Sunday, February 18, 2024

Pengertian Work-Life Balance

 


Menurut Handayani (2013), work-life balance adalah suatu
keadaan ketika seseorang mampu berbagi peran dan merasakan adanya
kepuasan dalam peran-peranya tersebut yang ditunjukkan dengan
rendahnya tingkat work family conflict dan tingginya tingkat work family
facilitation atau work family enrichment.
Menurut Singh dan Khanna (2011), work-life balance adalah
konsep luas yang melibatkan penetapan prioritas yang tepat antara
pekerjaan (karir dan ambisi) pada satu sisi dan kehidupan (kebahagiaan,
waktu luang, keluarga dan pengembangan spiritual) di sisi lain.
Menurut Parkes and Langford (2008), work-life balance
merupakan kondisi dimana individu yang mampu berkomitmen dalam
pekerjaan dan keluarga, serta bertanggung jawab baik dalam kegiatan nonpekerjaan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Keseimbangan
Kehidupan Kerja (work-life balance) adalah kondisi dimana seseorang
mampu menetapkan prioritas dan mampu berkomitmen dalam pekerjaan
dan keluarga serta merasakan adanya kepuasan dalam peran perannya
tersebut.

Indikator Komitmen Organisasi

 


Menurut Mayer dan Allen dalam Luthan (2011) yang dikutip
kembali dalam Kaswan (2018:197-198) bahwa komitmen organisasi
terdiri atas tiga dimensi/indikator berikut ini:
1) Komitmen Afektif (Affective Commitment)
Menunjukkan kuatnya keinginan emosional karyawan untuk
beradaptasi dengan nilai-nilai yang ada agar tujuan dan
keinginannya untuk tetap di organisasi dapat terwujud.
Komitmen afektif dapat timbul pada diri seorang karyawan
disebabkan adanya karakteristik individu, karakteristik struktur
organisasi, signifikansi tugas, berbagai keahlian, umpan balik
dari pemimpin, dan keterlibatan dalam manajemen. Umur dan
lama masa kerja di organisasi sangat berhubungan positif
dengan komitmen afektif. Karyawan yang memiliki komitmen
afektif akan cenderung untuk tetap dalam satu organisasi karena
mereka mempercayai sepenuhnya misi yang dijalankan
organisasi.
2) Komitmen Kelanjutan (Continuance Commitment)
Komitmen yang didasari atas kekhawatiran seseorang terhadap
kehilangan sesuatu yang telah diperoleh selama dalam
organisasi, seperti gaji, fasilitas, dan yang lainnya. Hal-hal yang
menyebabkan adanya komitmen kelanjutan, antara lain umur,
jabatan, serta berbagai fasilitas dan tunjangan yang diperoleh.
Komitmen ini akan menurun jika terjadi pengurangan terhadap
berbagai fasilitas dan kesejahteraan yang diperoleh karyawan.
3) Komitmen Normatif (Normative Commitment)
Menunjukkan tanggung jawab moral karyawan untuk tetap
tinggal dalam organisasi. Penyebab timbulnya komitmen ini,
yaitu tuntutan sosial yang merupakan hasil pengalaman
seseorang dalam berinteraksi dengan sesama atau munculnya
kepatuhan yang permanen terhadap seorang panutan atau
pemilik organisasi disebabkan balas jasa, respek sosial, budaya,
atau agama.

Definisi Komitmen organisasi

 


Triatna (2016:120) mendefinisikan komitmen organisasi
adalah suatu kadar kesetiaan anggota/karyawan/pegawai terhadap
organisasi/perusahaannya yang dicirikan oleh keinginannya untuk
tetap menjadi bagian dari organisasi, berbuat yang terbaik untuk
organisasi, dan selalu menjaga nama baik organisasi. Sedangkan
Sutrisno (2015:296) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah
sikap loyalitas pekerja terhadap organisasinya dan juga merupakan
suatu proses mengekspresikan perhatian dan partisipasinya terhadap
organisasi.
Komitmen organisasi dapat dianggap sebagai tingkat dedikasi
karyawan terhadap perusahaan tempat ia bekerja dan kemauan
bekerja untuk kepentingan perusahaan, dan kemungkinannya untuk
mempertahankan menjadi karyawan di perusahaan tersebut. Kaswan
(2018:197) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah sikap
kerja dalam wujud keinginan, kemauan, dedikasi, loyalitas, dan/atau
kepercayaan kuat yang menunjukkan keinginan tetap menjadi bagian
anggota organisasi dengan mau menerima nilai dan tujuan
organisasi, dan bekerja atas nama/untuk kepentingan organisasi.
Robbins (2016:66) mengemukakan bahwa komitmen organisasi
adalah tingkatan dimana seorang karyawan mengidentifikasikan
dirinya dengan organisasi tertentu beserta tujuannya

Komitmen Organisasi

 


Organisasi seperti perusahaan, pada dasarnya merupakan suatu
bentuk kelompok sosial, yang terdiri dari beberapa anggota yang
mempunyai persepsi bersama tentang kesatuan mereka. Jika suatu
kelompok sudah dibentuk dan disadari bersama adanya interdependensi
dan mempersepsikan diri sebagai suatu kesatuan dalam mencapai tujuan,
tentunya masalah organisasi atau perusahaan sebagai suatu kelompok
sosial tidak akan terjadi.
Realitanya banyak perusahaan dalam perkembangannya mengalami
masalah yang muncul akibat adanya kelompok-kelompok kecil yang
tidak membuat organisasi semakin dinamis, melainkan malah
menjadikan keruntuhan organisasi tersebut. Perbedaan peran, harapan,
dan kepentingan para anggota kelompok menjadi sumber dari konflik
internal yang mengancam kelangsungan hidup kelompok tersebut.
Misalnya pemogokan karyawan, absensi yang tinggi, tingkat turnover
tidak terkendali, semua ini merupakan gejala yang muncul dan
disebabkan oleh ketidakpuasan karyawan terhadap perusahaan. Ini
dikarenakan rendahnya komitmen dari para karyawannya

Indikator Kepuasan kerja

 


Hasibuan (2008) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Sikap ini di cerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi
kerja. Berdasarkan definisi tersebut, indikator kepuasan kerja adalah
sebagai berikut:
1) Menyenangi Pekerjaannya
Orang yang menyadari betul arah kemana ia menjurus, mengapa
ia menempuh jalan itu, dan bagaimana caranya ia harus menuju
sasarannya. Ia menyenangi pekerjaannya karena ia bisa
mengerjakannya dengan baik.
2) Mencintai Pekerjaannya
Memberikan sesuatu yang terbaik mencurahkan segala bentuk
perhatian dengan segenap hati yang dimiliki dengan segala daya
upaya untuk satu tujuan hasil yang terbaik bagi pekerjaannya.
Karyawan mau mengorbankan dirinya walaupun susah,
walaupun sakit, dengan tidak mengenal waktu, dimanapun
karyawan berada selalu memikirkan pekerjaannya.
3) Moral Kerja
Kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri seseorang
atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu sesuai
dengan baku mutu yang ditetapkan.
4) Kedisiplinan
Kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari
serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan,
kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan/atau ketertiban.
5) Prestasi kerja
Hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugastugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan dan kesungguhan serta waktu.
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang
bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin
tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan
individu, maka makin tingginya kepuasannya terhadap kegiatan
tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang
menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak
senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.

Definisi Kepuasan kerja

 


Sutrisno (2010) mengartikan bahwa kepuasan kerja adalah
masalah penting yang diperhatikan dalam hubungannya dengan
produktivitas kerja karyawan dan ketidakpuasan sering dikaitkan
dengan tingkat tuntutan dan keluhan pekerjaan yang tinggi. Pekerja
dengan tingkat ketidakpuasan yang tinggi lebih mungkin untuk
melakukan sabotase dan agresi yang pasif.
Menurut Sunyoto (2012:210) kepuasan kerja (job satisfaction)
adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaannya.
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Robbins (2015) menyatakan bahwa kepuasan kerja
adalah rasa puas positif tentang pekerjaan karyawan sebagai hasil
evaluasi karakter-karakter pekerjaan tersebut.
Kepuasan kerja menurut Hasibuan (2008:202) adalah keadaan
emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya,
sedangkan menurut Wether & Davis dalam Afifuddin (2017:228)
bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang
menyenangkan para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya.

Kepuasan Kerja

 


Kepuasan kerja pada tingkat tertentu dapat mencegah karyawan
untuk mencari pekerjaan di perusahaan lain. Apabila karyawan di
perusahaan tersebut mendapatkan kepuasan, karyawan cenderung akan
bertahan pada perusahaan meskipun tidak semua aspek yang
mempengaruhi kepuasan kerja terpenuhi. Karyawan yang memperoleh
kepuasan dari perusahaannya akan memiliki rasa keterikatan atau
komitmen lebih besar terhadap perusahaan dibanding karyawan yang
tidak puas.
Kepuasan kerja juga berhubungan dengan sikap seseorang
mengenai kerja dan ada beberapa alasan praktis yang membuat kepuasan
kerja merupakan konsep yang penting bagi pemimpin. Seorang
pemimpin harus mampu mempengaruhi orang lain dengan cara
komunikasi antara pemimpin dengan bawahan, saling berpendapat,
partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan penghargaan hak-hak
seseorang (Thoha, 2013). Karyawan yang puas cenderung bertahan kerja
untuk perusahaan dan umumnya terlibat dalam perilaku organisasi yang
melampaui deskripsi tugas dan peran mereka, serta membantu beban
kerja dan tingkat stres dalam perusahaan. Karyawan yang tidak puas
terkadang bersikap menentang dalam hubungannya dengan pimpinan dan
terlibat dalam berbagai perilaku yang kontraproduktif.