Wednesday, November 15, 2023

Agency Theory

 


Hubungan antara agen (manajemen suatu usaha) dan principal (pemegang saham).
Hubungan antara agen (manajemen) dengan principal (stakeholder) sangat memungkinkan
terjadinya konflik keagenan. Permasalahan keagenan ditandai dengan adanya perbedaan
kepentingan dan informasi yang tidak lengkap (asymetri information) antara pihak principal dan
pihak agen (Jensen dan Smith, 2016). Principal adalah pemilik perusahaan dan yang dimaksud
agent adalah manajer perusahaan. sedangkan yang dimaksud sebagai agen adalah manajemen yang
berkewajiban mengelola harta pemilik. Principal menyediakan fasilitas dan dana untuk kebutuhan
operasional perusahaan, sedangkan agen (manajer) sebagai pengelola berkewajiban untuk
mengelola perusahaan sebagaimana yang dipercayakan oleh principal untuk meningkatkan
kemakmuran principal melalui peningkatan nilai perusahaan (Jensen dan Meckling, 2015).
Hubungan keagenan ini sering kali mengalami konflik kepentingan diantara keduanya.
Konflik keagenan mulai timbul saat manajer lebih mementingkan kepentingannya sendiri dari
pada kepentingan pemegang saham. Konflik didalam teori agency biasanya disebabkan oleh para
pengambil keputusan yang tidak ikut serta dalam menanggung risiko sebagai akibat dari kesalahan
pengambil keputusan. Hal tersebut dapat terjadi karena manajer perusahaan memiliki informasi
yang lebih banyak mengenai tata cara mengelola perusahaan serta informasi-informasi penting
mengenai perusahaan. Sedangkan pemegang saham tidak memiliki informasi yang lebih banyak
dari manajer (Rachmad, 2016).
Hubungan keagenan merupakan kontrak, baik bersifat eksplisit maupun implisit, dimana
satu atau lebih orang (yang disebut principals) meminta orang lain (yang disebut agen) untuk
mengambil tindakan atas nama principals (Sugiarto, 2015:28). Principals adalah pihak yang
memberikan perintah kepada agen untuk bertindak atasnama principal. Tujuan dari pemisahannya
pengelolaan dari kepemilikan perusahaan, yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan
yang semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan
oleh tenaga-tenaga professional (Sutedi, 2016:32).
Masalah keagenan muncul saat agen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan
prinsipal. Masalah tersebut disebut agency conflict. Konflik tersebut dapat terjadi pada saat
proporsi kepemilikan saham perusahaan oleh para manajer kurang dari 100% dari total saham yang
beredar. Pada saat itu manajer cenderung mengutamakan kepentingan pribadi dan tidak
berdasarkan pada tujuan perusahaan yaitu memaksimalkan nilai perusahaan dalam memilih dan
mengambil kebijakan akuntansi yang sesuai dengan kepentingan agen, meskipun seringkali
kebijakan tersebut bukan yang terbaik bagi prinsipal. Permanasari (2015:43) menerangkan ada tiga
asumsi sifat dasar manusia yang dapat digunakan untuk menjelaskan agency theory, yaitu:

No comments:

Post a Comment