Saturday, February 1, 2020

TEKNOLOGI INFORMASI DAN PERKEMBANGANNYA (skripsi dan tesis)

 Perkembangan teknologi informasi yang terjadi pada hampir setiap negara sudah merupakan ciri global yang mengakibatkan hilangnya batas-batas negara (borderless). Negara yang sudah mempunyai infrastruktur jaringan informasi yang lebih memadai tentu telah menikmati hasil pengembangan teknologi informasinya, negara yang sedang berkembang dalam pengembangannya akan merasakan kecenderungan timbulnya neokolonialisme.7 Hal tersebut menunjukan adanya pergeseran paradigma dimana jaringan informasi merupakan infrastruktur bagi perkembangan suatu negara. Jaringan informasi melalui komputer (interconnected computer networks) dapat digolongkan dalam tiga istilah yaitu ekstranet, intranet dan internet. Intranet adalah "a private network belonging to an organization, usually a corporation, accessible only by the organization's members, employes, or others with authorization dan ekstranet adalah "a fancy way of saying that a corporation has opened up portions of its intranet to authorized users outside the corporation.

PENGERTIAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA (skripsi dan tesis)

Pengertian kebijakan hukum dan hukum pidana di atas memberikan definisi kebijakan hukum pidana (penal policy/criminal law policy/ strafrechts politiek) sebagai, bagaimana mengusahakan atau membuatan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik. Pengertian demikian terlihat pula dalam definisi "penal policy" yang dikemukakan oleh Marc Ance1,bahwa penal policy adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.

Alat Bukti Informasi dan Data Elektronik (skripsi dan tesis)

 Undang-Undang No.8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan telah mulai mengatur ke arah pembuktian data elektronik.  Melalui undang-undang ini pemerintah berusaha mengatur pengakuan atas microfilm dan media lainnya seperti alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan, misalnya Compact DiskRead Only Memory (CD-ROM) dan WriteOne-Read-Many (WORM) sebagai alat bukti yang sah, diatur dalam Pasal 12 UndangUndang Dokumen Perusahaan. Pengaturan informasi dan data elektronik tercantum di dalam beberapa undang-undang khusus yang lain yaitu Pasal 38 UU No. 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 27 UU No. 16/2003 jo UU No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan Pasal 26 (a) UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penerapan alat bukti informasi dan data elektronik dalam perundang-undangan sering mengakibatkan multitatsir diantara aparat penegak hukum terutama path saat pemeriksaan pengadilan. Hal tersebut dikarenakan belum adanya rambu yang jelas terhadap pengakuan alat bukti tersebut. Meningkatnya aktivitas elektronik, maka alat pembuktian yang dapat digunakan secara hukum harus juga meliputi informasi atau dokumen elektronik untuk memudahkan pelaksanaan hukumnya. Selain itu hasil cetak dari dokumen atau Informasi tersebut juga harus dapat dijadikan bukti yang sah secara hukum. Untuk memudahkan pelaksanaan penggunaan bukti elektronik (baik dalam bentuk elektronik atau hasil cetak), maka bukti elektronik dapat disebut sebagai perluasan alat bukti yang sah, sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia, sebagaimana tertulis dalam Pasal 5 UU ITE:
 1. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. 
2. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
3. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini

Kesadaran Hukum Masyarakat akan Cybercrime (skripsi dantesis)

Dalam konsep keamanan masyarakat modern, sistem keamanan bukan lagi tanggung jawab penegak hukum semata, namun menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Dalam pandangan konsep in masyarakat di samping sebagai objek juga sebagai subjek. Sebagai subjek, masyarakat adalah pelaku aktivitas komunikasi antara yang satu dengan yang lain, serta pengguna jasa kegiatan internet dan media lainnya. Sebagai objek, masyarakat dijadikan sasaran dan korban kejahatan bagi segenap aktivitas kriminalisasi Internet. Dilibatkannya masyarakat dalam strategi pencegahan kejahatan mempunyai 2 (dua) tujuan pokok, menurut Mohammad Kemal Dertuawan, adalah untuk:
1. Mengeliminir faktor-faktor kriminogen yang ada dalam masyarakat.
 2. Menggerakkan potensi masyarakat dalam hal mencegah dan mengurangi kejahatan. 
 Sampai saat ini, kesadaran hukum masyarakat untuk melakukan pengamanan dan merespon aktivitas cybererime masih dirasakan kurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap jenis kejahatan cybercrime yang menyebabkan upaya penanggulangan cybercrime mengalami kendala, dalam hal ini kendala yang berkenaan dengan penataan hukum dan proses pengawasan masyarakat terhadap setiap aktivitas yang diduga berkaitan dengan cybercrime. Melalui pemahaman yang komprehensif mengenai cybercrime, peran masyarakat menjadi sangat penting dalam upaya pengawasan.

Sarana dan Fasilitas dalam Penanggulangan Cybercrime (skripsi dan tesis)

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan trampil, organism' yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. Untuk meningkatkan upaya penanggulangan kejahatan cyber yang semakin meningkat Polri dalam hal ini Bareskrim Mabes Polri telah berupaya melakukan sosialisasi mengenai kejahatan cyber dan cara penanganannya kepada satuan di kewilayahan (Polda). Sosialisasi tersebut dilalatkan dengan cara melakukan pelatihan (pendidikan kejuruan) dan peningkatan kemampuan penyidikan anggota Polri dengan mengirimkan personel-nya ke berbagai macam kursus yang berkaitan dengan cybercrime. Pelatihan, kursus dan ceramah kepada aparat penegak hukum lain (jaksa dan hakim) mengenai cybercrirne juga hendaknya dilaksanakan, dikarenakan jaksa dan hakim belum memiliki satuan unit khusus yang menangani kejahatan dunia maya sehingga diperlukan sosialisasi terutama setelah disyahkannya UU ITE agar memiliki kesamaan persepsi daft pengertian yang sama dalam melakukan penanganan terhadap kejahatan cyber.
 Jaksa dan Hakim cyber sangat dibutuhkan seiring dengan perkembangan tindak pidana teknologi yang semakin banyak terjadi di masyarakat yang akibatnya dapat dirasakan di satu daerah, di luar daerah perbuatan yang dilakukan bahkan di luar negeri. Sarana atau fasilitas komputer hampir dimiliki oleh semua kesatuan aparat penegak hukum, namun masih sebatas untuk keperluan mengetik. Alat ini akan sangat membantu manakala dilengkapi dengan akses internet. Kurangnya sarana dan prasarana dalam penegakan hukum cybercrime sangat berpengaruh terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam menghadapi hightech crimes. Aparat penegak hukum perlu informasi yang dapat diakses melalui jaringan internet.

Aspek Aparatur Penegak Hukumyang Berhubungan dengan Tindak Pidana Teknologi Informasi (skripsi dan tesis)

 Penegak hukum di Indonesia mengalami kesulitan dalam menghadapi merebaknya cybercrime. Hal ini dilatarbelakangi masih sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami seluk-beluk teknologi informasi (internet), di samping itu aparat penegak hukum di daerah pun belum siap dalam mengantisipasi maraknya kejahatan ini karena masih banyak aparat penegak hukum yang gagap teknologi "gaptek" hal ini disebabkan oleh masih banyaknya institusi-institusi penegak hukum di daerah yang belum didukung dengan jaringan Internet. Agar suatu perkara pidana dapat sampai pada tingkat penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, maka sebelumnya harus melewati beberapa tindakantindakan pada tingkat penyidik. Apabila ada unsur-unsur pidana (bukti awal telah terjadinya tindak pidana) maka barulah dari proses tersebut dilakukan penyelidikan, dalam Pasal 1 sub-13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia penyelidikan didefinisikan sebagai:" “serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.5 Penyidikan terhadap tindak pidana teknologi informasi sebagaimana dimaksud dalam UU ITE Pasal 42, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam UU ITE. Pasal 43 UU ITE menjabarkan bahwa selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintahan yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik.

Aspek Perundang-undangan yang Berhubungan dengan Tindak Pidana Teknologi Informasi (skripsi dan tesis)

Saat ini Indonesia telah memiliki cyber law untuk mengatur dunia maya berikut sanksi bila terjadi cybercrime baik di wilayah Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia yang akibatnya dirasakan di Indonesia. Cybercrime terus berkembang seiring dengan revolusi teknologi informasi yang membalikkan paradigma lama terhadap kejahatan konvensional ke arah kejahatan virtual dengan memanfaatkan instrumen elektronik tetapi akibatnya dapat dirasakan secara nyata. Penanggulangan cybercrime oleh aparat penegak hukum sangat dipengaruhi oleh adanya peraturan perundang-undangan. Penegakkan hukum cybercrime dilakukan dengan menafsirkan cybercrime ke dalam perundang-undangan KUHP dan khususnya undang-undang yang terkait dengan perkembangan teknologi informasi seperti :
 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
 2. Undang-Undang No.19 tahun 2002 tentang Hak cipta 
3. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. 
4. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.