Tuesday, April 27, 2021

Ciri-Ciri Penerapan Kemampuan Manajerial yang Baik (skripsi dan tesis)

 


Pada Penelitian Stogdill yang dilakukan pada tahun 1949-1970
meninjau 163 studi tentang ciri dari penerapan kemampuan manajerial yang
baik yang dilakukan pemimpin. Diantaranya :
 Dapat beradaptasi dengan situasi
 Waspada terhadap lingkungan sosial
 Ambisius,berorientasi terhadap keberhasilan
 Asertif
 Kooperatif
 Tegas
 Dapat diandalkan
 Dominan (Motivasi terhadap kekuasaan)
 Enerjik (Tingkat aktivitasnya tinggi)
 Gigih (mempunyai kekuatan dan kegigihan dalam mengejar
sasaran
 Keyakinan diri (mempunyai keyakinan diri dan rasa identitas
pribadi
 Toleran terhadap tekanan (kesiapan untuk menyerapkan tekanan
antarpribadi dan kesediaan untuk bertoleransi terhadap frustasi dan
penundaan)
 Bersedia untuk mengambil tanggung jawab (mempunyai dorongan
yang kuat akan tanggung jawab dan penyelesaian tugas)

Aspek-Aspek Kemampuan Manajerial (skripsi dan tesis)

 


Kemampuan manajerial dalam menjalan kegiatan usahanya
dipengaruhi oleh 7 aspek, yaitu :
1. Kepemimpinan
Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan kekuasaan
pemimpin dalam memperoleh alat untuk mempengaruhi para
pengikutnya. Terdapat sumber dan bentuk kekuasaan paksaan,
leigitmasi keahlian, referensi, informasi dan hubungan (Veithzal
Rivai, 2003:4-5)
Kepemimpinan bukan saja bertanggung jawab agar orang-orang
bekerja namun juga mengendalikan kebanyakan alat pemuas
kebutuhan manusia dalam organisasi
2. Pemecahan Masalah
Dalam menjalankan perannya sebagai pengambil keputusan,
manajer harus mampu menangani masalah-masalah yang terjadi
dalam organisasi. Sebagai penanganan masalah, manajer
mengambil tindakan korektif sebagai tanggapan terhadap masalah-
masalah yang tidak diduga sebelumnya (Stephen P.Robbins,
2002:4)
3. Komunikasi
Perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh beberapa cara bentuk
penyampaian informasi, maka hanya melalui komunikasi
kebutuhan manusia dasar dapat terpuasi (Komaruddin
Sastradipoera, 2002:95). Dalam organisasi, pencapaian tujuan
dengan segala proses membutuhkan komunikasi yang efektif,
sehingga pemimpin menyampaikan informasi berupa perintah, atau
bawahan menyampaikan informasi laporan lisan maupun tulisan
sehingga mencapai sasaran dengan persepsi yang sama (Vehitzhal
Rivai, 2003:137-139).
Komunikasi yang efektif dan komunikatif merupakan hal yang
penting bagi manajer karena :
- Komunikasi merupakan alat bagi manajer untuk melaksanakan
fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi
kepemimpinan dan fungsi pengendalian
- Komunikasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap
manajer di setiap harinya dan memakan waktu paling banyak
dari waktu yang tersedia (Indriyo Gistosudarmo, 1997:203)
4. Keterampilan Manajerial
Robert Katz dalam Stephen P.Robbins (2002:4) dan Veitzhal
Rivai (2003 : 33) mengatakan keterampilan manajerial yang
efektif adalah :
- Keterampilan Teknis : yaitu keterampilan menerapkan
pengetahuan khusus dan keahlian spesialisasi
- Keterampilan Manusia : Kemampuan bekerjasama, memahami
dan memotivasi orang lain, baik perorangan maupun dalam
kelompok
- Keterampilan Konseptual : Keterampilan mental untuk
menganalisis dan mendiagnosis situasi rumit
5. Pengalaman
Melalui pengalaman, seseorang menjadi lebih mudah untuk
melaksanakan tugas yang sama dan mempunyai potensi untuk
menghadapi segala permasalahan yang bersangkut paut dengan
bidang keahliannya (Stephen P. Robbins, 2002 : 66)
6. Kewirausahaan
Kewirausahaan mempelajari tentang nilai kemampuan, dan
perilaku seseorang dalam berkreasi dan berinovasi. Oleh sebab itu,
objek studi kewirausahaan adalah nilai-nilai dan kemampuan
seseorang yang diwujudkan dalam bentuk perilaku. Menurut
Soeparman Soemahamidjaja 2003 : 9, Kemampuan seseorang
yang menjadi objek kewirausahaan meliputi :
- Kemampuan merumuskan tujuan hidup (usaha)
- Kemampuan memotivasi diri untuk melahirkan suatu tekad
kemauan yang menyala-nyala
- Kemampuan untuk berinisiatif, yaitu mengerjakan sesuatu yang
baik tanpa menunggu orang lain, yang dilakukan berulangulang sehingga menjadi kebiasaan berinisiatif
- Kemampuan berinovasi, yang melahirkan kreativitas (daya
cipta) setelah dibiasakan berulang-ulang akan melahirkan
motivasi.
- Kemampuan untuk membentuk modal uang atau barang
(capital goods)
- Kemampuan untuk mengatur waktu dan membiasakan diri
untuk selalu tepat waktu dalam segala tindakan melalui
kebiasaaan yang selalu tidak menunda pekerjaan.
- Kemampuan mental yang dilandasi agama
- Kemampuan untuk membiasakan diri dalam mengambil
hikmah dari pengalaman yang baik maupun menyakitkan.
7. Motivasi
Teori motivasi terbagi kedalam dua kategori: teori kepuasan dan
teori proses (Gibson; Ivancevich; Donelly, 1996 : 186). Teori
kepuasan memusatkan perhatian pada faktor-faktor didalam
individu yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan dan
menganalisa bagaimana perilaku dorong, diarahkan, dipertahankan
dan dihentikan
Teori motivasi yang termasuk dalam kategori teori kepuasan
adalah teori motivasi yang berpendapat bahwa manusia berperilaku
karena ingin memenuhi kebutuhan dasarnya. Sedikitnya ada tiga
kebutuhan pokok umum (Komaruddin Sastradipoera, 2002 : 92):
- Motif fisioligis : Kebutuhan pokok manusia paling
primitive yang melandasi motivasi yang meliputi sandang,
pangan, papan, dan tidur
- Motif sosiologis : kebutuhan akan cinta dan kasih sayang,
dan kebutuhan untuk diterima orang disekitarnya.
- Motif psikologis : kebutuhan untuk diakui, berprestasi,
status, dan lain-lain

Pengertian Kemampuan Manajerial (skripsi dan tesis)

 


Dalam menjalankan usahanya,seorang manajer dituntut untuk
memiliki kemampuan keterampilan dalam mengelola sumber-sumber yang
ada dalam perusahannya, terutama kemampuan mengkombinasikan sumber
daya manusia dan alam diwujudkan dengan menjalankan fungsi-fungsi
manajemen. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Winardi (2000:4)
menyatakan bahwa :
“Kemampuan manajerial adalah kesanggupan mengambil tindakantindakan perencanaan,pengorganisasian,pelaksanaan, pengawasan yang
dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan”
Hampir sama dengan pendapat Winardi menurut Siagian P.
Sondang (2007:67) bahwa :
“Kemampuan manajerial adalah kemampuan untuk mengelola usaha
seperti perencanaan,pengorganisasian,pemberian motivasi,pengawasan dan
penilaian”.
Selanjutnya menurut pendapat yang dikemukakan oleh J.David Hunger &
Thomas L.Wheelen (2001:452) dan Paul Hersey dalam Wahjosumidjo
(2003:99) menyatakan yaitu
“Kemampuan Manajerial adalah kemampuan dalam menggerakan
sumberdaya agar dapat mencapai tujuannya dengan tepat, yang terdiri dari
keahlian teknis, keahlian manusia dan keahlian konseptual.”
Sedangkan menurut B.S Wibowo (2002:14) menyatakan bahwa :
“Kalau kita ingin sukses, maka kita harus memiliki „keterampilan
manajerial‟ diantaranya energy spiritual,keterampilan emosional,kekuatan
intelektual,kualitas fisik dan penguasaan teknologi terapan”
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
Kemampuan manajerial sangat berperan penting dalam menjalankan kegiatan
usaha karena didalamnya telah terdapat hal-hal yang wajib dimiliki oleh
wirausahawan. Diantaranya adalah Keahlian Teknis, Keahlian Manusia,
Keahlian Konseptual

Kualitas Audit (skripsi dan tesis)


 De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya dan kemungkinan untuk menyampaikan atau melaporkan temuan tersebut kepada pihak manajemen. Kualitas audit dapat dilihat dari kemampuan auditor mendeteksi kesalahan material dan independensi auditor dalam melaporkan kesalahan material. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa KAP yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan KAP yang kecil. Gerayli, Yanesari, & Ma’atoofi (2011), kualitas auditor merupakan salah satu faktor efektif untuk mengendalikan perilaku oportunis manajemen perusahaan. Auditor yang berkualitas harus memberikan informasi yang tepat, tidak hanya mengenakan fee yang lebih tinggi agar pilihan itu benar-benar mencerminkan informasi yang ada pada perusahaan (Kirana & Hasan, 2016). Ching, Teh, San, & Hoe, (2015), menegaskan bahwa auditor yang berkualitas tinggi cenderung lebih mudah untuk menemukan praktik akuntansi yang dipertanyakan oleh klien dan melaporkan penyimpangan material serta salah saji dibandingkan dengan auditor berkualitas rendah, sehingga audit yang berkualitas lebih tinggi lebih mampu menghambat manajemen laba dan meningkatkan kualitas laporan keuangan. Laporan keuangan audit dengan kualitas tinggi akan menarik para investor untuk menanamkan investasinya di perusahaan. Penelitian-penelitian empiris berkaitan dengan kualitas audit telah banyak dilakukan di luar negeri maupun Indonesia. Yaşar (2013) menyatakan big four dipercaya memberikan audit kualitas yang lebih tinggi daripada auditor non-big four, karena auditor big four memiliki 30 kemampuan lebih besar untuk membatasi praktik manajemen laba. Daftar KAP yang termasuk ke dalam kelompok KAP Big Four di Indonesia adalah sebagai berikut: 1) KAP Tanudiredja, Wibisana, dan Rekan yang berafiliasi dengan Price Waterhouse Coopers (PWC). 2) KAP Purwantono, Suherman, Surja yang berafiliasi dengan Ernst & Young (EY). 3) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan yang berafiliasi dengan Deloitte. 4) KAP Siddharta dan Widjaja yang berafiliasi dengan KPMG

Kecakapan Manajerial (skripsi dan tesis)

Kecakapan Manajerial Kecakapan manajerial merupakan kemampuan manajer untuk mengambil dan menerapkan keputusan-keputusan yang dapat membawa perusahaan kepada efisiensi yang lebih baik (P. Demerjian, Lev, & McVay, 2012). Manajer yang cakap dan professional memiliki pengetahuan yang lebih banyak dan luas terkait dengan perusahaan, sehingga memungkinkan mereka untuk membuat keputusan yang lebih baik dan menunjukkan pemahaman serta penerapan standar akuntansi yang lebih fleksibel (W. Chen & Tai, 2015). Kemampuan manajerial adalah salah satu faktor yang mendorong efisiensi operasional perusahaan. Li (2015), kecakapan manajerial  dapat diukur melalui seberapa efisien manajer dalam menggunakan sumber daya perusahaan untuk menghasilkan keluaran yang optimal dan menciptakan dampak positif pada kualitas pelaporan keuangan yang mempengaruhi masa depan perusahaan. Perusahaan memiliki sumber daya berupa modal, tenaga kerja, dan aset untuk menghasilkan keluaran berupa pendapatan dan laba. Demerjian, Lewis, & Mcvay (2012b) mengungkapkan manajer yang cakap akan mampu mengambil keputusan-keputusan ekonomi yang tepat dan mampu mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam mengelola sumber daya perusahaan karena mereka memiliki pengalaman, tingkat intelegensia, dan tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Manajer memiliki kewajiban untuk memberikan informasi perusahaan kepada stakeholders untuk mengkomunikasikan kinerja perusahaan. Wadah yang tepat bagi manajer untuk mengkomunikasikan kinerja tersebut adalah laporan keuangan yang disusun pada setiap periode pelaporan. Isnugrahadi & Kusuma (2009) mengatakan ada dua hal prasyarat yang harus ada agar manajemen selalu jujur dalam melaksanakan tugasnya. Pertama, kultur organisasional harus mendukung pengambilan keputusan yang etis. Kedua, manajemen harus memiliki pemotivator untuk selalu bertindak jujur. Manajer menggunakan judgment untuk membuat laporan keuangan. (Kirana & Hasan, 2016), dalam penerapan akuntansi akrual, prinsip akuntansi berterima umum memperbolehkan manajer memilih metode akuntansi yang diperbolehkan seperti penggunaan metode garis lurus atau akselerasi, ataupun memilih FIFO atau LIFO dalam menilai persediaan. Manajer juga harus memilih 28 untuk membebankan atau menangguhkan pengeluaran. Agar semua kebijakan tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka manajer dituntut untuk memiliki kemampuan dan keahlian atau kecakapan yang cukup, dan keahlian tersebut biasanya dimilik oleh manajer yang memiliki tingkat intelegensi dan pendidikan yang cukup tinggi serta pengalaman yang dimiliki oleh seorang manajer. P. R. Demerjian, Lev, Lewis, & McVay (2013), memperkenalkan perhitungan kecakapan manajerial dengan menggunakan data-data laporan keuangan melalui Data Envelopment Analysis (DEA). DEA merupakan alat yang digunakan untuk mengukur efisiensi relatif suatu organisasi. DEA biasanya dinyatakan dalam Decision Making Unit atau Unit Kegiatan Ekonomi (UKE). Efisiensi UKE dapat diketahui dengan membandingkan efisiensi UKE suatu perusahaan dengan UKE dari perusahaan lainnya dalam suatu satuan populasi atau sampel dengan syarat bahwa jenis input dan outputnya sama. UKE dinilai efisien apabila rasio perbandingan input/output sama dengan 1 atau 100%, yang artinya UKE tersebut mampu memanfaatkan inputnya secara maksimal untuk menghasilkan output tertentu dan tidak lagi melakukan pemborosan. Sedangkan UKE yang tidak efisien apabila rasio perbandingan antara input/output adalah antara 0 ≤ input/output < 1 atau nilainya kurang dari 100% berarti perusahaan belum mampu mengelola input-input yang dimilikinya untuk menghasilkan output yang optimal atau masih melakukan pemborosan. 

Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan (skripsi dan tesis)

 (Wolk 2008) mengemukakan tingkat pengungkapan adalah informasi yang ada di dalam laporan keuangan maupun komunikasi pelengkap yang mencakup catatan kaki, peristiwa setelah pelaporan, analisis manajemen tentang operasi yang akan datang, peramalan keuangan dan operasi, serta laporan keuangan tambahan. Tujuan pengungkapan adalah untuk menyediakan informasi yang signifikan dan relevan kepada pemakai laporan keuangan untuk pengambilan keputusan yang tepat. Jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar ada dua, antara lain: 1) Pengungkapan wajib (mandatory disclosure): pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam hal ini adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Peraturan mengenai pengungkapan laporan keuangan di Indonesia yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui keputusan ketua BAPEPAM No.Kep-134/BL/2006. Item pengungkapan wajib yang diwajibkan oleh BAPEPAM terdiri dari 85 item. 2) Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi  lainnya yang dipandang relevan sebagai dasar untuk membuat keputusan oleh para pemakai laporan tahunan. Melalui pengungkapan sukarela diharapkan para pemakai laporan akan semakin lengkap informasinya dalam memahami kegiatan operasional perusahaan publik, serta semakin menunjukkan ketransparan keadaan perusahaan (Kirana & Hasan, 2016). Item pengungkapan sukarela terdiri dari 33 item. Tingkat pengungkapan laporan keuangan dalam penelitian ini didasarkan atas indeks pengungkapan yang dideskripsikan oleh (Benardi et al., 2008). Indeks pengungkapan yang digunakan didasarkan atas informasi yang tersedia dalam laporan tahunan (annual report). Di Indonesia, pengungkapan dalam laporan keuangan baik yang bersifat wajib maupun sukarela telah diatur dalam PSAK No.1. Pemerintah melalui BAPEPAM juga mengatur mengenai pengungkapan informasi dalam laporan tahunan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Menurut Purwanti & Rahardjo (2012) terdapat tiga tingkatan pengungkapan yaitu sebagai berikut: 1) Pengungkapan Penuh (Full Disclosure) Pengungkapan penuh mengacu pada seluruh informasi yang diberikan oleh perusahaan, baik informasi keuangan maupun non keuangan. Pengungkapan penuh mencakup informasi-informasi lainnya yang diberikan oleh manajemen yang menyiratkan penyajian seluruh informasi yang relevan, dan tidak ada informasi atas substansi atau kepentingan bagi kebanyakan investor yang akan dihilangkan atau disembunyikan. 2) Pengungkapan Wajar (Fair Disclosure) Pengungkapan wajar adalah pengungkapan cukup ditambah dengan informasi yang dapat berpengaruh pada kewajaran laporan keuangan. Pengungkapan wajar menyiratkan suatu tujuan etika, yaitu memberikan perlakuan yang sama pada semua calon pembaca. Menurut PSAK (IAI: 2012), pengungkapan wajar adalah catatan atas laporan keuangan yang disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas harus berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan. 3) Pengungkapan Cukup (Adequate Disclosure) Pengungkapan cukup adalah pengungkapan yang diwajibkan oleh standar akuntansi yang berlaku, yang merupakan informasi minimum yang harus disajikan dalam tingkat yang memadai yang harus dipenuhi secara menyeluruh, agar tidak menyesatkan jika digunakan untuk pengambilan keputusan

Teknik Manajemen Laba (skripsi dan tesis)

 Teknik manajemen laba menurut Setiawati & Na’im (2000) dilakukan melalui tiga cara, antara lain sebagai berikut: 1) Perubahan metode akuntansi Manajemen mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu dengan cara yang berbeda, seperti: a) Mengubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode jumlah angka tahun menjadi metode depresiasi garis lurus. b) Mengubah periode depresiasi. 2) Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan kebijakan perkiraan akuntansi. Hal tersebut memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subjektivitas dalam menyusun estimasi, misalnya: a) Kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tidak tertagih b) Kebijakan mengenai perkiraan biaya garansi c) Kebijakan mengenai perkiraan terhadap proses pengadilan yang belum terputuskan.  3) Menggeser periode biaya atau pendapatan Manajemen menggeser periode biaya atau pendapatan atau seringkali disebut sebagai manipulasi keputusan operasional, misalnya: a) Mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya. b) Mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya. c) Kerjasama dengan vendor untuk mempercepat atau menunda pengiriman tagihan sampai periode akuntansi berikutnya. d) Menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba. e) Mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak terpakai. 2.1.3 Discretionary Accruals Manajemen laba dapat terjadi dengan cara penyusunan laporan keuangan menggunakan dasar akrual. Sistem akuntansi akrual yang terdapat pada prinsip akuntansi yang berterima umum memberikan peluang bagi manajer untuk membuat pertimbangan akuntansi yang akan memberi pengaruh kepada pendapatan yang dilaporkan. Akrual tidak hanya mencerminkan pilihan metode akuntansi tetapi juga pengaruh waktu pengakuan pendapatan dan beban, penurunan nilai, serta perubahan estimasi akuntansi (Islam, Ali, & Ahmad, 2011) . Jones (1991) membagi total akrual menjadi dua yaitu, discretionary accruals dan non discretionary. Lee & Vetter (2015) non discretionary accruals adalah pengakuan akrual laba yang wajar yang tunduk pada suatu standar atau prinsip akuntansi yang berlaku umum, contoh: satu fakta yang sama dapat dilaporkan dengan cara yang berbeda, mesin yang sama dapat didepresiasikan dengan dua metode yang berbeda (metode depresiasi garis lurus atau saldo menurun) atau dengan dua estimasi umur ekonomis yang berbeda. Perbedaan umur atau perbedaan estimasi tersebut akan menghasilkan laba) yang sedikit berbeda. Non discretionary accruals merupakan akrual yang wajar, dan apabila dilanggar akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan (tidak wajar) maka non discretionary accruals tidak relevan dalam penelitian ini. Chen (2010), menyatakan untuk mendeteksi indikasi terdapat manajemen laba dalam suatu perusahaan dapat diketahui dari perhitungan total akrual yang diukur dengan total discretionary accruals. Menurut Friedlan (1994) discretionary accrual merupakan kebijakan akuntansi yang memberikan keleluasaan kepada manajemen untuk menentukan jumlah transaksi akrual secara fleksibel, atau dengan kata lain, metode discretionary accrual memberikan peluang kepada manajer untuk memperbaiki profit laba sesuai dengan keinginannya. Contohnya pada akhir tahun buku perusahaaan mengetahui bahwa suatu piutang tertentu tidak dapat ditagih. Perusahaan dapat melakukan pencatatan kapan piutang tersebut dihapuskan, pada periode buku sekarang atau pada tahun buku berikutnya. Discretionary accruals digunakan sebagai indikator adanya praktik manajemen laba karena merupakan intervensi manajerial dalam proses pelaporan keuangan dan lebih menekankan kepada keleluasaan atau kebijakan yang tersedia dalam memilih dan menerapkan prinsip-prinsip akuntansi untuk mencapai hasil akhir (Islam et al., 2011). Discretionary accruals diantaranya penilaian piutang, pengakuan biaya garansi, dan aset modal. Manajer akan melakukan manajemen laba untuk  mencapai tingkat pendapatan yang diinginkan dengan manipulasi akrual-akrual tersebut. Alareeni & Aljuaidi (2014) menyatakan dalam melakukan manajemen laba, perusahaan yang menaikkan laba cenderung menggunakan untung dari penghentian aset, sedangkan perusahaan yang menurunkan laba cenderung menggunakan biaya kerugian piutang. Dengan menggunakan akrual yang menaikkan laba, maka akan didapatkan harga saham yang relatif tinggi pada waktu penerbitan saham. Penelitian ini memfokuskan pada discretionary accruals, karena discretionary accruals memungkinkan manajer memberikan informasi privat dan meningkatkan kemampuan laba untuk mencerminkan nilai ekonomis perusahaan. Pada saat yang sama, discretionary accruals memungkinkan manajer untuk terlibat dalam pelaporan yang oportunistik untuk memaksimalkan kemakmuran manajer. Perhitungan discretionary accruals dalam penelitian ini menggunakan Modified Jones Model yang merupakan modifikasi dari Model Jones (1991). Dechow et al. (1995) memodifikasi model Jones untuk menghilangkan dugaan kesalahan pengukuran discretionary accruals ketika kebijaksanaan diterapkan terhadap pendapatan. Perubahan pendapatan disesuaikan dengan perubahan piutang pada periode tersebut. Mereka menyimpulkan bahwa mengelola laba dengan menerapkan kebijaksanaan atas pengakuan pendapatan pada credit sales lebih mudah daripada mengelola pendapatan dengan menerapkan kebijaksanaan pengakuan pendapatan atas cash sales (Roodposhti, Banimahd, Rezaei, & Salehi, 2012). Modified Jones Model mengasumsikan bahwa semua perubahan dalam credit sales pada periode tersebut hasil dari manajemen laba (Bhuiyan, Roudaki, & Clark, 2013). Modified Jones Model  digunakan karena model ini dianggap paling baik untuk mengukur manajemen laba dibandingkan metode lain (T. Chen, 2010). Model ini merupakan model pendeteksi manajemen laba yang umum digunakan dalam riset-riset empiris mengenai manajemen laba di Indonesia (Erawan & Ulupui, 2013).