Showing posts with label Konsultasi Tesis. Show all posts
Showing posts with label Konsultasi Tesis. Show all posts

Sunday, July 21, 2019

Kegunaan analisis break even point (skripsi dan tesis)


Menurut Kasmir (2010), break even point memiliki kegunaan ataupun manfaat bagi perusahaan, yaitu
  1. Untuk mengetahui pada jumlah berapa hasil penjualan sama dengan jumlah biaya. Atau perusahaan beroperasi dalam kondisi tidak laba atau tidak rugi, atau laba sama dengan nol
  2. Untuk Mengetahui Bagaimana hubungan antara biaya tetap, biaya variable, tingkat keuntungan yang diinginkan, dan volume kegiatan ( penjualan atau produksi)
  3. Untuk menentukan biaya-biaya yang dikeluarkan dan jumlah produksi. Dengan demikian akan dapat ditentukan diketahui berapa jumlah yang layak untuk dijalankan.
  4. Untuk membantu manajer mengambil keputusan dalam hal aliran kas, jumlah permintaan (produksi), dan penentuan harga suatu produk tertentu. Intinya kegunaan dari analisis ini adalah untuk menentukan jumlah keuntungan pada berbagai tingkat keuntungan.
            Sedangkan menurut Syafaruddin Alwi (1994: 266) menyatakan bahwa analisis BEP dapat membantu pemimpin perusahaan dalam mengambil sebuah keputusan antara lain:
  1. jumlah penjualan minimum yang harus di pertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
  2. jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
  3. seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar peruahaan tidak menderita rugi.
  4. untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang akan diperoleh.
              Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Break even point memiliki kegunaan bagi perusahaan untuk dapat meramalkan atau mengetahui pada jumlah berapa perusahaan tidak rugi dan tidak untung dan juga agar mengetahui perusahaan beroperasi dengan jumlah produksi atau penjualan berapa sehingga perusahaan tersebut akan mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu dengan adanya break even point perusahaan dapat merencanakan berapa laba yang akan diperoleh di tahun-tahun berikutnya dan dapat mempertahankan penjualan yang minimum agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
              Dari beberapa kegunaan yang telah dijelaskan tersebut, menurut Kasmir (2010) bahwa Analisis titik impas atau break even point memiliki beberapa tujuan, yaitu
  1. Mendesain Spesifikasi produk ( berkaitan dengan biaya)
  2. Penentuan harga jual persatuan
  3. Produksi atau Penjualan minimal agar tidak mengalami kerugian
  4. Memaaksimlkan jumlah produksi
  5. Perencanaan laba yang diingikan
  6. Dan tujuan lain.

Pengertian Break Even Point (skripsi dan tesis)

            Dalam mengukur kapasitas produksi dapat dilakukan menggunakan beberapa metode seperti Metode Break even point. Menurut Heizer dan Render (2015) mengemukakan bahwa Analisis titik impas (BEP) merupakan sebuah perangkat yang krusial untuk menentukan kapasitas tempat fasilitas harus mencapai profitabilitas. Tujuan  analisis titik impas atau break even point untuk menemukan suatu titik, dalam uang dan unit, yang mana biaya setara dengan pendapatan.
            Menurut Zulian Yamit (2003: 69) Break event point atau BEP dapat diartikan sebagai laba sama dengan nol, atau marginal income atau countribution margin sama dengan biaya tetap ( MI = FC ), atau biaya tetap dibagi dengan marginal income per unit (FC/MI), atau biaya tetap dibagi marginal income ratio (FC/MIR), atau biaya tetap dibagi satu min Variable cost ratio (FC/1 – VCR).
            Menurut Riyanto (1995: 359), Analisis Break Even point merupakan suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena analisis tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntungan volume kegiatan, maka analisis tersebut sering pula disebut “Cost Profit Volume analysis (C.P.V analysis). Dalam perencanaan keuntungan, analisis break even point merupakan “Profit Planning Approach” yang mendasarkan pada hubungan antara biaya dan penghasilan penjualan.
            Sedangkan menurut Alwi, (1994) mengemukakan bahwa Break even point, dapat di artikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana perusahaan dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol.

Jenis-jenis Perencanaan Kapasitas (skripsi dan tesis)

        Sedangkan menurut Zulian Yamit (2003:  67-68) terdapat dua jenis perencanaan kapasitas, yaitu perencanaan kapasitas jangka pendek dan perencanaan kapasitas jangka panjang.
  • Perencanaan Kapasitas Jangka Pendek
Perencanaan kapasitas jangka pendek digunakan untuk menangani secara ekonomis hal-hal yang sifatnya mendadak di masa yang akan datang, misalnya untuk memenuhi permintaan yang bersifat mendadak atau seketika dalam jangka waktu pendek. Untuk meningkatkan kapasitas jangka pendek terdapat lima cara yang dapat digunakan yaitu :
  1. Meningkatkan jumlah sumber daya, yaitu :
  2. Penggunaan kerja lembur
  3. Penambahan regu kerja
  4. Memberikan kesempatan kerja secara part-time
  5. Sub-kontrak
  6. Kontrak kerja
  7. Memperbaiki penggunaan sumber daya, yaitu :
  8. Mengatur regu kerja
  9. Menetapkan skedul
  10. Memodifikasi produk, yaitu :
  11. Menentukan standard produk
  12. Melakukan perubahan jasa operasi
  13. Melakukan pengawasan kualitas
  14. Memperbaiki permintaan, yaitu :
  15. Melakukan perubahan harga
  16. Melakukan pengawasan kualitas
  • Perencanaan Kapasitas Jangka Panjang
Perencanaan kapasitas jangka panjang merupakan strategi operasi dalam menghadapi kemungkinan yang akan terjadi dan sudah diperkirakan sebelumnya. Terdapat dua startegi yang dapat diterapkan dalam sebuah perusahaan yaitu :
  1. Strategi melihat dan menunggu (wait and see)
Merupakan strategi yang dilakukan secara hati-hati, karena kapasitas produksi akan dinaikan apabila yakin permintaan konsumen naik. Strategi ini dipilih dengan mempertimbangkan bahwa setiap terjadi kelebihan kapasitas, perusahaan harus menanggung resiko karena investasi yang dilakukan hanya ditanggung dalam jumlah unit yang sedikit, akibatnya biaya produksi menjadi tinggi
  1. Strategi ekspansionis
Kapasitas selalu melebihi atau diatas permintaan. Dengan strategi ini perusahaan berharap tidak terjadi kekurangan produk dipasaran yang dapat menyebabkan adanya peluang masuk produsen lain.
Di dalam perencanaan kapasitas terdapat beberapa startegi-strategi yang digunakan, (Russel dan Taylor, 2000 dalam Heri Mardani, 2016), perencanaan kapasitas memiliki beberapa tipe strategi, yaitu
  1. Capacity lead Strategy, merupakan suatu strategi pengembangan kapasitas yang bersifat agresif dan dimaksudkan untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan dimasa yang mendatang
  2. Capacity lag Strategy, merupakan suatu strategi pengembangan kapasitas yang bersifat konservatif, peningkatan kapasitas dilakukan setelah terjadi peningkatan permintaan pasar. Strategi ini bermaksud untuk memaksimalkan maslahat ekonomi investasi, namun dapat saja berakibat jelek terhadap pelayanan kepada pelanggan.
  3. Average Capacity Strategi, merupakan suatu strategi pengembangan kapasitas yang diselaraskan dengan rata-rata peningkatan estimasi permintaan.

Proses Perencanaan Kapasitas (skripsi dan tesis)

Terkait perencanaan kapasitas menurut Buffa (1994:122) proses dalam perencanaan kapasitas dapat di ringkas sebagai berikut
  1. Memperkirakan permintaan di masa depan, termasuk dampak dari teknologi, persaingan dan hal lain.
  2. Menjabarkan perkiraan itu dalam kebutuhan fisik.
  3. Menyusun pilihan terencana kapasitas yang berhubungan dengan kebutuhan itu.
  4. Menganalisis pengaruh ekonomi pada pilihan terencana.
  5. Meninjau resiko dan pengaruh strategi pada pilihan rencana.
  6. Memutuskan rencana pelaksanaan.

Pengertian Kapasitas Produksi (skripsi dan tesis)


Untuk mendapatkan gambaran mengenai kapasitas produksi, berikut ini akan dikemukakan definisi mengenai kapasitas produksi. Menurut Zulian Yamit (2003:67) “Kapasitas produksi dapat diartikan sebagai jumlah maksimum output yang dapat diproduksi dalam satuan waktu tertentu”.
Kapasitas produksi ditentukan oleh kapasitas sumber daya yang dimiliki seperti: kapasitas mesin, kapasitas tenaga kerja, kapasitas bahan baku, dan kapasitas modal. Kapasitas produksi sangat erat kaitannya dengan skedul produksi yang tertera dalam jadwal produksi ( master production schedule ),  Karena jadwal produksi induk mencerminkan apa dan berapa yang harus diproduksi dalam waktu tertentu. (Zulian Yamit, 2003: 67)
  1. Kapasitas Produksi Optimum
Menurut Zulian Yamit (2003: 67)  Kapasitas Produksi Optimum yakni jumlah dan jenis yang menghasilkan keuntungan maksimum atau biaya minimum. Untuk menentukan kapasitas produksi optimum, terdapat berbagai macam factor yang harus diperhatikan yaitu faktor-faktor produksi seperti :
  • Kapasitas Bahan Baku
Kapasitas Bahan Baku adalah jumlah bahan baku yang mampu disediakan dalam waktu tertentu. Jumlah ini dapat diatur dari kemampuan para supplier untuk memasok mamupun menyediaan dari sumber bahan baku.
  • Kapasitas Jam Kerja Mesin
Kapasitas jam kerja mesin adalah jumlah jam kerja normal mesin  yang mampu disediakan untuk melaksanakan kegiatan produksi.
  • Kapasitas Jam Tenaga Kerja
Kapasitas jam kerja tenaga kerja adalah jumlah jam tenaga kerja dan jam kerja normal yang mampu disediakan perusahaan
  • Modal Kerja
Modak kerja adalah kemampuan penyediaan dana untuk melaksanakan proses produksi

Pertimbangan Kapasitas (skripsi dan tesis)


Menurut Heizer dan Render (2015), terdapat beberapa pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang tepat mengenai kapasitas antara lain :
  1. Meramalkan tingkat permintaan secara akurat.
     Menambah dan menghapus produk, aksi kompetisi, siklus hidup produk, dan volume penjualan yang tidak diketahui seluruhnya menambahkan tantangan untuk membuat peramalan secara akurat.
  1. Menyamakan kemajuan teknologi dengan volume penjualan. Kapasitas sering kali terhambat oleh teknologi. Beberapa peningkatan kapasitas akan menjadi besar, sementara di sisi lain akan menjadi kecil. Kerumitan ini menyulitkan tetapi dibutuhan tugas untuk menyetarakan kapasitas terhadap penjualan.
  2. Menemukan besaran operasional yang optimum. Ekonomi skala dan bukan skala sering kali menentukan besaran yang optimum untuk suatu tempat fasilitas.
  3. Membangun untuk perubahan. Para manajer membangun fleksibilitas ke dalam tempat fasilitas dan perlengkapan. Perubahan terjadi dalam proses, sejalan dengan produk, volume produk, dan bauran produk.

Pengertian Kapasitas Produksi (skripsi dan tesis)


Terdapat beberapa definisi yang menjelaskan mengenai kapasitas. Menurut Heizer dan Render (2015), kapasitas merupakan suatu “terobosan” atau sejumlah unit yang mana tempat fasilitas dapat menyimpan, menerima, atau memproduksi dalam suatu periode waktu tertentu.
Menurut Lalu lumayang (2003), kapasitas merupakan tingkat kemampuan produksi dari suatu fasilitas. Kapasitas biasanya dinyatakan dalam jumlah volume output per periode waktu.
Sedangkan menurut Buffa (1994) kapasitas adalah kemampuan pembatas dari unit produksi untuk berproduksi dalam waktu tertentu, dan biasanya dinyatakan dalam bentuk keluaran atau output persatuan waktu.

Minat Beli (skripsi dan tesis)

Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael, 2001).
Pengertian minat beli menurut Howard ( dalam Durianto dan Liana, 2004) adalah minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli merupakan pernyataan mental dari dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh para pemesar untuk mengetahui minat beli konsumen terhadap suatu produk, baik para pemasar maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat untuk memprediksi perilaku konsumen dimasa yang akan datang.
Sedangkan definisi minat beli menurut Kinnear dan Taylor (dalam Thamrin, 2003) adalah merupakan bagian dari komponen perilaku konsumen dalam sikap mengkonsumsi, kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Albari (2002) menyatakan bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan terdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut. Sebaliknya jika motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek yang bersangkutan. Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli produk atau merek yang ditawarkan pemasaran atau tidak.

Merek (skripsi dan tesis)

  Sembilan unsur pemasaran terdiri dari merek, diferensiasi, pemposisian, pentargettan, bauran pemasaran, penjualan, jasa dan proses (MarkPlus&Co, 2004).  Merek merupakan satu bagian dari sembilan unsur pemasaran yang memiliki nilai strategis dalam mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar. Beberapa definisi merek oleh pakar pemasaran diantaranya sebagai berikut di bawah ini:
  1. American Marketing Association
      Merek adalah sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing.
  1. David Aaker
      Merek merupakan nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti logo, cap dan kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok tertentu;
  1. Philip Kotler
      Merek didefinisikan sebagai janji penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Kotler (2004) menambahkan merek adalah suatu simbol rumit dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian yaitu di bawah ini:
  1. Atribut: Merek mengingatkan atribut-atribut tertentu.
  2. Manfaat: Atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.
  3. Nilai: Merek tersbut juga menyatakan sesutu tentang nilai produsennya.
  4. Budaya: Merek tersebut juga melambangkan budaya tertentu.
  5. Kepribadian: Merek tersebut dapat mencerminkan kepribadian tertentu.
  6. Pemakai: Merek tersebut menyiratkan jenis konsumenyang membeli atau menggunakan produk tersebut.
  MarkPlus&Co (2004)  menegaskan bahwa merek bukan sekedar nama, bukan pula sekedar logo atau sekedar simbol tetapi merek adalah indikator nilai dari apa yang ditawarkan. Diungkapkan pula oleh MarkPlus&Co (2004) bahwa merek adalah payung yang melingkupi produk atau pelayanan, perusahaan, pribadi, atau bahkan negara, dan merek adalah ekuitas perusahaan yang menambah nilai pada produk dan pelayanan yang ditawarkan, sehingga sebagai sebuah aset, merek menciptakan nilai bagi para konsumen melalui kualitas produk dan kepuasan konsumen.
Merek adalah resultan dari semua langkah yang dijalankan terhadap produk. Ketika kita menentukan STP (segmentasi-targeting-positioning) dan diferensiasi, serta mendukungnya dengan bauran pemasaran (strategi produk-harga-distribusi-promosi) dan strategi penjualan yang solid, sebenarnya kita sedang membangun dan mengembangkan sebuah merek. Jadi, keliru sekali kalau menganggap merek dibangun hanya dengan memasang iklan-iklan di koran atau televisi. Sebagaimana Knapp (2002) mengungkapkan bahwa banyak organisasi perusahaan atau organisasi yang melakukan kesalahan bahwa  merek harus dilakukan melalui periklanan, promosi-promosi, atau pesan-pesan yang diciptakan di departemen pemasaran atau agen periklanan, bukan sebagai strategi total perusahaan.
Ditegaskan oleh Knapp (2002) bahwa apabila organisasi-organisasi atau perusahaan-perusahaan menggunakan konsep berpikir seperti sebuah merek, maka segala sesuatu yang mereka kerjakan setiap produk, jasa dan interaksi pelanggan, dianalisis untuk menentukan apakah kegiatan itu memenuhi tujuan merek. Tiffany, Starbucks, dan Hardrock Café masing-masing merupakan contoh membangun merek nasional dan internasional dengan menggunakan media periklanan yang relatif sedikit (Knapp, 2002).
Merek terbangun dari semua langkah yang dilakukan terhadap produk dan perusahaan, baik langkah itu baik (memperkuat ekuitas merek) maupun buruk (menggerogoti ekuitas merek). Jadi, salah satu langkah yang baik agar merek terbangun adalah mengoptimalkan potensi asosiasi merek dengan baik sehingga dapat memperkuat ekuitas merek. Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan lialibilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik pada perusahaan maupun pada pelanggan.

Celebrity Endorser (skripsi dan tesis)

Penggunaan nara sumber (source) sebagai figur penarik perhatian dalam iklan merupakan salah satu cara kreatif untuk menyampaikan pesan (Kotler dan Keller, 2006). Pesan yang disampaikan oleh nara sumber yang menarik akan lebih mudah dan menarik perhatian konsumen. Shimp (2003) membagi endorser ke dalam dua tipe, yaitu celebrity endorser dan typical-person endorser.
Penggunaan selebriti di dalam mendukung iklan memiliki empat alasan utama, yaitu: Pemasar rela membayar tinggi selebriti yang banyak disukai oleh masyarakat. Selebriti digunakan untuk menarik perhatian khalayak dan meningkatkan awareness produk. Pemasar mengharapkan persepsi konsumen terhadap produk tersebut akan berubah.
Penggunaan selebriti menimbulkan kesan bahwa konsumen selektif dalam memilih dan meningkatkan status dengan memiliki apa yang digunakan oleh selebriti. Sedangkan pemasar memilih typical-person endorser untuk mendukung iklan, dengan alasan: Typical-person endorser biasanya digunakan sebagai bentuk promosi testimonial untuk meraih kepercayaan konsumen. Typical-person endorser dapat lebih diakrabi oleh konsumen karena mereka merasa memiliki kesamaan konsep diri yang aktual (actual-self concept), nilai-nilai yang dianut, kepribadian, gaya hidup (life styles), karakter demografis, dan sebagainya. Pemasang iklan harus sangat hati-hati dalam melakukan pemilihan endorser. (Belch dan Belch, 2001)
 Masing-masing faktor memiliki mekanisme yang berbeda di dalam mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen, yaitu :
  1. Source credibility, menggambarkan persepsi konsumen terhadap keahlian, pengetahuan. dan pengalaman yang relevan yang dimiliki endorser mengenai merek produk yang diiklankan serta kepercayaan konsumen terhadap endorser untuk memberikan informasi yang tidak biasa dan objektif. Kredibilitas memiliki dua sifat penting, yaitu: (a). Expertise, merupakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dimiliki endorser berkaitandengan produk yang diiklankan. (b). Trustworthiness, mengacu kepada kejujuran, integritas, dapat dipercayainya seorang sumber.
  2. Source attractiveness, endorser dengan tampilan fisik yang baik dan/atau karakter non-fisik yang menarik dapat menunjang iklan dan dapat menimbulkan minat audiens untuk menyimak iklan. daya tarik endorser mencakup: (a). Similarity, merupakan persepsi khalayak berkenaan dengan kesamaan yang dimiliki dengan endorser, kemiripan ini dapat berupa karakteristik demografis, gaya hidup, kepribadian, masalah yang dihadapi sebagaimana yang ditampilkan pada iklan, dan sebagainya. (b). Familiarity, adalah pengenalan terhadap nara sumber melalui exposure. sebagai contoh, penggunaan celebrity endorser dinilai berdasarkan tingkat keseringan tampil di publik, sedangkan penggunaan typical-person endorser dinilai berdasarkan keakraban dengan sosok yang ditampilkan karena sering dijumpai di kehidupan sehari-hari. (c). Likability, adalah kesukaan audiens terhadap nara sumber karena penampilan fisik yang menarik, perilaku yang baik, atau karakter personal lainnya.
  3. Source power, adalah karisma yang dipancarkan oleh narasumber sehingga dapat mempengaruhi pemikiran, sikap, atau tingkah laku konsumen karena pernyataan atau pesan endorser tersebut.
Selebriti diasumsikan lebih kredibel daripada non selebriti. Tampilan fisik dan karakter non fisik selebriti membuat sebuah iklan lebih menarik dan disukai oleh konsumen. Performa, citra, dan kepopuleran selebriti dapat lebih menarik perhatian target audience untuk menyaksikan iklan yang dapat mempengaruhi persepsi mereka untuk membuat keputusan dalam melakukan pembelian. Sedangkan, dengan menampilkan pendukung non selebriti atau ”orang biasa” dapat membuat konsumen merasa lebih dekat dan merasa familiar, akan menghasilkan keterlibatan pesan yang cukup tinggi, dan akhirnya akan mempengaruhi persepsi konsumen, sehingga tercipta persepsi yang positif terhadap produk yang diiklankan.
Tugas utama para endorser ini adalah untuk menciptakan asosiasi yang baik antara endorser dengan produk yang diiklankan sehingga timbul sikap positif dalam diri konsumen, sehingga iklan dapat menciptakan citra yang baik pula di mata konsumen. Iklan merupakan elemen yang penting dan saling berpengaruh dalam menanamkan brand image kepada konsumen, seiring dengan ciri fisik dan kualitas produk yang mengikuti suatu brand tertentu (Temporal & Lee, 2001)

Saturday, July 20, 2019

Iklan (skripsi dan tesis)

Iklan bisa didefinisikan sebagai semua bentuk presentasi non-personal yang mempromosikan gagasan, barang, atau jasa yang dibiayai pihak sponsor tertentu (Sulaksana, 2005). Senada dengan Sulaksana, Wells et al (2003) mengatakan bahwa iklan adalah komunikasi non-personal yang dibiayai oleh suatu lembaga sponsor yang dilakukan media massa dengan tujuan membujuk atau mempengaruhi khalayak. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kotler (2006) yang mendefinisikan iklan sebagai segala bentuk penyajian non-personal dan promosi ide, barang, atau jasa oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran.
Iklan menurut Arens (Noviani, 2002) adalah struktur informasi dan susunan komunikasi non-personal yang biasanya dibiayai dan bersifat persuasif, tentang produk-produk (barang, jasa, dan gagasan) oleh sponsor yang teridentifikasi, melalui berbagai macam media. Sedangkan Durianto (2003) mendefinisikan iklan sebagai semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara non-personal yang dibayar oleh sponsor tertentu.
Periklanan mempunyai dua fungsi dasar, yaitu (Wells et al, 2003) :
  1. Iklan suatu produk bermaksud untuk menginformasikan atau merangsang pembelian produk tersebut oleh konsumen.
  2. Iklan sebuah institusi didesain untuk membuat tanggapan yang positif dari masyarakat pada perusahaan yang memasang iklan. Penekanan utamanya pada citra perusahaan dan bukan pada barang yang dijual.

Perilaku konsumen (skripsi dan tesis)

Abraham Maslow dalam Simamora (2003) mengatakan bahwa setiap tindakan didorong oleh motivasi. Sementara itu, motivasi berkaitan dengan kebutuhan. Motivasi adalah suatu tingkat kebutuhan untuk menstimuli seseorang untuk mencari pemuasnya. Teori sosial mengatakan bahwa perilaku konsumen dipengaruhi oleh latar belakang sosial mereka. Teori motivasi menempatkan motivasi sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen. Sedangkan menurut teori anthropologi, perilaku seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya. Dalam pemasaran, teori-teori tersebut kemudian diurutkan mulai dari konteks yang lebih luas sampai yang lebih sempit, maka faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku konsumen adalah faktor kebudayaan, sosial, personal dan psikologis. Peran faktor-faktor tersebut berbeda untuk produk yang berbeda.
Perilaku konsumen adalah persoalan yang menggairahkan dan menantang! Perilaku konsumen adalah tentang orang-orang, apa yang mereka beli, alasan mereka membeli dan tahapan proses pembelian mereka. Perilaku konsumen adalah tentang pemasaran, bagaimana suatu produk atau jasa didesain dan dijual kepada konsumen di pasar. Dan perilaku konsumen adalah tentang pasar konsumen itu sendiri dimana jutaan orang melakukan pembelian pada jutaan outlet pasar.          
Pembuatan keputusan yang dilakukan konsumen berbeda-beda sesuai dengan tipe keputusan membeli, Assael (2001) membedakan empat tipe perilaku membeli konsumen, yaitu pertama, perilaku membeli yang komplek dimana para konsumen menjalani atau menempuh suatu proses membeli yang komplek dan bila mereka semakin terlibat dalam kegiatan membeli dan menyadari perbedaan penting diantara beberapa merek produk yang ada. Kedua, perilaku membeli mengurangi keragu-raguan, kadang-kadang konsumen sangat terlibat dalam kegiatan membeli sesuatu tapi dia hanya melihat sedikit perbedaan dalam merek. Ketiga, perilaku membeli berdasarkan kebiasaan yaitu perilaku konsumen yang tidak melalui sikap atau kepercayaan atau rangkaian perilaku biasa atau konsumen kurang terlibat dalam membeli dan tidak terdapat perbedaan nyata antar merek. Keempat, perilaku membeli yang mencari keragaman yaitu keterlibatan  konsumen rendah tapi ditandai oleh perbedaan merek yang nyata (Kotler, 2006).
Untuk mengetahui perilaku konsumen suatu produk yang dibidik oleh produsen maka dilakukan riset pemasaran. Pada prinsipnya konsumen memiliki keinginan dan kebutuhan yang memerlukan sarana pemuas tertentu (produk). Untuk itu, konsumen akan mencari produk yang paling sesuai dan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut secara efektif dan efisien. Ada perbedaan cukup mendasar antara kebutuhan, keinginan,dan permintaan. (Santoso, 2004).
  1. Kebutuhan adalah suatu keadaan merasa tidak memiliki kepuasan dasar. Kebutuhan melekat pada sifat dasar manusia, contohnya orang butuh makanan, pakaian, perlindungan, keamanan, hak milik, harga diri dan beberapa aspek dasar lainnya.
  2. Keinginan adalah hasrat akan pemuas tertentu dari kebutuhan tersebut.Orang dapat saja memiliki kebutuhan yang sama, namun keinginannya berbeda-beda. Misal ada tiga orang yang butuh makan, tetapi si A ingin makan sate ayam, si B ingin pizza, sedangkan si C ingin makan nasi goreng.
  3. Permintaan adalah keinginan akan suatu produk yang didukung dengan kemampuan serta kesediaan membelinya. Keinginan menjadi permintaan jika didukung dengan daya beli. Banyak orang ingin memiliki sedan BMW, tetapi hanya sedikit yang mampu dan mau membelinya.
Setiap produsen selalu mengharapkan bahwa produk yang dibuatnya sesuai dengan selera pasar (konsumen) sehingga terjadi adanya transaksi (pertukaran) di antara keduanya. Adanya transaksi (pertukaran) tidak berarti proses berhenti begitu saja. Produk yang telah dibeli akan digunakan dan dievaluasi, yaitu apakah memuaskan bagi konsumen atau tidak.Hal ini lah yang akan menentukan apakah akan ada proses pembelian ulang berikutnya atau tidak. Di sinilah peranan riset pasar, yaitu untuk dapat memberikan informasi mengenai kebutuhan, keinginan, dan permintaan konsumen serta mengidentifikasi kepuasan konsumen pengguna produk.

Green purchase intention (skripsi dan tesis)

Niat beli mengarah kepada tujuan atau niat, dan kecenderungan konsumen untuk membeli merek yang paling disukainya (Kotler dan Amstrong, 2008). Rashid (2009), mendefinisikan niat beli hijau sebagai probabilitas dan kesediaan seseorang untuk memberikan preferensi untuk produk hijau atas produk konvensional dalam pertimbangan pembelian mereka. Niat beli hijau dikonseptualisasikan sebagai probabilitas dan kesediaan seseorang untuk memberikan preferensi untuk produk yang memiliki fitur-fitur ramah lingkungan melalui produk tradisional lainnya dalam pertimbangan pembelian mereka. Berdasarkan penelitian Beckford et al. (2010), niat pembelian hijau adalah prediktor signifikan dari perilaku pembelian hijau, yang berarti bahwa niat beli secara positif mempengaruhi probabilitas keputusan pelanggan bahwa ia akan membeli produk hijau. Menurut Rehman and Dost (2013), teori Planned Behavior menegaskan bahwa niat beli hijau merupakan penentu penting dari perilaku pembelian aktual dari konsumen. Ini berarti bahwa semakin meningkat niat untuk membeli produk meningkat hijau, terjadi peningkatan kemungkinan bahwa seorang konsumen benar-benar akan melakukan pembelian. Niat beli hijau adalah jenis dari perilaku ramah lingkungan di mana konsumen menunjukkan kepedulian mereka terhadap lingkungan.
Niat membeli suatu produk didasari oleh sikap seseorang terhadap perilaku membeli produk tersebut (Promotosh dan Sajedul, 2011). Menurut Khan et al. (2012), niat beli menunjukkan seberapa jauh individu mempunyai kemampuan untuk membeli merek tertentu yang dipilih setelah melakukan evaluasi. Niat pembelian dapat diartikan sebagai suatu sikap senang terhadap suatu objek yang membuat individu berusaha untuk mendapatkan objek tersebut dengan cara membayarnya dengan uang atau pengorbanan (Schiffman dan Kanuk, 2008). Masih menurut Schiffman dan Kanuk (2008), niat merupakan salah satu aspek psikologis yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap sikap perilaku.
Purchase Intention adalah suatu keadaan dalam diri seseorang pada dimensi kemungkinan subyektif, yang meliputi hubungan antara orang itu sendiri dengan beberapa tindakan (Dens dan Pelsmacker, 2010). Dens dan Pelsmacker (2010), juga mengungkapkan

bahwa purchase intention mengacu pada hasil dari tindakan yang kelihatan dalam situasi, yaitu minat untuk melakukan respon nyata.
Niat pembelian merupakan aktivitas psikis yang timbul karena adanya perasaan (afektif) dan pikiran (kognitif) terhadap suatu barang atau jasa yang diinginkan (Schiffman dan Kanuk, 2008). Menurut Simamora (2004), niat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan sikap, individu yang berminat terhadap suatu obyek sehingga melakukan serangkaian tingkah laku untuk mendekati atau mendapatkan objek tersebut.
Schiffman dan Kanuk (2008) menjelaskan bahwa pengaruh eksternal, kesadaran akan kebutuhan, pengenalan produk dan evaluasi alternatif adalah faktor yang dapat menimbulkan niat beli konsumen. Pengaruh eksternal (input) tersebut terdiri dari usaha pemasaran dan faktor sosoal budaya. Kegiatan pemasaran perusahaan adalah stimulus untuk mendapatkan, menginformasikan serta meyakinkan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk (Schiffman dan Kanuk, 2008).
Produk hijau adalah suatu produk yang dirancang dan diproses dengan metode untuk mengurangi efek-efek yang dapat mencemari lingkungan. Green purchase intention adalah faktor yang paling menentukan perilaku pembelian nyata konsumen terhadap produk hijau (Rehman dan Dost, 2013).

Knowlegde tentang lingkungan (skripsi dan tesis)

Fryxell and Lo (2003), mendefinisikan pengetahuan (knowledge) lingkungan sebagai suatu pengetahuan umum tentang fakta, konsep, dan hubungan tentang lingkungan alam dan ekosistem. Oleh karena itu, secara sederhana pengetahuan tentang lingkungan menggambarkan apa yang manusia ketahui tentang lingkungan. Haryanto (2014), mendefinisikan pengetahuan ekologi sebagai kemampuan individu untuk mengidentifikasi dan menentukan simbol dan konsep yang berkaitan dengan masalah lingkungan. Koellner and Luis (2009), menyatakan bahwa pengetahuan tentang lingkungan merupakan kumpulan dari pengetahuan ekologi (ecological knowledge) yang dimiliki seseorang mengenai topik lingkungan.
Conraud-Koellner and Rivas-Tovar (2009) mendefinisikan pengetahuan lingkungan sebagai set pengetahuan ekologi yang seorang individu miliki dari topik lingkungan. Chan and Lau (2000) mendefinisikan pengetahuan lingkungan sebagai kumpulan dari pengetahuan seseorang mengenai isu lingkungan. Mostafa (2007) mendefinisikan pengetahuan lingkungan sebagai pengetahuan pada apa yang orang tahu tentang lingkungan, hubungan yang mengarah ke dampak lingkungan, dan apresiasi dari seluruh sistem lingkungan, dan tanggung jawab yang penting untuk perkembangan berkelanjutan.
Lee (2011), dalam penelitiannya mendefinisikan pengetahuan tentang lingkungan sebagai pengetahuan dasar seseorang tentang apa yang bisa mereka lakukan untuk membantu melindungi lingkungan yang memfasilitasi komitmen perilaku mereka untuk pembelian hijau. Apabila konsumen memiliki pengetahuan tentang isu-isu lingkungan, maka tingkat kesadaran mereka akan meningkat dan dengan demikian akan berpotensi, mempromosikan sikap yang menguntungkan terhadap produk hijau Aman et al. (2012). Menurut D'Souza et al. (2006), environmental knowledge berkembang dalam dua bentuk; (1) konsumen harus dididik untuk memahami dampak dari produk terhadap lingkungan; dan (2) pengetahuan konsumen dalam produk yang diproduksi dengan cara ramah lingkungan.
Conraud-Koellner and Rivas-Tovar (2009) percaya bahwa pengetahuan lingkungan dipengaruhi oleh etnosentrisme ekologi, tingkat informasi, perilaku terdahulu, dan persepsi mengenai produk hijau. Seseorang dengan pengetahuan lingkungan yang lebih tinggi akan cenderung lebih mundah untuk melakukan kegiatan pro lingkungan. Pengetahuan yang dimilikinya tentang lingkungan membuat dirinya paham bahwa apa yang dia lakukan akan berdampak baik atau buruk terhadap lingungan.
Menurut Barreiro et al. (2002) dalam Conraud-Koellner and Rivas-Tovar (2009) pengetahuan ligkungan dapat menjadi sebuah rangkaian mulai dari pengatahuan isu dan permasalahan lingkungan ke penyebab, dampak, seseorang yang bertanggung jawab, solusi

dan agen tanggung jawab dari masalah lingkungan. Pengetahuan dapat berasal dari tiga sumber utama yaitu tradisi budaya, pembauran dari pengetahuan ilmiah mengenai isu-isu lingkungan, dan pengalaman pribadi. Isu lingkungan telah hadir di media, sekolah, dan yang berkaitan dengan rekreasi alam. Hal ini akan memberikan sosialisasi mengenai lingkungan dengan lebih baik dan baru. Pengalaman personal hanya dapat dihitung jika seseorang telah membentuk rancangan kognitif berdasarkan pengalaman mereka. Rancangan ini harus termasuk ke dalam definisi, penyebab, akibat, dan siapa yang bertanggung jawab serta pemecahan dari masalah lingkungan.

Subjective Norm (skripsi dan tesis)

 

Bidin et al. (2009) mengemukakan bahwa norma subjektif (subjective norm) didefinisikan sebagai tekanan sosial yang diberikan oleh kelompok sosial seperti orang tua, guru, pengusaha, rekan-rekan, pasangan, dll untuk bertindak atas sesuatu. Norma subyektif ditentukan oleh hubungan antara beliefs seseorang tentang setuju atau tidak setujunya orang lain maupun kelompok yang penting bagi seseorang tersebut, dengan motivasinya untuk mematuhi rujukan tersebut. Simamora (2004) menyatakan bahwa norma subjektif dibentuk oleh dua komponen. Pertama keyakinan normatif individu bahwa kelompok atau seseorang yang menjadi preferensi menginginkan individu tersebut untuk melakukan suatu perbuatan. Kedua, motivasi individu untuk menuruti keyakinan normatif tersebut.
Norma subjektif (subjective norms) adalah persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku (Ajzen dan Fishbein, 1980). Norma subjektif menilai apa yang dipercaya konsumen bahwa orang lain akan berpikir mereka harus melakukannnya. Dengan kata lain, norma subjektif memperkenalkan formulasi pengaruh kelompok referensi yang sangat kuat terhadap perilaku (Rastini, 2013).
Subjective Norm merupakan kepercayaan individu terhadap apa yang harus atau tidak harus dilakukan oleh individu tersebut. Sejauh mana seseorang memiliki motivasi (subjective norm) untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya (Huda dkk., 2012).
Ajzen (2005) mengasumsikan bahwa norma subjektif ditentukan oleh adanya  keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply). Keyakinan normatif berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent atau orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua,

pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Secara umum, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya.
Orang lain yang penting tersebut bisa pasangan, sahabat, dokter, dan lain-lain. Hal ini diketahui dengan cara menanyai responden untuk menilai apakah orang-orang lain yang penting tadi cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia menampilkan perilaku yang dimaksud (Carolyn dan Pusparini, 2013).

New Ecological Paradigm (NEP) (skripsi dan tesis)


Dalam penelitian mengenai perilaku ramah lingkungan, terdapat pendekatan yang melihat manusia sebagai makhluk yang memiliki keterbatasan apabila berhadapan dengan lingkungan hidup yang lebih dikenal dengan paradigma New Ecological Paradigm (NEP). Pendekatan ini merupakan paradigm yang berlawanan dengan pendekatan human exemptionalism paradigm (HEP) yang melihat manusia sebagai spesies unik yang tidak terbebas dari kekuatan lingkungan dan memiliki kemampuan dalam mengatasi segalam masalah lingkungan. Pradigma NEP yang menitik beratkan pada hak mahluk hidup lain selain manusia menunjukkkan sikap positif manusia terhadap lingkungan (Poortinga, Steg & Vlek,

2004) Pendekatan sikap positif pada lingkungan (NEP) awalnya disebut dengan new environmental paradigm dan kemudian diganti dengan new ecological paradigm (Dunlop, Van Liere, Mertig & Jones, 2000).
Berdasarkan NEP terdapat lima dimensi sikap terhadap lingkungan (Dunlop dkk, 2000), dimensi itu terdiri dari (1) Fragility of nature’s balance, yang menjelaskan sikap individu mengenai rapuh dan rentannya keseimbangan alam, (2) the possibility of eco-crisis, menjelaskan mengenai sikap individu terhadap kejadian krisis pada alam (3) the reality of limits to growth, menjelaskan mengenai sikap individu mengenai kenyataan pertumbuhan dan umur alam yang terbatas, (4) antiantrhopocentrism yang menjelaskan keyakinan individu terhadap kesetaraan hak yang dimiliki antara alam dan manusia, dan yang terakhir (5) rejection of exemptionalism, yang menjelasakan mengenai keterbatan kemampuan manusia dalam memperbaiki alam.

Attitude Ramah Lingkungan (skripsi dan tesis)

Menurut Kotler dan Amstrong (2008) sikap (attitude) menggambarkan perasaan, penilaian, dan kecendrungan yang relatif konsisten atas objek atau gagasan. Notoatmodjo (2010) menambahkan sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Sikap merupakan suatu karakter yang timbul dari diri konsumen untuk menentukan pilihan sesuai dengan keinginannya. Menengok pada isu lingkungan munculah sikap terhadap lingkungan. Sikap pada lingkungan dapat didefinisikan sebagai pernyatan atau penilaian evaluatif berkaitan dengan objek, orang atau suatu peristiwa (Robbins, 2006).
Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Didi Junaedi, dkk (2016) sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dalam berperilaku dengan cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu obyek tertentu. Peter dan Olson (1999) memberikan definisikan bahwa perilaku/sikap konsumen sebagai interaksi yang dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian disekitar kita dimana manusia melakukan aspek  pertukaran dalam hidupnya. Barkaitan pada isu lingkungan, kepercayaan konsumen terhadap produk yang ramah lingkungan akan meningkat penilaian mereka untuk memilih produk tersebut. Oleh sebab itu, sikap seseorang pada lingkungan dapat mempengaruhi perilaku mereka untuk memilih produk yang ramah lingkungan.
Fishbein dan Ajzen dalam Didi Junaedi, dkk (2016), mengungkapkan intention (minat) adalah sebuah rencana seseorang akan berperilaku dari situasi tertentu dengan cara- cara tertentu, baik seseorang akan melakukannya atau tidak. Melalui beberapa riset, akhirnya dibangun sebuah model sikap yang secara komprehensif mengintegrasikan komponen- komponen sikap ke dalam sebuah struktur yang dirancang dapat memberikan daya penjelas dan daya prediksi perilaku yang lebih baik. Model itu disebut dengan model tindakan- beralasan (Reasoned-Action Model). Model ini terdiri atas tiga komponen utama, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif merupakan pengetahuan dan persepsi yang didapat melalui kombinasi pengalaman langsung dengan objek sikap dan informasi didapat dari berbagai sumber. Komponen afektif merupakan emosi atau perasaan konsumen yang mencerminkan evaluasi keseluruhan konsumen terhadap suatu objek, seberapa jauh konsumen merasa suka atau tidak suka terhadap objek itu. Komponen konatif merupakan kecenderungan bahwa seseorang akan melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap, meliputi perilaku aktualnya.

Para ilmuwan sosial biasanya menganggap bahwa ada tiga jenis respon yang bertanggung jawab untuk pembentukan sikap. Ini adalah kategori kognitif, afektif dan perilaku. Pikiran Rakyat tentang objek sikap dianggap sebagai kategori kognitif atau respon kognitif. Kategori afektif berhubungan dengan emosi dan perasaan masyarakat terhadap sikap pada produk (Promotosh dan Sajedul, 2011). Zelezny dalam Aman et al. (2012) mendefinisikan sikap sebagai tindakan yang mewakili apa yang disukai dan tidak disukai konsumen dan "sikap kepedulian lingkungan berakar pada seseorang" konsep diri dan sejauh mana seorang individu memandang dirinya untuk menjadi bagian integral dari lingkungan alam". Umumnya dalam arti umum lebih sikap positif, semakin kuat niat untuk melakukan perilaku dan sebaliknya. Konsumen yang menghargai alam dan lingkungan akan cenderung mengembangkan sikap positif terhadap produk dan kegiatan yang konsisten dengan nilai tersebut. Sikap sebagai fungsi ekspresi nilai akan mengeks-presikan nilai utama dan konsep diri konsumen. Konsumen yang memiliki sikap positif dalam dampak konsumsi pada lingkungan akan cenderung mendukung inisiatif perlindungan lingkungan, mendaur ulang, dan membeli serta menggunakan produk ramah lingkungan (Sumarsono dan Giyatno, 2012).
Secara spesifik sikap pada lingkungan menurut Newhouse (1991) adalah perasaan positif atau negatif terhadap orang-orang, objek atau masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Jika individu menunjukkan sikap positif terhadap lingkungan, maka individu tersebut akan memunculkan niat untuk melakukan perilaku yang lebih ramah lingkungan. Pendapat ini juga sejalan dengan Kotchen & Reiling (2000) yang menjelaskan bahwa  terdapat korelasi positif antara sikap ramah lingkungan dengan environmental behavior atau perilaku ramah lingkungan.
Menurut Heberlein (2012), sikap ramah lingkungan adalah bentuk teori sikap yang digabungkan dengan keyakinan dan perasaan mengenai suatu objek sikap. Sikap didasari oleh nilai dengan struktur vertikal dan horizontal dan hal umum ke khusus. Environmental attitude atau sikap ramah lingkungan juga diartikan sebagai kecenderungan berperilaku yang secara sadar dilakukan untuk mengurangi dampak yang individu lakukan terhadap lingkungan (Samarasinghe, 2012).

Faktor yang mempengaruhi persepsi (skripsi dan tesis)

Disamping faktor-faktor teknis seperti : a) Kejelasan stimulus (suara yang jernih, gambar yang jelas), b) Kekayaan sumber stimulus (media multi-channel seperti audio-visual), persepsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis. Faktor psikologis ini bahkan terkadang lebih menentukan bagaimana informasi/pesan/stimulus dipersepsikan. Menurut Muchlas (2005), sejumlah faktor di antaranya akan berpengaruh pada perbaikan atau mendistorsi persepsi kita. Faktor-faktor itu terletak pada pelaku persepsi, objek/target persepsi, dan dalam konteks situasi di mana persepsi itu dibuat. Kaitannya dengan pelaku persepsi, karakteristik pribadi dari masing-masing pelaku persepsi akan mempengaruhi interpretasi dari suatu target. Beberapa karakter pribadi yang dapat mempengaruhi persepsi di antaranya adalah sikap, motif, ketertarikan (interest), pengalaman masa lalu dan ekspektasi.
Faktor karakteristik pribadi yang sangat dominan adalah faktor ekspektasi dari si penerima informasi sendiri. Ekspektasi ini memberikan kerangka berpikir (perceptual set) atau  mental set tertentu yang menyiapkan seseorang untuk mempersepsikan dengan cara tertentu. Mental set ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :
  1. Ketersediaan informasi sebelumnya
Ketiadaan informasi ketika seseorang menerima stimulus yang baru bagi dirinya akan menyebabkan kekacauan dalam mempersepsi. Oleh karena itu, dalam bidang pendidikan misalnya, ada materi pelajaran yang harus terlebih dahulu disampaikan sebelum materi tertentu. Informasi juga dapat menjadi cues untuk mempersepsikan sesuatu.
  1. Kebutuhan
Kebutuhan akan menentukan persepsi seseorang disebabkan karena keinginannya pada saat itu. Contoh sederhana, seseorang akan lebih peka mencium bau masakan ketika lapar daripada orang lain yang baru saja makan.
Faktor psikologis lain yang juga penting dalam persepsi adalah berturut-turut : emosi, impresi dan konteks.
  1. Emosi
Emosi akan mempengaruhi seseorang dalam menerima dan mengolah informasi pada suatu saat, karena sebagian energi dan perhatiannya (menjadi figure) adalah emosinya tersebut. Contoh, seseorang yang sedang tertekan karena baru bertengkar dengan pacar dan mengalami kemacetan, mungkin akan mempersepsikan lelucon temannya sebagai penghinaan.
  1. Impresi
Stimulus yang salient (menonjol), akan lebih dahulu mempengaruhi persepsi seseorang. Gambar yang besar, warna kontras, atau suara yang kuat dengan pitch tertentu, akan lebih menarik seseorang untuk memperhatikan dan menjadi fokus dari persepsinya. Seseorang yang memperkenalkan diri dengan sopan dan berpenampilan menarik, akan lebih mudah dipersepsikan secara positif, dan persepsi ini akan mempengaruhi bagaimana ia dipandang selanjutnya.
  1. Konteks
Faktor ini merupakan yang terpenting, karena konteks bisa secara sosial, budaya dan lingkungan fisik. Konteks memberikan ground yang sangat menentukan bagaimana figure dipandang. Fokus pada figure yang sama, tetapi dalam ground yang berbeda, mungkin akan memberikan makna yang berbeda (Rumah Belajar Persepsi, 2008 ; DeVito, 1995).
  1. Sifat-sifat persepsi
Mulyana (2008) menyatakan bahwa persepsi terjadi di dalam benak individu yang mempersepsi, bukan di dalam objek dan selalu merupakan pengetahuan tentang penampakan. Sebagai contoh apa yang mudah menurut kita belum tentu mudah bagi orang lain, atau apa yang jelas menurut orang lain mungkin terasa membingungkan bagi kita. Sifat-sifat persepsi akan mengambarkan bagaimana persepsi itu timbul

Menurut Walgito (2003), faktor yang mempengaruhi persepsi adalah faktor internal atau faktor yang ada dalam diri individu dan faktor eksternal yang terdiri dari faktor stimulus itu sendiri serta faktor lingkungan di mana stimulus tersebut berlangsung. Faktor internal dan eksternal saling berinteraksi dalam menciptakan persepsi individu.
 Agar stimulus dapat dipersepsi, maka stimulus harus cukup kuat, stimulus harus melampaui ambang stimulus, yaitu kekuatan stimulus yang minimal tetapi sudah dapat menimbulkan kesadaran atau sudah dapat dipersepsi oleh individu. Sebaliknya stimulus yang kurang kuat akan berpengaruh juga terhadap ketepatan persepsi.
Mengenai keadaan individu yang dapat mempengaruhi persepsi datang dari dua sumber yaitu yag berhubungan dengan segi kejasmanian dan segi psikologis. Segi kejasmanian menyangkut kondisi fisik seseorang, sedangkan segi psikologis menyangkut pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan kerangka acuan seseorang.
Sedangkan lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi stimulus juga akan berpengaruh dalam persepsi. Obyek yang sama dalam situasi sosial yang berbeda, dapat menghasilkan persepsi yang berbeda pula.

Persepsi (skripsi dan tesis)

 

Persepsi adalah gambaran subyektif internal seseorang  tentang suatu hal pesepsi merupakan suatu proses yang didahului dengan pengindraan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stumulus oleh individu melalui alat serertopnya  secara terus menerus dan terjadilah proses psikologis (Walgito,2004). Menurut Maramis dalam Sunaryo (2004) persepsi adalah perbedaan antara suatu hal melalui proses mengamati, mengetahui atau mengartikan setelah pancainderanya mendapat rangsang.
          Kamus psikologi, mendefinisikan persepsi sebagai proses menerima sehingga didapatkan pengalaman dari perasaan atau kepandaian setelah adanya rangsangan dari organ tubuh atau pikiran, dan dalam penilaiannya diperlukan ketajaman, kepandaian serta pengetahuan terhadap yang apa dinilainya (Dictionary information: Definition Perception, 2008). Persepsi merupakan penjabaran beberapa prinsip dari sensasi menjadi bentuk persepsi, di mana persepsi ini dibentuk karena adanya kedekatan posisi (proximity), kesamaan bentuk (similarity), kesinambungan pola (continuity) dan kesamaan arah gerak (common fate) (Carlson, 1997)
         Kesimpulan dari semua definisi persepsi yang ada adalah, persepsi merupakan proses diterimanya rangsangan melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun dalam diri individu berdasarkan realitas objektif dan pengaturan yang dimilikinya. Penilaian ini nantinya akan membentuk diri pribadi manusia, kesadaran terhadap diri pribadi ini pada dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri.
  1. Proses Persepsi
Proses terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut. Objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kedalaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh saraf sensoris ke otak. Proses ini disebut sebagai proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihatnya, apa yang didengarnya atau apa yang diraba.
Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran ini disebut proses psikologis. Taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu menyadari tentang apa yang dilihat, apa yang didengar, atau apa yang diraba, yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera (Walgito, 2002; Sunaryo, 2004)
Proses persepsi menurut Luthan (1992) meliputi suatu interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan dan penafsiran. Walaupun persepsi mampu menyaring, menyederhanakan, atau mengubah secara sempurna data tersebut.
Menurut Thoha (2008), ada beberapa subproses dalam persepsi antara lain:

  1. Stimulasi
Merupakan subproses pertama dalam persepsi. Stimulus yang dihadapi tersebut dapat berupa stimulus penginderaan dekat dan langsung atau berupa bentuk lingkungan sosiokultur dan fisik yang menyeluruh.
  1. Registrasi
Dalam hal ini seseorang mendengar atau melihat informasi terkirim padanya. Mulailah ia mendaftar semua informasi yang terdengar atau terlihat tersebut.
  1. Interpretasi
Sub proses interpretasi ini tergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan kepribadian seseorang
  1. Umpan balik (feed back)
Merupakan sub proses terakhir dalam persepsi dan dapat mempengaruhi persepsi.

Aktifitas fisik (skripsi dan tesis)

 

Aktifitas fisik memerlukan energi diluar kebutuhan untuk metabolisme basal, Aktifitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot tubuh dan system penunjangnya. Selama aktifitas  otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen keseluruh   dan untuk  mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh.salasatu level aktifitas fisik pada anak, terutama dalam konteks  sosial adalah jumah waktu yang dikeluarkan anak untk menonton TV dan main vidio game, Jumlah jam menonton televisi terbukti merupakan suatu prediktor yang kuat untuk trjadinya obesitas pada anak (Subarja, 2004)
Kegiatan fisik tak memiliki dampak mencolok pada indeks massa tubuh atau pada ukuran kegiatan fisik dan prilaku anak yang tak bergerak. Namun, dibandingkan anak-anak pemantau, anak yang mendapat campur-tangan memperlihatkan hasil lebih besar dalam keterampilan gerak dan motorik, yang, kata para peneliti itu, mungkin menempa keyakinan pada kemampuan fisik, sehingga bisa meningkatkan perbedaan dalam keikutsertaan masa depan dalam kegiatan fisik atau olahraga.
Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor : yaitu
  1. tingkat aktivitas dan olah raga secara umum;
  2. angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh.
 Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang normal.(Tambunan, 2002)
Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori  secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunn metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olah raga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olah raga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olah raga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolis normal
Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan keterampilan   otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.