Kekayaan sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya yang terdiri atas sumber daya alam hewani, sumber daya alam
nabati beserta ekosistemnya ataupun gejala keunikan alam dan/atau keindahan
alam lainnya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan anugerah Tuhan Yang
Maha Esa. Potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tersebut perlu
dikembangkan dan dimanfaatkan bagi sebesar besar kesejahteraan rakyat melalui
upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga tercapai
keseimbangan antara perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari.
Salah satu upaya konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya ditempuh melalui penetapan sebagian kawasan
hutan dan/atau kawasan perairan menjadi antara lain Hutan Lindung yang salah
satu fungsinya adalah karena keadaan sifat alamnya diperuntukan guna mengatur
tata air (hydro-orologi), pencegahan bencana banjir dan erosi serta memelihara
kesuburan tanah, perlindungan dan penyangga sistem kehidupan, obyek dan daya
tarik wisata alam untuk dijadikan pusat pariwisata dan kunjungan wisata alam
daerah. Pembangunan nasional di berbagai sektor telah berhasil meningkatkan
pendapatan masyarakat, disamping telah meningkatkan kegiatan masyarakat
diberbagai bidang, sehingga menimbulkan perubahan pola kehidupan masyarakat
yang menuntut kebutuhan hidup yang semakin beragam. Kedua aspek tersebut
ditambah dengan meningkatnya minat kembali ke alam terutama bagi masyarakat
perkotaan, menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan wisata
alam. Sejalan dengan itu, menurut
Perrings (2002) dalam Fandeli (2003), bahwa semakin banyak sumberdaya alam yang
dimanfaatkan dalam pembangunan, maka keterkaitan pembangunan itu dengan ekonomi
ekologi akan semakin besar. Pernyataan
Perrings (2002); dan Fandeli (2003) tersebut tidak terkecuali pada kawasan hutan
lindung dan Taman Hutan Raya (TAHURA) yang juga kewenangan pengelolaannya
diserahkan pada Daerah sebagai tugas perbantuan, karena mengingat perkembangan
usaha kepariwisataan alam sangat ditentukan oleh potensi, estetika dan bentang
alamnya yang unik dan berbeda pada tempat lainnya.
Menurut PP. No. 68 Tahun 1998
tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Kawasan Taman Hutan
Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau
satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Penetapan kawasan tertentu sebagai sebagai
Kawasan Taman Hutan Raya, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut: a)
Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan
yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah;
b) Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam; c) Mempunyai luas wilayah yang
memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa, baik jenis asli
dan atau bukan asli.
Menurut Fandeli (2002), daya dukung
lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perilaku manusia dan
makhluk hidup yang lain secara wajar. Namun
dalam perkembangannya istilah daya dukung kemudian dirubah menjadi daya tampung
bagi lingkungan binaan. Daya tampung
diartikan sebagai kemampuan suatu lingkungan binaan untuk menampung jumlah
individu maksimum.
Kawasan taman hutan raya memiliki
daerah penyangga mempunyai fungsi untuk menjaga kawasan tersebut dari segala
bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan atau dari dalam kawasan
yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan. Penetapan daerah penyangga pada hakekatnya
berdasarkan pertimbangan kriteria sebagai berikut : a) Secara geografis
berbatasan dengan Kawasan Taman Hutan Raya; b) Secara ekologis masih mempunyai
pengaruh baik dari dalam maupun dari luar Kawasan Taman Hutan Raya; c) Mampu
menangkal segala macam gangguan baik dari dalam maupun dari luar Kawasan Taman
Hutan Raya.
Penetapan tanah negara bebas maupun
tanah yang dibebani dengan suatu hak (alas titel) sebagai daerah penyangga,
ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I yang bersangkutan. Penetapan daerah penyangga dilakukan dengan tetap
menghormati hak hak yang dimiliki oleh pemegang hak. Pengelolaan daerah
penyangga yang bukan kawasan hutan tetap berada pada pemegang hak dengan tetap
memperhatikan ketentuan dan pertimbangan kriteria yang telah disepakati. Untuk
membina fungsi daerah penyangga, pemerintah melakukan: a) Peningkatan pemahaman
masyarakat terhadap konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; b) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk
meningkatan kesejahteraan masyarakat; c) Rehabilitasi lahan; d) Peningkatan produktivitas lahan; e) Kegiatan
lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sesuai dengan fungsinya, taman
hutan raya dapat dimanfaatkan untuk keperluan: a) Pariwisata alam dan rekreasi; b)
Penelitian dan pengembangan; c) Pendidikan; d) Kegiatan penunjang
budidaya. Kunjungan wisata alam terbatas
pada kegiatan mengunjungi, melihat dan menikmati keindahan alam dan perilaku
satwa di dalam kawasan pelestarian alam, sedangkan kegiatan pendidikan dapat
berupa karya wisata, widya wisata, dan pemanfaatan hasil hasil penelitian serta
peragaan dokumentasi tentang potensi kawasan tersebut.
Undang-undang Nomor : 41/1999
menekankan bahwa peruntukannya fungsi hutan ditetapkan menjadi 3 (tiga) yaitu :
1) Hutan Konservasi untuk fungsi konservasi, 2) Hutan Lindung untuk fungsi
perlindungan sistem penyangga kehidupan, dan Hutan Produksi untuk fungsi
produksi. Namun dari ketiga fungsi
tersebut pada hakikatnya hutan dikelola dengan tujuan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan cara, (Marsono,
2000), antara lain ; 1) Memberikan
jaminan keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang
proporsional; 2) Mengoptimalkan aneka fungsi (konservasi, Lindung dan produksi)
dan mencapai manfaat lingkungan, sosial-ekonomi, yang seimbang, serasi dan
lestari; 3) Meningkatkan daya dukung lingkungan dan Daerah Aliran Sungai; 4)
Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat
secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu
menciptakan ketahanan sosial-ekonomi dan pangan-sandang dan papan, lapangan
kerja; dan 5) Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan keberlanjutan.
Perkembangan kebutuhan
kepariwisataan alam, maka taman hutan raya, yang memiliki gejala keunikan alam,
keindahan alam, dan lain lain, sangat potensial untuk dikembangkan sebagai
obyek dan daya tarik wisata alam disamping sebagai wahana penelitian,
pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Agar obyek dan daya tarik wisata
alam tersebut dapat dimanfaatkan secara nyata diperlukan modal dan teknologi
serta paradigma pengelolaan berbasis masyarakat. Untuk itu, modal masyarakat
dan teknologi yang sesuai, perlu diikut sertakan dalam kegiatan pengusahaan
pariwisata alam. Pengusahaan taman hutan raya sebagai obyek dan daya tarik
wisata alami memberikan dampak positif dalam menciptakan perluasan kesempatan
kerja dan kesempatan berusaha, peningkatan kesejahteraan masyarakat,
peningkatan pendapatan negara dan pemasukan devisa.
Pengelolaan kawasan hutan lindung,
kawasan taman hutan raya di Indonesia harus harus dilaksanakan secara
profesional, dilakukan oleh tenaga atau sumber daya manusia yang memenuhi
syarat profesionalisme tersebut, berdedikasi tinggi untuk mewujudkan
kelestarian ekosistem maupun pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable
forest management). Pengelolaan kawasan
hutan lindung dan kawasan taman hutan raya dalam bentuk Kesatuan Pemangkuan
Hutan (KPH) menurut fungsinya sesuai dengan amanat PP No. 6 Tahun 2007, agar
lebih menjamin ; kepangkuan kelola, keragaman usaha, keberpihakan kepada
masyarakat (pemberdayaan) dan kelestarian berkelanjutan.
UU No. 5/1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa, pengelolaan taman
nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilaksanakan oleh Pemerintah,
yang dalam zona pemanfaatan dapat dibangun sarana kepariwisataan berdasarkan
rencana pengelolaan. Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah
dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman
hutan raya, dan taman wisata alam dengan mengikutsertakan rakyat. Dilihat dari kedua definisi di atas, maka
beberapa kegiatan pengelolaan dimungkinkan untuk dilakukan pada kawasan hutan
lindung, taman hutan raya dan taman wisata alam dengan pemberdayaan masyarakat
sekitar kawasan. Kegiatan-kegiatan tersebut tentunya memberikan pengaruh
positif dari sisi ekonomis maupun ekologis dalam berbagai aspek. Kegiatan
pengelolaan harus benar-benar mempertimbangkan peranan ekologis dan potensi
taman hutan raya dengan kata lain harus dijaga kesesuaian antara tujuan
estetika, pelatihan dan penelitian dan perlindungan ketimbang dengan pilihan
pemanfaatannya.
Oleh karenanya di dalam sebuah
kawasan hutan dan lingkungan di sekitarnya sebagai suatu ekosistem dalam
lingkungan hdiup merupakan suatu kesatuan ruang dengan semua benda, daya
keadaan dan makluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesehjateraan manusia serta makluk
hidup lainnya. Lingkungan hidup di Indonesia meliputi aspek social budaya
ekonomi dan fisik.