Wednesday, January 17, 2018

Metode Kooperatif TAI (Student Team Achievement Divison) (skripsi dan tesis)


Team Assisted Individualization (TAI) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang diperkenalkan oleh Slavin, Leavey, dan Madden pada tahun 1986. Terjemahan bebas dari istilah tersebut adalah Bantuan Individual Dalam Kelompok (BIDAK). Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe Team Assisted Individualization (TAI) ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. Pola komunikasi guru adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.
Prinsip dasar dalam model pembelajaran tipe Team Assisted Individualization (TAI) adalah menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual, siswa secara individu belajar materi dan menyelesaikan tugas yang diberikan guru dalam jumlah tertentu dan siswa dengan kemampuan yang lebih unggul memberikan bantuan kepada anggota lain dalam kelompoknya jika mengalami kesulitan dalam mempelajari materi pembelajaran. Dalam pembelajaran Tipe Team Assisted Individualization (TAI) siswa belajar pada tingkat kemampuan mereka sendiri-sendiri. Sehingga kecepatan belajar pada proses pembelajaran sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Selain itu pembelajaran dalam kelompok kecil tipe TAI mengutamakan pemberian bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar. Siswa yang mengalami kesulitan akan dibantu siswa yang lebih paham atau yang berkemampuan tinggi. Agar semua siswa memahami materi yang disampaikan dan diharapkan pula adanya peningkatan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki delapan komponen seperti yang dikemukakan Slavin (2009 : 195 - 200) yaitu sebagai berikut :
1.        Team, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 5 peserta didik.
2.        Placement test, yaitu pemberian pretest kepada peserta didik atau melihat rata-rata nilai harian peserta didik agar guru mengetahui kelemahan peserta didik pada bidang tertentu.
3.        Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
4.        Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada peserta didik yang membutuhkan.
5.        Team scorers and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam mengerjakan tugas.
6.        Teaching group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.
7.        Fact test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh peserta didik.
8.        Whole-class unit, yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhir waktu pembelajaran.
 Slavin (2009 : 160) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TAI mempunyai kelebihan-kelebihan sebagai berikut :
a.    Guru akan terlibat secara minimal dalam pengaturan dan pengecekan rutin.
b.    Guru akan menggunakan paling sedikit separuh waktunya mengajar dalam kelompok-kelompok kecil.
c.    Pelaksanaan program sederhana.
d.   Siswa akan termotivasi pada hasil secara teliti dan cepat.
e.    Para siswa dapat mengecek pekerjaan satu sama lain.
f.     Programnya mudah dipelajari, baik oleh guru maupun siswa.
g.    Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif, dengan kelompok yang heterogen mampu membangun kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif.
Selain memiliki keunggulan, model pembelajaran kooperatif tipe TAI juga mempunyai kekurangan-kekurangan. Sugandi (2005:27) menyebutkan kekurangan tersebut antara lain, dibutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama untuk pembuatan dan pengembangan perangkat pembelajaran. Selain itu, apabila siswa dalam kelas sangat besar, maka guru akan mengalami kesulitan dalam membimbing siswa yang membutuhkan bimbingan


Karakteristik dan Prinsip Cooperative Learning (skripsi dan tesis)


Karakteristik merupakan perilaku yang tampak dan akan menjadi tabiat atau karakter dari kegiatan Cooperative Learning. Pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan belajar dalam kelompok. Karena pembelajaran Cooperative Learning memiliki karakteristik tertentu. Menurut Anita Lie (2007:32) pembelajaran Cooperative Learning memiliki lima karakteristik khusus, yaitu :
1.      Saling ketergantungan.
2.      Tanggung jawab perseorangan.
3.      Tatap muka. Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi.
4.      Komunikasi antar kelompok.
5.      Evaluasi komunikasi kelompok.
Sebagai suatu model pembelajaran, Cooperative Learning muncul dengan beberapa prinsip. Stahl (Solihatin, 2008 : 7 - 9) mengenalkan ada sembilan konsep dasar atau prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam penggunaan pembelajaran kooperatif, meliputi :
1)        Perumusan tujuan belajar siswa harus jelas. Tujuan belajar disini menyangkut apa yang diinginkan oleh guru untuk dilakukan siswa dalam kegiatan belajarnya. Perumusan tujuan harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran dan dirumuskan dengan jelas dan spesifik.
2)        Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar. Siswa dikondisikan untuk mengetahui dan menerima tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas.
3)        Ketergantungan yang bersifat positif. Guru merancang struktur tugas kelompok dan suasana belajar yang memungkinkan siswa merasa tergantung secara positif pada anggota kelompoknya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas belajar yang diberikan.
4)        Interaksi yang bersifat terbuka. Dalam kelompok belajar, interaksi yang terjadi bersifat terbuka dan langsung sehingga siswa akan saling member dan menerima masukan, ide, saran dan kritik dari temannya dalam mendiskusikan materi dan tugas yang diberikan oleh guru.
5)        Tanggung jawab individu. Keberhasilan model pembelajaran kooperatif ini dipengaruhi oleh kemampuan individu siswa dalam menerima dan member apa yang telah dipelajarinya kepada siswa lainnya sehingga ada dua tanggung jawab siswa yaitu mengerjakan dan memahami tugas bagi keberhasilan diri dan kelompok yang lain.
6)        Kelompok bersifat heterogen. Keanggotaan kelompok dalam pelaksanaan model belajar ini bersifat heterogen sehingga interaksi kerjasama yang terjadi merupakan akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda. Kondisi heterogen di sini meliputi kemampuan akademis, maupun jenis kelamin.
7)        Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif. Pada kegiatan bekerja dalam kelompok, siswa harus belajar bagaimana meningkatkan kemampuan interaksinya dalam memimpin, berdiskusi, bernegosiasi dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam mengerjakan tugas kelompok. Untuk itu, guru bertanggungjawab menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku siswa yang baik dalam bekerjasama.
8)        Tindak lanjut (follow up). Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, selanjutnya perlu dianalisis bagaimana penampilan dan hasil kerja siswa dalam kelompok belajarnya.
9)        Kepuasan dalam belajar. Setiap siswa harus memperoleh waktu yang cukup untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilannya. Untuk itu guru hendaknya mampu merancang dan mengalokasikan waktu yang memadai dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Dalam buku Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Trianto (2007 : 42) dinyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif memiliki tujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama dengan siswa yang berbeda latar belakang.

Pengertian Model Kooperatif (skripi dan tesis)


Pembelajaran kooperatif berasal dari Bahasa Inggris “Cooperative Learning”. Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Slavin (Solihatin, 2008 : 4) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.”
Ditambahkan oleh Solihatin (2008 : 5) model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesame anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas dan perolehan hasil belajar.
Sejalan dengan itu Anita Lie, dalam bukunya Cooperative Learning Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas (2007 : 12) dinyatakan sebagai “model pembelajaran gotong-royong karena memberikan kesempatan kepada siswa/peserta didik untuk bekerja sama dalam tugas-tugas yang terstruktur dan disini guru sebagai fasilitator.
Sedangkan istilah Cooperative Learning dalam wacana Indonesia dikenal dengan pembelajaran kooperatif. Istilah ini lebih bermakna daripada sekedar belajar kelompok tradisional yang membentuk kelompok kerja dengan lingkungan yang positif dan meniadakan persaingan individu dalam kelompok untuk mencapai prestasi akademik. Penggunaan model Cooperative Learning merupakan suatu pendekatan dalam proses pembelajaran yang membutuhkan partisifasi dan kerjasama dalam kelompok.
Cooperative Learning merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan aktifitas siswa dalam belajar kelompok kecil, mempelajari materi pembelajaran dan mengerjakan. Anggota kelompok bertanggung jawab atas kesuksesan kelompoknya. Model pembelajaran ini memanfaatkan bantuan siswa lain untuk meningkatkan pemahaman dan penguasaan bahan pembelajaran, karena terkadang siswa lebih paham akan hal yang disampaikan temannya daripada gurunya, serta bahasa yang digunakan oleh siswa terkadang lebih mudah dipahami oleh siswa lainnya.
Dalam Cooperative Learning ada struktur tugas yang bersifat kooperatif, sehingga memungkinkan terjadi interaksi yang baik dan hubungan yang bersifat interdependensi efektif diantara kelompok. Pola hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individual dan bekerjasama antar anggota kelompoknya selama belajar kelompok. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama secara kolaboratif dan membantu untuk memahami suatu materi, memeriksa dan memperbaiki pekerjaan teman serta kegiatan lainnya, dengan tujuan mencapai hasil belajar yang tinggi serta harus ditanamkan kepada siswa bahwa belajar belum selesai apabila salah satu anggota kelompok belum menguasai pembelajaran.
Cooperative Learning memungkinkan timbulnya komunikasi dan interaksi yang berkualitas antara siswa dengan siswa dalam kelompok, maupun siswa dengan siswa antar kelompok, dan guru dapat berperan sebagai motivator, fasilitator dan moderator. Pada pembelajaran ini juga, siswa ditempatkan pada peran yang sama untuk mencapai tujuan belajar, penguasaan materi pembelajaran dan keberhasilan pembelajaran, yang dipandang tidak semata-mata dapat ditentukan oleh guru, tetapi merupakan tanggung jawab bersama. Hal tersebut akan mendorong tumbuh dan kembangnya rasa kebersamaan dan saling membutuhkan diantara siswa.
Pengelompokan siswa secara heterogenitas merupakan ciri yang menonjol dalam model pembelajaran Cooperative Learning. Heterogenitas kelompok bias dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama dan sosial. Misalnya dua orang kemampuan akademis tinggi, dua orang berkemampuan sedang, dan satu orang lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.
Johnson (Isjoni, 2009 : 24) mengemukakan bahwa “Cooperative Learning dapat menghasilkan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berfikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar menggunakan sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang lain”.
Disamping memiliki keunggulan model pembelajaraan Cooperative Learning memiliki kelemahan. Isjoni (2009 : 25) mengungkapkan beberapa kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, antara lain sebagai berikut :
a)      Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu.
b)     Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
c)      Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung ada kecenderungan topic permasalahan yang sedang dibahas meluas. Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

d)     Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa lain menjadi pasif .

Pengukuran Prestasi Belajar (skripsi dan tesis)


Pengukuran keberhasilan belajar siswa dapat ditentukan dengan mengukur ranah siswa itu sendiri, baik dari ranah cipta, ranah rasa, ranah karsa. Atau yang biasa dikenal dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Adapun pengertian dari penilaian ke tiga ranah tersebut adalah sebagai berikut :
a.    Evaluasi prestasi kognitif.
Mengukur keberhasilan belajar siswa yang berdimensi kognitif (ranah cipta) dapat dilakukan dengan berbagai cara baik dengan tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan.
b.    2) Evaluasi prestasi afektif
Mengukur keberhasilan belajar siswa yang berdimensi afektif (ranah rasa) dapat dilakukan dengan menggunakan skala yang bertujuan untuk mengetahui kecenderungan atau sikap orang yang akan diukur.
c.    3) Evaluasi prestasi psikomotor.

Mengatur keberhasilan belajar siswa yang berdimensi psikomotor (ranah karsa) dapat dilakukan dengan observasi. Observasi dalam hal ini dapat diartikan sebagai “Jenis tes mengenai peristiwa, tingkah laku atau peristiwa-peristiwa tertentu”. (Muhibbin Syah, 2000 : 151)

Pengertian Prestasi Belajar (skripsi dan tesis)


Kata prestasi belajar terbentuk dari dua suku kata dasar yaitu prestasi dan belajar. Menurut WJS Poerwadarminto (2004 : 768) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Hasil yang telah dicapai”. Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2000 : 150) bahwa prestasi adalah “Hasil belajar yang meliputi seluruh ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa”. Sedangkan menurut Abin Syamsuddin Makmun (1983 : 430) mengatakan bahwa “Prestasi belajar adalah kecakapan nyata (actual ability) yang menunjukan kepada aspek kecakapan yang segera dapat didemonstrasikan dan diuji sekarang juga atau dengan kata lain prestasi belajar adalah kemampuan seseorang dalam menguasai suatu masalah setelah melalui ujian tertentu”.

Belajar sendiri dapat diartikan sebagai sebagai “Suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang yang dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti adanya perubahan dalam pengetahuan, sikap, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, kecakapan, dan kemampuan serta perubahan-perubahan aspek lainnya pada individu belajar”. (Nana Sudjana, 2008 : 17). Belajar dapat juga diartikan sebagai “Suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. (Slameto 2005 : 2).

Pengertian Prestasi Belajar (skripsi dan tesis)


             Menurut Sumaryana (1994:17), “Prestasi belajar adalah kemampuan seseorang dalam menguasai sejumlah program setelah memperoleh hasil yang memuaskan. Prestasi itu dapat dilambangkan dalam angka (nilai), sehingga mencerminkan keberhasilan belajar atau prestasi belajar siswa dalam periode tertentu.”
          Menurut Supriyoko (1998 : 63) “ jenis sekolah atau lembaga pendidikan formal yang bertujuan untuk menyiapkan para lulusannya agar dapat langsung memasuki dunia kerja sesuai dengan bidang keahlian yang diperoleh selama mengikuti proses belajar mengajar.”
          Selanjutnya menurut Sudjana (2006:56), prestasi hasil belajar adalah proses penentuan tingkat kecakapan penguasaan belajar seseorang dengan cara membandingkannya dengan norma tertentu dalam sistem penilaian yang disepakati. 

   Jadi Prestasi Belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan perubahan yang dilakukan seseorang dengan sengaja sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang positif.

Pengertian Belajar (skripsi dan tesis)


(1).  Belajar menurut Gagne dikutip oleh Dimyati (2009:10)  ”kegiatan yang komplek”
(2).  Belajar adalah ”suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap” (W.S. Winkel, 1990:36).
(3). Sumasi  Suryabrata    menyatakan  bahwa  belajar  itu       sebagai  berikut : (1) belajar  itu  membawa  perubahan (2)  perubahan  itu  pada  pokoknya  adalah didapatkannya kecakapan baru (3) perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja (Sumadi Suryabrata, 2008:248).

Belajar pada dasarnya adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang dapat diperoleh, diantaranya, melalui pengalaman.  Pengalaman dapat berupa interaksi dengan lingkungan eksternal dan melibatkan proses yang tidak nampak.  Belajar merupakan proses untuk memperoleh prestasi hasil belajar.  Belajar juga merupakan perilaku aktif siswa dalam menghadapi lingkungan untuk mendapatkan pengalaman, pengetahuan, pemahaman, dan makna.