Sunday, March 1, 2020

Prinsip Utama Good Corporate Governance (skripsi dan tesis)

 Suatu perusahaan harus memenuhi prinsip-prinsip good corporate governance diterapkan pada setiap aspek bisnis serta di semua jajaran perusahaan dan menurut Komite Nasional Corporate Governance (2006) terdiri dari:
 1) Keadilan (fairness), yaitu dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan  pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
 2) Transparansi (transparency), yaitu untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 
3) Akuntabilitas (accountability), yaitu perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transaparan dan wajar. Untuk itu perusahaan hari dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 
4) Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. 
 5) Independensi (independency), yaitu untuk melancarkan pelaksanaan asas good corporate governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mondominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. 

Pengertian Corporate Governance (skripsi dan tesis)

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-/MBU/2002, corporate governance adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap 20 memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berdasarkan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Gideon(2005) dalam Widyasaputri(2012) menyatakanmekanisme corporate governance adalah suatu sistem yang digunakan untuk mengendalikan dan melakukan pengawasan kegiatan yang ada dalam perusahaan. Adanya praktek corporate governance yang baik di dalam suatu perusahaan diharapkan dapat mengurangi resiko yang merugikan bagi perusahaan itu sendiri. Karena menurut Porter(1991) dalam Wardhani(2007) menyatakan bahwa mengapa perusahaan sukses atau gagal mungkin lebih disebabkan oleh strategi yang diterapkan oleh perusahaan. Resiko tersebut juga timbul dari adanya konflik yang terjadi didalam suatu perusahaan mengenai perbedaan kepentingan antara agen dengan principal. 
Airesanti (2015) menyatakan bahwa perusahaan sangat memerlukan keberadaan peraturan dan mekanisme pengendalian yang efektif dalam mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta kemampuan untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang memiliki kepentingan agar dapat mengurangi terjadinya konflik kepentingan dan memastikan pencapaian tujuan perusahaan. Menurut Fachrudin (2008) tata kelola perusahaan atau corporate governance dapat juga didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan prinsip-prinsip antara lain fairness, transparency, accountability, dan responsibility yang mengatur hubungan antara pemegang saham, 21 manajemen perusahaan (direksi dan komisaris), pihak kreditur pemerintah, karyawan, serta stakeholders lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Tujuannya adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi seluruh stakeholders dalam perusahaan. Adanya nilai tambah bagi stakeholders ini akan menarik investor untuk menanamkan modalnya diperusahaan yang bersangkutan. Kaen(2003) dalam Bodroastuti(2009) menyatakan bahwa corporate governance pada dasarnya menyangkut masalah siapa (who) yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan mengapa (why) harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya korporasi yang dimaksud dengan “siapa” adalah para pemegang saham, sedangkan ”mengapa” adalah karena adanya hubungan antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan

Dampak Financial Distress (skripsi dan tesis)

Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan bisanya berdampak pada terlambatnya pembayaran hutang yang sudah jatuh tempo kepada kreditor.Menurut NetTel Africa(2002)dalam Fachrudin(2008) kerugian utama perusahaan yang mempunyai tingkat hutang yang lebihtinggi adalah peningkatan resiko kesulitan keuangan, dan akhirnya likuidasi. Hal ini mungkin mempunyai pengaruh merugikan bagi pemilik ekuitas dan hutang. Akibat dari kesulitan keuangan akan dijelaskan sebagai berikut: 
1) Resiko biaya kesulitan keuangan mempunyai dampak negatifterhadap nilai perusahaan yang mengoffset nilai pembebasanpajak (tax relief) atas peningkatan level hutang.
 2) Jika pun manajer perusahaan menghindarkan likuidasi ketika kesulitan, hubungannya dengan supplier, pelanggan, pekerja dan kreditor menjadi rusak parah. 
 3) Supplier penyedia barang dan jasa secara kredit mungkin lebih berhati-hati, atau bahkan mengehentikan pasokan sama sekali, jika mereka yakin tidak ada kesempatan peningkatan perusahaan dalam beberapa bulan.
 4) Pelanggan mungkin mengembangkan hubungan dengan supplier mereka, dan merencanakan sendiri produksi mereka dengan andaian ada keberlanjutan dari hubungan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan dampak dari adanya financial distress ini dapat mengakibatkan pada reaksi dari investor maupun kreditor untuk cenderung lebih berhati-hati dalam berinvestasi maupun memberikan pinjaman pada perusahaan. Hal ini semakin diperparah ketika pelanggan mulai melakukan hubungan dengan pemasok untuk memproduksi suatu produk barang maupun jasa sehingga perusahaan akan kehilangan pelanggan dan semakin membuat perusahaan menjadi bangkrut

Penyebab Financial Distress (skripsi dan tesis)

Financial Distress bisa terjadi pada semua perusahaan, penyebab terjadinya financial distress juga bermacam-macam. Menurut Lizal, (2002) dalam Fachurdin, (2008) mengelompokkan penyebab kesulitan, yang disebut dengan Model Dasar Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan. Terdapat 3 alasan utama mengapa perusahaan bisa mengalami financial distress dan kemudian bangkrut, yaitu:
 1) Neoclassical model 
Financial distress dan kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya di dalam perusahaan tidak tepat. Manajemen yang kurang bisa mengalokasikan sumber daya (aset) yang ada di   perusahaan untuk kegiatan operasional perusahaan. Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca dan laporan laba rugi. Misalnya profit/assets (untuk mengukur profitabilitas), dan liabilities/assets. 
2) Financial model 
Pencampuran aset benar tetapi struktur keuangan salah dengan liquidity constraints. Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek. Campuran aset benar tapi struktur keuangan salah dengan liquidity constraints (batasan likuiditas). Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama kasus ini. Tidak dapat secara terang ditentukan apakah dalam kasus ini kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi. Model ini mengestimasi kesulitan dengan indikator keuangan atau indikator kinerja seperti turnover/total assets, revenues/turnover, ROA, ROE, profit margin, stock turnover, receivables turnover, cash flow/ total equity, debt ratio, cash flow/(liabilities-reserves), current ratio, acid test, current liquidity, short term assets/daily operating expenses, gearing ratio, turnover per employee, coverage of fixed assets, working capital, total equity per share, EPS ratio, dan sebagainya. 
3) Corporate governance model 
Menurut model ini, kebangkrutan mernpunyai campuran aset dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tak terpecahkan. Model ini mengestimasi kesulitan dengan informasi kepemilikan. Kepemilikan berhubungan dengan struktur tata kelola perusahaan dan goodwill perusahaan. Brigham dan Gapenski (1997) mengatakan bahwa semakin besar pembiayaan dari hutang, dan semakin besar beban bunga tetap, semakin besar probabilitas bahwa penurunan earning akan mengarah kepada kesulitan keuangan, karena itu semakin tinggi probabilitas biaya kesulitan keuangan akan dikenakan. Jadi hutang dapat pula menyebabkan kesulitan keuangan. Liou dan Smith(2007 dalam Dwijayanti(2010) mengemukakan beberapa faktor makro ekonomi yangbisa menyebabkan financial distress antara lain fluktuasi dalam inflasi, sukubunga, Gross National Product, ketersediaan kredit, tingkat upah pegawai, dansebagainya Liou dan Smith (2007) dalam Dwijayanti(2010). 1 Dwijayanti (2010) dalam penelitiannya pun juga menyatakan bahwa financial distress bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: a) kesalahan dalam alokasi sumber daya, b) struktur keuangan yang salah. c) tata kelola yang buruk, dan d) kondisi makro ekonomi yang buruk.

Pengertian Financial Distress (skripsi dan tesis)

Menurut Luciana Spica Almilia (2004), mendefinisikan financial distress kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dimana 13 perusahaanmengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut serta perusahaan tersebut telah di merger. Financial distressjuga bisa didefinisikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban financial yang telah jatuh tempo Beaver et aI,. (2011) dalam Dwijayanti (2010).Sedangkan Hadi (2014) mendefinisikan kesulitan keuangan(financial distress) adalah kesulitan keuangan atau likuiditas yang mungkin sebagai awal kebangkrutan.Menurut Brigham dan Gapenski(1997) dalam Fachrudin(2008) terdapat 5 tipe kondisi kesulitan keuangan yaitu economic failure, business failure, technical insolvency, insolvency in bankruptcy, dan legal bankruptcy. 
1) Economic failure Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost of capitalnya. Bisnis ini dapat melanjutkan operasinya sepanjang kreditur mau menyediakan modal dan pemiliknya mau menerima tingkat pengembalian (rate of return) di bawah pasar. Meskipun tidak ada suntikan modal baru saat sudah harus diganti, perusahaan dapat juga menjadi sehat secara ekonomi. 
2) Business failure Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur. 
 3) Technical insolvency Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insolvency jika tidak dapat memenuhi kewajiban ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang jika diberi waktu, perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya dan survive. Di sisi lain, jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin menjadi perhentian pertama menuju bencana keuangan (financial disaster). 
4) Insolvency in bankruptcy Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan Insolvency in bankruptcy jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar. Kondisi ini lebih serius daripada technical insolvency karena, umumnya, ini adalah tanda economic failure, dan bahkan mengarah kepada likuidasi bisnis. Perusahaan yang dalam keadaan insolvent in bankruptcy tidak perlu terlibat dalam tuntutan kebangkrutan secara hukum. 
5) Legal bankruptcy Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang Brigham dan Gapenski (1997). Financial distress dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya Brigham dan Daves (2003) dan menurut Widyasaputri (2012) kondisi financial distress mempunyai arti bahwa perusahaan mengalami kondisi keuangan pada setiap tahunnya semakin menurun. Sehingga dapat disimpulkan kondisi perusahaan yang mengalami financial distress secara terus-menerus akan berdampak pada kebangkrutan yang mempunyai arti bahwa perusahaan sudah tidak beroperasi, tidak dapat membayar kewajiban perusahaan, tidak dapat membayar hutang, dan menghentikan semua kegiatan perusahaan

Teori Agensi (skripsi dan tesis)

Menurut agency theory, adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik. Terjadinya agency conflict disebabkan pihak-pihak yang terkait yaitu principal (yang mengkontrak atau pemegang saham) dan agen (yang menerima kontrak dan mengelola dana principal) mempunyai kepentingan yang saling bertentangan. Apabila agen dan principal berupaya memaksimalkan utilitasnya masing-masing, serta memiliki keinginan dan motivasi yang berbeda, maka agen (manajemen) tidak selalu bertindak sesuai keinginan principal Jensen dan Meckling (1976) dalam Bodroastuti(2009). Hubungan keagenan dalam kontrak kerja adalah hubungan antara pemegang saham (principal) dengan manajer (agent), yang pemegang saham memperkerjakan manajer untuk memberikan jasa kepada pemegang saham untuk kepentingan pemegang saham. Pemegang saham melakukan pendelegasian wewenang pembuatan keputusan kepada manajer perusahaan Lo(2012).Husnan (2001) juga menjelaskan tentang hubungan tersebut dengan mengatakan bahwa masalah tata kelola perusahaan dapat ditelusuri dari pengembangan agency theory yang mencoba menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan (manajer, pemilik  perusahaan dan kreditur) akan berperilaku, karena mereka pada dasarnya mempunyai kepentingan yang berbeda. Namun perbedaan kepentingan dapat menimbulkan asimetri informasi (kesenjangan informasi),principal hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau investasi dalam perusahaan. Sedangkan agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut Zeptian dan Rohman(2013:2).Tentu saja manager sebagai pengelola perusahaan cenderung lebih bersifat oportunistik dalam mencapai tujuan tertentu. Manajer akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dibandingkan pemilik (pemegang saham). Adanya asimetri informasi ini menimbulkan dua permasalahan yang disbebakan oleh kesulitan principal untuk mengawasi dan melakukan pengendalian terhadap tindakan-tindakan agen. Dua permasalahan tersebut, yaitu adverse selection dan moral hazard.
 Menurut Scott 2000 dalam Amaliah (2010:3), pengertian dari dua macam asimetri informasi itu yaitu:
 a. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham. 
 b. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Treskawati (2014) menyatakan bahwa masalah agensi yaitu perbedaan kepentingan antara principal dengan agent yang diyakini sebagai basis dari perilaku manipulasi laporan keuangan oleh managemen kepada principal. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teori keagenan muncul karena adanya konflik kepentingan antara principal (pemilik perusahaan) dan agen (yang menjalankan perusahaan) yang mempunyai kepentingan untuk keuntungan diri sendiri. Masalah keagenan ini juga terjadi karena adanya asimetris informasi dari agen selaku pihak yang memiliki banyak informasi dibandingkan principal selaku pemilik. Namun masalah keagenan ini dapat diatasi apabila perusahaan menerapkan corporate governance dengan baik sehingga akan dapat memberikan nilai tambah bagi pihak-pihak-pihak yang memiliki kepentingan

Statistika deskriptif (skripsi dan tesis)

Statistika deskriptif adalah bagian dari ilmu statistika yang hanya mengolah, menyajikan data tanpa mengambil keputusan mengenai populasi. Statistika deskriptif berkenaan dengan deskripsi data, misalnya dari menghitung rata-rata dan varian dari data mentah; mendeskripsikan menggunakan tabel-tabel atau grafik sehingga data mentah lebih mudah dibaca dan lebih bermakna. Dengan kata lain hanya melihat gambaran secara umum dari data yang diperoleh. Statistika deskriptif adalah teknik yang digunakan untuk meringkas/menafsirkan data dan menampilkannya dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh setiap orang. Hal ini melibatkan proses kuantifikasi dari penemuan suatu fenomena. Berbagai statistik sederhana, seperti rata-rata, dihitung dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Statistika deskriptif dapat memberikan pengetahuan yang signifikan pada kejadian fenomena yang belum dikenal dan mendeteksi keterkaitan yang ada di dalamnya. Tetapi dapatkah statistika deskriptif memberikan hasil yang bisa diterima secara ilmiah? Statistik merupakan suatu alat pengukuran yang berhubungan dengan keragaman pada karakteristik objek-objek yang berbeda. Statistika deskriptif adalah bagian dari ilmu statistika yang hanya mengolah, menyajikan data tanpa mengambil keputusan untuk populasi.