Berdasarkan Usia dan Berat Badan (BB)(Priyanto 2009)
Usia
Berat badan (Kg)
Dosis anak * 
(% dosis dewasa)
Neonatus
3,4
<12,5
1 bulan
4,2
<14,5
3 bulan
5,6
18
6 bulan
7,7
22
1 tahun
10
25
3 tahun
14
33
5 tahun
18
40
7 tahun
23
50
12 tahun
37
75

*   Dihitung berdasarkan luas permukaan tubuh.
*   Untuk neonatus sampai 1 bulan gunakan dosis lebih rendah lagi, sesuai keadaan klinik pasien.

Tuesday, July 16, 2019

Manfaat Senam Hamil (skripsi dan tesis)

Esisenberg (1996) membagi senam hamil menjadi empat tahap dimana setiap tahapnya mempunyai manfaat tersendiri bagi ibu hamil. Tahap dan manfaat senam hamil yaitu:
  1. Senam Aerobik
Merupakan aktifitas senam berirama, berulang dan cukup melelahkan, dan gerakan yang disarankan untuk ibu hamil adalah jalan-jalan. Manfaat dari senam aerobik ini adalah meningkatkan kebutuhan oksigen dalam otot, merangsang paru-paru dan jantung juga kegiatan otot dan sendi, secara umum menghasilkan perubahan pada keseluruhan tubuh terutama kemampuan untuk memproses dan menggunakan oksigen, meningkatkan peredaran darah, meningkatkan kebugaran dan kekuatan otot, meredakan sakit punggung dan sembelit, memperlancar persalinan, membakar kalori (membuat ibu dapat lebih banyak makan makanan sehat), mengurangi keletiham dan menjadikan bentuk tubuh yang baik setelah persalinan.
  1. Kalestenik
Latihan berupa gerakan-gerakan senam ringan berirama yang dapat membugarkan dan mengembangkan otot-otot serta dapat memperbaiki bentuk postur tubuh. Manfaatnya adalah meredakan sakit punggung dan meningkatkan kesiapan fisik dan mental terutama mempersiapkan tubuh dalam menghadapi persalinan.
  1. Relaksasi
Merupakan latihan pernapasan dan pemusatan perhatian. Latihan ini bisa dikombinasikan dengan katihan kalistenik. Manfaatnya adalah menenangkan pikiran dan tubuh, membantu ibu menyimpan energi untuk ibu agar siap menghadapi persalinan.
  1. Kebugaran Panggul (biasa disebut kegel)
Manfaat dari latihan ini adalah menguatkan otot-otot vagina dan sekitarnya (perinial) sebagai kesiapan untuk persalinan, mempersiapkan diri baik fisik maupun mental.
Beberapa manfaat senam hamil lainnya yaitu :
  1. Menguasai teknik pernapasan.
Latihan pernapasan sangat bermanfaat untuk mendapatkan oksigen, sedangkan teknik pernapasan dilatih agar ibu siap menghadapi persalinan.
  1. Memperkuat elastisitas otot.
Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut, sehingga dapat mencegah atau mengatasi keluhan nyeri di bokong, di perut bagian bawah dan keluhan wasir.
  1. .Mengurangi keluhan.
Melatih sikap tubuh selama hamil sehingga mengurangi keluhan yang timbul akibat perubahan bentuk tubuh.
  1. .Melatih relaksasi.
Proses relaksasi akan sempurna dengan melakukan latihan kontraksi dan relaksasi yang diperlukan untuk mengatasi ketegangan atau rasa sakit saat proses persalinan.
  1. Menghindari
Senam ini membantu persalinan sehingga ibu dapat melahirkan tanpa kesulitan, serta menjaga ibu dan bayi sehat setelah melahirkan.
Sebenarnya senam hamil juga bisa dilakukan sendiri di rumah. Namun senam ini harus dilakukan secara teratur, dengan kondisi yang tenang dan menggunakan pakaian yang longgar.

Tujuan Senam Hamil (skripsi dan tesis)

Mochtar (1998) membatasi tujuan senam hamil menjadi tujuan secara umum dan khusus, tujuan tersebut dijabarkan sebagai berikut : Pertama, tujuan umum senam hamil adalah melalui latihan senam hamil yang teratur dapat dijaga kondisi otot-otot dan persendian yang berperan dalam mekanisme persalinan, mempertinggi kesehatan fisik dan psikis serta kepercayaan pada diri sendiri dan penolong dalam menghadapi persalinan dan membimbing wanita menuju suatu persalinan yang fisiologis. Kedua, tujuan khusus senam hamil adalah memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut, otot-otot dasar panggul, ligamen dan jaringan serta fasia yang berperan dalam mekanisme persalinan, melenturkan persendian-persendian yang berhubungan dengan proses persalinan, membentuk sikap tubuh yang prima sehingga dapat membantu mengatasi keluhan-keluhan, letak janin dan mengurangi sesak napas, menguasai teknik-teknik pernapasan dalam persalinan dan dapat mengatur diri pada ketenangan.

Pengertian Senam Hamil (skripsi dan tesis)

Senam hamil adalah suatu bentuk latihan guna memperkuat dan mempertahankan elastisitas dinding perut, ligament-ligament, otot-otot dasar panggul yang berhubungan dengan proses persalinan (FK. Unpad, 1998).

Pembagian Tahap Persalinan (skripsi dan tesis)

  1. Kala I
Ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah (bloddy show), karena serviks mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement). Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar danterbuka.
  1. Kala II
Kala pembukaan dibagi atas 2 fase, yaitu :
  1. Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai pembukaan 3 cm berlangsung dalam 7-8 jam.
  2. Fase aktif, berlangsung selama 3 jam dan dibagi atas 3 subfase.
  • Periode akselersi, berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.
  • Periode dilatasi maksimal (steady), selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
  • Periode deselerasi, berlangsung lambat dalam waktu 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap.
  1. Kala III
Setelah bayi lahir kontraksi rahim beristirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat, berisi plasenta yang menjadi tebal 2 x sebelumnya. Berapa saat kemudian datang his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5 – 15 menit seluruh plasenta terlepas didorong kedalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan diatas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5 – 30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100 – 200 cc.
  1. Kala IV
Adalah kala pengawasan 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan pospartum.

Faktor Yang Mempengaruhi Kelahiran Spontan (skripsi dan tesis)

Beberapa faktor yang mempengaruhi kontraktilitas uterus sehingga berpengaruh terhadap proses persalinan normal adalah:
  1. Umur
  2. Paritas
  3. Konsistensi serviks uteri
  4. Infertilitas dan interval persalinan
  5. Berat badan
  6. Factor psikis
  7. Gizi dan anemia
  8. Pengaruh obat-obatan

Pengertian Persalinan Spontan (skripsi dan tesis)

Persalinan adalah peristiwa keluarnya bayi yang sidah cukup bulan diikuti dengan keluarnya plasenta dan selaput janin. Menurut Benson dan Pernolls, persalinan adalah proses normal yang terkoordinasi dengan tenaga yang berasal dari kontraksi uterus yang efektif dan fisiologis (tidak dipacu) yang menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks secara progrsif sehingga terjadi detenis atau penurunan bagian terendah janin dan pengeluaran bayi serta plasenta (Benson dan Pernolss cit Tamlicha, 1999)
Menurut FK UNPAD terdapat tiga macam persalinan yaitu persalinan spontan, persalinan buatan dan persalinan anjuran. Persalinan spontan yaitu apabila persalinan ini berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir . persalinana  uatan yaitu apabila persalinan dibantu dengan tenaga dari laur misalnya ekstrasi, dengan forcep atau dilakukan operasi sectio caesarea. Sedangkan persalinan anjuran yaitu suatu eprsalinan yang pada umumnya terjadi pada bayi sudah cukup besar untuk hiudp di luar teteapi tidak demikian bersarnya sehingga menimbulkan kesulitan dalam persalinan. Kadang-kadang persalinan tidak dimulai dengan sendirinya tapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin (FK UNPAD 1993)
Namun pada pelaksanaan, belum ada keseragaman penentuan lamanya waktu persalinan normal. Penetapan batas waktu persalinan normal oleh banyak ahli mempunyai pertimbangan yang sama yaitu berdasarkan resiko terjadinya morbiditas pada ibu dan kesudahan persalinan (outcome). Dengan adanya perbedaan sarana, keadaan lingkungan, social ekonomi dan ras; batasan waktu persalinan normal yang ditetapkan oleh para ahli menjadi beragam.
Cohen dan Friedman menetapkan bahwa lama persalinan normal tidak melebihi 20 jam pada pirigravida dan 12 jam multigravida. Oxorn (1980) menetapkan 24 jam baik pada pada pirigravida dan multigravida. Greenhill (1995) hanya memberikan batasn kala I pada 13 jam pada primigravida dan 8 jam pada multigravida, sedangkan Russel (1976) memberikan batasan kala I kurang dari 12 jam baik pada primigravida maupun pada multigravida. Friedman (1981) menetapkan batasan lama persalinan normal kala I tidak melebihi 23 jam pada primigravida dan 16 jam pada multigravida
Berhubungan batas waktu persalinan yang masih beragam maka pada penelitian ini batasan waktu yang dipakai adalah yang ditetapkan oleh IFGO (International Federation of Gynecology and Obstretics). Partus lama ialaha persalina yang melebihi 18 jam yang secara universal sudah diterima (berdasarkan lama persalinana kala I).
Faktor-faktor yang sebelumnya dapat diidentifikasi secara jelas pada pengamatan kelangsungan persalinan adalah factor yang menyebabkan obstruksi jalan lahir sedangkan factor-faktor yang mempengaruhi kontrakfilitas uterus dapat dideteksi sebelumnya (Greenhill, 1995; Friedman, 1991).

Perilaku Kesehatan (skripsi dan tesis)

Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah fektor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum: 1974). Oleh sebab itu, dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis. Intervensi terhadap faktor perilaku secara garis besar dapat dilakukan melalui upaya yang saling betentangan. Masing-masing upaya tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kedua upaya tersebut dilakukan melalui (Notoatmodjo, 2007):
  1. Tekanan (Eforcement)
Upaya agar masyarakat mengubah perilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara-cara tekanan, paksaan atau koersi (coertion). Upaya enforcement ini bisa dalam bentuk undang-undang atau peraturan-peraturan (low enforcement), instruksi-instruksi, tekanan-tekanan (fisik atau nonfisik), sanksi-sanksi, dan sebagainya. Pendekatan atau cara ini biasanya menimbulkan dampak yang lebih cepat terhadap perubahan perilaku. Tetapi pada umumnya perubahan atau perilaku baru ini tidak langgeng (sutainabel), karena perubahan perilaku yang dihasilkan dengan cara ini tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran yang tinggi terhadap tujuan perilaku tersebut dilaksanakan(Notoatmodjo, 2007).
  1. Pendidikan (Education)
Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau promosi kesehatan. Memang dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku masyarakat, akan memakan waktu lama dibandingkan dengan cara koersi. Namun demikian, bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka akan langgeng, bahkan selama hidup dilakukan (Notoatmodjo, 2007).
Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan atau promosi kesehatan suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain, promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu dilakukan diagnosis atau analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007), perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:
  • Faktor predisposisi (Predisposing faktor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan bagi ibu hamil, diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa kehamilan baik bagi kesehatan ibu sendiri maupun janinnya. Di samping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa kehamilan. Misalnya, orang hamil tidak boleh disuntik (periksa kehamilan termasuk memperoleh suntukan anti tetanus), karena suntukan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
  • Faktor pemungkinan (Enambling factors)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan pendukung. Misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang mau periksa kehamilan tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa kehamilan melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tampat periksa kehamilan, misalnya puskesmas, polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.

  • Faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintahan daerah, yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa kehamilan. Juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa kehamilan.
Oleh sebab itu, intervensi pendidikan (promosi) hendaknya dimulai dengan mendiagnosis ke-3 faktor penyebab (determinan) tersebut, kemudian intervensinya juga diarahkan terhadap 3 faktor tersebut. Pendekatan ini disebut model Precede, yakni predisposing, reinforcing and enabling cause in educational diagnosis and evaluation.
Apabila konsep Blum yang menjelaskan bahwa derajat kesehatan itu dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yakni lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan (hereditas), maka promosi kesehatan adalah sebuah intervensi terhadap faktor perilaku (konsep Green), maka kedua konsep tersebut dapat diilustrasikan seperti pada bagan Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Pendidikan atau promosi Kesehatan (Notoatmodjo, 2007).

Pengawasan Sanitasi Tempat Umum (skripsi dan tesis)

Tujuan dari pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, antara lain:
a.    Untuk memantau sanitasi tempat-tempat umum secara berkala.
b.    Untuk membina dan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat di tempat-tempat umum.
Ada beberapa jenis-jenis tempat umum, antara lain:
a.    Hotel
b.    Kolam renang
c.    Pasar
d.    Salon
e.    Panti Pijat
f.     Tempat wisata
g.    Terminal
h.    Tempat ibadah
Syarat-syarat dari sanitasi tempat-tempat umum, yaitu:
a.    Diperuntukkan bagi masyarakat umum
b.    Harus ada gedung dan tempat yang permanent
c.    Harus ada aktivitas (pengusaha, pegawai, pengunjung)
d.    Harus ada fasilitas (SAB, WC, Urinoir, tempat sampah, dll)
Aspek penting dalam penyelenggaraan sanitasi tempat-tempat umum yaitu:
a.    Aspek teknis/hukum (persyaratan H dan S, peraturan dan perundang-undangan sanitasi).
b.    Aspek sosial, yang meliputi pengetahuan tentang : kebiasan hidup, adat istiadat, kebudayaan, keadaan ekonomi, kepercayaan, komunikasi,dll.
c.    Aspek administrasi dan management, yang meliputi penguasaan pengetahuan tentang cara pengelolaan STTU yang meliputi: Man, Money, Method, Material, dan Machine.
Secara spesifik ada beberapa ruang lingkup sanitasi tempat-tempat umum, yaitu:
a.    Penyediaan air minum (Water Supply)
b.    Pengelolaan sampah padat, air kotor, dan kotoran manusia (wastes disposal meliputi sawagerefuse, dan excreta)
c.    Higiene dan sanitasi makanan (Food Hygiene and Sanitation)
d.    Perumahan dan kontruksi bangunan (Housing and Contruction)
e.    Pengawasan Vektor (Vector Control)
f.     Pengawasan pencemaran fisik (Physical Pollution)
g.    Higiene dan sanitasi industri (Industrial Hygiene and Sanitation)
Kegiatan yang mendasari sanitasi tempat-tempat umum (STTU), yaitu:
a.    Pemetaan (monitoring)
Pemetaan (monitoring) adalah meninjau atau memantau letak, jenis dan jumlah tempat-tempat umum yang ada kemudian disalin kembali atau digambarkan dalam bentuk peta sehingga mempermudah dalam menginspeksi tempat-tempat umum tersebut.
b.    Inspeksi sanitasi
Inspeksi sanitasi adalah penilaian serta pengawasan terhadap tempat-tempat umum dengan mencari informasi kepada pemilik, penanggung jawab dengan mewawancarai dan melihat langsung kondisi tempat umum untuk kemudian diberikan masukan jika perlu apabila dalam pemantauan masih terdapat hal-hal yang perlu mendapatkan pembenahan.
c.    Penyuluhan
Penyuluhan terhadap masyarakat (edukasi) terutama untuk menyangkut pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya-bahaya yang timbul dari TTU.

Pengertian sanitasi tempat-tempat umum (skripsi dan tesis)

Sanitasi merupakan suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup (http://www.who.int). Menurut Notoatmodjo (2003), sanitasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih dan terbebas dari ancaman penyakit.Tempat-tempat umum merupakan suatu tempat dimana banyak orang berkumpul untuk melakuikan kegiatan baik secara insidentil maupun terus-menerus, baik secara membayar, maupun tidak. Tempat-tempat umum adalah suatu tempat dimana banyak orang berkumpul dan melakukan aktivitas sehari-hari.Sanitasi tempat-tempat umum adalah: suatu usaha untuk mengawasi dan mencegah kerugian akibat dari tidak terawatnya tempat-tempat umum tersebut yang mengakibatkan timbul menularnya berbagai jenis penyakit, atau Sanitasi tempat-tempat umum merupakan suatu usaha atau upaya yang dilakukan untuk menjaga kebersihan tempat-tempat yang sering digunakan untuk menjalankan aktivitas hidup sehari-hari agar terhindar dari ancaman penyakit yang merugikan kesehatan.

Monday, July 1, 2019

Lingkar Pinggang Tubuh (skripsi dan tesis)

  • Lingkar Pinggang Tubuh
Pengukuran lingkar pinggang dapat digunakan untuk memprediksi adanya timbunan lemak pada daerah intraabdomen, atau sering disebut obesitas sentral, yang merupakan salah satu penanda risiko penyakit kardiovaskular. Cara pengukuran lingkar pinggang yang tepat, dapat dilakukan pada titik tengah antara tulang rusuk terakhir dengan iliac crest. Pita pengukur harus menempel pada kulit, namun tidak sampai menekan dan sebaiknya pengukuran lingkar pinggang dilakukan ketika akhir respirasi (Coulston, Boushey, and Ferruzzi, 2013)
Lokasi pengukuran lingkar pinggang adalah tulang panggul atas dan kanan atas krista iliaka (iliac crest). Pita pengukur ditempatkan secara horizontal pada bidang di sekitar perut setinggi krista iliaka (Illiac Crest), dipastikan bahwa pita tersebut pas, tetapi tidak menekan perut, dan sejajar dengan lantai (National Institute of Health, 2010).
Jenis KelaminUkuran LP (cm) Ideal
Pria<90
Wanita<80
Sumber: National Institute of Health, 2010.
  • Rasio Lingkar Pinggang Tubuh
Rasio lingkar pinggang dan panggul (RLPP) adalah salah satu jenis pengukuran antropometri yang menunjukkan status kegemukan, terutama obesitas sentral (WHO, 2008) dan merupakan indikator antropometri yang cukup akurat untuk menggambarkan komposisi lemak tubuh yang berkaitan dengan obesitas sentral (Kaulina, 2009).
RLPP merupakan metode untuk membedakan lemak tubuh bagian perut bawah dan pada bagian perut atas atau pinggang. Lemak yang lebih banyak terdapat di bagian bawah disebut obesitas gynoid yang banyak terjadi pada wanita, sebaliknya bila lemak lebih banyak terdapat di bagian perut abdomen maka disebut obesitas android dan lebih banyak terjadi pada laki-laki. Lemak tubuh yang diukur dengan rasio lingkar pinggang - panggul adalah lemak subcutan dan visceral. Simpanan lemak subcutan banyak terdapat di bagian pinggul (Gibson, 2005).

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (skripsi dan tesis)

Orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, indeks massa tubuh (IMT) diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua umur bagi laki-laki dan perempuan. Interpretasi IMT pada anak-anak dan remaja adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin (Soegondo. 2012). Untuk selanjutnya klasifikasi indeks massa tubuh akan disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh
KategoriKg/m2
BB kurang< 18.5 BB
normal18.5 - 22.9
Overweight23.0 - 24.9
Obes I25.0 - 29.9
Obes II> 30
Sumber: Centre for Obesity Research and Education 2007

Tabel 2.2. Tabel IMT berdasarkan usia dan jenis kelamin untuk anak-anak dan remaja
KategoriKg/m2
BB kurangBerdasarkan usia di bawah persentil 5
BB normalBerdasarkan usia antara persentil 5 - 85
Memiliki risiko kelebihan beratBerdasarkan usia antara 85 - 95
BB lebihBerdasarkan usia di atas 95
Sumber: Centre for Obesity Research and Education 2007

Pengertian Indeks Massa Tubuh (skripsi dan tesis)

Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT  tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM et al., 2012). IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan.
IMT juga dikaitkan dengan rumus matematis yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Penggunaan rumus ini hanya dapat diterapkan pada seseorang berusia antara 19 hingga 70 tahun, berstruktur tulang belakang normal, bukan atlet atau binaragawan, dan bukan ibu hamil atau menyusui. Pengukuran IMT ini dapat digunakan terutama jika pengukuran tebal lipatan kulit tidak dapat dilakukan atau nilai bakunya tidak tersedia (Supariasa dan Dewa Nyoman I. 2012)
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut: Menurut rumus metrik:
Sumber: Grummer-Strawn LM et al., 2012.

Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah (skripsi dan tesis)


Menurut American Diabetes Association (2014), ada berbagai cara yang biasa dilakukan untuk memeriksa kadar glukosa darah, di antaranya:
1)      Tes Glukosa Darah Puasa
Tes glukosa darah puasa mengukur kadar glukosa darah setelah tidak mengkonsumsi apa pun kecuali air selama 8 jam. Tes ini biasanya dilakukan pada pagi hari sebelum sarapan.  
Tabel 2.4. Klasifikasi Kadar Glukosa Darah Puasa


Hasil
Kadar Glukosa Darah Puasa
Normal                                           Kurang dari 100 mg/dL
Prediabetes                                             100 – 125 mg/dL
Diabetes                                    Sama atau lebih dari 126 mg/dL
Sumber : American Diabetes Association (2014)



2)      Tes Glukosa Darah Sewaktu
Kadar glukosa darah sewaktu disebut juga kadar glukosa darah acak atau kasual. Tes glukosa darah sewaktu dapat dilakukan kapan saja. Kadar glukosa darah sewaktu dikatakan normal jika tidak lebih dari 200 mg/dL.
3)      Uji Toleransi Glukosa Oral
Tes toleransi glukosa oral adalah tes yang mengukur kadar glukosa darah sebelum dan dua jam sesudah mengkonsumsi glukosa sebanyak 75 gram yang dilarutkan dalam 300 mL air.
Tabel 2.5. Klasifikasi Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral


Hasil
Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral
Normal                                           Kurang dari 140 mg/dL
Prediabetes                                             140 – 199 mg/dL
Diabetes                                    Sama atau lebih dari 200 mg/dL
Sumber : American Diabetes Association (2014)
4)      Uji HBA1C
Uji HBA1C mengukur kadar glukosa darah rata-rata dalam 2 – 3 bulan terakhir. Uji ini lebih sering digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah pada penderita diabetes.
Tabel 2.6. Klasifikasi Kadar HBA1C

Hasil
Kadar HBA1C
Normal                                          Kurang dari 5,7%
Prediabetes                                             5,7 – 6,4 %
Diabetes                                    Sama atau lebih dari 6,5%
Sumber : American Diabetes Association (2014)

b.      Faktor – faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah
Menurut Suyono (2009) faktor – faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah adalah :

1)      Umur
Semakin tua umur seseorang maka resiko peningkatan kadar glukosa darah dan gangguan toleransi glukosa akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena melemahnya semua fungsi organ tubuh termasuk sel pankreas yang bertugas menghasilkan insulin. Sel pankreas bisa mengalami degradasi yang  menyebabkan hormon insulin yang dihasilkan terlalu sedikit, sehingga kadar gula darah menjadi tinggi.
2)      Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh yang berlebihan dan obesitas menggambarkan gaya hidup yang tidak sehat. Salah satu penyebab yang sering ditemukan adalah karena makan berlebih. Pola hidup yang seperti ini dapat memperberat kerja organ tubuh termasuk kerja sel pankreas yang memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang banyak karena banyaknya bahan makanan yang dikonsumsi.
3)      Diet dan Susunan Makanan
Jenis diet dan komposisi makanan juga mempengaruhi kadar gula darah. Diet dengan pola menu seimbang lebih dianjurkan untuk menjaga kondisi kesehatan tubuh dan dapat menghindarkan dari beberapa jenis penyakit – penyakit khususnya penyakit degeneratif. Konsumsi makanan dalam jumlah yang tidak berlebihan dan teratur dapat mencegah pelonjakan kadar glukosa darah secara tepat. Jumlah total kalori seseorang dikategorikan baik adalah berkisar antara 80 % - 100 % dari total kalori yang dianjurkan. Cara menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seseorang adalah dengan menggunakan rumus Harris Beneict yang mempertimbangkan jenis kelamin, BB, TB, umur, dan faktor aktifitas.
4)      Jenis Makanan
Pemilihan jenis makanan sangat berperan dalam mengendalikan kadar gula darah. Makanan yang tinggi serat dan pemilihan jenis karbohidrat kompleks yang mempunyai indeks glikemik yang rendah dapat mengendalikan kadar gula darah dengan cara yang lebih aman dan sehat. Jenis makanan dengan indeks glikemik yang tinggi dapat mempercepat kenaikan kadar gula darah dan jika dikonsumsi dalam jangka panjang dapat mempercepat munculnya Gangguan Toleransi Glukosa (GTG). Apabila individu mengkonsumsi makanan indeks glikemik tinggi dalam jangka panjang, kebutuhan insulin tentunya akan bertambah banyak, terjadi hiperinsulinemia yang akhirnya muncul gangguan toleransi glukosa. (Pemayun, 2007)
5)      Jenis Kelamin
Kadar glukosa darah menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Kadar glukosa darah perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki di Amerika. Hal ini berarti risiko gangguan toleransi glukosa pada wanita Amerika lebih tinggi dibandingkan laki – laki. Sama halnya dengan Amerika, wanita di Indonesia mempunyai risiko gangguan toleransi glukosa lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki, hal ini disebakan karena tingkat aktifitas fisik wanita Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan laki – laki, serta pada wanita diketahui komposisi lemak tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki. Komposisi lemak yang tinggi menyebabkan wanita akan cenderung lebih mudah gemuk dan hal ini berkaitan dengan risiko GTG. (Pemayun, 2007)
6)      Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik secara teratur menambah sensitifitas insulin dan menambah toleransi glukosa. Penelitian prospektif memperlihatkan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan berkurangnya risiko terhadap gangguan toleransi glukosa terutama pada kelompok berisoko tinggi yaitu wanita usia > 40 tahun dengan BB berlebih. Aktifitas fisik mempunyai efek menguntungkan pada lemak tubuh, distribusi lemak tubuh, dan kontrol glukosa darah sehingga dapat mencegah terjadinya Gangguan Toleransi Glukosa (GTG). Olah raga dapat mencegah peningkatan kadar gula darah disebabkan karena bertambahnya sensitivitas insulin yang dapat dicapai dengan pengurangan Indeks Massa Tubuh melalui bertambahnya aktifitas fisik. (Pemayun, 2007)