Monday, April 26, 2021

Perbedaan Antar Budaya (skripsi dan tesis)


 Pernyataan yang telah disebutkan dari beberapa peneliti sebelumnya menunjukkan pentingnya interaksi sehari-hari antar mahasiswa dari berbagai budaya dan kebangsaan. Penelitian Razek dan Coyner (2013), menunjukkan bahwa implikasi berbagai budaya terus meningkat pada studi yang diakukan terhadap mahasiswa yang berasal dari negara Arab Saudi di kampus pendidikan tinggi Amerika. Konstruk budaya menunjukan perubahan dengan berbagai isu seperti perubahan kehidupan akademis dan kehidupan sosial. Mereka juga mengatakan bahwa, kesulitan lain yang dialami oleh mahasiswa Arab Saudi adalah berteman dengan mahasiswa Amerika. Tingkat keterhubungan mahasiswa Arab Saudi terkadang menjadi hambatan kemampuan mereka untuk bersosialisasi dan membangun hubungan sosial dengan mahasiswa Amerika. Wickline, Bailey,  dan Nowicki (2009) dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, meskipun sebagian universal, ekspresi emosional memiliki perbedaan yang halus antara budaya yang berbeda dan harus dipelajari. Abdullah (2008) dalam Sarwaria, Ibrahima, Abdul Aziza (2014) juga menyatakan bahwa latar belakang budaya yang berbeda dianggap membatasi perkembangan pertemanan antara budaya Amerika dan Arab Saudi. Sedangkan, Higmawati (2017) menyatakan bahwa masalah yang dialami oleh mahasiswa Thailand di Universitas Muhammadiyah malang sebagai situasi dimana seseorang mengalami beberapa hambatan dalam kehidupan mareka. Mahasiswa asing cenderung mengalami beberapa masalah di lingkungan baru, seperti kesulitan dalam berkomunikasi, menyesuaikan makanan, dan aktivitas sosial. Penelitian oleh Setyanto (20), juga menunjukkan bahwa walaupun budaya Jepang dan budaya Indonesia merupakan hight context culture, namun terdapat perbedaan kebiasaan berkomunikasi serta dalam komunikasi non-verbal. Perbedaan- perbedaan itu antara lain disebabkan karena orang Indonesia mudah berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal, tanpa ada kepentingan sekalipun, sementara bagi orang Jepang, hal tersebut tidak biasa dilakukan seperti bicara dengan orang yang tidak dikenal jika tidak ada kepentingan. Selain itu, Adanya penimpalan kata-kata saat orang lain sedang bicara, kebiasaan suka memuji, meminta maaf dan berterima kasih dalam budaya Jepang sedang budaya Indonesia tidak ada. Pemahaman tentang waktu budaya Jepang adalah monochronic time sedangkan Indonesia adalah polychronic time. Adanya perbedaan cara pandang 21 saat bicara, budaya sentuh maupun jarak saat komunikasi juga menjadi perhatian penelitian. Serta kebiasaan- kebiasaan lain yang berhubungan dengan komunikasi. Dalam penelitian Devinta, Nur Hidayah, dan Hendrastomo (2015), menyatakan bahwa latar belakang proses terjadinya culture shock pada mahasiswa perantauan di Yogyakarta meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Culture shock yang terjadi pada setiap individu memiliki gejala dan reaksi secara kondisi psikologis berbentuk stres mental maupun fisik yang berbeda-beda pada setiap individu sejauh mana culture shock mempengaruhi kehidupan mahasiswa tersebut. Pengalaman culture shock terjadi pada saat awal mahasiswa perantauan memulai kehidupannya di lingkungan baru dengan perbedaan budaya yang berada di sekitarnya. Menyesuaikan dengan hal yang berada di lingkungan tempat baru bukan hal yang mudah. Menurut Nasir (2012) ketika mahasiswa mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial baru, perbedaan budaya dapat menyebabkan masalah baru karena berbedaan budaya asal mereka. Pada saat pertama kali datang ke negara baru, para mahasiswa harus menghadapi beberapa masalah dalam proses penyesuaikan di lingkungan sosial dan sistem pendidikan baru. Masalah yang biasanya dihadapi oleh siswa adalah kesulitan berbahasa atau komunikasi, akomodasi dan perumahan, penyesuaian terhadap makanan dan selera lokal, iklim, dan kesulitan dalam hubungan sosial. Namun, literatur menunjukkan bahwa peyesuaian sosial pada mahasiswa asing yang mengalami perbedaan antara budaya asal dan budaya baru memungkinkan berdampak besar pada pendidikan mereka, tetapi penelitian 22 sebelumnya menunjukkan bahwa mahasiswa asing mengambil pendekatan positif untuk mengatasi semua kesulitan yang dialami dan mereka memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, seperti penelitian yang dilakukan oleh Sarwaria, Ibrahima, dan Abdul Aziz (2014) menyatakaan bahwa interaksi antara mahasiswa dari berbagai budaya, kebangsaan dan etnis membantu mereka untuk mempelajari beberapa informasi tentang budaya baru dan meningkatkan kemampuan komunikasi mereka. Situs jejaring sosial membantu untuk memelihara hubungan pertemanan di Indonesia, membantu penyesuaian diri dan berbagi pengalaman kultural seperti menghadapi stereotipe atau mencari makanan halal dan tempat sholat. Situs jejaring sosial digunakan untuk berbagi informasi tentang Islam dan cara menyesuaikan Muslim di lingkungan nonmuslim (Nuraryo, 2014). Hal ini menunjukan bahwa beberapa hal diantaranya ketidakmampuan mahasiswa yang menyebabkan proses penyesuaian mahasiswa asing dengan lingkungan barunya. Lingkungan baru merupakan sebuah stimulus bagi seseorang yang terkadang mampu menjadi salah satu penyebab hambatan dalam penyesuaian diri. Begitu pula halnya dengan mahasiswa yang baru mengenal lingkungan perguruan tinggi, dimana lingkungan ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan sebelumnya

No comments:

Post a Comment