Saturday, November 2, 2019

Kinerja Karyawan (Employee Performance) (skripsi dan tesis)


Sependapat dengan Robbins (2001) kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku. Menurut Hasibuan (2007) kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku yang nyata sesuai dengan perannya dalam organisasi. Jadi, dapat disimpulkan kinerja adalah kemampuan, usaha, dan kesempatan personel, tim, atau unit organisasi dalam melaksanakan tugasnya untuk mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan. Adapun menurut Mangkunegara (2010), adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Setiap karyawan dituntut untuk memberikan kontribusi positif melalui kinerja yang baik, mengingat kinerja organisasi tergantung pada kinerja karyawan. Sedangkan menurut Dessler (2006), kinerja merupakan prestasi kerja, yakni perbandingan antara hasil kerja yang dilihat secara nyata dengan standar kerja yang telah ditetapkan organisasi

Dimensi Komitmen Organisasi (skripsi dan tesis)

Tiga komponen multidimensional dalam komitmen organisasi menurut Meyer and Allen (1993), sebagai berikut: 1. Komitmen afektif, yaitu kekuatan keinginan seseorang untuk terus bekerja pada suatu organisasi disebabkan karena kesesuaian dan keinginannya. 2. Komitmen berkelanjutan, yaitu pribadi seseorang untuk tetap bekerja pada suatu organisasi disebabkan karena ketidakmampuan mengupayakan jenis pekerjaan yang lain. 3. Komitmen normatif, yaitu merujuk pada perasaan kewajiban seseorang untuk tetap pada suatu organisasi karena adanya tekanan atau daya tarik.
Ada beberapa faktor penentu komitmen seseorang terhadap organisasi, menurut Porter (2014), yaitu; 1. Komitmen dipengaruhi oleh beberapa aspek dalam lingkup pekerjaan itu sendiri yang disebut faktor organisasi. 2. Komitmen organisasi dipengaruhi oleh alternatif kesempatan kerja yang dimiliki pekerja yang disebut factor non-organisasi. Semakin besar peluang untuk berpindah kerja dan semakin besar hasratnya terhadap alternatif pekerjaan di tempat lain, komitmen pekerja pada organisasinya cenderung semakin rendah. 3. Komitmen pekerja pada organisasinya dipengaruhi oleh faktor karakteristik diri pekerja. Faktor ini membentuk komitmen inisial, yaitu komitmen awal yang timbul pada saat pekerja baru saja mulai masuk sebagai anggota organisasi.

Komitmen Organisasi (Organizational Commitment) (skripsi dan tesis)

 Komitmen organisasi didefinisikan sebagai kekuatan yang kuat dari keterlibatan individu dalam suatu organisasi. Komitmen organisasi juga didefinisikan sebagai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota dalam suatu organisasi; kesediaan untuk mengerahkan upaya dengan sunguh-sunguh terhadap organisasinya; keyakinan yang pasti dalam penerimaan, nilai-nilai dan tujuan organisasi. Maksudnya, komitmen organisasi adalah proses yang berkelanjutan dimana individu menunjukkan kepedulian mereka terhadap organisasi (Mowday et al, 1979). Robbins dan Judge (2008), komitmen organisasi merupakan suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak terhadap tujuan organisasi, karyawan memiliki keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya organisasi tersebut. Dapat disimpulkan karyawan memiliki komitmen tinggi cenderung lebih bertahan dalam suatu organisasi. Sehingga, komitmen organisasi bisa dikatakan suatu ikatan psikologis organisasi yang memengaruhi individu supaya bertindak secara konsisten untuk kepentingan organisasinya (Porter et al., 1974; Mowday dan McDade, 1979).
Sependapat dengan Mathieu dan Zajac (1990) bahwa komitmen organisasi yang rendah dapat berpengaruh negatif baik dalam organisasi maupun individu, sedangkan komitmen organisasi yang tinggi memiliki efek positif diantaranya : kinerja yang tinggi, kepuasan yang lebih besar, turnover yang lebih rendah. Porter dkk. (1974) menyebutkan ciri komitmen organisasi, sebagai berikut: adanya keyakinan kuat dalam penerimaan, tujuan dan nilai organisasi; adanya kemauan untuk mengerahkan banyak usaha terhadap organisasi; adanya keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sependapat dengan Meyer (1993) ada lima indikator dari komitmen afektif, yaitu: loyalitas; rasa bangga; peran serta seorang karyawan; menganggap organisasi yang terbaik; terikat secara emosional pada organisasi tempat bekerja. Sehingga menurut Vandenberghe (2004) bahwa komitmen afektif memberikan efek kuat secara langsung terhadap niat untuk keluar dari organisasi

Dimensi Iklim Etis (skripsi dan tesis)

Martin dan Cullen (2006) mendefinisikan iklim etis sebagai persepsi yang berlaku dalam organisasi, dan prosedur yang memiliki konten etis. Hal ini juga mengacu pada pelaksanaan dan penegakan etika, juga mengacu pada implementasi dan penegakan etika peratiran dan kebijakan untuk mendorong perilaku etis dan untuk memberi sanksi yang tidak melakukan perilaku etis.
Menurut Schwepker (2001) ada tida komponen pembentuk dalam pembentukan iklim etika, yaitu:
1. Kode Etik (Ethical Codes) Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman.
 2. Kebijakan Organisasi (Corporate Policy) Kebijakan organisasi dapat mempengaruhi individu dalam berperilaku etis dan tidak etis yang nantinya berdampak pada iklim etika organisasi.
 3. Penghargaan dan Sanksi (Reward and Punishment) Penghargaan ialah sesuatu yang diberikan pada perorangan atau kelompok jika mereka melakukan suatu keulungan di bidang tertentu, sedangkan sanksi merupakan hukuman atau ancaman yang dilakukan untuk membuat pelaku lebih disiplin lagi yang bertujuan dapat mempengaruhi keputusan untuk berperilaku etis.
Iklim etis menggambarkan karakter suatu organisasi yang etis dan dapat memandu perilaku karyawan. Sehingga iklim etis ini secara tidak langsung mempunyai efek meminimalisir tindakan tidak etis karyawan. Iklim etis merupakan jenis iklim pekerjaan yang mempunyai konsekuensi moral, kebijakan organisatoris dan mencerminkan prosedur. (Mulki dkk, 2008). Tetapi terdapat sedikit penelitian mengenai hubungan antara iklim etika dengan komitmen organisasi (Cullen dan Kolega; 2003). Bagan yang disusun oleh Victor dan Cullen (1988) terdapat beberapa kemungkinan iklim etis yang didasarkan dari teori filosofis, sosiologis, dan psikologis. Iklim etika juga mempengaruhi perilaku pekerja dan sikap pekerja seperti kepuasan kerja, kinerja, komitmen organisasi dan komitmen hingga kualitas.
Victor dan Cullen (1988) menemukan tiga bentuk kategori etika yaitu egoisme, kebajikan, dan prinsip. Individu yang masuk dalam kategori egoism mempunyai cirri bahwa semua keputusan dimaksudkan untuk memaksimumkan kepentingan pribadi. Individu yang masuk kategori kebajikan, mempunyai cirri bahwa semua yang dikerjakan atau diputuskan untuk kepentingan bersama. Sedangkan individu yang masuk kotegori prinsip yaitu apapun aktivitas indivisu dan keputusannya berdasar pada standar pribadi atau profesional.
Dari tiga bentuk etika tersebut Victor dan Cullen (1988) menyebutkan dimensi dalam mengukur iklim etika, antara lain:
1. Kepedulian (Caring), dimensi iklim ini berfokus pada etika kebijakan yang berdasar pada kepedulian terhadap orang lain. Dalam dimensi ini, individu memiliki minat yang tulus terhadap kesejahteraan orang lain baik itu di dalam atau di luar organisasi.
 2. Hukum dan Undang-Undang (Law and Code), dimensi ini terkait dengan etika prinsip, maksudnya di dalam situasi pengambilan keputusan harus berdasarkan mandat dari beberapa sistem eksternal seperti hukum atau kode etik profesional.
 3. Aturan (Rules), dimensi aturan juga dikaitkan dengan etika prinsip, karena berkaitan dengan penerimaan aturan-aturan yang telah ditentukan organisasi. Oleh karena itu keputusan organisasi diambil berdasarkan aturan-aturan atau standar seperti kode etik.
 4. Instrumen (Instrumental), individu percaya bahwa keputusan dibuat untuk kepentingan organsasi atau kesejahteraan bersama.
 5. Kemandirian (Independent), dimensi ini dikaitkan dengan etika prinsip, dimana individu bertindak sesuai dengan keyakinan moral berdasarkan prinsip-prinsip sesuai dengan norma yang berlaku

Iklim Etis (Ethical Climate) (skripsi dan tesis)


Etika adalah konsepsi mengenai perbuatan benar atau salah. Etika menyatakan apakah suatu perilaku sesuai dengan moral atau tidak (Wirawan, 2007). Iklim etika adalah prosedur organisasi yang khas dimana ada konten etis dan persepsi yang berlaku dalam praktiknya (Victor dan Cullen, 1988). Victor dan Cullen menjelaskan iklim etika juga dipandang sebagai salah satu komponen budaya organisasi secara keseluruhan atau iklim organisasi. Para peneliti menekankan pentingnya mempelajari iklim etika organisasi karena sangat berguna dalam mempengaruhi sikap dan perilaku karyawan dan pencapaian organisasi. Iklim etika lebih mengarah pada persepsi karyawan yang stabil, bermakna secara psikologis, serta ada kebijakan etika didalam suatu organisasi tempat mereka berkerja. (Schneider, 1975; Wimbush dan Shepard, 1994). Sehingga secara tidak langsung iklim etika ini mempengaruhi sikap seorang individu dengan pekerjaannya di dalam suatu organisasi. (Cullen dkk, 2003).

Ciri-Ciri Kepemimpinan Etis (skripsi dan tesis)

Menurut Connell dan Bligh (2009) menyebutkan ada beberapa karakteristik pemimpin etis diantaranya: memberikan solusi secara etis, membuat keputusan etis, mempertimbangkan implikasi keputusan jangka panjang, adil, berperilaku etis, mengkomunikasikan akan pentingnya etika, serta bertanggung jawab secara etis. Dari penjelasan tersebut disimpulkan kepemimpinan etis merupakan pemimpin yang peka terhadap kepentingan semua karyawan tanpa ada rasa takut atau rasa suka. Kepemimpinan yang etis mencakup perilaku pemimpin transaksional seperti menetapkan standar etika dan meminta pengikut bertanggung jawab atas perilaku etis. Namun demikian, kualitas unik ini yang mencirikan para pemimpin etis membuat mereka berbeda dari para pemimpin organisasi perusahaan lainnya. Pemimpin etis adalah para pemimpin yang peka terhadap kepentingan semua karyawan tanpa rasa takut atau rasa suka.
Sependapat dengan Brown dkk (2005) mengkategorikan dimensi kepemimpinan etis yaitu komunikasi, peduli, model perilaku etis, memperlakukan karyawan secara adil, kepercayaan, dan mendengarkan karyawan.
 Brown dkk (2005) membagi dua dimensi kepemimpinan etis, yaitu: 1. Dimensi orang bermoral, seperti: integritas, kepedulian terhadap orang lain, keadilan, dan kepercayaan. 2. Dimensi manajer moral, seperti: Berkomunikasi, memberi penghargaan, sanksi bagi pelanggar, dan lebih menekan pada standar etika.

Kepemimpinan Etis (Ethical Leadership) (skripsi dan tesis)


 Istilah etika mengacu pada bagian atau standar perilaku antar individu-individu dalam situasi tertentu (Fraedrich, 1993). Adapun arti standar dapat didefinisikan sebagai prinsip-prinsip sosial yang melibatkan keadilan dan kewajaran (Browning dan Zasbriskie, 1983). Akaah (1992) mengatakan etika melibatkan hubungan manusia yang mendasar antar beberapa pihak seperti para pesaing, pelanggan dan masyarakat umum dan dalam organisasi yang meliputi atasan, rekan-rekan kerja, bawahan. Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti kebiasaan (custom) atau karakter (character). Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azas-azas akhlak (moral). Menurut Marzuki (2013) etika diartikan sebagai ilmu atau pemahaman dan asas atau dasar terkait dengan sikap dan perilaku baik atau buruk. Dengan demikian, etika dapat diartikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan upaya untuk menentukan baik buruknya tingkah laku manusia. Pemimpin etis didefinisikan sebagai demonstrasi perilaku normatif melalui tindakan pribadi, hubungan interpersonal. Studi tentang kepemimpinan etis dibangun atas dasar pembelajaran sosial. Sosial pembelajaran mengusulkan bahwa para pemimpin akan mempengaruhi perilaku etis dari orang lain (Brown dkk, 2005).
Sependapat dengan Northouse (2007) bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama. Dimana kepemimpin etis menggambarkan seorang pemimpin yang memiliki nilai benar dan berkarakter kuat. (Freeman dan Stewart, 2006). Kepemimpinan etis harus berfokus pada nilai-nilai moral dan adil dalam pengambilan keputusan serta mampu mempertimbangkan dampak keputusannya terhadap organisasi, dan jelas dalam mengkomunikasikan dengan karyawan mengenai tindakan mereka di tempat kerja, juga berkontribusi pada tujuan keseluruhan organisasi (Eubanks dkk, 2012; Kuntz dkk, 2013). Moral menurut Zainuddin adalah suatu tendensi rhani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat. Nilai moral diantaranya religious, jujur, disiplin, toleransi, kerja keras, kreatif dan mandiri.