Monday, February 27, 2023

Koordinasi

 Menurut E. F. L. Brech dalam bukunya, The Principle and Practice of Management yang dikutip Prasetyaningsih (2009) Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri.

Sedangkan menurut G. R. Terry dalam bukunya, Principle of Management yang dikutip Prasetyaningsih (2009) koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron / teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Menurut tinjauan manajemen, koordinasi menurut Terry meliputi :

  • Jumlah usaha baik secara kuantitatif, maupun secara kualitatif
  • Waktu yang tepat dari usaha-usaha tersebut
  • Directing atau penentuan arah usaha-usaha tersebut

Mc. Farlan dalam Handayaningrat, (2002:90) menyebutkan bahwa ciri-ciri koordinasi adalah “Tanggung jawab pimpinan; adanya proses; pengaturan kelompok; kesatuan tindakan dan tujuan koordinasi”. Koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota organisasi atau satuan organisasi untuk saling menyesuaikan diri atau tugasnya dengan anggota atau satuan organisasi lainnya agar tidak berjalan sendiri-sendiri.

Berdasarkan pengertian di atas jelaslah bahwa koordinasi adalah tindakan seorang pimpinan untuk mengusahakan terjadinya keselarasan, antara tugas dan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau bagian yang satu dengan bagian yang lain, juga antar anggota organisasi sehingga tidak terjadi kesimpang siuran atau tumpang tindih, agar sasaran dan tujuan dapat dicapai dengan cara memperoleh keseimbangan dan keharmonisan kerja antar individu maupun kelompok kerja. Hal ini berarti pekerjaan akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa koordinasi adalah kegiatan yang bertujuan :

  1. Menimbulkan keselarasan.
  2. Menciptakan sinkronisasi.
  3. Keseimbangan antara bagian-bagian.
  4. Penyesuaian antar bagian-bagian.
  5. Menciptakan kesatuan arah.
  6. Menciptakan tujuan yang efisien, efektif dan produktif.

 

Dengan tujuan koordinasi di atas maka diharapkan koordinasi mempunyai manfaat yang besar. Sutarto (2002 : 69) menyebutkan manfaat dari pada koordinasi sebagai berikut :

  • Dengan koordinasi dapat dihindari perasaan lepas satu sama lain antara satuan-satuan organisasi atau antara para pejabat yang ada dalam organisasi.
  • Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan atau suatu pendapat bahwa organisasinya atau jabatannya merupakan bagian yang paling penting.
  • Dengan koordinasi dapat dihindarkan timbulnya pertentangan antara satuan organisasi atau antar para pejabat.
  • Dengan koordinasi dapat dihindarkan terjadinya perebutan fasilitas.
  • Dengan koordinasi dapat dihindarkan terjadinya pemborosan waktu.
  • Dengan koordinasi dapat dihindarkan kemungkinan terjadi kesamaan pekerjaan terhadap sesuatu aktifitas oleh satuan-satuan organisasi atau kekembaran terhadap tugas oleh para pejabat.
  • Dengan koordinasi dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya kekosongan pekerjaan terhadap sesuatu aktivitas oleh satuan organisasi atau kekosongan pekerjaan terhadap tugas oleh para pejabat.
  • Dengan koordinasi dapat ditumbuhkan kesadaran di antara para pejabat untuk saling membantu satu sama lain terutama di antara pejabat yang ada dalam satuan organisasi yang sama.
  • Dengan koordinasi dapat ditumbuhkan kesadaran di antara para pejabat untuk saling memberitahu masalah yang dihadapi bersama sehingga dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya kebaikan bagi dirinya atau kerugian atau kejatuhan sesama pejabat lainnya.
  • Dengan koordinasi dapat dijamin adanya kesatuan tindakan.
  • Dengan koordinasi dapat dijamin kesatuan sikap antar pejabat.
  • Dengan koordinasi dapat dijamin adanya kesatuan langkah antara para pejabat.
  • Dengan koordinasi dapat dijamin adanya kesatuan kebijaksanaan antar para pejabat.

Dari keterangan di atas jelaslah bahwa banyak manfaat yang diperoleh dengan adanya koordinasi. Maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa koordinasi merupakan hal yang pokok di dalam suatu organisasi, terutama dengan adanya spesialisasi tugas yang merupakan fenomena organisasi modern. Dengan koordinasi spesialisasi tugas tersebut dapat diintegrasikan sehingga terwujudlah kesatuan arah, kesatuan tindakan, kesatuan sikap serta kesatuan kebijakan.

Menurut Handoko (2004:55) mekanisme dasar di dalam pencapaian koordinasi adalah merupakan komponen vital dari manajemen yakni :

  • Rencana dan Penetapan Tujuan

Pengembangan rencana dan tujuan dapat digunakan untuk pengkoordinasian meliputi pengarahan seluruh satuan organisasi terhadap sasaran yang sama. Ini diperlukan bila aturan dan prosedur tidak mampu lagi memproses seluruh informasi yang diperlukan untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan satuan-satuan organisasi.

  • Aturan dan Prosedur

Aturan-aturan dan prosedur-prosedur adalah merupakan keputusan-keputusan manajer yang dibuat untuk menangani kejadian-kejadian rutin, sehingga dapat juga menjadi alat yang efisien untuk koordinasi dan pengawasan.

  • Hirarki Manajerial

Hirarki manajerial yaitu rantai perintah, aliran informasi dan kerja, wewenang formal, hubungan tanggung jawab dan akuntabilitas yang jelas dapat memperlancar pelaksanaan dengan pengarahan yang tepat.

Apabila mekanisme dasar yang diuraikan di atas tidak cukup efektif, sebaiknya dilakukan mekanisme tambahan. Potensi koordinasi dapat ditingkatkan dalam dua arah secara vertikal dan lateral, seperti yang dikemukakan Stoner dalam Sarwoto (2003:49) yaitu :

  • Sistem informasi vertikal

Sistem informasi vertikal ini merupakan cara mengirimkan data ke tingkat atas dan bawah organisasi. Komunikasi dapat terjadi di dalam atau di luar garis. Sistem informasi manajemen telah dikembangkan dalam aktivitas-aktivitas seperti pemasaran, keuangan, produksi dan operasi internasional untuk meningkatkan informasi yang tersedia bagi perencanaan, koordinasi dan pengendalian.

  • Hubungan Lateral

Dengan memotong garis komando hubungan lateral memungkinkan pertukaran informasi yang pengambilan keputusan pada tingkat yang benar-benar membutuhkan informasi.

  • Kemampuan Sumber Daya Manusia

Menurut Hendri Simamora dalam Prasetyaningsih (2009) manajemen sumber daya manusia adalah pemberdayaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja.

Menurut Hani Handoko dalam Prasetyaningsih (2009), manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan, pengembangan, pemberian konpensasi, pengintegrasian, memelihara dan pelepasan SDM agar tercapai tujuan organisasi. Tercapainya tujuan suatu organisasi sangat tergantung dari kemampuan sumber daya manusia dalam memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Karena hal ini akan mendorong tercapainya tujuan organisasi dengan lebih cepat, efektif, dan efesien, sehingga dengan sendirinya organisasi akan selalu siap menghadapi dan beradaptasi dengan setiap perubahan yang ada, khusunya yang berhubungan dengan usaha kearah pengembangan organisasi.

Kemapanan suatu organisasi sangat bergantung pada ketersediaan dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan. Sumber daya manusia dalam hal ini pegawai yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Karena hal ini akan mendorong tercapainya tujuan organisasi dengan lebih cepat, efektif dan efisien, sehingga dengan sendirinya organisasi akan selalu siap menghadapi dan beradaptasi dengan setiap perubahan yang ada, khususnya yang berhubungan dengan usaha kearah pengembangan organisasi. Sebaliknya, suatu organisasi yang tidak didukung dengan kemampuan pegawai yang memadai akan sangat terancam keberadannya, sebagai contoh organisasi publik tidak akan bisa memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat manakala pegawainya belum memahami dan menguasai tentang tugas pokok dan fungsinya.

Demikian hal dengan pegawai negeri sipil yang mempunyai mandat sebagai public servant , bila dihubungkan dengan pekerjaan dapat diartikan sebagai suatu keadaan pada diri seseorang yang secara penuh bersungguh sungguh bekerja, berdaya guna untuk melaksanakan pekerjaan, sehingga memungkinkan sesuatu tujuan yang akan tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Moenir dalam Prasetyaningsih (2009), yang menyebutkan bahwa “kemampuan sebagai suatu keadaan pada seseorang yang secara penuh, kesungguhan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang optimal”.

Sumber daya manusia merupakan faktor yang terpenting dalam suatu organisasi, karena merupakan faktor penggerak utama dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu diperlukan adanya kemampuan pegawai yang memadai terutama bagi para aparatur pemerintahan yang bertugas memberdayakan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang mengarah pada terwujudnya “good governance”.

Sehubungan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan bagian penting dalam pembinaan pegawai, dimana melalui pendidikan dan pelatihan dibentuk sosok pegawai yang diinginkan. Di samping itu pendidikan juga dapat diartikan sebagai tujuan untuk meningkatkan pengertian atau sikap para tenaga kerja sehingga mereka dapat lebih menyesuaikan dengan lingkungan kerjanya, sedangkan pelatihan merupakan proses aplikasi terutama terhadap tingkat kecakapan yang diperlukan untuk mempelajari bagaimana caranya melaksanakan tugas pekerjaan itu.

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai kemampuan tersebut dapat digaris bawahi bahwa untuk mendukung efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, kemampuan seseorang sangat menentukan dimana kemampuan itu sendiri terdiri dari 2 (dua) komponen yaitu :

  • Pengetahuan yakni dapat ditempuh melalui jalur pendidikan formal yang berfungsi agar pegawai yang bersangkutan cepat tanggap dan paham tentang apa yang menjadi tanggung jawabnya.
  • Ketrampilan (skill) yaitu dapat diperoleh melalui jalur pendidikan dan latihan, misalnya training atau kursus-kursus keterampilan yang disesuaikan dengan bidang kerjanya masing-masing, hal ini diharapkan pegawai yang bersangkutan akan dengan cekatan dan terampil dalam menyelesaikan tugas pokok dan fungsinya secara tepat waktu.

          Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa untuk mengetahui tingkat kemampuan pegawai dapat dilihat dari seberapa jauh ia menguasai dan memahami pelaksanaan tugasnya, kemudian keterampilan yang ia kuasai kaitannya dengan bidang tugas yang ia kerjakan disamping dedikasi yang cenderung kearah sifat emosional personil, yakni sangat erat dengan pengalaman kerja yang pernah ia lalui serta kesesuaian antara bidang tugasnya dengan potensi atau karakter pribadinya.

          Sehubungan dengan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan, bahwa kemampuan sumber daya manusia (pegawai) dapat diartikan sebagai kondisi seorang pegawai yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, pengalaman kerja serta keminatan dalam melakukan suatu pekerjaan yang dibebankan kepada sehingga dapat melaksanakan tugas tepat dan benar sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

No comments:

Post a Comment