Saturday, December 1, 2018

Konsep Jaringan dalam Perusahaan MLM (skripsi dan tesis)



Sistem pemasaran Multi Level Marketing mula-mula diterapkan oleh suatu perusahaan nutrisi di California, AS, sektar tahun 1930-an. Munculnya MLM pada dasarnya suatu respon terhadap peluang usaha yang ada karena kekakuan yang dialami traditional marketing channel. Dinamika yang terjadi dalam channel of distribution, memang melahirkan berbagai bentuk dan pola distribusi yang pada dasarnya mencoba mengatasi berbagai konflik yang terjadi pada traditional marketing channel yang ada. Mullti Level Marketing merupakan suatu cara penjualan. sebagaimana suatu bisnis, MLM memenuhi persyaratan sebagai bisnis murni, yaitu bisnis pemasaran.
Bisnis pada dasarnya adalah suatu kegiatan individu maupun organisasi untuk menghasilkan suatu produk kemudian menjualnya untuk mendapatkan keutungan. Demikian juga halnya dengan MLM, dimana MLM harus ada produknya baik benda maupun jasa. Tanpa produk bukanlah MLM, boleh jadi arisan berantai atau penggandaan uang, dan sebagainya. Bahkan produk MLM harus memenuhi kriteria tertentu supaya dapat bertahan. Produk tersebut dijual. Penjualan ini yang merupakan kunci.
Menurut Dennis (2000) konsep jaringan MLM secara mendasar :
All companies are part of a network to a greater or lesser extent. That is to say, all companies forms relationships with their suppliers, buyers, competitors and allies alike and as a consequence make a decision on whether or not to strengthen or grow the links which lead to the formalisation of a cooperative structure. It is therefore only the extent of the closeness, interdependency and consciousness of these relationships that determines whether they are truly called “networks”. This type of interactive arrangement allows companies to realise their goals by co-operating instead of competing (Dennis, 2000).
Berdasarkan uraian di atas network atau jaringan secara umum adalah pola yang terbentuk antar pihak yang mengandung unsur kedekatan dan saling ketergantungan dalam sebuah struktur kerja sama yang saling menguntungkan dibandingkan dengan kompetisi antar pihak. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa kegiatan networking dalam bisnis MLM berarti adalah bagaimana seorang individu atau pelaku bisnis MLM mekakukan proses pembentukan hubungan terhadap member-membernya sehingga tercipta pola yang bersifat saling ketergantungan, adanya unsur kedekatan personal antar pihak dan adanya kesadaran semua pihak bahwa mereka adalah networks atau jejaring yang bekerja sama demi pencapaian tujuan-tujuan tertentu.
Semua penjualan Multi Level Marketing dilakukan melalui penjualan langsung. Penjualan langsung dirumuskan oleh Direct Selling Association sebagai berikut Penjualan barang-barang konsumsi langsung keperorangan, di rumah-rumah maupun di tempat kerja mereka, melalui transaksi yang diawali dan diselesaikan oleh tenaga penjualnya. MLM dapat juga dinamakan pemasaran jaringan (network marketing) yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2  Network Marketing dalam MLM (Sumber: Purba, 2016)
Kekuatan dari MLM terletak pada sampai seberapa jauh masing-masing individu yang terkait dalam jaringan tersebut mampu mengembangkan jaringan bisnisnya. Dengan pola ini, bilamana jaringan yang terbentuk semakin membesar dengan sendirinya volume penjualan akan semakin membesar pula karena masing-masing individu berperan aktif sebagai penjual dan konsumen sekaligus, dan putusnya jaringan karena pengunduran diri distributor akan berpengaruh terhadap volume penjualan dan jaringan lainnya. Jadi, pengembanngan organisasi akan efektif jika distributor pada setiap tingkatan melakukan hal yang sama. Setiap distributor yang terlibat dalam kegiatan penjualan bukan merupakan karyawan perusahaan, dan mereka itu memperkerjakan dirinya sendiri. (Purba, 2016)
Perusahaan akan membantu para distributor awal untuk merekrut distributor-distributor selanjutnya, demikian seterusnya, dengan mengadakan seminar-seminar dan pertemuan-pertemuan peluang usaha di seluruh negeri. Angka pertumbuhan penjualan perusahaan itu sepenuhnya bergantung kepada keterlibatan distributor mereka dalam menjual produk itu dan dalam merekrut lebih banyak distributor lagi.

Konsep Bisnis MLM (skripsi dan tesis)



Sepeti telah disinggung di bagian pendahuluan bahwa pemasaran berjenjang menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Peradagangan memiliki definisi sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan “penjualan langsung secara multilevel” adalah penjualan barang tertentu melalui jaringan pemasaran berjenjang yang dikembangkan oleh mitra usaha yang bekerja atas dasar komisi dan/atau bonus berdasarkan hasil penjualan barang kepada konsumen.

Menurut Selladurai (2012) MLM atau Network marketing juga dikenal dengan nama pemasaran langsung atau penjualan langsung pada dasarnya adalah strategi distribusi produk atau jasa secara langsung dari perusahaan kepada pelanggannya melalui pembentukan hubungan pemasaran yang efektif antara distributor dan pelanganya. Pada umumnya strategi MLM diimplementasikan melalui dalam bentuk strategi jaringan pemasaran pemasaran khusus yang dipilih perodusen untuk mendistribusikan barang atau jasa yang mereka hasilkan. Hal ini biasanya dilakukan pada kelompok khusus yang beranggotakan orang-orang yang dinamis dan mampu memotivasi orang-orang di luar kelompok (distributor, dealer, downline, partner dan lain-lain) untuk memasarkan produk kepada konsumen dan mendapatkan imbalan atas kerja mereka tersebut.
Menurut Msweli dan Sargeant (2001), apa yang membuat MLM menjadi sistem bisnis yang unik adalah bagaimana mereka mengorganisasikan distributor-distributornya dan pemberian remunerasi atau bonus-bonus yang tentu saja berbeda dibandingkan apa yang terjadi di perusahaan konvensional. Di perusahaan MLM ada proses yang dinamakan sponsoring yaitu sebuah kegiatan penjualan dimana distributor tidak hanya menjual barang kepada customer tetapi juga melakukan kegiatan perekrutan customer untuk menjadi distributor seperti halnya dirinya.
Proses ini tidak berhenti di sini, karena distributor tersbut harus melakukan kewajiban-kewajiban lanjutan yaitu memberikan training atau pelatihan kepada distributor yang baru direkrutnya. Inilah proses yang harus dilalui oleh seorang distributor hingga akhirnya memperoleh bonus sebagai hasil kerja kerasnya. Selanjutnya menyangkut tentang remunerasi atau bonus dalam perusahaan MLM akan selalu ditentukan oleh besaran kontribusi pribadi atau grupnya terhadap omset perusahaan secara keseluruhan. Semakin besar kontribusi, maka semakin besar pula bonus yang akan diterimanya.
MLM merupakan salah satu dari berbagai cara yang dapat dipilih oleh sebuah perusahaan atau produsen untuk memasarkan, mendistribusikan, ataupun menjual produknya melalui pengembangan armada pemasar, distributor, atau penjual langsung secara mandiri (independent), tanpa campur tangan dari perusahaan (Soeratman, 2002). Sistem MLM ini memangkas jalur distribusi dalam penjualan konvensional karena tidak melibatkan distributor atau agen tunggal dan grosir atau sub agen, tetapi langsung mendistribusikan produk kepada distributor independent yang bertugas sebagai pengecer atau penjual langsung pada konsumen. Dengan cara tersebut biaya pemasaran dan distribusi (transportasi, sewa gudang, gaji, dan komisi tenaga penjualan), yang totalnya mencapai 60% dari harga jual dapat dialihkan kepada distributor independen dengan suatu sistem berjenjang, yang umumnya disesuaikan dengan pencapaian target penjualan atau omset distributor yang bersangkutan (Soeratman, 2002).
Menurut Tjiptono ( 2002) di dalam suatu perusahaan terdapat 3 level strategi, yaitu level korporasi, level unit bisnis atau lini bisnis, dan level fungsional.
a.       Strategi Level Korporasi, dirumuskan oleh manajemen puncak yang mengatur kegiatan dan operasi organisasi yang memiliki lini atau bisnis lebih dari satu.
b.      Strategi Level Unit Bisnis, lebih diarahkan pada pengelolaan kegiatan dan operasi suatu bisnis tertentu.
c.       Strategi Level Fungsional merupakan strategi dalam kerangka fungsi – fungsi manajemen yang dapat mendukung strategi level unit bisnis.
Menurut Rangkuti ( 2000) pada prinsipnya strategi dapat dikelompokkan berdasarkan 3 tipe strategi yaitu :
a.       Strategi Manajemen
Meliputi strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen dengan orientasi pengembangan strategi secara makro, misalnya : strategi pengembangan produk, penetapan harga, akuisisi, pengembangan pasar, dan sebagainya
b.      Strategi Investasi
 Merupakan kegiatan yang berorientasi pada investasi, misalnya apakah perusahaan ingin melakukan strategi pertumbuhan yang agresif atau berusaha mengadakan penetrasi pasar, strategi bertahan, strategi pembangunan kembali suatu divisi baru ataau strategi divestasi, dan sebagainya
c.       Strategi Bisnis
 Sering juga disebut sebagai strategi bisnis secara fungsional karena strategi ini berorientasi pada fungsi – fungsi kegiatan manajemen, misalnya strategi pemasaran, strategi produksi atau operasional, strategi distribusi dan sebagainya.


Penjualan (skripsi dan tesis)



Penjualan adalah suatu usaha yang terpadu untuk mengembangkan rencana-rencana strategis yang diarahkan pada usaha pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli, guna mendapatkan penjualan yang menghasilkan laba. Penjualan merupakan sumber hidup suatu perusahaan, karena dari penjualan dapat diperoleh laba serta suatu usaha memikat konsumen yang diusahakan untuk mengetahui daya tarik mereka sehingga dapat mengetahui hasil produk yang dihasikan. Penjualan adalah suatu transfer hak atas benda-benda. Dari penjelasan tersebut dalam memindahkan atau mentransfer barang dan jasa diperlukan orang-orang yang bekerja dibidang penjualan seperti pelaksanaan dagang, agen, wakil pelayanan dan wakil pemasaran.
Menurut Kotler dan Keller (2014) pengertian penjualan adalah : proses sosial manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan, menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Penjualan adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi atau memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. (Assauri, 2002) Suatu kesatuan usaha yang dinamis yang terdiri dari berbagai bagian yang berkaitan secara teratur, dan berusaha mencapai suatu tujuan adalah pengertian dari sistem. Jadi pengertian sstem penjualan adalah suatu kesatuan usaha transfer hak atas benda-benda yang diarahkan pada usaha pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli, guna mendapatkan laba atau keuntungan.
Menurut Sumarni (2003), penjualan dapat di bedakan menjadi :
a.         Penjualan Langsung, yaitu suatu proses membantu dan membujuk satu atau lebih calon konsumen untuk membeli barang atau jasa atau bertindak sesuai ide tertentu dengan menggunakan komunikasi tatap muka.
b.         Penjualan Tidak Langsung, yaitu bentuk presentase dan promosi gagasan barang dan jasa dengan menggunakan media tertentu seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, papan iklan, brosur dan lain-lain.
Swastha (2010), menerangkan bahwa terdapat beberapa jenis penjualan yang biasa dikenal dalam masyarakat diantaranya adalah:
a.         Trade Selling, penjualan yang terjadi bilamana produsen dan pedagang besar mempersilahkan pengecer untuk berusaha memperbaiki distribusi produk mereka. Hal ini melibatkan para penyalur dengan kegiatan promosi, peragaan, persediaan dan produk baru, jadi titik beratnya adalah para penjualan melalui penyalur bukan pada penjualan ke pembeli akhir.
b.         Missionary Selling, penjualan berusaha ditingkatkan dengan mendorong pembeli untuk membeli barang dari penyalur perusahaan.
c.         Technical Selling, berusaha meningkatkan penjualan dengan pemberian saran dan nasihat kepada pembeli akhir dari barang dan jasa.
d.        New Business Selling, berusaha membuka transaksi baru dengan membuat calon pembeli menjadi pembeli seperti halnya yang dilakukan perusahaan asuransi.
e.         Responsive Selling, setiap tenaga penjual diharapkan dapat memberikan reaksi terhadap permintaan pembeli melalui route driving and retaining. Jenis penjualan ini tidak akan menciptakan penjualan yang besar, namun terjalin hubungan pelanggan yang baik yang menjurus pada pembelian ulang.

Pengertian Strategi (skripsi dan tesis)



Istilah strategi berasal dari kata Yunani strategeia ( stratus = militer ; dan ag = memimpin ), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang jendral. Strategi juga bisa diartikan sebagai suatu rencana untuk pembagian dan penggunaan kekuatan militer dan material pada daerah – daerah tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert. Jr ( 2005 ), konsep strategi dapet didefinisikan berdasarkan 2 prespektif yang berbeda yaitu : (1) dari perspektif apa suatu organisasi ingin dilakukan ( intends to do ), dan (2) dari perspektif apa yang organisasi akhirnya lakukan ( eventually does ).
Menurut Hunger dan Wheelen (2003), strategi adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen strategi meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strategi (perencanaan strategis atau perencanaan jangka panjang). Implementasi strategi dan evaluasi serta pengendalian. Menurut Mintzberg (2007), konsep strategi itu sekurang-kurangnya mencakup lima arti yang saling terkait, dimana strategi adalah suatu:
a.         Perencanaan untuk semakin memperjelas arah yang ditempuh organisasi secara rasional dalam mewujudkan tujuan-tujuan jangka panjang.
b.        Acuan yang berkenan dengan penilaian konsistensi ataupun inkonsistensi perilaku serta tindakan yang dilakukan oleh organisasi.
c.         Sudut yang diposisikan oleh organisasi saat memunculkan aktivitasnya.
d.        Suatu perspektif yang menyangkut visi yang terintegrasi antara organisasi dengan lingkungannya yang menjadi batas bagi aktivitasnya.
e.         Rincian langkah taktis organisasi yang berisi informasi untuk mengelabui para pesaing
Jadi, strategi merupakan hal yang penting karena strategi mendukung tercapainya suatu tujuan. Strategi mendukung sesuatu yang unik dan berbeda dari lawan. Strategi dapat pula mempengaruhi kesuksesan masing-masing perusahaan pula karena pada dasarnya strategi dapat dikatakan sebagai rencana untuk jangka panjang. Namun terdapat perbedaan antara strategi dan taktik.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberterimaan Teknologi E-Cash (skripsi dan tesis)


Menurut Pham dan Ho (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi keberterimaan teknologi E-Cash dapat digolongkan menjadi berikut:
a.       Faktor yang berkaitan dengan produk
Faktor yang berkaitan dengan produk merupakan atribut yag dimiliki produk yang akan menjadi pertimbangan utama sebelum orang memutuskan menggunakannya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Perceived usefulness (Persepsi Kebermanfaatan)
Jogiyanto (2007) mendefinisikan Persepsi terhadap kegunaan (perceived usefulness) sebagai sejauhmana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan meningkatkan kinerja pekerjaannya. Kemanfaatan penggunaan teknologi dapat diketahui dari kepercayaan pengguna teknologi dalam memutuskan penerimaan teknologi, dengan satu kepercayaan bahwa penggunaan teknologi tersebut memberikan kontribusi positif bagi penggunanya.

2)      Perceived ease of use (Persepsi Kemudahan Penggunaan)
Kemudahan penggunaan (ease of use) didefinisikan sebagai sejauhmana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha (Jogiyanto, 2007). Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemudahan penggunaan akan mengurangi usaha (baik waktu dan tenaga) seseorang didalam mempelajari teknologi. Pengguna teknologi mempercayai bahwa teknologi yang lebih fleksibel, mudah dipahami dan mudah pengoperasiannya (compatible) sebagai karakteristik kemudahan penggunaan
3)      Compatibility
Kompatibilitas mengacu pada seberapa baik sebuah teknologi sesuai dengan gaya kerja, gaya hidup, nilai dan kebutuhan seseorang. Kompatibilitas dikemukakan sebagai salah satu penentu utama proses penyebaran inovasi dengan kompatibilitas tinggi yang dirasakan oleh individu yang mengarah pada adopsi cepat setiap gagasan atau teknologi baru pada umumnya dan pembayaran mobile pada khususnya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga layanan transaksi keuangan gagal memenuhi kebutuhan pelanggan karena saluran tradisional tidak menawarkan ketersediaan di mana-mana melalui saluran seluler. (Pham dan Ho, 2015)
4)      Percieved Risk
Mengingat tingkat ketidakpastian layanan yang lebih tinggi, maka layanan dianggap lebih berisiko daripada produk. Risiko yang dirasakan dianggap sebagai faktor utama yang mencegah konsumen untuk mengadopsi inovasi pada umumnya dan mobile commerce pada khususnya. Untuk mengadopsi layanan pembayaran mobile, pengguna harus mengevaluasi ketidakpastian dan risiko yang terkait dengan penerapan teknologi. Perceived Risk mengacu pada harapan subyektif akan kehilangan atau pengorbanan dalam menggunakan teknologi. (Safeena et al., 2011)
Risiko diperkenalkan sebagai dimensi tambahan dalam mempelajari difusi dan adopsi. Jika calon pelanggan yang menganggap pembayaran NFC sebagai aktivitas berisiko, mereka tidak mau menerima pembayaran NFC. Seiring dengan risiko yang dirasakan, konsumen khawatir dengan biaya saat menggunakan layanan pembayaran mobile. Risiko yang dirasakan merupakan dua hambatan utama untuk mengadopsi teknologi baru. (Pham dan Ho, 2015)
5)      Trialability
Trialability didefinisikan sebagai sejauh mana sebuah inovasi dapat diujicobakan secara terbatas. Rogers (2003) mengemukakan bahwa Trialability berkontribusi untuk mencapai semacam kenyamanan di antara pelanggan dan pengguna yang mungkin kemudian menjadi lebih bersedia untuk mengadopsi inovasi ini. Tan dan Teo (2000) menyimpulkan bahwa jika pengguna mendapat kesempatan untuk bereksperimen dengan teknologi baru, ini akan mengurangi rasa takutnya akan penggunaan teknologi ini.
6)      Percieved Cost
Seiring dengan risiko yang dirasakan, konsumen khawatir dengan biaya saat menggunakan layanan pembayaran mobile. Risiko yang dirasakan dan biaya yang dirasakan merupakan dua hambatan utama untuk mengadopsi teknologi baru. Biaya yang dirasakan didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan pembayaran seluler NFC akan menghabiskan biaya (Hanafizadeh, et al., 2014)
b.      Faktor yang berkaitan dengan kepribadian pengguna (personal)
Faktor perbedaan individu merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan dalam studi perilaku pengguna pembayaran seluler. Dalam penelitian ini, kita akan menguji dua perbedaan individual, yaitu inovasi personal dalam teknologi baru dan kapasitas penyerapan yang selama ini dianggap penting dalam sistem informasi dan literatur layanan mobile. (Cheah et al., 2011)
1)      Personal Innovativeness in new technologies
Kreativitas pribadi didefinisikan dalam domain teknologi informasi sebagai kemauan individu untuk mencoba teknologi informasi baru (Agarwal dan Prasad, 1997). Pengguna yang sangat inovatif lebih bersedia mengintegrasikan teknologi baru ke dalam rutinitas sehari-hari mereka dengan menghadapi ketidakpastian teknologi inovatif karena mereka adalah pengambil risiko dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi tentang perilaku pembelian online mereka. Mereka adalah penjelajah informasi yang secara aktif mencari ide baru dan menerima bahaya dan ketidakpastian yang terkait dengan itu (Rogers, 2003)
2)      Absorptive capacity (Kapasitas absorpsi)
Kapasitas absorpsi didefinisikan awalnya sebagai kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi nilai informasi eksternal baru, mengasimilasinya, dan menerapkannya untuk tujuan komersial (Cohen dan Levinthal dalam Pham dan Ho, 2015). Sedangkan menurut Park et al. (2007), kemampuan penyerapan pengguna mengacu pada kemampuan anggota organisasi untuk menilai, mengasimilasi, dan menerapkan pengetahuan baru. Kapasitas penyerapan tidak hanya diterapkan pada penelitian di tingkat organisasi namun konsep ini juga digunakan untuk mempelajari adopsi pengguna terhadap teknologi baru. Terutama, Lee et al. (2012) menunjukkan bahwa kapasitas penyerapan individu secara langsung mempengaruhi niat untuk menggunakan layanan keuangan mobile.
c.       Kepercayaan (Trust) terhadap E-Cash
Kepercayaan telah lama dianggap sebagai katalisator dalam hubungan konsumen dan pemasar karena dapat memfasilitasi transaksi yang berhasil. Kepercayaan konsumen terhadap sistem e-payment mengacu pada kepercayaan konsumen bahwa transaksi pelunasan akan diproses sesuai dengan harapan mereka (Kim et al., 2010). Lebih lanjut Kim et al. (2010) menunjukkan bahwa peningkatan kepercayaan akan secara langsung dan positif mempengaruhi niat beli. Kepercayaan merupakan elemen penting yang mempengaruhi perilaku konsumen di lingkungan yang tidak pasti seperti perdagangan elektronik. Sangat sulit untuk mendapatkan penerimaan teknologi baru atau layanan baru secara luas jika penyedia layanan belum mendapatkan kepercayaan pelanggan. Oleh karena itu, kepercayaan juga cenderung menjadi faktor penting yang mempengaruhi adopsi pembayaran seluler NFC.
d.      Ketertarikan terhadap alternatif E-Cash
Ketertarikan terhadap alternatif didefinisikan sebagai sejauh mana pelanggan merasa bahwa pesaing alternatif layak tersedia di pasaran. Daya tarik produk alternatif memiliki efek negatif pada niat perilaku untuk menggunakan teknologi atau layanan (Kim et al., 2011). Karena solusi pembayaran seluler NFC masih dalam tahap awal, maka ketertarikan orang pada pembayaran awal yang digantikannya dengan jaringan yang kuat (misalnya, uang tunai, kartu kredit atau kartu debit) mungkin merupakan hambatan besar bagi adopsi E-Cash. Jika alternatif pembayaran seluler NFC memiliki keuntungan relatif dalam melakukan pembayaran dibandingkan dengan pembayaran seluler NFC, pengguna cenderung memilih dan tetap berada di alternatif pembayaran seluler NFC yang menarik tersebut (Pham dan Ho, 2014).
.

Model Keberterimaan Teknologi (Technology Acceptance Model) (skripsi dan tesis)



Salah satu ukuran kesuksesan implementasi adalah tingkat pencapaian yang diharapkan dari pengguna teknologi informasi. Pengguna sistem mencerminkan penerimaan teknologi oleh penggunanya (Venkatesh, 2000 dalam Shih, 2004). Technology Acceptance Model (TAM) telah menjadi dasar bagi penelitian di masa lalu dalam sistem informasi yang berhubungan dengan prilaku, niat dan pengguna teknologi informasi (Davis et al., 1989, dalam Shih, 2004)
Technology Acceptance Model (TAM) dikembangkan oleh Davis (1989) dengan bersandar pada Theory of Reasoned Action (TRA). Model TRA mengemukakan bahwa perilaku individu didorong oleh niat perilaku di mana niat perilaku merupakan fungsi dari sikap individu terhadap perilaku dan norma subjektif  yang melingkupi kinerja perilaku. Dengan kata lain, menyatakan bahwa yang perilaku dan niat untuk berperilaku adalah fungsi dari sikap seseorang terhadap perilaku dan persepsi mereka tentang perilaku. Sementara itu, TAM mengusulkan bahwa manfaat yang dirasakan dan kemudahan  penggunaan teknologi yang dirasakan adalah prediktor dari sikap pengguna terhadap penggunaan teknologi, niat perilaku berikutnya dan penggunaan aktual. Persepsi kemudahan penggunaan juga dinilai untuk mempengaruhi kegunaan teknologi. 
TAM berfokus pada sikap terhadap pemakai teknologi informasi, dimana pemakai mengembangkannya berdasarkan persepsi manfaat dan kemudahan dalam pemakaian teknologi informasi. Sasaran dari TAM adalah untuk menyediakan sebuah penjelasan dari faktor-faktor penentu penerimaan komputer yang umum. TAM kurang umum dibandingkan dengan TRA. TAM didesain hanya untuk perilaku penggunaan computer (computer usage behavior), namun karena menggabungkan berbagai temuan yang diakumulasi dari riset-riset dalam beberapa dekade, maka TAM sesuai sebagai modelling penerimaan computer (Davis, 1989).
Tujuan inti dari TAM adalah untuk menyediakan sebuah gambaran yang mendasari pengaruh faktor-faktor ekstenal terhadap kepercayaan (belief) internal, sikap dan tujuan. TAM diformulasikan dalam usaha untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan mengidentifikasi variabel-variabel yang mendasar seperti yang disarankan oleh riset-riset sebelumnya yang menyalurkan faktor kognitif dan afektif dari penerimaan komputer dan menggunakan TRA sebagai dasar teoritis untuk model hubungan teoritis diantara variabel-variabel tersebut. TRA digunakan sebagai dasar teoritis untuk menentukan hubungan sebab akibat antara dua kunci belief (kepercayaan), yaitu (1) perasaan kegunaan (useful), dan (2) perasaan kemudahan (ease of use ) dari penggunaan terhadap sikap pemakai dan tujuan perilaku adopsi komputer sesungguhnya. Kedua kunci belief tersebut relevan untuk perilaku penerimaan komputer (Park, S.Y., 2009).
Perasaan kegunaan didefinisikan sebagai prospek kemungkinan subyektif pemakai yang menggunakan sistem aplikasi khusus, yang akan meningkatkan kinerjanya dalam organisasi. Perasaan kemudahan dari penggunaan diartikan sebagai tingkat dimana sasaran yang diharapkan pengguna membebaskan diri dari serangkaian usaha-usaha tertentu (Park, S.Y., 2009).
Sama dengan TRA, TAM mempostulatkan bahwa penggunaan komputer ditentukan oleh tujuan perilaku, namun perbedaannya adalah bahwa tujuan perilaku ditinjau secara bersama-sama ditentukan oleh sikap individu terhadap penggunaan sistem dan perasaan kegunaan. Hubungan antara penggunaan sistem dan tujuan perilaku yang digambarkan dalam TAM menunjukkan secara tidak langsung bentuk-bentuk tujuan individu untuk melakukan tindakan yang positif. Hubungan antara perasaan kegunaan dan tujuan perilaku didasarkan pada ide bahwa dalam penyusunan organisasi, orang-orang membentuk tujuan-tujuan terhadap perilakunya yang diyakini akan meningkatkan kinerjanya. Hal ini karena kinerja yang meningkat merupakan instrumen untuk mencapai berbagai reward yang terletak di luar pekerjaan itu sendiri, seperti peningkatan gaji dan promosi (Vroom, dalam Goodhue dan Thompson, 1995).
Persepsi pemakai menjadi hal yang penting dalam suatu sistem. Pengetahuan pemakai meliputi dua hal, yaitu komputer dan kemahiran untuk menerapkan sistem secara efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan mereka. Jadi, persepsi-persepi pengguna akan kemampuan diri terkait dengan teknologi komputer maupun tugas pokok yang memungkinkan mempengaruhi persepsi mereka tentang sistem dan niat mereka untuk menggunakan, seperti yang diharapkan oleh pengembang sistem.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Masrom (2006) tentang  TAM dan  e-learning, konstruk yang diteliti dibatasi hanya pada 4 konstruk utama, yaitu persepsi kemudahan penggunaan e-learning (perceived ease of use), persepsi kemanfaatan e-learning (perceived usefulness), sikap terhadap penggunaan e-learning (attitude toward using), dan minat/ keinginan untuk menggunaka e-learning (behaviour intention to use). Di dalam model variabel dari luar (external variables) seperti karakteristik pengguna (user characteristics) dan karakteristik sistem (sistem characteristic) tidak diteliti karena kontribusinya dalam TAM dianggap tidak signifikan, sehingga dapat diabaikan meskipun mempunyai pengaruh secara tidak langsung terhadap penerimaan teknologi (Milchrahm, 2003). Sedangkan variabel penggunaan nyata (actual usage) juga dihilangkan karena dalam penelitian Masrom tidak ada keinginan dengan segera untuk menguji dan mengetahui anteseden persepsi kegunaan dan persepsi kemudahan penggunan (Masrom, 2006).

Uang Elektronik (E-cash) (skripsi dan tesis)



Uang elektronik dijelaskan sebagai mekanisme penyimpanan nilai dan atau pembayaran terlebih dahulu untuk pelaksanaan transaksi pembayaran yang dilakukan secara elektronik. Dengan kata lain, uang elektronik memiliki dua fungsi uang yakni sebagai store value (penyimpan nilai) dan prepaid payment yang pada hakekatnya identik dengan fungsi standard of deffered payment pada uang secara umum. “Electronic money refers to “stored value” or prepaid payment mechanisms for executing payments via point of sale terminals, direct transfers between two devices, or over open computer networks suck as the internet. Stored value products include “hardware” or “card based” mechanism (also called “digital cash”). Stored value cards can be “single purpose” or “multi purpose”. Single purpose cards (e.g. telephone cards) are used to purchase one type of good or service, products from one vendor; multi-purpose cards can be used for a variety of purchases from several vendors” (Soekarni, 2001)
Sebagai “Store of value”, uang elektronik dapat bersifat “single purpose” yakni hanya dapat digunakan untuk penyelesaian satu jenis transaksi pembayaran, maupun “multi purpose” yakni dipergunakan untuk berbagai jenis transaksi pembayaran. Dalam pelaksanaannya, pembatasan untuk jenis multi purpose uang elektronik terdapat pada nilai elektronik yang terdapat didalamnya dan atau jangka waktu penggunaan instrumen uang elektronik yang diberikan oleh bank penerbit kepada nasabah yang bersangkutan (Soekarni, 2001)
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/ 8 /PBI/2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic Money),  Uang Elektronik (Electronic Money) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a.       diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
b.      nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip;
c.       digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut;
d.      nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undangundang yang mengatur mengenai perbankan.
Melalui Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik dapat dilihat jenis-jenis dari uang elektronik berdasarkan pencatatan data identitas pemegang, yaitu: pertama, uang elektronik yang data identitas pemegangnya terdaftar dan tercatat pada penerbit (registered); kedua, uang elektronik yang data identitas pemegangnya tidak terdaftar dan tidak tercatat pada penerbit (unregistered). Persamaan uang elektronik terdaftar (registered) dengan uang elektronik tidak terdaftar (unregistered) yaitu : pertama, berdasarkan batas nilai transaksi, kedua uang elektronik tersebut dalam 1 (satu) bulan ditetapkan paling banyak transaksi sebesar Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); kedua, berdasarkan jenis transaksi yang dapat digunakan meliputi transaksi pembayaran, transfer dana, dan fasilitas transaksi lainnya yang disediakan oleh penerbit.
Perbedaan uang elektronik terdaftar (registered) dengan uang elektronik tidak terdaftar (unregistered) yaitu: pertama, berdasarkan nilai uang elektronik yang tersimpan, pada uang elektronik terdaftar (registered) batas nilai uang elektronik yang tersimpan dalam media chip/server paling banyak sebesar Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan pada uang elektronik tidak terdaftar (unregistered) batas nilai uang elektronik yang tersimpan dalam media chip/server paling banyak sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Kedua, berdasarkan fasilitas yang dapat diberikan penerbit pada Pasal 1A PBI Uang Elektronik, fasilitas pada jenis uang elektronik terdaftar (registered) berupa: registrasi pemegang, pengisian ulang (top up), pembayaran transaksi, pembayaran tagihan, transfer dana, tarik tunai, penyaluran program bantuan pemerintah kepada masyarakat; dan/atau, dan fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. Fasilitas yang dapat diberikan oleh penerbit jenis uang elektronik tidak terdaftar (unregistered) berupa: pengisian ulang (top up), pembayaran transaksi, pembayaran tagihan, dan fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
Penerbit dapat menetapkan masa berlaku media uang elektronik dengan pertimbangan adanya batas usia teknis dari media uang elektronik yang digunakan. Dengan berakhirnya masa berlaku media uang elektronik, nilai uang elektronik yang masih tersisa dalam media tersebut tidak serta merta menjadi terhapus. Sepanjang masih terdapat sisa nilai uang elektronik pada media tersebut, pemegang memiliki hak tagih atas sisa nilai uang elektronik yang terdapat dalam media tersebut. Pemenuhan hak tagih atas sisa nilai uang elektronik tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan memindahkan sisa nilai uang elektronik tersebut ke dalam media yang baru. Pemenuhan hak tagih tersebut dapat dikurangi dengan biaya administrasi yang dikenakan oleh penerbit kepada pemegang uang elektronik.
Pasal 1 Angka 4 PBI Uang Elektronik menjelaskan nilai uang elektronik adalah nilai uang yang disimpan secara elektronik pada suatu media server atau chip yang dapat dipindahkan untuk kepentingan transaksi pembayaran dan/atau transfer dana. Penggunaan uang elektronik dalam transaksi pembayaran yang dilakukan berupa transaksi pembayaran secara elektronik. Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak dan kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, termasuk kegiatan  transfer dan/atau pemindahbukuan dana yang dilakukan oleh penyelenggara jasa keuangan.(Dunil, 2004)
Penerbitan uang elektronik wajib menggunakan satuan uang rupiah. Disamping itu, setiap penggunaan uang elektronik di wilayah Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah. Kewajiban penggunaan uang rupiah ini merupakan amanat dari Undang-Undang 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut Undang-Undang BI) seperti yang disebutkan dalam Pasal 2 angka 2 yaitu uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia.
Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan peraturan Bank Indonesia. Selain itu, kewajiban penggunaan satuan uang rupiah didasarkan pada pertimbangan bahwa nilai uang elektronik harus dapat dikonversi secara penuh sehingga nilai satu rupiah pada nilai uang elektronik harus sama dengan satu rupiah pada uang tunai