Sunday, May 23, 2021

Mini theory determinasi diri (skripsi dan tesis)

 

 Terdapat empat dasar komponen mini teori yang merupakan bagian determinasi diri dan terkoordinasi dengan semua domain jenis perilaku manusia dalam memenuhi basic needs. Berikut empat mini teori dari determinasi diri (Deci dan Ryan, 2002): 1. Cognitive evalution theory Cognitive evaluation theory adalah motivasi instrinsik yang terdapat dalam aktivitas determinasi diri. Dalam melakukan tindakan, individu dapat bertindak secara bebas, berkelanjutan dan mendapatkan pengalaman yang menarik dan menyenangkan. Terdapat 2 tipe motivasi didalamnya: a. motivasi ekstrinsik yang berasal dari luar diri individu. b. motivasi instrinsik yang berasal dari diri sendiri individu. Fokus utama dalam hal ini adalah penghargaan eksternal yang dapat merusak motivasi instrinsik. Penelitian yang sudah dilakukan, penghargaan dalam bentuk barang atau benda berwujud dapat merusak motivasi instrinsik seseorang, sedangkan penghargaan secara verbal cenderung meningkatkan motivasi instrinsik seseorang. Dua hal utama yang mempengaruhi proses kognitif dari motivasi intrinsik seseorang adalah a. Perceived causality, merupakan hubungan individu dengan kebutuhan akan kebebasan; ketika individu cenderung menggunakan lokus eksternal dan tidak diberikan pilihan, maka akan merusak motivasi instrinsik. Sedangkan ketika individu fokus terhadap lokus internal dan bertindak sesuai pilihannya, maka itu dapat meningkatkan motivasi intrinsiknya. b. Perceived competence, merupakan hubungan individu dengan kebutuhan akan kompetensi, dimana ketika seseorang meningkatkan kebutuhan akan kompetensi nya maka kompetensi seseorang itu akan dapat ditingkatkan, sedangkan ketika seseorang mengurangi kebutuhan akan kompetensi nya maka motivasi intrinsiknya pun akan berkurang. Dua konteks dari CET dapat bersifat kontrol dan informasional. Bila sebuah kejadian bersifat controlling, maka kejadian itu akan menekan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu, maka siswa akan merasa memiliki kontrol dan motivasi instrinsik mereka akan hilang. Bila di pihak lain, kejadian itu memberikan informasi yang meningkatkan sense of competence, maka motivasi instrinsik akan meningkat, tetapi sebaliknya bila informasi yang diberikan membuat siswa merasa kurang kompeten, maka kemungkinan besar motivasi akan menurun. Terdapat 2 hal penting di dalam konteks ini yaitu: 1. Positive feedback sebenarnya bersifat informational tetapi jika diberikan dalam tekanan, seperti “should do well” maka positive feedback menjadi bersifat mengontrol , sedangkan Ryan, Mims, Koester (dalam Deci & Ryan, 2002) mengatakan “meskipun penghargaan bersifat mengontrol, tetapi jika diberikan dengan tidak mengevaluasi, maka dapat mendukung kebebasan. 2. Tindakan yang berasal dari dalam diri dan tidak dipengaruhi dari faktor eksternal, itu akan membuat individu lebih mempunyai harga diri sehingga akan meningkatkan competence nya. Salah satu bagian dari cognitive evaluation theory yaitu relatedness yang merupakan keinginan untuk membangun pertalian emosional dengan orang lain. Bila guru dan orang tua bersikap responsive dan menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap kesejahteraan anak mereka, maka anak tersebut dapat menunjukkan motivasi instrinsik, begitu juga sebaliknya. 2. Organismic integration theory Untuk menangani berbagai perilaku yang termotivasi secara ekstrinsik. Deci & Ryan (2002) mengonsepkan motivasi, dimulai dari tidak termotivasi, motivasi ekstrinsik, lalu motivasi instrinsik. Mereka melabelkan jenis-jenis motivasi yang berbeda sebagai gaya pengaturan diri. Motivasi instrinsik menyangkut aktifitas yang bersifat autotelic, dimana aktifitas tersebut merupakan tujuan akhir dan kesenangan individu yang telah secara bebas memilih aktivitas tersebut. Motivasi ekstrinsik menyangkut empat jenis perilaku yang termotivasi, yang dimulai dari perilaku yang awalnya sepenuhnya termotivasi secara ekstrinsik, namun kemudian dihayati dan akhirnya merasakan determinasi diri. Pada saat yang bersamaan juga, tidak semua aktivitas atau perilaku termotivasi secara instrinsik. Di sekolah terdapat struktur, kontrol, dan juga penghargaan yang sifatnya ekstrinsik, yang mungkin tidak cocok dengan determinasi diri dan motivasi instrinsik, namun dapat membantu menghasilkan perilaku yang baik dan fungsi sosial yang diinginkan. Para motivator ekstrinsik kemudian menjadikannya sebagai bagian dari proses pengaturan diri dan mengembangkan sebuah subteori yang termasuk di dalam teori determinasi diri yang lebih besar, yang dilabelkan sebagai teori integrasi organisme. Dalam teori organisme ini mengonsepkan motivasi, yang dimulai dari yang tidak termotivasi, lalu motivasi ekstrinsik, kemudian motivasi instrinsik (determinasi diri) yang merupakan sebagai dari proses pengaturan diri.penjelasan mengenai empat proses pengaturan diri di dalam organismic integration theory: 1. Pengaturan eksternal Pengaturan eksternal adalah perilaku yang ditunjukkan hanya untuk menghindari hukuman dan mendapatkan penghargaan. Ketika para murid awalnya tidak ingin mengerjakan sebuah tugas yang diberikan, namun siswa itu akan mengerjakannya untuk mendapatkan penghargan dan menghindari hukuman. Para murid ini sangat bereaksi terhadap ancaman hukuman dan penghargaan ekstrinsik, dan cenderung memenuhi perintah. Mereka tidak termotivasi secara instrinsik, dan tidak menunjukkan minat yang tinggi, namun mereka cenderung bertingkah laku dan berusaha untuk mengerjakan tugasnya agar dapat memperoleh penghargaan eksternal dan juga menghindari hukuman. Dalam hal ini, kontrol bersifat eksternal dan tidak ada determinasi diri dalam diri siswa (dalam Schonk et al, 2002, hal 381). Pengaturan eksternal merupakan teori sentral dari operant, dimana seseorang melakukan sesuatu karena permintaan rewards dan untuk menghindari hukuman (Skinner & deCharms dalam Deci & Ryan, 2002). Eksternal Introjeksi Identifikasi Integrasi 2. Pengaturan introjeksi Pengaturan introjeksi adalah perilaku yang ditunjukkan untuk menyenangkan orang lain dan adanya keterpaksaan dalam melakukan suatu aktifitas. Para murid mengerjakan sebuah tugas karena mereka merasa bahwa harus melakukannya dan mungkin merasa bersalah apabila mereka tidak melakukannya (misalnya: belajar untuk menghadapi ujian). Dalam pengaturan introjeksi ini terdapat perasaan tepat, wajib, dan bersalah, sehingga tidak ada determinasi diri dalam diri siswa. Dimana siswa ini hanya mengerjakan tugas karena perasaan “harus” sesungguhnya bersifat internal bagi individu tersebut, namun sumbernya agak eksternal, karena mereka mungkin mengerjakan tugas untuk menyenangkan individu lain (orang tua, guru) (dalam Schonk et al, 2002, hal 381). Jika ego terlibat sebagai salah satu hasil, itu dapat menghilangkan motivasi instrinik dan tujuan aktifitas mereka, sehingga dapat mengindikasikan bahwa pengaturan introjeksi ini bersifat kontrol (Deci & Ryan, 2002). 3. Pengaturan identifikasi Pengaturan identifikasi adalah perilaku yang didasarkan pada kepentingan personal. Para murid melakukan sebuah aktivitas atau mengerjakan sebuah aktivitas karena aktivitas itu secara personal penting bagi diri mereka. Sebagai contoh, seorang murid belajar berjam-jam untuk mendapatkan nilai akademis yang bagus dan dapat mengikuti suatu tes agar dapat diterima di perguruan tinggi. Perilaku ini menggambarkan tujuan murid ini sendiri dan secara sadar dipilih oleh individu, sehingga lokus kausalitasnnya lebih bersifat internal bagi murid ini, karena ia secara personal merasa bahwa tujuan tersebut sangat penting bagi diri sendiri bukan hanya penting bagi orang lain (orang tua, guru) (Wigfield & Eccles dalam Schonk et al, 2002) 4. Pengaturan integrasi Pengaturan intergrasi adalah perilaku yang menunjukkan bentuk paling bebas dari motivasi ekstrinsik, dimana kebutuhan, nilai, dan tujuan didukung dari diri sendiri. Individu mengintegrasikan berbagai sumber informasi baik yang internal maupun eksternal ke dalam skema diri mereka sendiri, serta menjalankan pemahaman tentang diri mereka sendiri. Pengaturan integrasi ini merupakan suatu bentuk determinasi diri dan bersifat otonomi. Dengan demikian, motivasi instrinsik dan pengaturan integrasi menyebabkan lebih banyak keterlibatan kognitif dan pembelajaran dibandingkan dengan pengaturan eksternal dan juga introjeksi (Ryan & Deci dalam Schonk et al, 2002)

No comments:

Post a Comment