Showing posts with label judul sosiologi. Show all posts
Showing posts with label judul sosiologi. Show all posts

Tuesday, April 27, 2021

Teori Adaptasi Penyimpangan (skripsi dan tesis)


 Menurut teori Robert K Merton, dalam (Cullen & Agnew,1980:171), akar penyimpangan sosial, tidak seperti kebanyakan teori yang mengemukakan bahwa kejahatan dan penyimpangan timbul dari sebab-sebab individu yang melanggar normanorma dan nilai-nilai dalam masyarakat pada umumnya. Merton mengemukakan bahwa penyimpangan perilaku itu terjadi karena masyarakat mempunyai struktur budaya dengan sistem nilai yang berbeda-beda dalam sosial atau tidak ada satu standar nilai yang   dijadikan suatu kesepakatan untuk dipatuhi bersama. Sehingga masyarakat akan berubah perilaku yang tidak wajar. Menurut Prasetija, (2009) konsep dasar teori adaptasi muncul dari dunia biologi, dimana ada 2 yang penting yaitu evaluasi genetika, yang berfokus pada umpan balik dari interaksi lingkungan dan adaptasi biologi yang berfokus pada perilaku menyimpang dari organisme selama masa hidupnya. Organisme tersebut baru menguasai fokus lingkungan, tidak fokus umpan balik lingkungan. Adaptasi juga merupakan proses penyesuaian diri dilingkungan pergaulan pertemanan, dan aktivitas seseornga yang dilakukan dimana mereka tinggal, yang mengalami perubahan-perubahan sikap dan tingkah laku terhadap dalam masyarakat. Maka Teori ini berpandangan bahwa munculnya perilaku menyimpang yang menyebakan serta melaggar suatu hukum sosial yang berlaku kehidupan masyarakat pada umumnya. Merton menggambarkannya ke dalam lima kemungkinan adaptasi untuk mencapainya tujuan-tujuan budaya yang ada di kalangan masyarakat sebagai berikut: 

1. Konformitas (conformity) menerima tujuan masyarakat dan sarana sosial dapat diterima untuk mencapainya suatu kesuksesan. Merton mengklaim bahwa sebagian besar masyarakat kelas menengah telah mampu mengakses peluang di dalam masyarakat seperti pendidikan, kesehatan yang lebih baik untuk mencapai kesuksesan moneter melalui kerja keras. Konformitas menerima baik tujuan budaya yang ditetapkan maupun cara untuk mencapai tujuan tersebut. 

2. Inovasi (inovation) merupakan respon karena ketegangan yang dihasilkan oleh penekanan budaya kita pada kekayaan dan kurangnya kesempatan untuk menjadi kaya, yang menyebabkan orang menjadi "inovator" dengan terlibat mencuri dan menjual obat- obatan. Inovator menerima atau mengikuti tujuan yang ditentukan oleh masyarakat, tetapi ia memakai cara yang dilarang sosial (termasuk tindakan kriminal).

 3. Ritualisme (ritualism) mengacu pada ketidakmampuan untuk mencapai tujuan budaya sehingga merangkul aturan ke titik di mana mereka melupakan tujuan mereka yang lebih besar untuk merasa terhormat. Ritualis cenderung menghindari risiko (seperti pelanggaran hukum), dan hidup nyaman dalam batas-batas dari rutinitas sehari-hari. 

4. Retretisme (retreatism) merupakan respon yang menunjukkan ketidakmampuan seseorang untuk menolak baik tujuan budaya maupun tujuan yang ditetapkan oleh masyarakat, dengan cara membiarkan orang yang menolak tujuan masyarakat dan sarana yang sah untuk mencapai tujuan mereka contah respon pencadu, peminum alkohol dan orang yang bakal menjadi sakit mental, dan tidak dimobilisir dapat dilihat sebagai retreating. Merton melihat hal yang demikian sebagai suatu penyimpangan sosial, karena mereka melakukan tindakan penyimpangan untuk mencapai hal-hal yang tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai masyarakat yang dipatuhi. 5. Pemberontakan (Rebellion) mirip dengan retreatisme, karena pemberontakan juga menolak tujuan budaya dan cara mencapainya, tetapi mereka melangkah lebih jauh dan tandingan" yang mendukung tatanan sosial lain yang sudah ada (melanggar aturan)." Pemberontak menolak tujuan masyarakat dan tidak mengakui struktur yang ada dan menciptakan struktur sosial yang baru. Merton mengambarkan beberapa pemikiran diatas maka, yang menjawab dalam pokok permasalahan penelitian ini adalah Retretisme, (retreatism) menunjukan bahwa untuk menolak tujuan masyarakat terhadap memengaruhi perilaku penyimpangan sosial dalam mengkonsumsi minuman alkohol.  Menurut Kartono (1988:93) mengatakan perilaku menyimpang sosial disebut pula sebagai anak cacat sosial. Artinya perilaku yang tidak sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku di masyarakat. Teoriteori umum tentang penyimpangan berusaha menjelaskan semua contoh penyimpangan sebanyak mungkin dalam bentuk apapun misalnya kejahatan, gangguan mental, bunuh diri, pencuri dan penyalagunaan alkohol. Sehingga menimbulkan gangguan-gangguan kejiwaan seorang pelaku minum keras karena sistem pencernaan tubuh sangat mengakibatkan oleh minuman beralkohol. Situasi ini pada akhirnya menimbulkan banyak perilaku yang menyimpang dari norma agama dan adat yang dilakukan oleh seseorang yang tidak sesuai hukum masyarakat

Teori Durkheim pertentangan struktur sosial (skripsi dan tesis)


Emile Durkheim (1964:64). Memberikan penjelasan pada “normlessness, lessens social control”, bahwa kemerosotan moral yang terjadi sebagai akibat berkurangnya pengawasan dan pengendalian sosial, sehingga menyebabkan individu sulit untuk menyesuaikan diri dalam perubahan norma, bahkan seringkali terjadi konflik norma dalam pergaulan. Menurut Durkheim perilaku individu tidak hanya dipengaruhi oleh diri individu itu sendiri,tetapi juga dipengaruhi oleh kelompok ataupun organisasi sosial lainnya, mempengaruhi perilaku seseorang. Teori Durkheim ini dipandang sebagai kondisi yang mendorong sifat individualistis yang cenderung melepaskan pengendalian sosial. Keadaan ini juga akan diikuti dengan perilaku menyimpang dari individu dalam pergaulan di lingkungan masyarakat. Durkheim memandang bahwa suatu masyarakat yang sederhana atau berada komunitas, suatu ketika berkembang menuju suatu masyarakat modern, maka kedekatan (intimacy) yang diperlukan untuk melanjutkan seperangkat norma-norma umum (common set of rules) juga akan merosot ke perubahan, maka seseorang secara perilaku termotivasi hal-hal yang baru. Dalam sebuah ketentuan dalam masyarakat, tindakan serta harapan individu akan bertentangan dengan harapan dan tindakan individu lainnya. Hal   ini jika terjadi secara berkelanjutan maka tidak mungkin sistem yang dibangun dalam masyarakat akan rusak atau sudah cap, sehingga masyarakat tersebut berada pada kondisi anomi atau ketika anggota komunitas berinteraksi sosial dengan kelompok lain. Kurangnya hubungan suatu masyarakat dengan masyarakat lain, sehinggga ketersingan hidup anggota terpengaruh dengan polah trade kebudayaan. Analisis tentang pemberian cap itu dipusatkan pada reaksi orang lain. Artinya ada orang-orang yang memberi definisi, julukan, atau pemberi label (definers/labelers) pada individu-individu atau tindakan yang menurut penilaian orang tersebut adalah negatif. disebut penipu, pencuri, wanita nakal, orang gila, dan sebagainya, maka si pelaku akan terdorong untuk melakukan penyimpangan sekunder. Misalnya, Sebagai tanggapan terhadap pemberian cap oleh orang lain maka si pelaku penyimpangan primer mendefinisikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi perbuatan menyimpangnya melakukan penyimpangan sekunder sehingga mualai menganut suatu gaya hidup menyimpang (deviant life style) yang menghasilakan suatu karier menyimpang (deviant carieer) dalam kelompok atau komunitas tertentunya.

Komunitas (skripsi dan tesis)


 Gusfield (1975) dalam Algesheimer (2005) komunitas membedakan diantara dua jenis komunitas. Pertama adalah komunitas tradisional yang mengacu pada wilayah atau geografis. Pada titik ini komunitas mengacu pada lingkungan tempat tinggal, kota, atau daerah. Kedua adalah komunitas rasional yang mengacu pada hubungan manusia tanpa kaitan dengan lokasi. Sebagai contoh, ada beberapa komunitas yang memiliki ketertarikan seperti klub hobi, grup agama, atau klub penggemar. Tetapi kedua tipe komunitas ini tidak saling mengesklusifkan, banyak grup yang berdasarkan ketertarikan tetapi merangkap sebagai komunitas yang berbasiskan dengan lokasi manusia tinggal. Komunitas merupakan hal yang sangat penting dan kerap menjadi ajang untuk menunjukkan identitas diri. Berbagai macam cara yang dilakukan orang-orang untuk bisa menunjukkan jati dirinya masing-masing, baik itu entah dari segi cara berpakaian, gaya hidup, seksual bahkan sampai ke menyimpang yang tidak efektif atau melangar normanorma atau nilai-nilai yang dipatutkan pada setiap kehidupan komunitas atau masyaraka luas. Dimaksud norma-norma itu mempunyai dua isi berwujud: perintah dan larangan, yang dimaksud perintah dan larangan menurut isi norma tersebut, perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan tidak berbuat sesuatu oleh karena sesuatu akibat-akibatnya dibandang tidak baik yang dilakukan setiap anggota komunitas sering berinteraksi dilingkungan pergaulan dengan komunitas lainnya. Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi atau hubungan pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interaksi dengan proses pembentukannya bersifat horisontal karena dilakukan oleh individuindividu yang kedudukannya setara. Komunitas sebuah identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan fungsional ataupun kekuatan pengikat suatu komunitas, terutama, adalah kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sosialnya. Biasanya, didasarkan atas kesamaan latar belakang  budaya, ideologi, sosial, ekonomi dan kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat pada umumnya.

Penyimpangan Sosial (skripsi dan tesis)


Penyimpangan sosial dalam kehidupan masyarakat sering dijumpai adanya perilaku yang menyimpang, karena kurang sempurnanya proses sosialisasi individu atau suatu kelompok. Penyimpangan sosial adalah tindakan atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai yang dianut dalam lingkungan baik lingkungan keluarga maupun masyarakat. Dengan kata lain, perilaku yang menyimpang mengakibatkan terjadinya pelanggaran norma-norma dalam masyarakat. Penyimpangan sosial adalah perilaku dari para warga komunitas atau masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma sosial yang berlaku. Secara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang, antara lain tindakan yang nonconformi, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai atau norma yang ada dalam sosial. Tindakan noncomformi pengaruh besar dalam melakukan perlaku seseorang akan menjadi anti sosial atau asosial, yaitu tindakan yang melawan kebiasaan komunitas yang  mencari kepentingan individu yang melangar. Tindakan-tindakan ini menyebabkan suatu ketimpangan kriminal sosial, yaitu tindakan yang nyata-nyata telah melanggar aturanaturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain (Sandi, 1976). 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI (Depdiknas, 2008) Pengertian penyimpangan sosial diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ditentukan di dalam masyarakat. Namun perilaku penyimpangan suatu hal yang buruk mengadopnosiskan tingkah laku seseorang akan keliru dalam kehidupan sosial dan, melaggar peraturan. Menurut Siahaan (2009), penyimpangan sosial adalah relatif terhadap norma suatu kelompok atau penyimpangan sosial merupakan hasil dari proses sosial yang tidak sempurna. Perilaku penyimpangan sosial mengakibatkan terjadinya pelanggaran norma. Pelanggaran tersebut terjadi karena seseorang perilaku tidak mematuhi norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku. Hal tersebut menyebabkan orang-orang yang mengadopsi peran penyimpangan mempengaruhi kehidupan seseorang. Penyimpangan antara lain orang yang mempunyai kebiasaan dengan mabukmabukan, pencuri dan melakukan pelangaran kriminal lainnya. Perilaku menyimpang ialah suatu bentuk perilaku ataupun tindakan yang keluar dan tidak sesuai dengan adat dan kebiasaan masyarakat sekitar. Jadi secara tidak langsung yang dilakukan oleh remaja yang memiliki kecendrungan untuk melanggar ataupun memiliki kecendrungan untuk keluar dari nilai-nilai yang berlaku pada suatu kelompok masyarakat tersebut. Karena di dalam tindakan tersebut terkandung atau terdapat hal yang dapat merugikan dirinya sendiri dan juga dapat merugikan bagi orang lain di sekitar kita. 

 Mudrajat (2010) menambahkan bahwa ada beberapa jenis penyimpangan sosial yang sering di jumpai dalam kehidupan mahasiswa ini misalnya, sebagai berikut: a. Penyimpangan karena menyangkut harta benda seperti pencurian, menipulasi dan sebagainya. b. Penyimpangan yang menyangkut fisik manusia seperti tindakan kekerasan, pengeroyokan, ribut di jalan umum dan tidak mengedalikan peraturan lalu lintas; c. Penyimpangan yang menyangkut ketentraman umum seperti tindakan main hakim sendiri, penyalahgunaan wewenang, mencaci maki keyakinan atau kepercayaan orang lain di depan umum, pemerasan; dan d. Penyimpangan yang menyangkut harkat dan martabat manusia sejati, seperti; pemerkosaan, pelacuran, tawuran, ekploitasi. Dari berbagai jenis penyimpangan sosial yang mendefinisikan diatas yang marak disaksikan sekarang. Tetapi dari segi kualitas dan itensitasnya ibarat fenomena “gunung es”, nampak kecil di puncaknya, tetapi kualitas dan intensitas sesungguhnya yang tidak nampak di permukaan justru jauh lebih besar penyimpangan sosial yang sedang mengalami di kalangan mahasiswa di lingkungan pergaulan secara umum

Strategi Adaptasi Sosial Budaya John W. Bennett (skripsi dan tesis)

 

 John William Bennett sebenarnya adalah seorang antropolog ekologi. Bennett (1976; 247-248) menjelaskan bahwa asumsi dasar adaptasi berkembang dari pemahaman yang bersifat evolusionari yang senantiasa melihat manusia selalu berupaya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik secara biologis atau genetik maupun secara sosial dan budaya. Sehingga proses adaptasi dalam evolusi melibatkan seleksi genetik dan varian budaya yang dianggap sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan. Intervensi adaptasi harus mengakui bahwa bahkan di masyarakat yang paling fleksibel, mekanisme perubahan pasti akan dibingkai oleh konteks budaya yang mungkin menjadi jalan masuknya intervensi dan menawarkan kesempatan untuk perubahan (Ensor & Berger, 2009: 238). Adaptasi dalam masyarakat yang berbeda budaya adalah dimana pengalaman dari perbedaan budaya menghasilkan persepsi dan perilaku yang sesuai dengan budaya itu. Satu pandangan dunia yang diperluas untuk mencakup konstruksi yang relevan dari pandangan dunia budaya lainnya. Masyarakat pendatang dalam beradaptasi dapat terlibat rasa empati atau kemampuan untuk mengambil perspektif atau menggeser kerangka acuan vis- 16 à-vis budaya lain. Pergeseran dalam kehidupan bukan hanya terjadi dalam lingkup kognitif, melainkan juga perubahan dalam organisasi pengalaman hidup, yang tentu termasuk mempengaruhi dan perilaku. Proses adaptasi budaya melibatkan beberapa tingkat akomodasi untuk budaya baru dengan orang asing. Proses ini melibatkan beberapa modifikasi kebiasaan orang asing, kebiasaan, penggunaan bahasa, dan gaya hidup. Lewis dan Slade (1994; dalam Rahardjo, 2005: 54-55) menguraikan bahwa ada tiga aspek yang menjadi problematika dalam pertukaran antarbudaya, yakni adanya kendala bahasa, perbedaan nilai dan pola perilaku kultural yang dapat menimbulkan kesalahpahaman antarbudaya. Ketiganya dapat menjadi sumber kemacetan dalam melaksanakan komunikasi antarbudaya. Adaptasi tidak sama dengan asimilasi. Gagasan mendasar dari asimilasi adalah bahwa pendatang sebagai golongan minoritas harus menyerah dengan mengambil sudut pandangan terhadap nilai-nilai kehidupanmilik masyarakat tuan rumah atau budaya yang dominan. Konsep adaptasi menawarkan alternatif untuk asimilasi. Adaptasi tidak mensubstitusi satu perangkat kebudayaan lain, namun sebagai sarana yang melibatkan perluasan repertoar keyakinan dan perilaku masyarakat pendatang. Jadi dengan demikian, pendatang tidak perlu kehilangan identitas budaya utamanya untuk menjalankan kehidupan dan berkomunikasi secara efektif dalam konteks budaya yang berbeda. 17 Bennett (1969; dalam Saharuddin, 2007; 46-47) membedakan antara adaptive behavior (perilaku adaptif) dengan adaptive strategies (strategistrategi adaptif) danadaptive processes(proses-proses adaptif).Adaptive behavior menunjuk pada cara-cara aktual masyarakat dalam menemukan atau merencanakan cara memperoleh sumberdaya untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah. Adaptive behavior merupakan suatu pilihan tindakan dengan mempertimbangkan biaya yang harus dikembangkan dan hasil yang akan dicapai. Adaptive strategies merupakan pola umum yang terbentuk melalui banyak priori penyesuaian pemikiran masyarakat secara terpisah. Masyarakat merespon permasalahan yang dihadapi dengan melakukan evaluasi terhadap alternatif yang mungkin dan konsekuensinya. Ada suatu upaya untuk berusaha menempatkan permasalahan tersebut dalam suatu desain strategi umumguna mengimbangi konflik kepentingan dari banyak pihak mempertanggungjawabkan tindakannya. Adaptive process adalah perubahan-perubahan yang ditunjukkan melalui proses yang panjang dengan cara menyesuaikan strategi yang dipilihnya. Adanya pengkategorian bentukbentuk adaptasi dalam sosial budaya semacam ini memudahkan kita untuk mempelajari permasalahan adaptasi. “the concept of behavioral adaptation provides such a framework: it is focused and it is neutral on the definition of environment. It refers to coping mechanism that humans display in obtaining their wants or adjusting they lives to the surrounding milieu, or the milieu to their lives and purpose” (Bennett, 1976; hlm. 246) 18 Sebagaimana yang dipaparkan Bennet di atas, konsep dari perilaku adaptasi mengajukan kerangka kerja yang berfokus pada aksi atau tindakan dan bersifat netral di atas definisi lingkungan. Hal itu sesuai dengan mekanisme koping (coping mechanism) yang manusia tampilkan dalam memperoleh apa yang diinginkan atau menyesuaikan kehidupan dengan lingkungan sekitarnya (dalam hal ini lingkungan pergaulannya). Masyarakat pendatang juga menyesuaikan pergaulan dengan gaya hidup dan tujuan-tujuan dalam kehidupan. Menurut Bennett (1976; hlm. 252-253) penjelasan perspektif ekologi membutuhkan pengidentifikasian faktor-faktor lingkungan yang paling penting dalam menghambat dan mengembangkan perilaku partisipan dan mengasumsikan bahwa organisasi sosial budaya adalah hasil dari prosesproses adaptif dalam rangka mengantisipasi kondisi ke depan. Bennett (1976; 252) sebagaimana yang dikutipnya dari Hallowell (1960) menyatakan bahwa basis ekologi manusia adalah kapasitas manusia untuk melakukanself objectification, belajar dan mengantisipasi. Manusia memiliki kemampuan dalam merasa dan menerima informasi untuk kemudian mengkonseptualkan diri sendiri agar dapat bertindak terhadap lingkungan sekitar. Berdasarkan konsep adaptasi Bennett menyatakan bahwa adaptasi sebagai suatu konsep umum merujuk pada proses penyesuaian terhadap keadaan yang berubah. Proses adaptasi adalah perubahan-perubahan yang diperkenalkan dalam waktu 19 yang relatif panjang melalui rangkaian pengulangan tindakan. Sebagaimana yang disebutkan Bennett; “the process is usually slow enough so that it cannot be observed in the lifetime of a single scientific observer; hence methods for its inferred existence and rate must be developed” (Bennett, 1976; hlm. 248) Adaptasi dalam konsep multikultural mengarah pada pengertian penyesuaian satu dengan yang lain. Penyesuaian yang dimaksud ialah ketika masyarakat dari kedua kelompok yang dominan dan non-dominan memiliki kecenderungan untuk melakukan penyesuaian perilaku satu sama lain. Kelompok dominan memiliki kekuatan untuk menuntut bahwa hanya kelompok non-dominan yang seharusnya menyesuaikan diri pada kelompok dominan. Kelompok budaya dominan dengan cara yang lebih ethnorelative justru ingin tahu tentang perbedaan budaya dan benar-benar ingin mengalami budaya lain. Kedua kelompok masyarakat tidak hanya berdiam diri. Keduanya mencari tahu perspektif budaya lain dan berusaha untuk belajar bagaimana cara untuk bertindak pada batas tertentu sesuai pada konteks budaya satu sama lain secara berimbang. Masyarakat yang bertindak demikian memiliki perspektif yang adil untuk saling beradaptasi satu sama lain. Haviland (1999; 356) menambahkan bahwa meskipun semua aspek kebudayaan berfungsi sebagai kesatuan integral, namun tidak harus berfungsi harmoni seratus persen dalam setiap aspeknya. 20 Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam teori adaptasi yang diartikan sebagai suatu perilaku yang secara sadar dan aktif dapat memilih dan memutuskan apa yang ingin dilaksanakan sebagai usaha penyesuaian. Proses perilaku semacam ini mungkin terkendali oleh berbagai sifat sistem sosial, namun tidak berlaku secara mutlak. Bennett (1976; dalam Sukadana, 1983: 18) memberi perbedaan antara adaptasi alamiah dengan adaptasi aktif yang dilaksanakan oleh manusia sebagai makhluk yang beradab. Adaptasi menjadi hal penting dalam menjalankan komunikasi antarbudaya bagi masyarakat pendatang internasional. Berbagai penjelasan mengenai teori adaptasi yang dikemukakan oleh Bennett akan digunakan dalam melihat berbagai tantangan sosial budaya yang dihadapi anak-anak Indonesia di Bangkok dan strategi adaptasi sosial budaya yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari

Pluralisme (skripsi dan tesis)


Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi. Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi. Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan politik dan keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan (dan kemilikan kekuasaan) lebih tersebar. Dipercayai bahwa hal ini menghasilkan partisipasi yang lebih tersebar luas dan menghasilkan partisipasi yang lebih luas dan komitmen dari anggota masyarakat, dan oleh karena itu hasil yang lebih baik. Contoh kelompok-kelompok dan situasi-situasi di mana pluralisme adalah penting ialah: perusahaan, badan-badan politik dan ekonomi, perhimpunan ilmiah. 

 Pluralisme dalam perspektif filsafat budaya merupakan konsep kemanusiaan yang memuat kerangka interaksi dan menunjukkan sikap saling menghargai, saling menghormati, toleransi satu sama lain dan saling hadir bersama atas dasar persaudaraan dan kebersamaan; dilaksanakan secara produktif dan berlangsung tanpa konflik sehingga terjadi asimilasi dan akulturasi budaya. Pluralitas tidak bisa dihindarkan apalagi ditolak meskipun golongan tertentu cenderung menolaknya karena pluralitas dianggap ancaman terhadap eksistensi komunitasnya. Sebenarnya pluralisme merupakan cara pandang yang bersifat horisontal, menyangkut bagaimana hubungan antarindividu yang berbeda identitas harus disikapi. Sementara kebudayaan dapat dimaknai sebagai fenomena material, sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1980 : 193). Kebudayaan dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatu masyarakat. Sehingga suatu kebudayaan bukanlah hanya akumulasi dari kebiasaan (folkways) dan tata kelakuan (mores ), tetapi suatu sistem perilaku yang terorganisasi. 

Pluralisme masyarakat dalam tatanan sosial agama, dan suku bangsa telah ada sejak jaman nenek moyang, kebhinekaan budaya yang dapat hidup berdampingan secara damai merupakan kekayaan yang tak ternilai karena diunggulkannya suatu nilai oleh seseorang atau sekelompok masyarakat, bukan berarti tidak dihiraukannya nilai-nilai lainnya melainkan kurang dijadikannya sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku dibandingkan dengan nilai yang diunggulkannya. Ciri utama masyarakat majemuk (plural society) sendiri menurut Furnivall (1940) adalah orang yang hidup berdampingan secara fisik, tetapi karena perbedaan sosial mereka terpisah-pisah dan tidak bergabung dalam sebuah unit politik. Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk (pluralistic society). Hal tersebut dapat dilihat pada kenyataan sosial dan semboyan Bhinneka Tunggal Eka (berbeda-beda namun satu jua). Kemajemukan Indonesia juga didukung dengan status negara ini sebagai negara berkembang, yang selalu mengalami perubahan yang sangat pesat dalam berbagai aspek kehidupan, baik perubahan sistem ekonomi, politik sosial, dan sebagainya, dan dalam kenyataan tidak ada satupun gejala perubahan sosial yang tidak menimbulkan akibat terhadap kebudayaan setempat.

Jenis Adaptasi (skripsi dan tesis)


Adapun jenis-jenis adaptasi adalah sebagai berikut: a. Adaptasi fisiologik bisa terjadi secara lokal atau umum Contoh : 1. Seseorang yang mampu mengatasi stress, tangannya tidak berkeringat dan tidak gemetar, serta wajahnya tidak pucat. 2. Seseorang yang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang berat dan merasa mengalami gangguan apa-apa pada organ tubuh. b. Adaptasi psikologis bisa manjadi secara : 1. Sadar : individu mencoba memecahkan/ menyesuaikan diri dengan masalah. 2. Tidak sadar : Menggunakan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism)   3.Menggunakan gejala fisik (Konversi atau Psikofisiologik/psikosomatik) Apabila seseorang mengalami hambatan atau kesulitan dalam beradaptasi, baik berupa tekanan, perubahan, maupun ketegangan emosi dapat menimbulkan stress. Stres bias terjadi apabila tuntutan atau keinginan diri tidak terpenuhi. (Sunaryo, 2004).

Pengertian Keberfungsian Sosial (skripsi dan tesis)


 Keberfungsian Sosial menurut Achlis (1992) adalah sebagai berikut: Keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi social tertentu berupa adanya rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinnya mencapai kebutuhan hidupnya. 39 Baker, Dubois dan Miley (1992) menyatakan bahwa “Keberfungsian sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta dalam memberikan kontribusi positif bagi masyarakat” Keberfungsian sosial adalah konsep membantu karena mempertimbangkan kedua karakteristik lingkungan dari orang dan kekuatan dari lingkungan. itu menunjukkan bahwa seseorang membawa ke situasi satu set perilaku, kebutuhan, dan keyakinan yang merupakan hasil dari pengalaman unik nya dari Brith. namun juga mengakui bahwa apa pun yang dibawa ke situasi harus berhubungan dengan dunia sebagai orang yang berhadapan dengannya. itu adalah dalam transaksi antara orang dan bagian dunia orang itu bahwa kualitas hidup dapat ditingkatkan atau rusak). Barlett (1970) menyatakan bahwa keberfungsian sosial merupakan kemampuan mengatasi (coping) tuntutan (demands) lingkungan yang merupakan tugas-tugas kehidupan, karena dalam kehidupan yang baik dan normal terdapat keseimbangan antara tuntutan lingkungan dan kemampuan mengatasinya oleh individu. Siporin (1979) menyatakan bahwa keberfungsian sosial merujuk pada cara individu-individu atau kolektivitas seperti keluarga, perkumpulan, komunitas, dan sebagainyaberperilaku untuk dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupan mereka dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sedangkan Menurut De Guzman (1982) menyatakan bahwa keberfungsian sosial ekspresi interaksi antara orang dengan lingkungan sosialnya dan hasil atau produk dari aktivitas orang dalam berelasi dengan sekelilingnya yang berkaitan dengan hasil interaksi orang dengan lingkungan 40 sosialnya. Zastrow (1982) mengemukakan bahwa keberfungsian sosial adalah manusia senantiasa hidup dalam berbagai sistem, seperti sistem keluarga, pelayanan sosial, politik, pekerjaan, keagamaan, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain, dengan interaksi orang dengan sistem-sistem tersebut mempengaruhi tingkat keberfungsian sosial mereka. Soekotjo (1991) menyatakan bahwa keberfungsian sosial orang sangat berkaitan dengan cara pandang orang tersebut dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, soal keberfungsian sosial tidak lepas dari soal peranan sosial dan status sosial. Charlotte Buhler mengemukakan bahwa keberfungsian sosial adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup, dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan kelompoknya. Dari beberapa definisi penulis dapat menyimpulkan bahwa keberfungsian sosial adalah cara yang dilakukan individu-individu atau kelompok dalam melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhannya. Konsep ini pada intinya menunjuk pada “kapabilitas” (capabilities) individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya.

Teori Peran (skripsi dan tesis)


Peran berarti laku, bertindak. Didalam kamus besar bahasa Indonesia peran ialah perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (E.St. Harahap, dkk, 2007: 854). Peranan menurut Poerwadarminta adalah “tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa” (Poerwadarminta, 1995:751) sedangkan Peranan menurut Horton (Dalam Yoza, 2000.p.11) adalah perilaku yang diharapkan seseorang yang mempunyai status. Peranan diartikan sebagai pelaksana dari status yang dipengaruhi oleh norma-norma sosial. Indra Wijaya (1993:25) menyatakan bahwa peranan dapat diartikan sebagai pola, tugas dan kewajiban anggota kelompok berkaitan dengan peranan tertentu yang memerlukan perilaku yang sesuai. Merton dalam Raho (2007 : 67) mengatakan bahwa peranan didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21). Wirutomo (1981 : 99 – 101) Seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan social tertentu. Merton dalam Raho 29 (2007 : 67) mengatakan bahwa peranan didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Teori peran (role theory) mendefinisikan “peran” atau “role” sebagai “the boundaries and sets of expectations applied to role incumbents of a particular position, which are determined by the role incumbent and the role senders within and beyond the organization’s boundaries” (Banton, 1965; Katz &Kahn, 1966, dalam Bauer, 2003: 54). Selain itu, Robbins (2001: 227) mendefinisikan peran sebagai “a set of expected behavior patterns attributed to someone occupying a given position in a social unit”. Setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut (Glen Elder 1975). Peranan menurut Thibault dan Kelly (Indra Wijaya 1983P:122) adalah sebagai suatu perilaku yang diharapkan dari seseorang oleh orang lain yang berinteraksi. Teori peran adalah sebuah sudut pandang dalam sosiologi dan psikologi sosial yang menganggap sebagian besar aktivitas harian diperankan oleh kategori-kategori yang ditetapkan secara sosial (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas). Menurut Biddle dan Thomas dalam Arisandi, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi dan lain-lain. Abu Ahmadi [1982] mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap 30 caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya. Menurut Horton dan Hunt [1993], peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status sedangkan Menurut Soekanto (1983:308) peranan dapat diartikan sebagai berikut: (1). Aspek dinamis dari kedudukan, (2). Perangkat hak dan kewajiban, dan (3). Perilaku aktual pemegang kedudukan. Erik Froman (Dalam Jailudin Ahamad, 1991:138) mengemukakan bahwa peranan mengacu pada kewajiban, tugas, dan hal yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok. Peranan merupakan interaksi kemanusiaan yang dipengaruhi oleh struktur dan fungsi dalam hubungan terhadap status dan posisi. Soerjono Soekanto (1999:p.288-289) menjelaskan bahwa peranan (Role) adalah aspek dinamis dari kedudukan (Status). Apabila seseorang menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannyamaka diamenjalankan suatu peranan, setiap orang mempunyai bermacam-macam peranan yang berasal dari pergaulan hidupnya. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan tersebut menentukan apa yang diberikan serta kesempatan apa yang diberikan maysarakat kepadanya. Pentingnya peranan dalam hal yang mengatur perilaku pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain, sehingga orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perilakunya sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Menurut Soerjono Soekanto (2006.p.213) setidaknya dalam mencapai tujuannya peranan mencakup 3 hal, yaitu : (1) peranan adalah norma-norma yang dihubungkan 31 dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat, (2) Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan individu dalam masyarakat dan dalam sebagai organisasi, dan (3) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Paul A. Hare (dalam Wibhawa, 1983.p.56) peranan adalah seperangkat harapan-harapan terhadap tingkah laku seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam suatu sistem sosial. Menurut Moehamad Anwar (Dalam http// syakira-blogspot.com) Peranan sosial adalah gambaran tentang pola perilaku yang diharapkan diperbuat oleh seseorang sesuai dengan status sosial yang disandangnya. Soerjono Soekanto (2006.p.215) menyatakan bahwa terdapat berbagai peranan yang disandang atau melekat pada individu-individu dalam masyarakat, antara lain: 1. Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendak dipertahankan keberlangsungannya. 2. Peranan tersebut seyogyanya didekatkan pada individu yang oleh masyarakat dianggap mampu melaksanakannya. Mereka harus terlebih dahulu berlatih dan mempunyai hasrat untuk melaksanakannya. 3. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tak mampu melaksanakan peranannya sebagaimana yang diharapkan oelh masyarakat karena mungkin dalam pelaksanaannya memerlukan pengorbanan arti kepentingankepentingan pribadi yang banyak. 32 4. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya belum tentu masyarakat dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang. Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-peluang tersebut. Dari penjelasan diatas bahwa konsep tentang peranan juga diartikan sebagai wujud dinamis dari kedudukan manusia dalam kehidupan kelompok manusia sebagai pelaku dalam menjalankan fungsi sosialnya. Selanjutnya suatu peranan tidak akan terpisahkan dengan peranan yang lain atau saling bergantung dan berinteraksi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik (skripsi dan tesis)


 Keberhasilan dalam proses belajar yang terjadi, dilatarbelakangi oleh adanya sumber atau penyebab yang mempengaruhi berlangsungnya proses belajar mengajar itu sendiri. Faktor tersebut dapat berupa penghambat maupun pendorong pencapaian prestasi. Soeryabrata (dalam Tjundjing, 2001) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menjadi dua faktor, yaitu: 

.1 Faktor Internal 

Faktor ini merupakan hal-hal dalam diri individu yang mempengaruhi prestasi belajar yang dimiliki. Faktor ini dapat di golongkan ke dalam dua kelompok, yaitu: a) Faktor Fisiologis Faktor fisiologis mengacu pada keadaan fisik, khususnya sistem penglihatan dan pendengaran, kedua sistem penginderaan tersebut dianggap sebagai factor yang paling bermanfaat di antara kelima indera yang dimiliki manusia. Untuk dapat menempuh pelajaran dengan baik seseorang perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah merupakan suatu penghalang yang sangat besar bagi seseorang dalam menyelesaikan program studinya. Untuk memelihara kesehatan fisiknya, seseorang perlu memperhatikan pola makan dan pola  tidurnya, hal ini di perlukan untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu untuk memelihara kesehatan, bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik, juga di perlukan olahraga secara teratur. b) Faktor Psikologis Faktor psikologis meliputi faktor non fisik, seperti; motivasi, minat, intelegensi, perilaku dan sikap mental. 1) Motivasi Motivasi sangat menentukan prestasi belajar seseorang menurut Djamarah (2002), motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi bisa juga dalam bentuk usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Jadi semakin besar motivasi yang dimiliki oleh seseorang maka dorongan yang timbul untuk berprestasi akan besar juga, sebaliknya semakin rendah motivasi seseorang semakin rendah rendah juga prestasi yang bisa diraih. 2) Intelegensi Intelegensi cenderung mengacu pada kecerdasan intelektual. Kecerdasan intelektual yang tinggi akan mempermudah seseorang untuk memahami suatu permasalahan. Orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, pada umumnya memiliki potensi dan kesempatan yang lebih besar untuk meraih prestasi belajar yang baik dibandingkan dengan mereka yang memiliki kecerdasan intelektual biasa-biasa 24 saja. Apalagi bila di bandingkan mereka yang tergolong memiliki kecerdasan intelektual rendah. Minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat dan sikap merupakan dasar bagi prasangka, dan minat juga penting dalam mengambil keputusan. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan menuju ke sesuatu yang telah menarik minatnya. (Gunarso, 1995 : 68). Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih (Hurlock, 1995 : 144). 3) Sikap mental Menurut The (dalam Tjundjing, 2001), seorang mahasiswa perlu memiliki sikap mental dan perilaku tertentu yang dianggap perlu agar dapat bertahan terhadap berbagai kesukaran dan jerih payah di perguruan tinggi. Sikap mental seseorang meliputi hal-hal berikut: (a) Tujuan belajar, Dengan memiliki tujuan belajar yang jelas, seorang mahasiswa dapat terdorong untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Tanpa tujuan belajar, semangat akan mudah padam karena ia tidak memiliki sesuatu untuk di perjuangkan (b) Minat terhadap pelajaran Untuk dapat berhasil, selain memiliki tujuan, mahasiswa juga harus menaruh minat pada pelajaran yang diikuti, bukan hanya terhadap satu, dua pelajaran, melainkan terhadap semua mata pelajaran. Minat mahasiswa terhaap pelajaran memungkinkan terjadinya pemusatan pikiran bahkan juga dapat menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar itu sendiri. Namun kenyataannya para mahasiswa 25 umumnya tidak memiliki minat untuk mempelajari suatu pengetahuan. Hal ini dapat disebabkan oleh minimnya pengetahuan tentang kegunaan, keuntungan dan hal-hal mempesonakan lainnya dalam ilmu pengetahuan. (c) Kepercayaan terhadap diri sendiri Setiap orang yang melakukan sesuatu harus memiliki keyakinan bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk memperoleh hasil yang baik dalam usahanya. Demikian pula dengan belajar, tanpa kepercayaan diri, hal-hal yang seharusnya dapat dikerjakan dengan baik ketika berada dalam keadaan tenang, dapat menjadi tidak terselesaikan. Kepercayaan diri dapat di pupuk dan di kembangkan dengan jalan belajar tekun. Hendaknya setiap orang yang menempuh studi menginsafi bahwa tidak ada hal yang tidak dapat di pahami kalau ia mau belajar dengan tekun setiap hari, dengan memiliki kepercayaan diri dan mempergunakan setiap peluang untuk mengembangkan diri, ia akan berhasil menyelesaikan studinya. (d) Keuletan Banyak orang dapat memulai suatu pekerjaan, namun hanya sedikit yang dapat mempertahankannya sampai akhir. Cita-cita yang tinggi tidaklah cukup jika tidak disertai oleh kesanggupan untuk memperjuangkan citacita itu. Untuk dapat bertahan menghadapi kesukaran, seseorang harus melihatnya sebagai tantangan yang harus diatasi. Dengan memiliki keuletan yang besar seorang mahasiswa pasti dapat menyelesaikan pelajaran di perguruan tinggi. Selain itu yang terpenting ialah bahwa dalam pekerjaandan kehidupan faktor keuletan juga memiliki pengaruh yang besar (e) Perilaku mahasiswa 26 Untuk meraih prestasi yang memuaskan, seorang mahasiswa harus memiliki prestasi yang mendukung. Perilaku itu antara lain meliputi, 1. Pedoman Belajar, yaitu belajar secara teratur, belajar dengan penuh disiplin, belajar dengan memusatkan perhatian terhadap pelajaran atau belajar dengan memanfaaatkan perpustakaan. 2. Cara belajar. 3. Pengaturan waktu. 4. Cara membaca yang baik. 

.2 Faktor Eksternal

 Selain faktor-faktor dalam diri inividu, masih ada hal-hal lain di luar diri yang dapat mempengaruhi prestasi yang diraih, yang di golongkan sebagai faktor eksternal, seperti lingkungan keluarga dan sandang pangan dan papan . a) Faktor lingkungan keluarga. Faktor lingkungan keluarga dapat mempengaruhi prestasi mahasiswa. Berikut ini di jelaskan faktor-faktor lingkungan keluarga tersebut: 1) Sosial ekonomi keluarga Dengan sosial ekonomi yang memadai seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis, sampai pemilihan sekolah. 2) Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga. Dukungan dari keluarga merupakan salah satu pemacu semangat berprestasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian maupun 27 nasehat, maupun secara tidak langsung,. Misalnya dalam wujud kehidupan keluarga yang akrab dan harmonis. 3) Kebutuhan makan dan minum Kebutuhan makan dan minum adalah kebutuhan pokok mahasiswa yang harus dipenuhi karena merupakan factor penting sebagai penunjang kesehatan jasmani untuk menjalankan kegiatan sehari-hari. 4) Kebutuhan transportasi Transportasi merupakan kebutuhan penunjang kehidupan mahasiswa dalam melakukan aktivitas di kampus dan luar kampus untuk mempermudah segala tujuan yang ingin dicapai. 5) Kebutuhan kontarakan atau tempat tinggal Kebutuhan tempat tinggal merupakan hal yang penting untuk mahasiswa rantau karena sebagai tempat beristirahat juga sebagai tempat berlindung dari cuaca hujan dan panas. 6) Menerima keberagaman dan berperasangka baik Hubungan social manusia dilingkungan masyarakat sangat mempengaruhi kelangsungan hidup manusia dari cara bergaul, interaksi social dan menghormati satu sama lain untuk menciptakan keadaan masyarakat yang makmur dan sejahtera

Ukuran prestasi Akademik (skripsi dan tesis)


Menurut Azwar (1996) prestasi atau keberhasilan belajar dapat dioperasionalkan dalam bentuk-bentuk atau indikator-indikator berupa: a. Indeks prestasi akademik Indeks prestasi akademik adalah hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka atau simbol. Indeks prestasi dapat digunakan sebagai tolak ukur prestasi belajar seseorang setelah menjalani proses belajar. b. Predikat kelulusan Predikat kelulusan merupakan status yang disandang oleh seseorang dalam menyelesaikan suatu pendidikan yang ditentukan oleh besarnya indeksprestasi yang dimiliki. c. Waktu tempuh pendidikan Waktu tempuh pendidikan seseorang dalam menyelesaikan studinya menjadi salah satu ukuran prestasi, yang menyelesaikan studinya lebih awal menandakan prestasinya baik, sebaliknya waktu tempuh pendidikan yang melebihi waktu normal menandakan prestasi yang kurang baik.

Pengertian Prestasi Akademik (skripsi dan tesis)


Dalam bahasa Inggris, istilah yang menggambarkan prestasi yaitu achievement yang berasal dari kata to achieve yang berarti mencapai. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan prestasi kerja mahasiswa adalah hasil yang dicapai oleh mahasiswa dalam melakukan suatu kegiatan perkuliahan. Bernadin dan Russel (dalam Ruky, 2003) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Istilah prestasi belajar tidaklah jauh berbeda dengan istilah prestasi kerja pegawai dalam suatu lembaga.Prestasi belajar merupakan kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan tugas kuliah yang diberikan dosen, penampilan atau perilaku dalam melaksanakan tugas, sikap, cara yang digunakan dalam melaksanakan tugas (Irawan, 1997). Dalam pendidikan formal, prestasi akademik diaplikaiskan dalam bentuk nilai atau kode tertentu yang melambangkan tingkat prestasi belajar, misalnya: huruf A menunjukan prestasi akademik sangat memuaskan, huruf B menunujukan prestasi akademik memuaskan, huruf C menunujukan prestasi belajar cukup, huruf D  menunjukan prestasi akdemik kurang memuaskan dan huruf E menunjukan prestasi akademik sangat rendah. Untuk mencapai prestasi akademik atau hasil belajar yang baik tentunya tidak terlepas oleh banyak factor, namun pada intinya ada dua factor penting yaitu factor internal dan eksternal dari mahasiswa yang bersangkutan. Menurut Ngalim Poerwanto (1988:112), factor yang mempengaruhi proses belajar untuk mencapai prestasi akademik antara lain: 1. factor internal a. factor fisiologi, kondisi fisik dan kondisi panca indra b.factor psikologi, bakat dan minat kecerdasan motivasi serta kemampuan kognitif 2. factor eksternal a. lingkungan. alam dan social b. instrumental. Kurikulum, bahan pelajaran, pengajar, sarana dan fasilitas administrasi , manajemen. Dari pendapat diatas, bahwa adanya unsur hubungan antara prestasi akademik dengan cara adaptasi sosial mahasiswa dapat berjalan dengan baik bila mahasiswa pandai dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya baik di lingkungan kampus dan lingkungan luar kampus. Prestasi belajar mahasiswa sangat berkaitan erat dengan kinerja (performance) mahasiswa dalam pembelajaran. Gibson (1994) menyatakan kinerja sebagai suatu prestasi kerja (hasil kerja) yang diinginkan dari pelaku. Haynes (1984) berpendapat bahwa kinerja merupakan suatu efek logis seseorang yang didorong oleh dua kategori 21 dasar atribusi. Atribusi pertama bersifat internal atau disposisional. Ia berhubungan dengan sifat orang itu sendiri misalnya kemampuan dan upaya. Atribusi ke dua bersifat external atau situasional. Atribusi ini berhubungan dengan lingkungan seperti tingkat kesulitan tugas, sikap dan tindakan-tindakan kerja, sumber daya, keadaan ekonomi dan lain sebagainya. Prestasi belajar dapat dinyatakan sebagai suatu kondisi hasil belajar yang dicapainya berdasarkan kepada jenis dan jenjang pekerjaan, kuantitas serta kualitas dari hasil kerja mahasiswa dalam kurun waktu tertentu ( Frase, 1975). Kemampuan itu dapat diukur melalui serangkaian penilaian. Aturan dan kriteria tertentu dapat menjadi dasar aktivitas belajar mahasiswa

Pengertian Adaptasi (skripsi dan tesis)

 Pengertian Adaptasi merupakan suatu proses perubahan yang menyertai individu dalam berespon terhadap perubahan yang ada di lingkungan dan dapat mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis dan fsikologis yang akan menghasilkan perilaku adiptif (A.Aziz Alimul Hidayat 2007). Diantara mekanisme pertahanan diri yang digunakan untuk melakukan proses adaptasi psikologis antara lain: 1. Rasionalisasi Merupakan suatu usaha untuk menghindari dari masalah psikologis dengan selalu memberikan alasan secara rasional, sehingga masalah yang dihadapi dapat teratasi. 2. Displacement Merupakan upaya untuk mengatasi masalah psikologis dengan melakukan pemindahan tingkah laku kepada objek lain, sebagai contoh apabila seseorang terganggu akibat situasi yang ramai, maka temanya yang disalahkan. 3. Kompensasi Upaya untuk mengatasi masalah dengan cara mencari kepuasaan pada situasi yang lain seperti seseorang memiliki masalah karena menurunya daya ingat maka akan menonjolkan kemampuan yang dimilikinya. 4. Proyeksi   Merupakan mekanisme pertahanan diri dengan menempatkan sifat batin orang lain, seperti dirinya membenci pada orang lain kemudian mengatakan pada orang bahwa orang lain yang membencinya. 5. Represi Upaya untuk mengatasi masalah dengan cara menghilingkan pikiran masa lalu yang buruk dengan melupakanya atau menahan kepada alam tidak sadar dengan sengaja dilupakan. 6. Supresi Upaya untuk mengatasi masalah dengan menekan masalah yang tidak diterima dengan sadar dan individu tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan. b. Adaptasi sosial budaya Merupakan cara untuk mengadakan perubahan dengan melakukan proses penyesuian perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan. c. Adaptasi spiritual Proses penyesuain diri dengan melakukan perubahan perilaku yang didasarkan pada keyakinan dan kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama yang dianutnya. Apabila mengalami stress, maka seseorang akan giat melakukan kegiatan ibadah, seperti rajin melakukan ibadah.  d. Proses adaptasi dan maladaptasi selalu digunakan sebagi tolak ukur untuk menentukan keberhasilan seseorang selama rentang perkembangan boipsikologinya, seperti: 1. Kemampuan menyelesaikan tugas perkembangan biopsikologi yang berekenaan dengan aspek-aspek kebutuhan lingkungan 2. Kemampuan untuk melakukan koordinasi terhadap penggunaan fungsi pikiran, perasaan, dan psikologi motorik 3. Kemampuan mereduksi setiap konflik diri tanpa mengabaikan pertahanan diri 4. Kemampuan membuka diri terhadap setiap perubahan stimulus baru, seperti sikap penerimaan pada perubahan tubuh Secara konseptual intervensi pekerja social terhadap mahasiswa yakni penyesuaian diri mahasiswa dengan individu lain dan kelompok didalam kampus dan lingkungan tempat tinggalnya. Menurut peneliti, mahasiswa yang dapat menyesuaikan diri dengan individu lain adalah mahasiswa yang mudah bergaul dan pandai membawa diri dengan lingkungan social yang baru. Penyesuaian diri terhadap individu antara satu sama lain merupakan indikator keberhasilan mahasiswa dalam berinteraksi di masyarakat dan lingkungan. Sedangkan secara operasional, mahasiswa yang sukses berdaptasi terhadap lingkungan kampus adalah mahasiswa yang mampu menjalankan perannya yakni belajar. Sebagai penunjang kesuksesan mahasiswa dalam beradaptasi dilingkungan 19 kampus mahasiswa dituntut untuk dapat mengembangkan diri dengan cara aktif kuliah, mengerjakan tugas, belajar kelompok dan memanfaatkan perpustakaan.

Monday, April 26, 2021

Pengertian Komunikasi Antarbudaya (skripsi dan tesis)


Komunikasi dan kebudayaan merupakan dua konsep yang tiak dapat dipisahkan. Pusat perhatian komunikasi ada kebudayaan terletak pada variasi langkah ada cara manusia berkomunikasi melintasi komunitas manusia atau kelompok social, pelintasan komunikasi itu menggunakan kode-kode pesan, baik secara verbal maupun nonverbal, yang secara alamiah selalu digunakan dalam semua konteks interaksi. Pusat perhatian studi komunikasi ada kebudayaan juga meliputi bagaimana menjajaki makna, pola-pola tindakan, dan bagaimana makna serta pola-pola itu diartikulasi dalam sebuah kelompok social, kelompok budaya, kelompok politik, proses pendidikan, bahkan lingkungan teknoligi yang melibatkan interaksi antarmanusia. Lalu apakah komunikasi antarbudaya itu?Pertama, Andrea L. rich ada Dennis M. Ogawa menyatakan dalam buku Intercultural Communication, A Reader bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antar orang-orang yang berbeda kebudayaannya, misalnya antar suku bangsa, etnis, ras, ada kelas social.24 Kedua, Samavor ada Porter juga menyatakan komunikasi antarbudaya terjadi di antara produsen pesan ada penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda (1976, hlm. 4). Ketiga, Charley H. Dood mengungkapkan komunikasi abtarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, atau kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar belakng kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta (1991, hlm. 5) Keempat, komunikasi antarbudaya adalah suatu proses komunikasi simbolik, interpretative, transaksional, dan kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah orang yang memiliki perbedaan derajat kepentingan memberikan interpretasi ada harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang di pertukarkan. Kelima, “Intercultural communication” yang disingkat “ICC”, mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi antarpribadi, antara seseorang anggota dengan kelompok yang berbeda. Keenam, Gou-Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negoisasi antar pertukaran system simbolik yang membimbing perilaku manusia, ada membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya, komuniksi antarbudaya itu dilakukan dengan negoisasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui symbol) yang sedang dipertengtangkan. Symbol tidak dengan sendirinya mempunyai makna, tetapi dia dapat berarti dalam satu konteks, ada makna-makna itu dinegoisasikan atau diperjuangkan. Melalui pertukaran system simbolyang tergantung dari persetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogam namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita. Menunjukan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakannya dari kelompok lain, dinamika identitas dan perbedaan kerja tatkala itu terjadi, membentuk satu kelompok ada mengidentifikasnya dengan berbagai cara Setelah beberapa pengertian di atas mengenai pengertian komunikasi antar budaya dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi antarpribadi merupakan interaksi antarpribadi ada komunikasi antarpribadiyang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latarbelakang kebudayaan yang berbeda. Akibatnya, interaksi ada komunikasi yang sedang dilakukan itu membutuhkan tingkat keamanan ada sopan santun tertentu, serta peramalan tentang sebuah atau lebih aspek tertentu terhadap lawan bicara. Pengertian-pengertian tersebut membenarkan sebuah hipotesis proses komunikasi antarbudaya bahwa semakin besar derajat perbedaan antarbudaya maka semakin besar pula kita kehilangan peluang untuk meramalkan suatu tingkat kepastian. Tampaknya tidak ada jaminan akurasi atas interpretasi pesan-pesan, baik verbal maupun nonverbal.Hal ini disebabkan karena ketika kita berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan yang berbeda maka kita juga memiliki perbedaan dam sejumlah ha, misalnya derajat ambiguitas, kebingungan, ada suasana misterius yang tak dapat dijelaskan, tidak bermanfaat, bahkan tampak tidak familiar

KOMUNIKASI NON VERBAL (skripsi dan tesis)

 

Komunikasi non verbal adalah komunikasi dengan menggunakan ekspresi fasial, gerak anggota tubuh, pakaian, warna, music, waktu dan ruang, serta rasa, sentuhan dan bau. Sedangkan komunikasi paralinguistic adalah komunikasi verbal dan nonverbal, meliputi : kualitas suara, seperti kecepatan berbicara, tekanan suara, dan vokalisasi, yang bukan kata, yang digunakan untuk menunjukkan makna atau emosi. Demikian menurut Delozier sebagaimana yang di kutip Jahi. Malcom  menyatakan, bahwa komunikasi nonverbal berupa sikap badan, ekspresi wajah, dan gerak isyarat. Myers (1976: 149-150) menjelaskan, bahwa komunikasi nonverbal adalah pengiriman informasi kepada orang lain melalui nada suara, pandangan (tatapan), isyarat, sentuhan, dan lain-lain. Selanjutnya, Weaver22 menyatakan bahwa komunikasi nonverbal dilakukan apabila kita berkomunikasi dengan orang lain melalui hal-hal seperti: ekspresi wajah, postur, isyarat, perubahan nada suara, dan rangkaian serta irama kata-kata. Effendi23 mengatakan bahwa komunikasi nonverbal dilakukan dengan isyarat atau dengan gerak gerik atau tingkah laku tanpa mengatakan sepatah katapun, tetapai yang penting ialah harus ada tujuan.Fungsi komuniaksi nonverbal ialah menganti kemampuan berbicara, sebagai isyarat sikap terhadap orang lain, sebagai isyarat emosi, dan sebagai alat bantu dalam komunikasi verbal. Peran komunikasi nonverbal dalam komunikasi adalah pertama, komunikasi nonverbal sebagai pengganti wicara. Komunikasi nonverbal dapat menggantikan kemampuan bicara (komunikasi verbal) apabila komunikasi verbal tidak mungkin dilakukan. Kedua, komunikasi nonverbal sebagai isyarat sikap terhadap orang lain. Sebuah contoh mengenai cara bagaimana berbagai isyarat bergabung untuk membentuk suatu komunikasi, ialah pengisyaratan sikap bersahabat dan keakraban. Malclom mengatakan bahwa derajat keakraban diisyaratkan dengan setidak-tidaknya empat faktor, yitu posisi dekat, pandangan mata, senyuman, dan topic pembicaraan pribadi. Ketiga, komunikasi nonverbal sebagai isyarat. Beberapa ekspresi wajah dapat menunjukan emosional misalnya, marah, sedih, gembira, kesal, dan sebagainya. Separuh bagian atas wajah, di sekitar mata dan alis mata, dapat mengisyaratkan emosi. Keempat, komunikasi nonverbal sebagai alat bantu dalam komunikasi verbal. Pada saat berbicara melalui telepon kita mengeluarkan suara-suara seperti “ya”. “Hmm..m”, dan lain-lain , untuk menunjukkan bahwa kita masih tetap mendengarkan. Dan di dalam komunikasi tatap muka pun kita dapat melakukanya dengan menggunakan berbagai isyarat

Proses Berlangsungnya Komunikasi (skripsi dan tesis)


 Bila kita memikirkan komunikasi suatu proses, ada beberapa karakteristik lainnya yang membantu kita untuk memahami bagaimana sebenarnya komunikasi berlangsung. Pertama,  komunikasi itu dinamik. Komunikasi adalah suatu aktifitas yang terus berlangsung dan selalu berubah. Kedua, komunikasi itu interaktif. Komunikasi terjadi antar narasumber dan penerima. Ini mengimpilikasikan dua orang atau lebih yang membawa latar belakang dan pengalaman unik mereka masing-masing ke peristiwa komunikasi, ini mempengaruhi interaksi mereka. Katiga ,komunikasi tidak dapat dibalik (irreversible), artinya sekali telah mengatakan sesuatu dan seseorang telah menerima dan men-decode pesan, kita tidak dapat menarik kembali pesan itu dan sama sekali meniadakan pengaruhnya Keempat, komunikasi berlangsung dalam konteks fisik dan konteks sosial. Ketika kita berinteraksi dengan seseorang, iteraksi tidaklah terisolasi, tetapi ada dalam lingkungan fisik tertentu dan dinamika sosial tertentu. Lingkungan fisik meliputi objek fisik tertentu seperti mebel, karpet, cahaya, keheningan, atau kebisingan, dan sebagainya. Artinya symbol yang bersifat fisik juga mempengaruhi komunikasi. Sebagai contoh, perundingan perdamaian untuk berakhirnya perang dunia ke 2 anatara pihak sekutu dengan jerman di Parisyang menghabiskan waktu banyak untuk memutuskan bentuk meja yang dapat diterima semua pihak. 

Meskipun tampaknya tidak penting, hal ini justru penting sekali bagi para perunding. Oleh karena itu, suatu meja dengan sisi-sisi yang sama secara simbolik menunjukkan kesederajatan semua pihak yang mengikuti perundingan tersebut., contoh lain saat perundingan antara pihak Republik Indonesia dengan Negara Belanda tahun 1948 ada yang namanya dalam sejarah Konfrensi Meja Bundar ( KMB ) Bung Hatta dan kawan-kawan meminta kesetaraan dalam berunding sebagai Negara merdeka dan berdaulat. Kontek sosial menentukan hubungan sosial antar-sumber dan penerima. Perbedaan posisi seperti guru-murid, atasan-bawahan, orang tua-anak, dan sebagainya. Konteks sosial mempengaruhi proses komunikasi, bentuk bahasa yang digunakan, penghormatan atau kurangnya penghormatan yang ditunjukkan kepada seseorang, waktu, suasana hati, siapa berbicara dengan siapa dan derajat kegugupan atau kepercayaan diri yang diperhatikan seseorang, semua itu sebagian saja dai aspekaspek komunikasi yang di pengaruhi oleh konteks sosial. Artinya, komunikasi manusia tidak terjadi dalam ruang hampa sosial, komunikasi terjadi dalam suatu lingkungan sosial yang komples. Lingkungan sosial ni merefleksikan bagaimana orang hidup, bagaimana ia berinteraksi dengan orang lain. Lingkungan sosial adalah budaya, dan bahasa.

Hambatan Sosio-antro-psikologis dalam komunikasi (skripsi dan tesis)


 a. Hambatan antropologis Manusia, meskipun satu sama lain sama dalam jenisnya sebagai mahluk hidup “homo sapiens”, tetapi ditakdirkan berbeda dalam banyak hal. Berbeda dalam postur, warna kulit, dan kebudayaan, yang ada pada kelanjutannya berbeda dalam gaya hidup (way if life), norma, kebiasaan, dan bahasa. 18 Dalam melancarkan komunikasinya seorang komunikator tidak bisa berhasil apabila ia tidak mengenal siapa komunikan yang dijadikan sasarannya. Yang dimaksud dengan “siapa” disini bukan nama yang disandang melainkan ras apa, bangsa apa, atau suku apa. Dengan mengenal dirinya, akan mengenal pula kebudayaanya, gaya hidup, dan norma kehidupannya , kebiasaanya, dan bahasanya. b. Hambatan psikologis Faktor psikologis sering kali menjadi hambatan dalam komunikasi. Hal ini umumnya di sebabkan si komunikator sebelum melancarkan komunikasinya tidak mengkaji diri komunikan. c. Hambatan Semantis Kalau hambatan sosiologis-antropologis-psikologis terdapat pada pihak komunikan, maka hambatan simantis terdapat pada diri komunikator. Faktor semantis menyangkut bahasa yang di pergunakan komunikator sebagai “alat” untuk menyalurkan pikiran dan perasaannya kepada komunikan, demi kelancaran komunikasinya seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan semantic ini, sebab salahucap atau salah tulis dapat menimbulkan salah pengertian(misunderstanding) atau salah tafsir (misinterpretation), yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi. d. Hambatan Mekanis Hambatan mekanis dijumpai pada media yang di gunakan dalam melancarkan komunikasinya. e. Hambatan Ekologis Hamabtan ekologis terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap proses berlangsunya komunikasi, jadi datangnya dari lingkungan. Contohnya, suara riuh orang-orang, kebisingan lalu-lintas, suara hujan, dan lain-lain saat komunikator berkomunikasi dengan komunikan

Dinamika Komunikasi (skripsi dan tesis)


Menurut Effendy dalam bukunya yang berjudul “Dinamika Komunikasi” menjelaskan bahwa dinamika komunikasi adalah apa, seperti apa, ada bagaimana komunikasi yang terjadi antar dua orang atau lebih terjadi. Detail-detail penting baik verbal maupun nonverbal, situasi, emosi, ada hal-hal lainnya yang memberikan pengaruh dalam terjadinya sebuah komunikasi.Dinamika tersebut bisa berupa hambatan tau malah mendukung kualitas dari sebuah komuniaksi. Dinamika komunikasi yang terjadi pada individu atau kelompok bukanlah sebuah hasil atau produk melainkan sebuah proses. Dinamika komunikasi merupakan sebuah keputusan yang di ambil oleh individu atau kelompok dimana mereka dituntut harus mampu beradaptasi dengan lingkungan baru dan latarbelakang yang berbeda (budaya, etnis, bangsa, dan bahasa) dimana mereka yang berasal dari Negara yang berbeda dan menetap di Indonesia mau tidak mau mereka harus dapat beradaptasi dengan warga Indonesia yang memiliki latarbelakang (budaya, etnis, bangsa, dan bahasa) yang berbeda dan pada akhirnya akan timbul dinamika komunikasi, dimanasaat mereka berinteraksi, dimana warga asing berkomuniaksi menyesuaikan dengan warga Indonesia yang berada. Beberapa asumsi mengatakan bahwa dinamika komunikasi juga ikut berperan dalam terjadinya dinamika sosial, dimana komunikasi terlibat di dalamnya antara lain Pertama, bahwakomunikasi menghasilkan perubahan –perubahan pengertian, dan hal itu bukan saja terjadi secara individual bahkan bisa bersifat sistematik. Asumsu Kedua, bahwa dalam proses komunikasi terjadi sosialisasi nilai. Wilbur Schramm menyatakan bahwa kegiatan komunikasi juga bisa dilihat dari kedudukan fenomena dalam kehidupan sosial. Komunikasi pada dasarnya membuat individu menjadi bagian dari lingkungan sosial. Asumsi ketiga, komunikasi merupakan cara penulran perilaku sehingga dapat disimpulkan bahwa Dinamika komunikasi juga melatarbelakngi timbulnya Dinamika Sosial. Adapun proses dinamika komunikasi yang terjadi dimulai dari diri individu sebagai pribadi yang masuk kedalam lingkungan yang baru atau kelompok yang baru yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda, belum mengenal antar individu yang ada. Mereka di ibaratkan dengan Es yang membeku, kemudian individu yang bersangkutan akan berusaha untuk mengenal individu lainya. Setelah saling mengenal di mulailah kegiatan berkomunikai dengan individu lainnya, baik berkomunikasi dengan individu yang memiliki latarbelakang yang sama maupun latar belakang yang berbeda ( baik perbedaan budaya, etnis, dan bahasa). Dinmana proses tersebut pada akhirnya akan membuat dinamika komunikasi yang terjadi dari individu yang memiliki latar belakang yang bebeda tersebut. 

Pengertian Komunikasi (skripsi dan tesis)


Banyaknya pengertian dan definisi komunikasi semakin menambah kompleksitas permasalahan definisi komunikasi dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Latar belakang pendidikan seseorang menentukan kea rah mana komunikasi di definisikan.Fenomena ini di tandai dengan lahirnya tokoh atau ahli komuniasi yang berlatar belakang bukan dari ke ilmuan komunikasi, namun ikut membesarkan perkembangan dan pertumbuhan ilmu komunikasi. Misalnya Harold D. Laswell yang ahli politik, Shanon Weaver yang ahli matematika dan juga lainnyaYang perlu diingat bahwa istilah komunikasi berasal dari bahasa inggris communication yang berasal dari bahasa latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, yaitu sama makna. Kesamaan makna ini mengandung pengertian bahwa antara komuni kator dan komunikan memiliki persepsi yang sama tentang apa yang sedang di komunikasikan atau di bicarakan. Pihak komunikator memiliki sifat komunikatif. Sedangkan sifat komunikatif didapatkan jika kedua belah pihak mempunyai sifat empati. Komunikasi, sebuah istilah atau kalimat yang akan lebih mudah di ucapkan daripada mencarai definisi yang kembar. Menerut Thcodore Clevenger Jr (dalam littlejohn, 2009 : 4) masalah yang selalu ada daam mendefinisikan komunikasi untuk tujuan penelitian atau ilmiahberasal dari fakta bahwa kata kerja “berkomunikasi” memilikin posisi yang kuat dalam kosakata umum dan karnannya dan tidak mudah didefinisikan untuk tujuan ilmiah. Frank dance mencoba memberikan tiga konseptual yang membentuk dimensi dasar definisi komunikasi, tingkat pengamatan, tujuan, dan penilaian normative. Dimensi pengamatan atau keringkasan yaitu definisi komunikasi yang diberikan berdasarkan katagori pengertian yang masih luas, umum, dan bebas.Misalnya, definisi komunikasi sebagai “proses yang menghubungan semua bagian yang terputus-putus” merrupakan definisi yang umum. Dimensi tujuan yaitu definisi komunikasi yang mengambarkan proses pengiriman dan penerimaan pesan dengan maksud yang tertentu.Misalnya, definisikomunikasi yang menerangkakan tentang “ situasi tersebutmerupakan sebuah sumber yang mengirimkan sebuah pesan kepada penerimadengan tujuan tertentu untuk mempengarui perilaku penerima”. Dimensi penilaian normative yaitu definisi komuniaksi yang menyertakan pertanyaan tentang keberhasilan, keefektifan, atau ketepatan. Misalnya komunikasi didefinisikan “komunikasi merupakan pertukaran sebuah pemikiran atau gagasan.Asumsinya adalah sebuah pemikiran atau gagasan yang berhasil di tukarkan.”4 Sulitnya member kesepakatan tentang definisi komunikasi yang tunggal bukan bererti ilmu komunikasi mengalami stagnasi keilmuan namun justru memberikan peluang terhadap lahirnya varian-varian definisi komunikasi yang lebih kompleks. Richard L. Wiseman memberikan definisi komunikasi sebagai proses yang melibatkan pertukaran pesan dan penciptaan makna.5 Definisi ini memberikan pengertian bahwa komunikasi efektif apabila orang tersebut menafsirkan pesan yang sama seperti apa yang disampaikan oleh komunikator. Komunikasi efektif apabila kita mampu meminimalkan keslah pahaman. Kesalah pahaman, bagaimanapun sering terjadi ketika kita berkomunikasi dengan mayoritas orang asing.Kita menafsirkan pesan orang asing „dengan menggunkan kerangka acuan mereka.Ketika kita berinteraksi dengan orang asing‟ kita mungkin tidak mengenali komunikasi yang efektif” ada kemungkinan bahwa penafsiran kita tentang pesan orang asing berbeda dari mereka maksudkan, dan dapat sebaliknya mereka menginterpretasikan pesan kita berbeda dari yang kita maksudkan. Beberapa ahli komunikasi telah memberikan definisi yang beragam tentang komunikasi, diantaranya adalah : a. Carl I. Hovland Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang menyampaikan rangsangan untuk mengubah perilaku orang lain. b. Everett M. Rogers Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubahtingkah laku mereka.7 c. McLaughlin Komuniasi adlah saling menukar ide-ide dengan cara apa saja yang efektif.8 d. Himstreet dan Baty Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara dua oran atau lebih melalui suatu system symbol-simbol, isyarat-isyarat, ada perilaku yang sudah lazim.9 e. Onong Uhcana Effendy Komunikasi adalah proses penyampaiain pesan dalam bentuk bentuk lambinglambang bermakna sebagi panduan pikiran ada perasaan berupa ide, informasi kepercayaan, harapan, imbauan, ada sebagaiinya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tak langsung melalui media dengan tujuan mengubah sikap, pandangan, atau perilaku.10 Dari pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa komunikasi adalah merupakan suatau proses pembagian makna atau ide-ide di antara dua orang atau lebih ada mereka mendapatkan saling pengertian tentang pesan yang disampaikan. Tanpa ada kesamaan pengertian diantara peserta komunikasi maka tidak ada sebuah tindak komunkasi. Pesan komunikasi dapat disampaikan melalui lambing atau symbol verbal maupun non verbal menurut Porter Ada Samovar11sebuah perilaku (bik verbal maupun non verbal) dapat dikatakan sebagai pesan apabila memenuhi dua syarat yitu :pertama kita harus diobservasi oleh seseorang, kedua perilaku harus mengandung makna. Dengan demikian inti dari sebuah proses komunikasi adalah andanya pembagian makna diantara perserta komunikasi. Pengertian komunikasi juga ada yang mengesampingkan efek berupa dapat di terima atau tidaknya pesan yang yang telah disampaikan. Namun hanya mencerminkan dimensi penyampaian informasi. Contoh definisi atau pengertian komunikasi yang demikian sebagaimana pendapat-pendapat di bahwah ini : a. Gebner Komukasi adalah penyajian informasi , ide , emosi, skill, ada sterusnya, dengan menggunakan symbol, kata, gambar, figure, grafik ada lain-lain. Hal ini merupakan aksi atau prses penyampaian yamh biasanya disebut komunikasi.12 b. Wexley ada Yukl Komunikasi didefinisikan sebagai penyampaian informasi di antara dua orang atau lebih.13 c. Marvin E. Mundel. P.E Komunikasi adalah penyampaian pikiran, pendapat, informasi, atau sikap dengan berbicara, menulis, atau member isyarat d. Manoppa ada Saiyadain Komunikasi berarti menjelaskan ide ada informasi kepada orang lain.  e. Pitfield Komunikasi dpat dikatakan sebagai suatu proses penyampaian pikiran seseorang atau orang-orang kepada seseorang atau orang lain.1

Adaptasi (skripsi dan tesis)

 

Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi. Menurut Karta Sapoetra adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri, plastis artinya bentuk), sedangkan pengertian yang kedua penyesuaian diri yang alloplastis (allo artinya yang lain, plastis artinya bentuk). Jadi adaptasi ada yang artinya “pasif” yang mana kegiatan pribadi di tentukan oleh lingkungan. Dan ada yang artinya “aktif” yang mana pribadi mempengaruhi lingkungan Menurut Suparlan adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan. Syaratsyarat dasar tersebut mencakup: 1. Syarat dasar alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum untuk menjaga kesetabilan tempratur tubuhnya agar tetap berfungsi dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan tubuh lainnya). 2. Syarat dasar kejiwaan (manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan gelisah). 3. Syarat dasar sosial (manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan keturun, tidak merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai kebudayaannya, untuk dapat mempertahankan diri dari serangan musuh). Menurut Soerjono Soekanto3 memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi, yakni : 1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. 2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan 3. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. 4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan 5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem. 6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah. Dari batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan ataupun suatu kondisi yang diciptakan. Lebih lanjut tentang proses penyusuaian tersebut. Aminuddin menyebutkan bahwa penyesuaian dengan tujuan-tujuan tertentu, di antaranya: a. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. b. Menyalurkan ketegangan sosial. c. Mepertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial. d. Bertahan hidup. Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Suyono, pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipaki sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari definisi tersebut di atas, pola adaptasi dalam penelitian kali ini adalah sebagai unsur-unsur yang sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari masing-masing adat-istiadat kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat, kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir dengan kegagalan. Dalam buku Intercultural Communication in Context yang di tulis oleh Judiht N. Martin dan Thomas K. Nakayama, disebutkan bahwa terdapat sejumlah model yang dapat menerangkan proses adaptasi seseorang, salah satunya yang sering digunakan adalah U-Curve atau U-Curve Theory, teori ini berdasarkan riset penelitian yang dilakukan oleh ahli sosiologi dari Norwegia, Sverre yang menginterview pelajar/mahasiswa asal Norwegia yang belajar di A.S. model ini telah digunakan kepada banyak kelompok migran atau perantau yang berbeda-beda. Disebutkan bahwa terdapat 4 tahapan dalam adaptasi budaya, 1. Honeymoon Tahap ini adalah rasa dimana seseorang masih memiliki semangat dan rasa penasaran yang tinggi serta mengebu-gebu dengan suasana baru yang akan di jalani. Individu tersebut mungkin tetap akan merasa asing, kangen rumah dan merasa sendiri namun masih terlena dengan keramahan penduduk lokal terhadap orang asing. 2. Frustation Fase ini adalah tahap dimana rasa semangat dan perasaan yang mengebu-gebu tersebut berubah menjadi rasa frustasi, jengkel dan tidak mampu berbuat apa-apa karena realita yang sebenarnya tidak sesuai dengan ekpektasi yang dimiliki pada awal tahapan. 3. Readjustment Tahap ini adalah tahap penyesuaian kembali, di mana seseorang akan mulai untuk mengembangkan berbagai macam cara untuk bisa beradaptasi dengan keadaan yang ada. 4. Resolution Fase yang terakhir di mana seiring dengan waktu, seseorang kemudian akan sampai pada 4 kemungkinan, yang pertama, Full participation: dia akan mencapai titik nyaman dan berhasil membina hubungan serta menerima kebudayaan yang baru tersebut, yang kedua, Accomodation: bisa menerima tapi dengan beberapa catatan dalam hal-hal tertentu tidak bisa ditolerir, yang ketiga, Fight: tidak merasa nyaman namun berusaha menjalani sampai dia kembali ke daerah asalnya dengan segala daya upaya, dan yang terakhir, Flight: di mana pimigran secara fisik ataupun psikologi menghindari kontak untuk lari dari situasi yang membuat dia frustasi.