Self-efficacy merupakan tingkat keyakinan atau
kepercayaan seseorang terhadap kekuatan diri
(percaya diri) dalam mengerjakan dan menjalankan
tugas atau pekerjaan tertentu. Karakteristik ini menunjukkan
keyakinan seseorang mengenai peluangnya untuk
berhasil dalam melaksanakan tugas (Kreitner dan
Kinicki, 2005:79). Beberapa penelitian akademis
telah membuktikan bahwa self efficacy berhubungan
dengan kontrol diri, ketahanan dalam menghadapi
kegagalan, dan upaya pemecahan masalah (Cherian
dan Jolly, 2013). Menurut Avey et al. (2009), apabila
diaplikasikan dalam dunia kerja, self-efficacy dapat
didefinisi sebagai keyakinan seseorang tentang
kemampuannya untuk mengarahkan motivasi, sumber
daya kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk
berhasil melaksanakan pekerjaannya. Bandura dan
Adams (1997) lebih lanjut menyatakan bahwa selfefficacy adalah suatu keyakinan individu terhadap
kemampuannya mengatur dan melakukan tindakan
yang diperlukan untuk mengarahkan situasi yang akan
datang dan mempengaruhi cara individu dalam
bereaksi terhadap situasi atau kondisi tertentu. Selfefficacy memiliki dampak pada pola reaksi emosional
individu.
Bandura (dalam Cherian & Jolly, 2013),
mengajukan pendapat bahwa self-efficacy juga dapat
digambarkan sebagai fungsi dari kepercayaan diri
dengan mana individu dapat menyelesaikan tugas.
Dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah
persepsi tentang kemampuan dan keyakinan individu
terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Bandura (dalam Cherian & Jolly, 2013)
mengemukakan bahwa teori self-efficacy merupakan
cabang dari Social Cognitive Theory. Social
Cognitive Theory menyoroti pertemuan yang
kebetulan dan kejadian yang tak terduga meskipun
kejadian tersebut tidak serta merta mengubah jalan
hidup manusia. Beberapa asumsi awal dan mendasar
dari Social Cognitive Theory yang dikembangkan
oleh Bandura adalah Learning Theory (teori
pembelajaran) yang berasumsi bahwa manusia cukup
fleksibel dan mampu mempelajari beragam kecakapan
bersikap maupun berprilaku dan bahwa titik pembelajaran
terbaik dari itu semua adalah pengalaman-pengalaman
tak terduga.
Kayu dan Bandura (dalam Staples dkk, 1999)
menyatakan bahwa self-efficacy merupakan
keyakinan individu untuk membentuk peran sentral
dalam proses pengawasan melalui motivasi dan
pencapaian kinerja. Self-efficacy juga menentukan
upaya beberapa orang untuk melakukan tugas dan
berapa lama mereka akan bertahan dengan pekerjaan
atau tugasnya. Menurut Bandura (1997), teori
kognitif sosial mengidentifikasi beberapa kondisi
dimana individu dapat bekerja dalam pekerjaan yang
bervariasi bahkan dalam domain yang berbeda.
Menurut Judge dan Bono (2001), self-efficacy tinggi
akan menghasilkan suatu pencapain prestasi kerja dan
kepuasan kerja yang lebih besar dibandingkan dengan
karyawan dengan self-efficacy rendah.
Bandura (dalam Day & Allen, 2004), menyatakan
bahwa self-efficacy didefinisi sebagai salah satu
kondisi seberapa baik seseorang dapat mengeksekusi
suatu tindakan yang diperlukan dalam situasi tertentu.
Philip dan Gully (dalam Engko, 2008) menyatakan
bahwa Self-efficacy dapat dikatakan sebagai faktor
personal yang membedakan setiap individu dan
perubahan Self-efficacy dapat menyebabkan terjadinya
perubahan perilaku, terutama dalam meyelesaikan
tugas dan tujuan.
Menurut Schwazer dan Schmitz (dalam Aftab
et al. 2005), terdapat dua tingkat efikasi diri yaitu
rendah dan tinggi. Di satu pihak, seseorang dengan
tingkat efikasi diri tinggi, lebih memilih untuk
melaksanakan tugas- tugas ekstra, yang bersifat
menuntut, dan bersifat inovatif. Di pihak lain,
seseorang dengan tingkat efikasi diri yang tergolong
rendah akan banyak menimbulkan masalah dalam diri
mereka sendiri seperti, kegelisahan, depresi, bahkan
cenderung rentan terhadap situasi atau kondisi buruk.
Menurut Bandura (dalam Aprian, 2012), efikasi
diri pada individu dapat dianalisis berdasarkan tiga
dimensinya, meliputi magnitude, generality, dan
strength. Magnitude berhubungan dengan tingkat
kesulitan tugas, generality terkait dengan keyakinan
individu untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu
secara baik dan tuntas, dan strength (kekuatan) mengacu
pada derajat dan kemantapan terhadap keyakinannya.
Betz dan Smith (2002), menggambarkan
keberhasilan diri sosial sebagai perhitungan antisipasi efikasi diri mengenai berbagai perilaku dalam konteks
sosial. Jones (1986) (dalam Chasanah, 2008),
mengungkapkan sumber atau indikator dari selfefficacy yang tidak jauh berbeda dengan yang
dikemukakan oleh Bandura, yaitu berupa perasaan
mampu melakukan pekerjaan, memiliki kemampuan
yang lebih baik, suka dengan pekerjaan yang menantang,
dan puas terhadap pekerjaan.
Penelitian lain mengenai hubungan antara self
efficacy dan kepuasan kerja dilakukan oleh Klasser
dan Ming Chiu (2010), yang meneliti 1.430 orang
guru, dengan tujuan untuk menguji hubungan antara
pengalaman kerja, karakteristik guru (gender dan
tingkat pendidikan), Self efficacy, dan stress kerja,
dengan kepuasan kerja. Hasil penelitiannya
menunjukan bahwa guru yang memiliki tingkat self
efficacy yang tinggi cenderung memiliki tingkat
kepuasan kerja lebih tinggi dibandingkan guru dengan
tingkat self efficacy rendah
No comments:
Post a Comment